26
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Selama melakukan penelitian penulis mengumpulkan data mulai dari data internal, data esternal, wawancara dengan sumber terpercaya, dan memberikan kuisioner tentang 7 waste, untuk dapat diolah dengan metode value stream mapping yang nantinya dapat memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan waste.
4.1. Tinjauan Umum Perusahaan
PT. X membangun sebuah industri perkebunan kelapa sawit yang lokasi di Desa Kakullasan dan Desa Leling, Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
a. Aspek Geografis
Secara geografis lokasi proyek industri perkebunan kelapa sawit baik perkebunan maupun pabrik pengolahan kelapa sawit PT. X terletak di Kabupaten Mamuju di bagian utara Propinsi Sulawesi Barat atau pada bagian barat dari pulau Sulawes, yag terletak pada posisi 0º52’110” – 2º54’552” Lintang Barat dan 11º54’47” - 1º35’35” Bujur Timur (0 º 0’0” Jakarta = 16048’28” Bujur Timur Green Wich).
Aksesbilitas dari kota Makassar menuju Kabupaten Mamuju, berjarak ± 563 km yang dapat ditempuh dengan menggunakan pesawat selama ± 1,5 Jam, dan dari kota Mamuju ke lokasi perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit PT. X di Desa Kakulasan dan Desa Leling, Kecamatan Tommo dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor selama ± 2 Jam sampai ditempat.
27
Gambar 4.1 Peta Situasi Lokasi PT. X terhadap Peta Administrasi Propinsi Sulawesi Barat
28
b. Aspek Kependudukan
Sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2005 keberadaan penduduk di wilayah lokasi kegiatan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT. X yang meliputi wilayah Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat terdapat 283.528 jiwa penduduk yang terdiri dari 163.498 jiwa penduduk laki-laki dan 136.691 jiwa penduduk perempuan
Dari jumlah penduduk tersebut 8.340 jiwa penduduk laki-laki dan 5.952 jiwa penduduk perempuan terdapat di Kecamatan Tommo.
Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk Sekitar Perusahaan
sumber : Badan Pusat Statistik 2005
c. Aspek Teknik dan Produksi
Adapun dalam sistem teknik dan produksi yang dilakukan oleh PT. X yaitu dengan melakukan kombinasi internal pengolahan, dimana material utama pengolahan untuk hasil produk berupa TBS/FFB didapat dari proses tahapan olah dalam kebun sendiri, kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengolahan material tersebut menjadi produk stengah jadi yang akan dijual berupa CPO (crude palm oil) kepada perusahaan yang telah siap mengolahnya menjadi bahan jadi.
No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Tapalang 8.237 8.137 16.374 2 Tapalang brat 4.168 4.117 8.285 3 Mamuju 19.368 18.371 37.739 4 Simboro 11.146 10.576 21.722 5 Kaluku 19.112 17.766 36.878 6 Papalang 9.954 9.431 19.385 7 Sampaga 9.715 6.074 15.789 8 Tommo 8.340 7.874 16.214 9 Kalumpang 5.527 5.123 10.650 10 Bonehau 3.859 3.577 7.436 11 Budong-budong 10.737 9.753 20.490 12 Pangale 6.960 6.420 13.380 13 Topoyo 11.262 10.111 21.373 14 Karossa 10.515 9.427 19.942 15 Tobadak 10.937 9.934 20.871 149.837 136.691 286.528 Jumlah (Kab. Mmuju)
29
Gambar 4.2 Proses Pengolahan CPO - Material Utama
Dalam memproduksi CPO dengan kualitas yang diinginkan, PT. X pada tahap awal melakukan seleksi material utamaya yaitu TBS/FFB dengan melakukan grading, dimana TBS dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam SOP (standar operasional prosedur) perusahaan.
30
- Proses Penerimaan material di Loading ramp
Buah yang masuk ke dalam pabrik terdiri dari 2 jenis buah, yaitu buah inti dan buah luar/ plasma mitra. Buah plasma mitra terbagi menjadi tiga kelompok, dimana kelompok tersebut terdiri dari kelompok tani mitra penuh, kelompok tani mitra bibit, dan kelompok tani mitra swadaya. Masing- masing kelompok tani terdapat ketua kelompok yang mengorganisir penjualan material TBS/FFS kepada perusahaan PT. X untuk dijual. Pemeriksaan fisik buah dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria TBS Inti
Buah inti memiliki kriteria grading sebagai berikut : a. Buah mentah
Buah mentah memiliki ciri-ciri warna buah masih pucat dan brondolan lebih kecil dari tiga berondolan pejanjang.
b. Buah kurang matang
Berondolan lepas lebih besar dari 3 (tiga) berondolan tapi belum mencapai standar minimum (1 kg terdapat 2 berondol lepas).
c. Buah matang
Berondolan lepas mencapai standar minimum (1 kg ada 2 berondolan) sampai 50% berondol lepas dari total berondolan perjanjang.
d. Buah terlalu matang
Meiliki ciri-ciri 50% - 75 % berondolan lepas dari janjangan. e. Buah keras (hard bunch)
Memiliki ciri-ciri ujung berondolan berwarna hitam dan pecah-pecah (terbelah empat).
f. Buah sakit (parthenocarpic)
Memiliki ciri-ciri terdapat 50% berondolan kecil-kecil (buah cengkeh) perjanjang.
g. Tangkai panjang
Panjang tangkai janjangan memiliki batas maksimum 2,5 cm dari pangkal buah.
31
2. Plasma (buah luar)
Buah inti memiliki kriteria grading sebagai berikut : a. Buah mentah
Apabila brondolan lepas dari janjangan kurang atau sama dengan 10 brondolan.
b. Buah peram
Ditandai tangkai janjang keriput, buah lembek, dan berwarna kehitam-hitaman.
c. Buah sakit (parthenocarpic)
75% dari total brondolan tidak mempunyai nut. d. Buah keras (hard bunch)
Ditandai pecah-pecah diseluruh permukaan brondolan. e. Buah busuk
f. Buah kecil
Berat janjang kurang dari 6 kilogram g. Janjang kosong
Apabila >75% brondolan lepas dari janjangan. h. Tangkai panjang
Panjang maksimal tangkai dari pangkal buah adalah 2,5 cm. i. Sampah
Meliputi pasir, serpihan potongan tangkai buah, karung dan batu.
Loading Ramp merupakan rangkaian proses awal dari pengolahan kelapa sawit sebelum memasuki proses selanjutnya. Stasiun Loading Ramp berfungsi sebagai tempat penampungan sementara material TBS/ FFB sebelum dimasukkan ke dalam lori buah (Fruit cages). Di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. X, Loading Ramp terbagi menjadi dua Line, yaitu Line A dan Line B. Masing-masing Line mempunyai kapasitas untuk menampung TBS berbeda, Line A mempunyai kapasitas normal 40 ton buah kelapa sawit, sedangkan Line B mempunyai kapasitas normal 40 ton kelapa sawit. Line A dan Line B masing-masing terdiri dari 8 lori dengan kapasitas tampung maksimal tiap lori adalah 5 ton. Preses Strerilisasi/ perebusan.
32
Pada stasiun Loading Ramp PT. X mempunyai prinsip kerja First In Firs Out (FIFO). FIFO adalah prinsip kerja yang mengutamakan TBS yang terlebih dahulu ada untuk segera di olah. Hal ini dilakukan karena jumlah TBS yang tidak henti-hentinya masuk kedalam pabrik. Fungsi FIFO untuk meminimalkan kenaikan asam lemak bebas (FFA).
4.3 Kondisi Loading Ramp PT. X
Langkah-langkah dalam mengoperasikan Loading Ramp adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan lori kosong dibawah pintu Loading Ramp 2. Memasukan TBS yang terlebih dahulu ada di Hoper ke lori 3. Meratakan TBS yang ada di lori agar kapasitas lori tercapai 4. Memasukan kembali TBS yang jatuh keluar lori ke lori lagi 5. Memasukan segera brondolan yang berjatuhan ke lantai ke lori 6. Parkirkan lori ke depan Sterilizer sesuai kebutuhan Sterilizer (8 lori
untuk 1 unit Sterilizer)
7. Operator St. Loading Ramp harus selalu berkoordinasi dengan Operator St. Sterilizer
33
- Sistem Sterilisasi/ Perebusan
Stasiun Perebusan sangat memegang peranan sangat penting dalam memberikan kemudahan pada proses-proses berikutnya. Perebusan (sterilisasi) merupakan pengolahan mekanis yang pertama bagi TBS. Tandan-tandan yang berada dalamlori dipanaskan dengan menggunakan uap jenuh (saturated steam) pada temperatur 127 – 135°C dengan siklus perebusan 80 - 90 menit di dalam sterilizer.
Pelaksanaan perebusan dapat dilakukan dengan sistem dua puncak, tiga puncak tergantung kondisi buah dan sterilizer yang digunakan. Di PT. X perebusan dilakukan dengan sistem tiga puncak (triple peak) berarti tiga kali
kenaikan tekanan yang berarti dua kali dilaksanakan
pembuangan condensat selama proses perebusan berlangsung.
Perebusan dengan tiga puncak tersebut kebutuhan uap jenuhnya relatif lebih banyak dari perebusan dua puncak dan satu puncak namun efek-efek terhadap proses-proses selanjutnya akan lebih baik antara lain :
Persentase buah tidak membrondol (unstripped bunches) akan lebih kecil
Kehilangan minyak dalam ampas lebih kecil
Proses klarifikasi minyak akan lebih baik.
Fungsi dari perebusan adalah : 1. Menghentikan Aktifitas Enzim
Buah yang dipanen mengandung enzim lipase oksidase yang tetap bekerja di dalam buah sebelum enzim tersebut dihentikan. Enzim lipase bertindak sebagai katalisator dalam pembentukan asam lemak bebas (ALB) sedangkan enzim oksidase berperan dalam pembentukan peroksida yang kemudian berubah menjadi gugus aldehide dan kation. Senyawa tersebut bila teroksidasi akan terbentuk asam lemak bebas. Jadi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak sawit merupakan hasil kerja enzim lipase dan oksidase. Aktifitas enzim semakin tinggi apabila buah TBS mengalami kememaran (luka). Enzim pada umumnya
34
tidak aktif lagi bila dipanaskan sampai temperatur >50°C, maka perebusan dengan temperatur uap >120°C sekaligus menghentikan kegiatan enzim.
2. Melepaskan Buah dari Tandannya
Minyak dan inti sawit terdapat dalam buah, maka untuk mempermudah prosesnya ekstraksi minyak, buah perlu dipisahkan dari tandannya. Pelepasan buah dari spliket karena adanya hidrolisa pectin yang terjadi di pengkal buah. Jadi hidrolisa pectin telah terjadi secara alami dilapangan yang menyebabkan buah membrondol. Hidrolisa pectin dapat terjadi pula didalam ketel perebusan, dengan adanya reaksi yang dipercepat oleh pemanasan. Panas dari uap di dalam ketel (sterilizer) akan meresap kedalam buah karena adanya tekanan. Hidrolisa pectin dalam tangkai tidak seluruhnya menyebabkan pelepasan buah, oleh karena itu perlu dilakukan proses perontokan buah didalam mesin Thresing.
3. Menurunkan Kadar Air
Proses sterilisasi buah dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti, yaitu dengan cara penguapan baik dari dalam saat direbusan maupun saat sebelum dimasukan ke Thresher. Interaksi penurunan kadar air dan panas dalam buah akan menyebabkan minyak sawit dari antar sel dapat bersatu dan mempunyai viskositas yang rendah sehingga mudah dikeluarkan dalam proses pengempaan (proses ekstraksi minyak).
4. Melunakkan Buah Sawit (Mesokrap dan Biji Sawit)
Pericrap (kulit buah) yang mendapatkan perlakuan panas dan tekanan
akan lain. Hal ini akan mempermudah proses di
dalam Digester dan Depericarper / polishing, karena adanya panas dan tekanan tersebut maka air yang terkandung dalam inti akan menguap
35
lewat mata biji sehingga proses pemecahan biji lebih mudah (dalam Ripple Mill).
Pengendalian proses :
1. Tekanan kerja dijaga sehingga dapat tercapai tiga puncak. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil rebusan seperti yang diharapkan yaitu semua buah matang rebus.
2. Menjaga temperature kerja 135 – 140°C. tujuannya agar uap yang dimasukkan tetap dalam bentuk uap. Bila temperature kurang dari 135°C maka ada kemungkinan uap berubah menjadi air karena pengembunan. Bila hal ini terjadi maka perebusan menjadi tidak sempurna karena kadar air buah yang direbus meningkat.
3. Menjaga lama waktu perebusan ± 90 menit.
4. Melakukan pembuangan udara dingin dan air kondensat semaksimal mungkin.
5. Menjaga kebersihan lingkungan kerja, menjaga keamanan dan kedisiplinan karyawan.
6. Menjaga tekanan agar tidak melebihi 3 kg/cm2.
Pada PT X. , Perebusan TBS yang tidak sesuai dengan SOP yang disepakati akan menyebabkan :
1. Perebusan yang Terlalu Singkat
a. Buah belum matang sempurna
b. Buah sulit membrondol pada saat proses Thresing.
c. Jumlah katekopen meningkat
d. Meningkatkan persentase kehilangan minyak
e. Menghambat proses selanjutnya (pengutipan minyak sulit)
f. Dapat merusak mesin
2. Perebusan Terlalu Lama
a. Penggunaan uap meningkat
b. Efisiensi waktu kurang
36
d. Meningkatkan persentase kehilangan minyak pada kondensat
e. Menurunkan rendemen
f. Minyak yang diperoleh gosong sehingga sukar dipucatkan
Gambar 4.4 Kondisi Statsiun Strerilizer/ Perebusan - Sistem Threshing/ Pemipilan
Pemipilan adalah proses yang secara menyusul setelah proses perebusan dan bertujuan melepaskan / memisahkan semua buah dari tandannya. Dalam proses pemipilan, walaupun telah dilakukan seafisien mungkin tetapi beberapa kerugian kadang – kadang masih juga dialami antara lain
Didalam tandan yang dipipil kadang – kadang masih terdapat
beberapa butir buah yang tidak dapat keluar, meskipun sudah terlepas dari tandannya.
Benturan – benturan yang terjadi terhadap tandan didalam alat
pemipil mengharuskan agar semua buah terlepas dan keluar dari tandannya, tetapi hal ini ternyata juga mengakibatkan kerusakan
37
terhadap daging yang telah menjadi lemak karena perebusan. Thresher berfungsi untuk memisahkan buah dari janjangannya dengan cara membanting tandan buah segar (TBS) kedalam drum thresher. Thresher ini berupa drum silinder panjang yang berputar secara horizontal dengan kecepatan putar 21 rpm.Drum dirancang dengan kisi–kisi yang berfungsi untuk meloloskan berondolan. Stasiun Threshing terdiri dari beberapa bagian alat atau mesin dan dalam proses pengoperasiannya sangat berkaitan satu sama lain. Maksud dan tujuan desain dari pada stasiun ini adalah sebagai berikut :
Untuk melepaskan buah (tandan buah segar yang sudah direbus) dengan
tandannya dengan sistem bantingan.
Untuk menjaga kestabilan/pemerataan secara kontinu agar kapasitas
pengolahan Tandan Buah Segar dapat tercapai sesuai desain pabrik dengan pengoperasian hoist cycle, rpm auto feeder maupun supervisi yang benar.
Menjaga oil loss maupun kernel loss seoptimal mungkin agar berada
dibawah target/parameter yang sudah disepakati perusahaan. -
38
- Sistem Digester dan Press (Pengadukan dan Pengempaan)
Station Digesting dan Press (Pengadukan dan Pengempaan) adalah stasiun pertama dimulainya pengambilan minyak dari TBS dengan cara melumat dan mengempa. Buah yang masuk kedalam digester akan dilumatkan oleh pisau-pisau (long arm dan short arm) yang berputar, yang ada didalamnya. Oleh karena itu saat operasi digester harus minimal ¾ penuh, agar buah atau brondolan mengenai keseluruh pisau sehingga proses pelumatan akan sempurna. Setelah dilumatkan kemudian buah didorong oleh pisau pendorong (expeller arm) menuju press.
Fungsi Digester
Mengaduk brondolan masak / Mass passing digester (MPD)
sehingga menjadi bubur (mash) untuk mempermudah proses pressing.
Memecah dinding sel dari “oil bearing cell” untuk melepas minyak
dari mesocarp.
Men-drain minyak (pure oil) yang sudah terbentuk di digester
Memanaskan brondolan untuk mempermudah proses pressing
Jika sel minyak tidak pecah, akan menyebabkan hilang di sludge dan
jika tdk diperas dari fibre maka akan hilang di press cake
Alat ini sering disebut ketel pengaduk yang terdiri dari bejana yang dilengkapi dengan lengan pengaduk, tangkai pelumat dan pemanas untuk mempersiapkan masa brondolan agar lebih mudah di-pres oleh Screw Sress. Digester dilengkapi dengan Lengan Pengaduk yang berfungsi untuk merajang buah sehingga terjadi pelepasan mesocarp dan biji sambil pemecahan kantong-kantong minyak. Digester yang terlalu penuh akan memperlama proses pengadukan, namun dengan tekanan berlawanan dari dasar ketel yang kuat akan menyebabkan perajangan menjadi sempurna. Ketinggian masa brondolan dalam digester akan menimbulkan tekanan di dasar Digester semakin tinggi dan tahanan terhadap pisau semakin tinggi, sehingga pemecahan kantong minyak dan pemisahan serat dengan serat lain semakin sempurna.
39
Digester dilengkapi dengan sistim pemanasan mantel (Steam Jacket), yang berguna untuk mempertahankan dan menaikkan suhu adonan dalam ketel dengan cara injeksi uap kedalam mantel. Suhu adonan yang dikehendaki adalah 90ºC dengan alasan bahwa pada suhu tersebut minyak sudah mencair dan mudah keluar dari kantong-kantong minyak, sedangkan yang masih berbentuk Emulsi akan pecah menjadi minyak dan cairan lainnya, dan kerusakan minyak seperti oksidasi dan hidrolisa relatif belum terjadi. Semakin tinggi suhu Digester maka perajangan semakin baik dan akan memperingan daya kerja Screw Press, dan akan mengurangi biji pecah. Oleh sebab itu suhu digester perlu dipertahankan pada standar yang telah ditetapkan.
40
Gambar 4.7 Kondisi Stasiun Digester dan Press - Sistem Klarifikasi/ Pemurnian
Stasiun terakhir dalam tahapan proses pengolahan minyak kelapa sawit kasar adalah unit penjernihan/ pemurnian minyak, dimana pada unit ini terjadi proses pemisahan minyak dengan air dan kotoran yang dilakukan dengan sistem pengendapan, sentrifugal dan penguapan. Proses pemisahan minyak dari air dan kotoran merupakan kegiatan yang akan menentukan kualitas CPO yang dihasilkan. Menurut Ketaren (1986), minyak kasar dialirkan dari tangki penjernihan kemudian disaring di dalam penyaring sentrifugal. Dari penyaring sentrifugal, minyak yang telah dijernihkan dipompakan kedalam tangki penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki pengendapan.
Proses pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh minyak sebanyak-banyaknya dan menghasilkan CPO dengan kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran yang sesuai dengan standar. Minyak sawit yang masih kasar mengalami pengolahan lebih lanjut. Setelah melalui pemurnian atau
41
klarifikasi yang bertahap, maka akan diperoleh minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/ CPO) (Pahan, 2010).
Proses pada stasiun klarifikasi terdiri dari beberapa kegiatan seperti proses penyaringan minyak kasar, pemisahan minyak pada tangki, pengambilan minyak dari sludge, dan pengurangan kadar air pada minyak. Diagram aliran proses Gambar 20 dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Minyak kasar dari pengepres dialirkan menuju ke sand trap
tank untuk dilakukan pemisahan minyak dan air berdasar perbedaan
massa jenis.
2. Minyak kasar yang berada pada bagian atas mengalir ke crude
oil vibrating screen yang mempunyai dua penyaringan di bagian atas
dan bagian bawah. Disini, minyak akan mengalir ke bawah, sedangkan sludge dan kotoran tersaring kembali menuju ke fruit
elevator untuk dikembalikan ke digester.
3. Minyak kasar mengalir ke crude oil tank .
4. Dari crude oil tank minyak dipompa oleh crude oil pump menuju ke buffer tank, selanjutnya dialirkan ke continuous settling
tank (CST).
5. Di dalam CST minyak kasar diendapkan sehingga minyak dan sludge terpisah. Minyak yang terpisah mengalir ke oil tank, sedangkan sludge menuju ke sludge tank dan di drain ke reclimed
oil tank untuk dikembalikan lagi ke crude oil tank.
6. Minyak dalam oil tank dialirkan ke oil purifier untuk mengurangi kotoran. Selanjutnya dialirkan ke vacuum dryer untuk mengurangi kadar air hingga mencapai standar yang ditetapkan dan disimpan di oil storage tank. Jika terjadioverflow pada pengaliran minyak ke vacuum dryer, maka minyak dikembalikan ke oil tank.
7. Sludge yang keluar dari oil purifier menuju ke fat pit kemudian ke recovery sludge tank untuk dikutip kembali minyaknya.
42
Minyak yang terkutip dialirkan ke sand trap tank, sedangkan sludge dialirkan ke sludge pit untuk selanjutnya dibuang ke pengolahan air limbah
Gambar 4.8 Kondisi Stasiun Klarifikasi/Pemurnian
Pada prinsipnya proses klarifikasi menggunakan Sludge Separator (Centrifuge pada akhir Ektraksi minyak yang berasal dari buangan Sludge dan juga menggunakan Furifier (Centrifuge) pada akhir proses pemurnian). Dilakukan dengan 3 cara sebagai berikut.
1. Dengan cara pengendapan (Settling) 2. Dengan cara pemusingan (Centrifuge) 3. Dengan cara pengaruh biologis
43
Gambar 4.9 Proses Pemurnian CPO - Sistem Storage/ Penyimpanan
Tanki timbun CPO adalah tempat penampungan CPO selama menunggu sebelum pengapalan. Disinilah CPO ditampung sementara sebelum di kirim. Kapasitas tanki timbun CPO dibuat berdasarkan kapasitas kebutuhannya. Tanki timbun umumnya terbuat dari plat MS SS400 dengan tebal plat sesuai dengan kebutuhan. Dalam setiap bulking station CPO tanki
44
di buat sedemikian rupa sehingga mampu menampung hasil CPO. Dalam konstruksi pondasi tanki timbun CPO disesuaikan dengan hasil test tanah. Dalam konstuksi storage tank terdapat bagian-bagian tertentu yang mempunyai fungsi masing-masing. Temperatur di dalam CPO storage tank ini harus dijaga dengan kisaran suhu 55 ºC agar kadar FFA dalam CPO tidak meningkat secara drastis. Minyak yang ada di CPO storage tank inilah yang akan disalurkan ke jetty melalui saluran pipa khusus dan siap untuk dijual.
Gambar 4.10 Kondisi Storage Tank
4.2. Pengolahan Data A. Data Internal
Dari data internal perusahaan, penulis mengumpulkan data base produksi CPO tahun 2014, dimana terdapat informasi track record produksi setiap bulannya dan juga terdapat row material / bahan baku utama yang diolah untuk menghasilkan produksi CPO selama tahun 2014.
45
Tabel 4.3. Data Base Produksi PT. X Tahun 2014
Adapun selain data produksi, peneliti juga mendapatkan data record jam olah dari setiap masing-masing stasiun pengolahan disertai dengan nama operatornya. Data tersebut sangat penting dan dibutukan untuk menganalisa kelanjutan dari penelitian ini.
B. Data Eksternal
Untuk menambah sumber data sebagai pendukung penelitian, selain mencari data internal base produksi dan jumlah jam olah milik perusahaan PT. X, peneliti juga mencari data eksternal dengan penggambaran produksi secara keseluruhan (whole stream) dalam tools big picture mapping untuk mengetahui
lead time pada masing-masing proses. Selain itu, data eksternal juga dilakukan
dengan wawancara untuk mengetahui aktivitas produksi CPO dalam pabrik mulai dari pengiriman row materials sampai menjadi produk CPO. Wawancara dilakukan dengan beberapa tenaga kerja atau karyawan yang berkaitan langsung dengan aktivitas produksi di dlam pabrik.
Row Materials
Product
Quality
TBS (Kg)
CPO
January 4.915.000,00 1.034.770,00 21,05 February 6.294.880,00 1.348.410,00 21,42 March 7.689.600,00 1.667.800,00 21,69 April 8.889.760,00 1.958.330,00 22,03 May 6.103.680,00 1.287.670,00 21,10 June 6.104.020,00 1.250.300,00 20,48 July 7.022.320,00 1.440.570,00 20,51 August 6.671.760,00 1.871.900,00 21,26 September 8.594.510,00 1.790.890,00 20,84 October 7.584.880,00 1.636.750,00 21,58 November 6.671.760,00 1.402.930,00 21,03 December 7.074.460,00 1.437.730,00 20,32 Jumlah 83.616.630,00 18.128.050,00 21,11Sumber : Data Produk si PT. X
46
1. Big Picture Mapping
Big Picture Mapping merupakan suatu tools yang dapat digunakan untuk
menggambarkan sistem secara keseluruhan. Adapun dari hasil pengamatan dan wawancara, Big Picture Mapping untuk memproduksi CPO dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.11 Big Picture Mapping Produksi CPO
Dalam Big Picture Mapping tersebut tersajikan informasi mengenai aktivitas aliran fisik proses produksi, jumlah operator yang mengoperasikan, dan waktu yang dibutuhkan untuk sekali rotasi memproduksi CPO. Aliran fisik yang terjadi pada proses produksi CPO adalah sebagai berikut.
a. Aliran fisik dimulai dengan datangnya material TBS yang ditimbang dan
disortasi di loading ramp.
b. Material melalui proses perebusa, bantingan/ pemipilan, pengadukan dan
pengempaan, serta proses pemurnian
c. Material TBS yang sudah menjadi minyak melalui proses pemurnian telah
menjadi CPO yang menuju storage tank untuk dikirim ke customer.
3 hari 5 hari 2 hari lead time = 10 hari
Customer Procurement & materials Marketing & Finance Mill Management Production Planning Menyediakan
material 1 shift 1 shift 1 shift 1 shift 1 shift 1 shift 1 shift 5 Sopir 1 operator 4 operator 2 operator 3 operator 2 operator 2 operator
5 truk 1 mesin 0 mesin 2 mesin 3 mesin 2 mesin 2 mesin
Melakukan kirim material Melakukan timbang material Melakukan seleksi material Perebusan material Pemipilan material Pengadukan & pengempaaan material Pemurnian minyak Waktu operasi = 5 x 90 menit = 450 menit Waktu operasi = 5 x 45 menit = 225 menit Waktu operasi = 5 x 45 menit = 225 menit Waktu operasi = 90menit Waktu operasi = 200 menit Waktu operasi = 130 menit Waktu operasi = 150 menit Waktu operasi = 275 menit
Produksi lead time = 1.745 menit
450 menit 225 menit 225 menit 90 menit 200 menit 130 menit 150 menit 275 menit
450 225 225 90 200 130 150 275 Grading Material Sterilizer Sterilisasi Threshing/ bantingan Digester & Press Klarifikasi/ pemurnian storage tank Pengiriman produk ke customer Material Timbang Material
47
2. Kuisioner 7 Waste
Pada tahap ini, kuisioner yang dibagi terdiri dari form 7 waste (pemborosan) yang terdiri dari
1. Waste Over Produksi 2. Waste Waiting Time 3. Waste Over Processing 4. Waste Over Stocking 5. Waste Over Motion
6. Waste Of Defects and Rework 7. Waste Of Transportation Tabel 4.4. Form Kuisioner 7 Waste
Ke tujuh waste tersebut dibuat tabel penilaian skor pembobotan pada setiap masing-masing waste. Dimana penyebaran quisioner dilakunan di pabrik pengolahan CPO yang tertuju pada setiap karyawan yang berkaitan langsung dengan proses pengolahan meliputi, sopir pembaewa material, operator stasiun pengolahan, assisten pengolahan, sampai dengan manager.
No. 7 Waste (Pemborosan) Skor
1 Over Production 2 Defect (Cacat) 3 Excessive Transportation 4 Inappropriate Proccesing 5 Unnecessary Inventory 6 Unnecessary Motion 7 Waiting Total Skor
48
Tabel 4.5. Pembobotan waste untuk Form Kuisioner 7 Waste
No. Pembootan No. Pembootan
1 0 = Tidak terjadi overproduction 2 0 = Tidak terjadi defect
1 = overproduksi memakan tempat (space
utilization ) tapi belum mengganggu
proses.
1 = defect terjadi di tahap awal
penerimaan material, yang mengakibatkan minor rework
2 = overproduksi memakan tempat, yang sudah mulai mengganggu proses.
2 = defect terjadi pada tahap proses sortasi yang mengakibatkan minor delay
3 = overproduki mulai menimulkan
inventory , memakan tempat , yang mulai
mengganggu proses & meningkatkan
inventory cost .
3 = defect terjadi diproses tahap awal
pengolahan material , membutuhkan
minor rework , & berpotensi menimbulkan
reschedule .
4 = overproduction memakan banyak
bahan baku , yang mengakibatkan flow process terganggu & meningkatkan inventory cost .
4 = defect terjadi saat material diolah
menjadi CPO , membutuhkan significant rework, membutuhkan additional inspection.
5 = overproduksi mengakibatkan kerusakan barang, karena terlalu lama di tangki penyimpanan.
5 = defect ditemukan pada produk oleh customer, menimbulkan, admin cost, dan berkurangnya reputasi perusahaan.
1. Waste Over Production 2. Waste Defect and Rework
No. Pembootan No. Pembootan
3 0 = Tidak terjadi transportasi berlebih 4 0 = Tidak terjadi inappropriate processing 1 = Terjadi masalah pada transportasi
pengiriman material, namun belum mengganggu proses produksi
1 = proses yang dilakukan berada dibawah/ diatas spesifikasi yang dibutuhkan, & efek tidak terlalu berarti pada hasil processing .
2 = Gangguan transportasi pengiriman material mengakibatkan minor proses pengolahan
2 = proses yang dilakukan berada dibawah/ diatas spesifikasi yang dibutuhkan, & menimbulkan efek signifikan pada hasil processing . 3 = Gangguan transportasi pengiriman
material mengakibatkan keterlambatan pada proses pengolahan
3 = mengakibatkan konsumsi bahan baku yang lebih banyak
4 = Gangguan transportasi pengiriman material mengakibatkan extra time pada proses pengolahan
4 = mengakibatkan bertambahnya waktu produksi, & memperpanjang lead time.
5 = Gangguan transportasi pengiriman material mengakibatkan proses pengolahan berhenti
5 = Menimbulkan kerusakan pada mesin produksi, & berpotensi menimbulkan bahaya pada manusia
4. Waste Over Proccesing 3, Waste Transportation
49
No. Pembootan No. Pembootan
5 0 = Tidak terjadi over stok 6 0 = Tidak terjadi unnecessary motion
1 = Terdapat minor over stok, belum mengganggu proses produksi, & tidak membutuhkan extra cost inventory.
1 = Terdapat unnecessary motion yang tidak perlu, belum mengganggu proses produksi.
2 = over stok menimbulkan extra resource
to manage ( sumber daya tambahan untuk
mengelola)
2 = Terdapat unnecessary motion yang mengganggu proses produksi.
3 = inventory yang tidak perlu mulai mengganggu proses produksi
3 = Terdapat unnecessary motion yang mengganggu proses produksi, dan berpotensi memperpanjang lead time . 4 = membutuhkan extra storage space, &
menimbulkan potensi kerusakan barang.
4 = Terdapat unnecessary motion yang memperpanjang lead time, dan
mengurangi produktivitas pekerja .
5 = membutuhkan extra storage space, &
menimbulkan kerusakan kualitas produk.
5 = Terdapat unnecessary motion yang berpotensi menimbulkan cedera pada
pekerja .
5. Waste Over Stock/ Inventory 6. Waste Over Motion
No. Pembootan
7 0 = Tidak terjadi waiting
1 = Terdapat waiting , belum mengganggu proses produksi.
2 = Terdapat waiting , & mulai menyebabkan potensi lead time bertambah .
3 = Terdapat waiting , yang menyebabkan lead time bertambah & poor workflow (alur kerja yang buruk) .
4 = Terdapat waiting , yang menyebabkan keterlambatan pengiriman produk .
5 = Terdapat waiting , yang menyebabkan lead time bertambah & poor workflow (alur kerja yang buruk) berlanjut sehingga berpotensi terjadi keterlambatan
pengiriman produk .
50
Dari hasil pengumpulan data dan setelah dilakukan pengolahan, untuk form kuisioner 7 waste yang telah disebar, dilakukan pengambilan beberapa form kuisioner yang dianggap telah mewakili bagian dari proses produksi, sebagai hasil kuisioner dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.6. Hasil Kuisioner 7 Waste
Dari hasil rekapitulasi kuisioner diatas menunjukan bahwa, waste transportation, dan waste defect dan rework, sama – sama menempati rank pertama dengan 3 poin, sedangkan waste dealay/ waiting time di urutan kedua dengan 2 poin. Beberapa waste yang tidak dapat dianalisa secara mendalam dengan menggunakan kuisioner 7 pemborosan adalah Waste Over Production, Waste Over
Inventory, Waste Over Motion, dan Waste over process, karena waste tersebut tidak
terdapat nilai dari hasil quisioner meskipun memamng memiliki pengaruh terhadap lantai produksi yang bersifat serial pada continues production.
3. Pemilihan Value Stream Analyisis Tool
Setelah melakukan rekapitulasi, dilakukan pemilihan tool dengan metode VALSAT. Dimana dalam VALSAT ini terdapat tujuh tool yang akan digunakan untuk menganalisa pemborosan – pemborosan tersebut. Value stream mapping dengan total skor terbesar menurut hasil VALSAT akan dijadikan mapping terpilih untuk dapat mengidentifikasi waste pada value stream. Pemilihan tools dengan VALSAT ini didasarkan sesuai dengan landasan teori mengenai value stream analysis tool oleh Hines & Taylor tahun 2000 untuk mengidentifikasi waste pada value stream.
Adapun hasil pengisian VALSAT secara lengkap setelah mendapatkan nilai dari rekapitulasi quisioner setiap waste dengan cara mengalikan nilai waste tersebut dengan nilai bobot pada tabel VALSAT (Hines & Taylor,2000) adalah sebagai berikut.
No. 7 Waste (Pemborosan) Rata2 Point
1 Waste Over Production - -2 Waste Defect and Rework 2.67 3 3 Waste Transportation 2.67 3 4 Waste Over Proccesing - -5 Waste Over Stock/ Inventory - -6 Waste Over Motion - -7 Waste Waiting Time/ Delay 2.00 2
51
Tabel. 4.5. Hasil Rekapitulasi Perhitungan VALSAT
Dari tabel tersebut terlihat bahwa process activity mapping menempati urutan pertama dengan total score 48, quality filter mapping urutan kedua dengan 27 poin, dan supply chain response matrix urutan ketiga dengan 18 poin. Dalam penelitian ini penulis membatasi menggunakan tools VALSAT hanya yang berada pada ranking pertama saja, sehingga dipilhlah tool Process Activity
Mapping (PAM).
4. Process Activity Mapping (PAM)
Process Activity Mapping (PAM) memetakan proses secara detail langkah demi langkah. Proses ini menggunakan simbol-simbol yang berada dalam merepresentasikan aktifitas operasi dengan symbol O, transportasi dengan simbbol T, inspeksi dengan symbol I, penyimpanan dengan symbol S, dan penundaan (delay) dengan symbol D. Process Activity Mapping (PAM) mampu menggambarkan detail tahapan proses produksi.
Process activity mapping berfungsi untuk mengevaluasi nilai tambah
atau manfaat dari tiap aktivitas dalam produksi agar proses yang berjalan lebih efektif dan efisien. Proses pembuatan process activity mapping menggunakan data perusahaan dan pengukuran waktu proses menggunakan perhitungan pengukuran waktu secara langsung dengan stopwatch. Hasil pengukuran waktu tersebut
dikumpulkan dan dirata –rata untuk memperoleh waktu hasil yang diperlukan..
Dalam gambaran secara jelas, berikut adalah Process Activity Mapping proses produksi CPO yang dapat dilihat pada tabel 4.6.
Waste/ Structure Process Activity Mapping Supplay Chain Response Matrix Production Variety Funnel Quality Filter Mapping Demand Amplification Mapping Decision Point Analysis Physical Structure Over Production 0 0 Waiting 0 0 Transportation 0 0 0 0 0 Inappropriate Processing 0 0 0 Unecesary Inventory 0 Unecesary Motion 0 0 0 0 0 Defect 0 0 0 0 0 Total 48 18 2 27 6 6 3 Rangking 1 3 7 2 5 4 6
52
Tabel 4.6. Process Activity Mapping Production
Dari tabel process activity mapping tersebut selanjutnya dikelompokkan aktivitas-aktivitas berdasarkan aktifitas yang bernilai tambah (VA), dan aktifitas yang tidak bernilai tambah tetapi masih dibutuhkan (NNVA). Dari pengelompokkan tersebut dapat diketahui aktifitas apa yang paling dominan terjadi pada lini proses produksi pembuatan Crude Palm Oil .
Dalam pengelompokan aktivitas berdasarkan aktivitas yang bernilai tambah dan yang tidak bernilai tambah, dilakukan persentase jumlah kegiatan dibanding dengan persentase waktu yang dibutuhkan dari jumlah kegiatan yang dilakukan selama proses produksi/ lead time. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.
O T I S D 1 Kedatangan raw materials - 250,00 450,00 5,00 - X - - - NNVA 2 Menunggu Antrian Timbangan - 50,00 150,00 - - - - - X NNVA 3 Penimbangan raw materials Timbangan 30,00 75,00 1,00 X NNVA 4 Pemeriksaaan raw materials / Grading
TBS di loading ramp - 50,00 150,00 2,00 - - X - - NNVA 5 Transfer raw materials ke Lori dan stasiun
sterilizer conveyor 10,00 75,00 1,00 - x - - - NNVA 6 Process Sterilizer ( perebusan) Sterilizer - 90,00 1,00 x - - - - VA 7 Process Threshing ( bantigan) Hoisting Crane, Bunch Conveyor,
& Thresher
200,00 1,00 x - - - - VA 8 Process Digester dan screw press
(pelumatan dan pemerasan)
Digester &
Screw Press - 130,00 1,00 x - - - - VA 9 Process Clarification / Purification
(Pemurnian)
Purifier, Sludge Centrifuge, &
Vacuum Dryer - 150,00 1,00 x - - - - VA 10 Process Storage Tank (penyimpanan) tangki Storage tank - 50,00 1,00 - - - x -
NNVA 11 Transfer ke tangki truk - - 45,00 1,00 x - - - - VA 12 Penimbangan dan pencatatan produk Timbangan 30,00 30,00 2,00 - - x - - NNVA 13 Pengiriman ke konsumen - 500,00 150,00 5,00 - x - - - NNVA
920
1.745 22 Sumber Data : Analisa Data & Wawancara Operator Produksi PT. X
Jumlah Lead Time
Waktu (menit) Type Jumlah TK Jenis Aktivitas Aktivity
No. Mesin Jarak
53
Tabel 4.7. Jumlah Aktivitas dan Waktu Pengerjaan dalam PAM
Operations 5 38,46 Operations 615,00 35,24 VA
Transpotation 3 23,08 Transpotation 675,00 38,68 NNVA
Inspection 3 23,08 Inspection 255,00 14,61 NNVA
Storage 1 7,69 Storage 50,00 2,87 NNVA
Delay 1 7,69 Delay 150,00 8,60 NNVA
Total Waktu 13 100 Total Waktu 1.745 100 %
Aktivitas Jumlah Waktu
(menit)
Aktivitas Type