BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini menjelaskan mengenai pengumpulan dan pengolahan data yang telah didapatkan selama penelitian berlangsung. Penjelasan mengenai pengumpulan dan pengolahan data dijelaskan sebagai berikut.
4.1. Pengumpulan Data
Subbab ini menjelaskan mengenai pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian terjadinya defect pada proses operasi beton pracetak. Bagian ini berisi mengenai data rekapitulasi produksi beton pracetak dan jenis cacat pada beton.
4.1.1 Rekap Produksi Beton Pracetak
Salah satu produk yang ditawarkan PT. Kawasan Berikat Nusantara Persero adalah beton pracetak yaitu beton yang dibentuk dan dicetak terlebih dahulu di lokasi plant kemudian selanjutnya dilakukan pemasangan di lokasi proyek yang telah ditentukan.
Defect atau cacat/kerusakan merupakan bagian suatu proses penurunan kualitas akibat adanya ketidaksesuaian dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Oleh karena itu, defect harus diminimalkan agar perusahaan tidak mengecewakan dan memenuhi mutu yang telah disepakati dengan konsumen. Data defect/reject produk dari Januari 2020 sampai dengan Juli 2021 ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Produksi Beton
Periode Total Produk (Unit) Total Produk Defect (Unit)
Jan-20 64 4
Feb-20 22 5
Mar-20 19 3
Apr-20 33 7
Mei-20 89 12
Jun-20 89 25
Agu-20 40 12
Okt-20 12 8
Des-20 13 3
Tabel 4.1 Rekapitulasi Produksi Beton (Lanjutan)
Jan-21 84 16
Feb-21 27 5
Mar-21 10 1
Apr-21 81 23
Mei-21 60 19
Jun-21 168 19
Total 811 162
4.1.2 Definisi Jenis Defect Beton Pracetak
Sub subbab ini menjelaskan mengenai jenis dan tipe defect pada objek kajian beton pracetak yang akan ditampilkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2 Definisi dan Jenis Defect Beton Pracetak
No. Tipe Defect Definisi
1 Cacat Keropos Voids & honeycomb, adanya lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar
2 Cacat Sompel Outer surface damage, pembongkaran beton dari cetakan belum kering
3 Cacat Retak Cracks concrete, adanya garis-garis yang relatif panjang dan sempit
4 Cacat Patah Broken concrete, terdapat retakan yang cukup besar atau beton terbelah
Sumber : Isneini (2009)
4.1.3 Rekapitulasi Jenis dan Jumlah Produk Defect
Sub subbab ini berisikan rekapitulasi dari jumlah jenis defect dari produk beton pracetak periode bulan Januari 2020 sampai dengan Juni 2021. Berdasarkan hasil inspeksi didapatkan defect total sebesar 162 unit.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Jenis dan Jumlah Produk Defect Tipe Defect Total (Unit) Persentase Defect % Kumulatif
Cacat Keropos 60 0,370370 0,3703704
Cacat Sompel 41 0,253086 0,6234568
Cacat Retak 37 0,228395 0,8518519
Cacat Patah 24 0,148148 1
Total 162 1
4.2. Pengolahan Data
Subbab ini akan membahas mengenai tahapan pengolahan data menggunakan metode SIMILAR.
4.2.1 State The Problem
Sub subbab ini menjelaskan mengenai state the problem dalam bentuk penjabaran DMAIC pada tahapan Define yaitu identifikasi masalah, identifikasi stakeholder, dan diagram fishbone. Selain itu penjabaran tahapan Measure yaitu perhitungan nilai DPMO dan sigma.
A. Tahapan Define
Berikut adalah uraian dari pengamatan yang telah dilakukan, selanjutnya dilakukan pencatatan permasalahan pada kondisi eksisting beserta penyebabnya dijelaskan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Identifikasi Masalah Objek Kajian
No. Uraian Kondisi Eksisting Penyebab
1 Perizinan Perizinan yang belum dimiliki oleh SBU Prima Beton sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut:
- Izin Operasional Batching Plant - Izin Pembuangan Air Limbah Proses & Domestik
- Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3
- Izin Mendirikan Prasarana (IMP)
Perusahaan belum
menindaklanjuti dokumen perizinan
Tabel 4.4 Identifikasi Objek Kajian (Lanjutan) 2 Prosedur
Pengadaan Material Bahan Baku
Harga material bahan baku yang ditawarkan supplier tidak ada persaingan harga dengan kompetitor
Pengadaan bahan baku produksi (semen, pasir, split, aditif) dilakukan tanpa adanya lelang terbuka Terdapat perbedaan stock opname
antara kalkulasi data perusahaan dengan kondisi riil
Adanya perbedaan satuan (volume atau berat) dalam proses produksi.
3 Operasional
& Produksi
Belum maksimalnya kapasitas produksi. Total kapasitas plant 1
& 2 sebesar 180.000 m3/tahun, sedangkan rata-rata produksi dalam rentang tahun 2016-2020 hanya sebesar 60.108 m3/tahun
Penundaan / pembatalan proyek-proyek infrastruktur COVID-19.
4 Akuntansi
&
Keuangan
Proses pertanggungjawaban uang muka mengalami keterlambatan sehingga dapat mengakibatkan terganggunya cashflow
perusahaan
Tidak adanya koordinasi dari supervisor kepada staff dalam hal kelengkapan administrasi
Besarnya beban pokok dan beban usaha yaitu beban gaji personalia, biaya penyusutan/depresiasi kendaraan dan aset produksi
Mengurangi jumlah
pegawai yang kurang efektif
5 Sumber Daya Manusia
Lab Uji milik perusahaan belum difungsikan secara maksimal sehingga pelanggan belum memiliki kepercayaan atas hasil tes lab milik perusahaan
Perusahaan belum memiliki SDM yang bersertifikasi sebagai petugas pengujian mutu beton sehingga pengujian dilakukan oleh Lab Independen yang menimbulkan biaya tambahan produksi
Terjadinya kecelakaan kerja Pegawai overwork sehingga mudah letih dan lelah, hal ini efek samping dari efisiensi pegawai akibat pandemi COVID-19 6 Produk
defect &
rejcet
Terdapat produk yang tidak mencapai kualitas yang
diinginkan pada produksi beton pracetak
Identifikasi awal berupa kesalahan dari manusia, kesalahan pada mesin, dan kesalahan informasi kerja.
Dari penjabaran tabel sebelumnya maka dapat dibuat diagram sebab-akibat untuk membantu breakdown akar penyebab masalah yang digambarkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Diagram Fishbone Identifikasi Masalah
Selanjutnya dilakukan breakdown stakeholder dan pengukuran kinerja yang setiap individu atau kelompok inginkan, penjabaran tersebut dibentuk dalam tabel 4.5 sebagai berikut.
Tabel 4.5 Identifikasi Stakeholder Stake Holder Key Performance Indicator Kantor Pusat Ketepatan penyampaian laporan manajemen
Peningkatan keuntungan perusahaan Jumlah & bobot temuan audit internal Karyawan Jaminan kesehatan & keselamatan
Kepuasan & produktivitas karyawan Anggaran pelatihan & pendidikan
Customer Ketepatan kuantitas & kualitas beton terkirim Ketepatan waktu pengiriman
Manajemen komplain (after sales service) Supplier Lamanya jangka waktu pembayaran
Peningkatan volume penjualan
Pemerintah Daerah Penciptaan pekerjaan & dukungan terhadap masyarakat Kepatuhan terhadap peraturan daerah (kelengkapan izin) Adanya persaingan antar kompetitor dan juga pihak stakeholder konsumen yang menginginkan produk kualitas terbaik menuntut perusahaan harus menawarkan produk dengan kualitas tanpa defect atau reject, hal tersebut yang membuat pendekatan six sigma
dilakukan yaitu untuk mengendalikan kualitas produk akhir dengan menekan atau meminimalkan jumlah produk defect.
Pada tahap Define dilakukan identifikasi jenis masalah CTQ (Critical to Quality) pada produk beton pracetak. Dalam penelitian ini data jenis kecacatan dikelompokkan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 CTQ Potensial Produk Beton Pracetak No. Tipe Defect
1 Cacat Keropos 2 Cacat Sompel 3 Cacat Retak 4 Cacat Patah
B. Tahapan Measure
➢ Perhitungan DPMO, dan nilai Sigma
Berdasarkan tabel 4.6, selanjutnya dilakukan pengukuran kapabilitas dari proses saat ini. Pengukuran ini meliputi perhitungan DPMO (Deffect per Million Opportunities) dan nilai sigma:
• Menghitung DPMO, sebagai berikut:
DPMO = 𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡
𝑢𝑛𝑖𝑡 ×𝑜𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑦 × 106 ... (1) Contoh perhitungan:
Periode Januari 2020 DPMO = 4
64 ×4 × 106 = 15625
• Menghitung nilai sigma dengan rumus formula Microsoft Excel, sebagai berikut : Sigma (σ) = 𝑁𝑂𝑅𝑀𝑆𝐼𝑁𝑉 (106−𝐷𝑃𝑀𝑂
106 + 1,5) ... (2) Contoh perhitungan:
Sigma (σ) = =NORMSINV((10^6-E2)/10^6)+1,5 = 3,6539
Hasil perhitungan nilai DPMO dan sigma produk beton pracetak dapat dilihat pada tabel 4.7. Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa nilai rata-rata DPMO dan nilai sigma produk beton pracetak masing-masing sebesar 49938 dan 3,14545.
Tabel 4.7 Rekapitulasi Perhitungan DPMO dan Nilai Sigma
➢ Perhitungan Peta Kendali – P
Sub subbab ini menyajikan peta kendali produk beton pracetak. Data diambil dari hasil pengamatan langsung di PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero), jumlah seluruh beton yang dihasilkan berjumlah 811 unit dan produk defect sebesar 162 unit. Berikut ini tahapan pembuatan peta kontrol-P sebagai berikut:
• Menghitung mean (CL), yaitu : 𝐶𝐿 =Σ np
Σ n ... (3) Contoh perhitungan :
𝐶𝐿 =3,4623
15 = 0,230822 Periode
Total Aktual Produksi
(Unit)
Total Produksi Defect (Unit)
CTQ DPMO σ
Jan-20 64 4 4 15625 3,65387
Feb-20 22 5 4 56818 3,08206
Mar-20 19 3 4 39474 3,25683
Apr-20 33 7 4 53030 3,11616
Mei-20 89 12 4 33708 3,32889
Jun-20 89 25 4 70225 2,97412
Agu-20 40 12 4 75000 2,93953
Okt-20 12 8 4 166667 2,46742
Des-20 13 3 4 57692 3,07444
Jan-21 84 16 4 47619 3,16839
Feb-21 27 5 4 46296 3,18188
Mar-21 10 1 4 25000 3,45996
Apr-21 81 23 4 70988 2,96847
Mei-21 60 19 4 79167 2,9107
Jun-21 168 19 4 28274 3,40679
Total 811 162 4 49938 3,14545
• Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL), yaitu:
UCL = 𝑝̅ + 3√𝑝̅ (1− 𝑝̅)
𝑛 ... (4) Contoh perhitungan :
UCL = 0,23082 + 3√0,23082 (1− 0,23082)
15 = 0,557205
• Menghitung batas kendali bawah atau Lower Class Limit (LCL), yaitu:
LCL = 𝑝̅ − 3√𝑝̅ (1− 𝑝̅)
𝑛 ... (5) Contoh perhitungan :
LCL = 0,23082 − 3√0,23082 (1− 0,23082)
15 = -0,09556
Hasil perhitungan tahapan peta kendali-P dapat dilihat pada tabel 4.8. Berdasarkan hasil perhitungan maka dapat dibuat peta kendali-P yang dapat dilihat pada gambar 4.2.
Tabel 4.8 Kalkulasi Perhitungan Peta Kendali-P
No. Periode n p P CL UCL LCL
1 Jan-20 64 4 0,0625 0,230822 0,557205 -0,09556 2 Feb-20 22 5 0,227273 0,230822 0,557205 -0,09556 3 Mar-20 19 3 0,157895 0,230822 0,557205 -0,09556 4 Apr-20 33 7 0,212121 0,230822 0,557205 -0,09556 5 Mei-20 89 12 0,134831 0,230822 0,557205 -0,09556 6 Jun-20 89 25 0,280899 0,230822 0,557205 -0,09556 7 Agu-20 40 12 0,3 0,230822 0,557205 -0,09556 8 Okt-20 12 8 0,666667 0,230822 0,557205 -0,09556 9 Des-20 13 3 0,230769 0,230822 0,557205 -0,09556 10 Jan-21 84 16 0,190476 0,230822 0,557205 -0,09556 11 Feb-21 27 5 0,185185 0,230822 0,557205 -0,09556 12 Mar-21 10 1 0,1 0,230822 0,557205 -0,09556 13 Apr-21 81 23 0,283951 0,230822 0,557205 -0,09556 14 Mei-21 60 19 0,316667 0,230822 0,557205 -0,09556 15 Jun-21 168 19 0,113095 0,230822 0,557205 -0,09556
Total 811 162 3,462329 - - -
Gambar 4.2 Peta Kendali-P
Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat data yang berada di luas batas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan adanya perbaikan sistem karena masih ada satu periode yang berada di atas UCL.
4.2.2 Investigate Alternatives
Sub subbab ini membahas mengenai pengolahan data dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada objek kajian beton pracetak. Pengolahan yang dilakukan menggunakan metode DMAIC yaitu analyze yaitu penentuan critical defect dengan diagram pareto, identifikasi penyebab dengan diagram sebab-akibat, analisis 5W+1H, dan FMEA.
C. Tahapan Analyze
➢ Penentuan Critical Defect dengan Diagram Pareto
Bagian ini menyajikan diagram pareto pada beton pracetak. Diagram pareto berguna untuk melihat tingkat dari tiap-tiap jenis defect, sehingga dapat diketahui defect yang akan menjadi prioritas perbaikan masalah.
Gambar 4.3 Diagram Pareto Produk Defect beton Pracetak
Berdasarkan gambar 4.3 dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis defect terbesar adalah cacat jenis keropos dan cacat jenis sompel. Sehingga jenis defect tersebut menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan.
➢ Identifikasi Faktor Penyebab dengan Cause-Effect Diagram
Bagian ini menjabarkan diagram cause-effect produk beton pracetak. Diagram ini digunakan untuk melihat dan mengetahui faktor penyebab potensial dari permasalahan defect produksi beton.
Gambar 4.4 Diagram Cause-Effect Cacat Keropos / Void
Berdasarkan hasil gambar 4.4 dapat diketahui bahwa penyebab defect cacat keropos adalah overwork, kurang konsentrasi, bahan split terlalu kasar, salah pengukuran jobmix, kesalahan pemasangan bekisting, mesin vibrator kurang maksimal. Penyebab khusus dari defect tersebut adalah tenaga kerja kurang dan operator terlalu lelah.
Gambar 4.5 Diagram Cause-Effect Cacat Sompel / Scratch
Berdasarkan hasil 4.5 dapat diketahui bahwa penyebab defect cacat sompel adalah kurang inspeksi, kurang memperhatikan SOP, cetakan kurang perawatan, dan membongkar beton ketika belum sepenuhnya kering. Penyebab khusus dari defect tersebut adalah operator yang tidak teliti ketika sedang bekerja.
➢ FMEA dan 5W+1H
Bagian ini menjabarkan mengenai perancangan sistem menggunakan tools 5W+1H dan FMEA. Penggunaan tools FMEA (Failure Mode Effect Analysis). Metode ini digunakan untuk mengetahui risiko terbesar dalam kasus defect pada produksi beton pracetak. Berikut ini merupakan tabel 4.9 yaitu perhitungan Risk Priority Number (RPN) pada FMEA.
Tabel 4.9 Perhitungan FMEA Kegagalan
Fungsi Produk
Potential Failure Mode
Potential Effect(s)
of Failure S O D RPN Ranking Cacat
Sompel / Scratch
Inspeksi kurang diperketat
Produk defect akan
lolos inspeksi 4 4 4 64 8 Tidak
Memperhatikan SOP
Melewati salah satu langkah kerja dapat
menyebabkan produk defect
4 5 6 120 5
Moulding/Cetakan Kurang Perawatan
Beton pracetak tidak akan presisi dengan rencana awal produksi
6 3 5 90 7 Salah ketika
pembongkaran beton
Produk akhir beton terdapat sompel /
scratch 5 5 6 150 4
Tabel 4.9 Perhitungan FMEA (Lanjutan) Cacat
Keropos / Void
Overwork Kecelakaan kerja 6 4 8 192 3 Kurang konsentrasi Kesalahan pada
produk 5 7 8 280 1
Bahan split terlalu kasar
Material tidak
sesuai spesifikasi 5 2 6 60 9 Mesin vibrator
kurang maksimal
Proses pemadatan
tidak optimal 8 4 7 224 2 Salah pengukuran
jobmix
Mutu beton tidak tercapai dengan yang diinginkan
6 2 3 36 10 Kesalahan
pemasangan bekisting
Beton tidak bisa mengisi
rongga/pori-pori saat dicetak
7 3 5 105 6
Risk Priority Number (RPN) merupakan angka yang menunjukkan besarnya risiko dari suatu penyebab berdasarkan severity, occurrence, dan detection. Nilai ini dapat dihitung dengan mengalikan nilai severity, occurrence, dan detection dari tiap-tiap faktor penyebab yang ada. Berikut ini merupakan contoh perhitungan Risk Priority Number (RPN) pada salah satu kegagalan.
𝑅𝑖𝑠𝑘 𝑃𝑟𝑖𝑜𝑟𝑖𝑡𝑦 𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 (RPN) = 𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 × 𝑂𝑐𝑐𝑢𝑟𝑒𝑛𝑒𝑠𝑠 × 𝐷𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
= 4 × 4 × 4
= 64
Berdasarkan perhitungan RPN pada tabel di atas, didapatkan potential failure mode dengan nilai RPN tertinggi yaitu operator kurang konsentrasi dalam bekerja yang merupakan aspek dari sisi manusia dengan nilai RPN. Nilai tersebut merupakan mode kegagalan paling kritis dan dijadikan sebagai prioritas pertama sehingga perlu dilakukan tindakan korektif segera.
Selanjutnya dilakukan analisis 5W+1H merupakan metode yang digunakan untuk membantu pemecahan masalah dalam memperoleh alternatif perbaikan. Tabel 5W+1H adalah panduan yang memuat pertanyaan dasar dan berguna sebagai pengumpulan informasi. Penjabaran analisis 5W+1H dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Analisis 5W+1H
Failure Faktor What Why Who Where When How
Sompel / Scratch
Man Kurang
inspeksi dalam produksi
Operator tidak teliti dalam inspeksi
Operator Site percetakan
Saat aktivitas percetakan
Pemahaman terhadap pentingnya inspeksi menyeluruh dan tidak menganggap remeh defect yang terjadi
Kurang
memperhatikan SOP
Operator lalai dalam
mengerjakan tugas
Operator Site percetakan
Saat aktivitas percetakan
Pemahaman terhadap SOP untuk semua operator dan memberikan sanksi berupa SP untuk yang lalai dalam menjalankan SOP Machine Cetakan kurang
perawatan
Tidak ada
perawatan secara berkala
Staf
maintenance / mekanik
Divisi maintenance
Perawatan yang dilakukan berkala
Melakukan maintenance berkala yang dilakukan setelah unit bekerja untuk jumlah jam operasi tertentu
Method Salah dalam pembongkaran beton
Kurang waktu tunggu dalam pembongkaran
Operator Site percetakan
Saat aktivitas percetakan
Mengadakan pelatihan dan penyuluhan terhadap operator
Tabel 4.10 Analisis 5W+1H (Lanjutan) Keropos
/ Void
Man Overwork Tenaga kerja kurang
Operator Site percetakan
Saat aktivitas percetakan
Dilakukannya perhitungan beban kerja maksimum untuk
mengurangi keletihan yang dialami operator
Kurang konsentrasi
Letih & lelah dalam bekerja
Operator Site percetakan
Saat aktivitas percetakan Material Bahan baku
split / batu pecah terlalu kasar
Material reject lolos QC
Staf pengadaan
Divisi pengadaan
Pemesanan bahan baku
Melakukan QC untuk
pemesanan material yang akan digunakan
Method Jobmix tidak tepat
Perawatan mesin secara berkala
Operator Batching Plant
Bathcing plant
Saat aktivitas pembuatan beton cair
Menetapkan standarisasi sistem
Pemasangan bekisting salah
Salah dalam menyusun jobmix
Operator Site percetakan
Saat aktivitas percetakan
Mengadakan pelatihan dan penyuluhan terhadap operator Machine Mesin vibrator
kurang maksimal
Terlalu sempit jarak antara bekisting dengan frame/tulangan
Staf
maintenance / mekanik
Divisi maintenance
Perawatan yang dilakukan berkala
Melakukan maintenance berkala yang dilakukan setelah unit bekerja untuk jumlah jam operasi tertentu
4.2.3 Model The System D. Tahapan Improve
Sub subbab ini berisikan perancangan model perbaikan sistem menggunakan usulan peta kerja dan SOP. Usulan rancangan kerja SOP berikut merupakan perbaikan dan pembaruan dari SOP sebelumnya yang belum pernah di-update sejak tahun 2019.
Gambar 4.6 Rekomendasi SOP Pembuatan beton Pracetak
Selanjutnya dilakukan pembuatan peta kerja yang digunakan sebagai perbaikan metode kerja dengan menghilangkan operasi-operasi yang tidak perlu. Pembuatan peta kerja dilakukan dengan brainstorming dan pengamatan langsung ketika operator sedang bekerja. Gambar 4.7 merupakan gambaran kerja dari operator beton pracetak U-dith.
Gambar 4.7 Perancangan Peta Kerja Pembuatan Beton Pracetak
Berdasarkan perhitungan nilai RPN pada aspek Man yang tinggi maka diusulkan untuk dilakukan pemberdayaan dan pelatihan keterampilan karyawan. Sebelum kebijakan tersebut diambil maka perlu dilakukan analisis kelayakan investasi pada SDM perusahaan
apakah keputusan tersebut layak diimplementasikan atau tidak. Pertama, diperlukan identifikasi biaya-biaya operasional dari beton pracetak dan pendapatannya yang meliputi perhitungan harga pokok produksi pada tabel 4.11, prospek biaya variabel pada tabel 4.12, demand historis pada tabel 4.13 dan prospek demand pada tabel 4.14,
Tabel 4.11 Harga Pokok Produksi Beton Pracetak
Kebutuhan Harga Total
Semen Tipe I 121 kg Rp 740,00 /kg Rp 89.540,00
GGBFS 51,50 kg Rp 530,00 /kg Rp 27.295,00
Split ex. Kusumo 282,50 m3 Rp 156,15 /m3 Rp 44.113,46 Split Murni Uk. 10-20 mm 282,00 m3 Rp 156,15 /m3 Rp 44.035,38 Pasir ex. Jambi 172,75 m3 Rp 148,39 /m3 Rp 25.633,87 Pasir ex. Tayan 172,75 m3 Rp 158,06 /m3 Rp 27.305,65 Additive Tipe F 1,04 liter Rp 9.558,82 /liter Rp 9.893,38 Air 90,00 liter Rp 18,00 /liter Rp 1.620,00
Biaya Bahan Baku (BBB) Rp 269.436,74
Losses material 1,00% Rp 2.694,37
Solar / transportasi 1,50 /Liter 8.363,64 /Liter Rp 12.545,45 Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) Rp 105.380,76 Harga Pokok Produksi Rp 390.057,33
Harga Jual Rp 600.000,00
Tabel 4.12 Biaya Variabel Biaya Variabel Tahun ke-
Biaya variabel tahun ke-1 Rp374.817,50 Biaya variabel tahun ke-2 Rp377.703,60 Biaya variabel tahun ke-3 Rp380.611,92 Biaya variabel tahun ke-4 Rp383.542,63 Biaya variabel tahun ke-5 Rp386.495,91 Berikut merupakan contoh perhitungan biaya variabel pada tahun ke 2.
Biaya Variabel Tahun ke-1 = Biaya Bahan Baku + Biaya Tenaga Kerja Langsung
= Rp 269.436,74+ Rp 105.380,76
= Rp374.817,50 Inflasi per Tahun = 0,77%
Biaya Variabel Tahun ke-2 = (Biaya Variabel Tahun ke-1 x Inflasi per Tahun) + Biaya Variabel Tahun ke-1
= (Rp374.817,50 x 0,77%) + Rp374.817,50
= Rp377.703,60
Tabel 4.13 Demand Historis No. Tahun Beton Pre-casat
Total Pendapatan (Rp) Produksi (unit) Pendapatan (Rp)
1 2015 944 Rp 75.685.000,0 Rp 36.432.504.864,1 2 2016 7.524 Rp 567.032.133,8 Rp 43.687.249.295,0 3 2017 20.290 Rp 2.716.243.256,1 Rp 50.213.356.488,2 4 2018 7.457 Rp 1.290.083.358,7 Rp 55.562.317.392,4 5 2019 11.756 Rp 2.813.793.081,5 Rp 52.518.596.977,4 6 2020 2.895 Rp 359.361.581,3 Rp 34.827.248.018,0 Permintaan historis merupakan nilai permintaan berdasarkan data yang telah ada berdasarkan periode sebelumnya.
Tabel 4.14 Prospek Demand
Waktu Prospek Permintaan Beton Pracetak (Unit)
2021 8601
2022 8725
2023 8852
2024 8980
2025 9110
Berikut merupakan contoh perhitungan prospek permintaan pada tahun 2021 Permintaan Historis tahun 2015-2020 = 8478 unit
Pertumbuhan Permintaan per tahun = 1,45%
Prospek Permintaan 2021 = (Rata-Rata Permintaan Historis x Pertumbuhan Permintaan per tahun) + Rata-Rata Permintaan Historis
= (8478 x 1,45%) + 8478
= 8601 unit
Tabel 4.15 Usulan Investasi SDM
No. Komponen Biaya Jumlah Biaya (Rp) Persentase 1 Perlengkapan Kantor
Poster SOP & peta kerja Rp3.000.000 7,86%
2 Perlengkapan K3 Operator
Helm Rp1.200.000 3,15%
Protective footwear Rp690.000 1,81%
Safety-vest Rp135.000 0,35%
Gloves Rp120.000 0,31%
3 Biaya pelatihan operator Rp33.000.000 86,51%
Jumlah Rp 38.145.000 100%
IV-19
Dari hasil estimasi penjualan dan pengeluaran perusahaan terhadap produk beton pracetak kemudian dibuat Laporan Laba Rugi pada tabel 4.16. Perhitungan tersebut akan memberi gambaran arus keuangan (cash flow) untuk beberapa tahun ke depan dengan mempertimbangkan beban biaya investasi SDM.
Tabel 4.16 Laporan Laba Rugi LAPORAN LABA RUGI
2021 2022 2023 2024 2025
Pemasukan
Penjualan Rp 5.160.355.700 Rp 5.235.180.858 Rp 5.311.090.980 Rp 5.388.101.799 Rp 5.466.229.275 Total Pemasukan Rp 5.160.355.700 Rp 5.235.180.858 Rp 5.311.090.980 Rp 5.388.101.799 Rp 5.466.229.275
Pengeluaran
Biaya Produksi Variabel Rp 3.223.652.744 Rp 3.270.395.709 Rp 3.343.363.633 Rp 3.417.959.593 Rp 3.494.219.911 Gaji Rp 384.000.000 Rp 384.000.000 Rp 384.000.000 Rp 384.000.000 Rp 384.000.000 Total Pengeluaran Rp 3.607.652.744 Rp 3.654.395.709 Rp 3.727.363.633 Rp 3.801.959.593 Rp 3.878.219.911 Pendapatan Sebelum
Pajak Rp 1.552.702.956 Rp 1.580.785.149 Rp 1.583.727.347 Rp 1.586.142.207 Rp 1.588.009.365 Pajak (0,5%) 7.763.515 7.903.926 7.918.637 7.930.711 7.940.047 Pendapatan Setelah
Pajak Rp 1.544.939.441 Rp 1.572.881.223 Rp 1.575.808.710 Rp 1.578.211.496 Rp 1.580.069.318
Rasio Margin Kontribusi 38% 38% 37% 37% 36%
BEP-Penjualan Rp 1.023.170.116 Rp 1.023.170.116 Rp 1.036.454.029 Rp 1.050.193.780 Rp 1.064.412.816
BEP-Unit 1318 1318 1336 1353 1372
IV-20
Dari hasil perhitungan prospek arus keuangan perusahaan maka dapat dihitung kriteria kelayakan keuangan atau finansial yaitu Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PBP), dan Net Present Value (NPV). Berikut adalah tabel 4.17 yaitu perhitungan analisis kelayakan investasi ekspansi dengan investasi pelatihan dan pemberdayaan SDM :
Tabel 4.17 Perhitungan Kelayakan Investasi SDM
Tahun ke-
Cash In Cash Out
Cash Flow Cash Flow Kumulatif dari tahun 0
Cash Flow Kumulatif
dari tahun 1 IRR PBP NPV
Net Profit Pembelian Aset
0 Rp 38.145.000 Rp (38.145.000) Rp (38.145.000)
4038% 3,954 Rp
18.907.849.665 1 Rp 1.544.939.441 Rp 5.145.000 Rp 1.539.794.441 Rp 1.501.649.441 Rp 1.539.794.441
2 Rp 1.572.881.223 Rp 5.145.000 Rp 1.567.736.223 Rp 3.069.385.664 Rp 3.107.530.664 3 Rp 1.575.808.710 Rp 5.145.000 Rp 1.570.663.710 Rp 4.640.049.374 Rp 4.678.194.374 4 Rp 1.578.211.496 Rp 5.145.000 Rp 1.573.066.496 Rp 6.213.115.870 Rp 6.251.260.870 5 Rp 1.580.069.318 Rp 5.145.000 Rp 1.574.924.318 Rp 7.788.040.187 Rp 7.826.185.187
Pada usulan pilihan untuk investasi SDM didapatkan cash inflow net profit Rp1.580.069.318 dan cash outflow pembelian aset Rp5.145.000 sehingga estimasi aliran kas usulan investasi pelatihan SDM pada tahun ke-5 sebesar Rp 7.788.040.187. Dengan MARR sebesar 17%, IRR didapatkan sebesar 4038%, PBP sebesar 3,954 bulan, dan NPV sebesar Rp18.907.849.665
4.2.4 Integrate
E. Tahapan Control
Sub subbab ini berisikan integrasi perancangan model perbaikan sistem menggunakan usulan lembar kerja checksheet. Pada tahap ini usulan perbaikan didokumentasikan dan disebarluaskan, selain itu best practice distandarisasikan dan dijadikan pedoman kerja.
Gambar 4.8 Lembar Kerja Checksheet 4.2.5 Launch The System
Pada tahap ini dilakukannya publikasi terkait riset pada objek penelitian, selain itu perbaikan sistem kerja dipaparkan langsung secara presentasi kepada pihak internal perusahaan selaku produsen dari objek kajian.
4.2.6 Assessment Performance
Pada tahap ini seluruh umpan balik (feedback) dari tahapan launch the system ditampung sebagai masukan untuk perbaikan sistem selanjutnya. Umpan balik yang diterima yaitu usulan sistem dapat dipertimbangkan untuk diimplementasikan ke objek kajian. Komentar lainnya dari perusahaan adalah belum adanya perhitungan bobot kerja untuk setiap karyawan, hal tersebut yang memicu tingginya tingkat kelelahan dan kurang konsentrasinya para pekerja. Selain itu terdapat umpan balik berupa masih dibutuhkannya SDM yang unggul dan terampil dalam menjalankan kegiatan produksi.
4.2.7 Re-Evaluation
Sub subbab ini merupakan tahap terakhir dari SIMILAR. Pada tahapan ini dilakukan evaluasi ulang terhadap risiko-risiko yang mungkin dapat terjadi. Re- Evaluation dilakukan dengan menjabarkan risk profile dari setiap divisi kerja yang akan dijabarkan pada tabel 4.18
IV-23
Tabel 4.18 Risk Profile Re-Evaluation No. Jenis Risiko Peringkat
Score Penyebab Akibat Tindakan Korektif
Likelihood Impact Jangka Pendek Jangka Panjang
Risiko SDM 1 Kinerja
karyawan yang belum
maksimal
1 4 4 Belum
terealisasi tools penilaian kinerja karyawan
Target perusahaan tidak tercapai secara maksimal dikarenakan tidak adanya target individu
karyawan dalam pekerjaan
Membuat dan melaksanakan program penilaian kinerja
Menggunakan konsultan dalam penyusunan dan penerapan KPI untuk seluruh karyawan
2 Tidak
terlaksananya pelatihan yang ditargetkan
2 4 8 Pelaksanaan
pelatihan belum sesuai jadwal
Efektivitas dan semangat kerja tidak optimal yang
menyebabkan penurunan kinerja karyawan
Meyakinkan direksi agar jadwal sesuai waktu yang telah ditetapkan
Mengatur dan membuat jadwal pelatihan yang disesuaikan dengan kegiatan perusahaan
3 Belum
ditemukannya metode perhitungan stok opname yang tepat
5 3 15 Belum
ditemukannya sistem
perhitungan material yang tepat
Data yang diperoleh di lapangan tidak sesuai dengan perhitungan sistem
Mengadakan pelatihan tentang sistem inventory
Menggunakan jasa konsultan dalam penyusunan sistem dan langkah kerja perhitungan material