• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SOCIAL SUPPORT PECANDU NARKOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN SOCIAL SUPPORT PECANDU NARKOBA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SOCIAL SUPPORT

PECANDU NARKOBA

DISUSUN OLEH :

RAHMA YURLIANI, S.Psi

NIP. 132 316 966

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

AGUSTUS 2007

(2)

GAMBARAN SOCIAL SUPPORT

PECANDU NARKOBA

DISUSUN OLEH :

RAHMA YURLIANI, S.Psi

NIP. 132 316 966

Diketahui Oleh:

Ketua Program Studi Psikologi FK USU

dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) NIP. 140 080 762

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

AGUSTUS 2007

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.A. Latar Belakang Masalah ... 1

I.B. Tujuan Penelitian... 4

I.C. Manfaat Penelitian... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ... 6

II.A. TEORI DUKUNGAN SOSIAL... 6

II.A.1 Definisi Social Support ... 6

II.A.2 Macam-Macam Bentuk Social Support ... 7

II.A.3 Teori yang Menerangkan Pengaruh Social Support terhadap Kesehatan ... 9

II.A.4 Sumber-Sumber Social Support ... 11

II.B. KETERGANTUNGAN TERHADAP NARKOBA ... 12

II.B.1 NARKOBA ... 12

II.B.1.a Definisi Narkoba ... 12

II.B.1.b Jenis-Jenis Narkoba ... 13

II.B.2. Ketergantungan Narkoba ... 15

II.B.2.a Definisi Ketergantungan ... 16

II.B.1.b Faktor yang Menyebabkan Individu Menggunakan Narkoba ... 17

II.B.3. Akibat dari Penyalahgunaan Narkoba ... 19

II.C. Gambaran Social Support pada Pecandu Narkoba ... 21

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN III.A.Kesimpulan... 23

III.B.Saran ... 23 DAFTAR PUSTAKA ...

(4)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Pembahasan masalah narkoba semakin terbuka dan banyak dibicarakan di kota-kota besar hingga pelosok-pelosok tanah air. Mengingat obat-obat terlarang sudah menjadi barang konsumsi sehari-hari bagi mereka yang sudah kecanduan. Penyebaran dan pemakaiannya sudah semakin merata dan tidak pandang bulu. Cepat atau lambat penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba akan menghancurkan generasi bangsa (Joewana, 2001).

Hawari (2003), menjelaskan bahwa penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba bagaikan fenomena gunung es. Kasus narkoba yang tampak di permukaan lebih kecil dibandingkan dengan kasus yang tidak tampak. Data Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes POLRI, dalam Badan Narkotika Nasional, 2004) menunjukkan peningkatan jumlah kasus narkoba yang terjadi di Indonesia. Peningkatan kasus narkoba tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1

Data Kasus Narkoba di Indonesia Jenis Narkoba 1999 2000 2001 2002 2003 Narkotika 894 2058 1907 2040 1636 Psikotropika 100 64 62 79 417 Zat Aditif 839 1356 1648 79 417 Jumlah 1833 Kasus 3478 Kasus 3617 Kasus 3751 Kasus 3729 Kasus • Sumber: Data Mabes POLRI, September 2003

Narkoba merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat dan aparat penegak hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau dilarang untuk digunakan, diproduksi, dipasok, diperjualbelikan, diedarkan dan sebagainya

(5)

Beberapa jenis zat yang sering disalahgunakan yaitu narkotika, stimulan, halusinogen dan depresan dan pemakaian zat-zat yang tergolong zat adiktif ini akan menimbulkan ketagihan dan pada akhirnya mengalami ketergantungan. Individu yang berada dalam kondisi ketergantungan tidak hanya mengalami ketergantungan secara fisik akan tetapi juga psikologis (Indrawan, 2001).

Menurut Badan Narkotika Nasional (2004), dampak psikologis dan sosial dari pecandu narkoba diantaranya adalah:

1. Cenderung berbohong. 2. Emosi tidak terkendali.

3. Tidak memiliki tanggung jawab.

4. Hubungan dengan keluarga, teman serta lingkungan terganggu. 5. Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan.

6. Tidak peduli dengan nilai dan norma yang ada.

7. Cenderung menghindari kontak komunikasi dengan orang lain. 8. Cenderung melakukan tindak pidana seperti kekerasan, pencurian

dan menganggu ketertiban umum.

Ada mitos yang berkembang di masyarakat bahwa pecandu narkoba tidak mungkin sembuh. Individu akan selalu ketagihan lalu kambuh lagi atau relaps dan berulang terus-menerus. Kenyataannya pecandu narkoba dapat disembuhkan (Somar, 2001). Berbagai upaya dilakukan untuk menekan seminimal mungkin segala dampak dan resiko kekambuhan akibat penyalahgunaan narkoba, termasuk melakukan berbagai penelitian dalam upaya mencari metode terapi dan rehabilitasi yang tepat, akan tetapi hasil yang diperoleh belum maksimal (Hawari, 2003).

Salah satu upaya yang umumnya dilakukan adalah memasukkan individu yang mengalami ketergantungan narkoba ke pusat rehabilitasi. Ketika masuk ke pusat rehabilitasi, individu dihadapkan dengan berbagai macam program untuk membantu individu sembuh dari ketergantungannya. Upaya ini tidak dapat diandalkan sepenuhnya, mengingat kenyataan bahwa tidak semua orang yang mengikuti program tersebut akan sembuh dalam waktu yang sama. Kesembuhan adalah suatu proses yang membutuhkan waktu dan usaha

(6)

berkelanjutan dari pihak individu yang mengalami ketergantungan narkoba (Somar, 2001).

Sikap atau perlakuan dari orang di sekitar akan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Pengaruhnya sangat besar terhadap keberhasilan individu untuk sembuh. Di satu sisi individu ingin diterima dan didukung usahanya untuk sembuh dari ketergantungan terhadap narkoba. Di sisi yang lain orang di sekitar masih memberikan penilaian yang negatif terhadap individu, tetap mencurigai dan tidak menghargai usaha yang telah dilakukan (Somar, 2001).

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Papalia & Olds (1995) yang menyatakan bahwa pemberian social support dari orang yang berarti di seputar kehidupan individu (significant others) memberi kontribusi yang terbesar dalam meningkatkan harga diri seseorang dan dengan harga diri yang tinggi dapat mempercepat proses penyembuhan individu yang mengalami ketergantungan narkoba.

Kurangnya dukungan lingkungan untuk proses penyembuhan pecandu atau lingkungan yang justru merendahkan atau tidak menghargai usaha-usaha untuk sembuh yang dilakukan penderita ketergantungan narkoba akan menambah stres dan sulit mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan untuk menggunakan narkoba kembali (Somar, 2001).

Thombs (dalam W.Amita, 2001) menyatakan bahwa seorang pecandu narkoba sering merasa tidak mampu melewati stres dan tekanan atas simptom disfungsi otak seperti penurunan daya ingat, penurunan daya konsentrasi, serta sugesti (physical cravings) yang dialaminya. Sebagian dari mereka juga sering merasa kesulitan memaksimalkan perawatan yang mereka jalani dan merasa tidak yakin bahwa mereka dapat mencapai kesembuhan dan terlepas dari ketergantungan narkoba yang ia alami.

Karakteristik lainnya dari seorang penderita ketergantungan narkoba adalah memiliki harga diri yang rendah. Menurut Norwinsky (dalam W. Amita, 2001) harga diri yang tinggi akan membuat pecandu tersebut lebih percaya diri

(7)

dan memberi keyakinan bahwa ia dapat melewati tantangan – tantangan dalam kehidupannya.

Individu yang sedang menjalani proses penyembuhan dari suatu penyakit juga memerlukan social support yang seringkali sulit mereka dapatkan. Individu yang mangalami ketergantungan terhadap narkoba juga merupakan salah satu kelompok yang memerlukan dukungan khusus. Mereka membutuhkan dukungan khusus karena adanya penolakan terhadap diri mereka, rasa malu, proses penyembuhan yang relatif lama ataupun rasa frustrasi (Wortman dalam Orford, 1992).

Menurut Orford (1992) social support bekerja dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu. Dengan kata lain jika tidak ada tekanan atau stres maka social support tidak berpengaruh. Sesuai dengan Wills (dalam Orford, 1992) yang menyatakan bahwa bentuk social support yang diperlukan oleh individu dengan penerimaan diri yang rendah, membutuhkan social support yang bersifat emosional dan kelompok sosial. Mengingat hal tersebut, maka social support sangat berperan dalam kehidupan individu yang mengalami ketergantungan narkoba.

Secara sederhana DiMatteo (1991) mendefinisikan social support sebagai dukungan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga dan teman sekerja. Selanjutnya Tolsdorf, Leavy, dkk (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa social support itu sendiri memiliki beberapa komponen, yaitu dukungan instrumental, dukungan emotional, dukungan esteem, dukungan informational dan dukungan social companionship.

I.B. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menguraikan, menggambarkan atau mendeskripsikan gambaran mengenai bentuk-bentuk social support pada individu pecandu narkoba. Bentuk social support seperti apa yang mereka terima dan butuhkan.

(8)

I.C.Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Secara teoritis, menjadi masukkan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama di bidang sosial, khususnya mengenai gambaran social support yang dibutuhkan dan diterima oleh individu pecandu narkoba. Sehingga dapat memberikan dukungan yang tepat agar individu sembuh dari ketergantungannya terhadap narkoba.

2. Secara praktis, diharapkan dapat membantu individu yang mengalami ketergantungan narkoba, agar dapat mengenali social support yang mereka butuhkan. Orang-orang di sekitarnya dapat memberikan social support sesuai yang mereka butuhkan. Social support yang diberikan menjadi efektif dalam membantu individu untuk lepas dari ketergantungan narkoba yang mereka alami.

(9)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. TEORI DUKUNGAN SOSIAL

Manusia sebagai mahkluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan sosial, kebutuhan fisik dan kebutuhan psikis termasuk rasa aman, rasa ingin tahu tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah, baik ringan maupun berat. Pada saat-saat seperti itu seseorang akan mencari social support dari orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai (Zainuddin, 2002).

II.A.1 Definisi Social Support

Ada beberapa definisi social support yang dikemukakan oleh para ahli. Sarason (dalam Zainuddin, 2002) mengatakan bahwa social support adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita.

Sarason, Sarason & Pierce (dalam Baron dan Byrne, 2000) menjelaskan social support sebagai berikut:

“Physical and psychological comfort provided by a persons friends and family members” (Sarason, Sarason & Pierce dalam Baron dan Byrne, 2000;555)

Yaitu, kenyamanan baik fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan anggota keluarga individu tersebut. Hal ini sejalan dengan definisi social support yang dikemukakan oleh Sarafino (2002) yang menjelaskan bahwa social support mengacu pada kenyamanan yang diterima, diperhatikan, dihargai atau membantu seseorang untuk menerimanya dari orang lain atau kelompok-kelompok.

(10)

Kaplan, dkk (1992) juga menjabarkan bahwa social support dapat didefinisikan sebagai sejumlah kontak sosial yang dibina oleh seseorang atau jaringan sosial yang lebih luas. Konsep lain yang dikemukakan oleh Siegel (dalam Taylor, 1999) yang menjelaskan bahwa social support adalah suatu informasi yang berasal dari orang lain yang kita cintai, hargai dan merupakan bagian dari komunikasi, kewajiban yang menguntungkan dari orang tua, kekasih, saudara, teman dan komunitas sosial lainnya.

Ditambahkan oleh Gottlieb (dalam Zainuddin, 2002) bahwa social support adalah pemberian informasi baik verbal maupun non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya. Social support juga bisa berupa kehadiran sesuatu yang dapat memberikan keuntungan emosional atau dapat mempengaruhi tingkah laku penerimaannya.

Social support lebih mengarah pada variabel tingkat individual; Orford (1992) merumuskan social support dalam bentuk yang lebih jauh yaitu :

“Something than an individual person possesse and which can be assessed by putting certain well-chosen question to that particular person”. (Orford;1992; 60)

Yaitu, sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada orang tersebut.

Dari berbagai pengertian social support yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa social support merupakan suatu proses hubungan yang terbentuk dari individu dengan orang yang signifikan untuk memberikan bantuan kepada individu yang mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupannya.

II.A.2 Macam-Macam Bentuk Social Support

Beberapa ahli mencoba mengklasifikasikan jenis-jenis social support. Weiss (dalam Zainuddin, 2002) mengemukakan adanya enam jenis/komponen social support yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”, dimana

(11)

masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Selanjutnya Tolsdorf, Leavy, dkk (dalam Orford, 1992) menjelaskan bahwa social support yang dapat diberikan oleh seseorang dapat berupa:

1. Emotional Support

Jenis dukungan ini dilakukan melibatkan ekspresi rasa empati, peduli terhadap seseorang sehingga memberikan perasaan nyaman, membuat individu merasa lebih baik. Individu memperoleh kembali keyakinan diri, merasa dimiliki serta merasa dicintai pada saat mengalami stres (Cohen, McKay, dkk, dalam Sarafino, 1990). Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh social support jenis ini akan merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Orford (1992) menyatakan dukungan emosional ini dalam bentuk dukungan yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi afeksi atau ekspresi.

2. Esteem Support

Dukungan jenis ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai, mendorong dan menyetujui terhadap suatu ide, gagasan atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Orford (1992) berpendapat bahwa dukungan penghargaan dititikberatkan pada adanya suatu pengakuan, penilaian yang positif dan penerimaan terhadap individu. Dukungan ini dapat membuat seseorang merasa berharga dan dihargai sehingga dapat membangun rasa percaya diri terhadap kemampuannya. Dengan demikian maka diharapkan akan terbentuk perasaan menghargai diri sendiri, perasaan yakin akan kemampuan yang dimiliki serta rasa dihargai oleh orang lain pada diri individu yang bersangkutan.

3. Instrumental Support

Jenis social support ini meliputi bantuan yang diberikan secara langsung atau nyata seperti meminjamkan uang atau barang bagi individu yang memang membutuhkan pada saat itu. Menurut Jacobson (dalam Orford, 1992)

(12)

dukungan instrumental ini mengacu pada penyediaan barang, atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Sejalan dengan pendapat Will (dalam Orford, 1992), dukungan instrumental merupakan aktifitas-aktifitas seperti menyediakan benda-benda, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis. Hal yang sama diajukan oleh Taylor (2000) dimana pemberian dukungan instrumental meliputi penyediaan pertolongan finansial maupun penyediaan barang dan jasa lainnya. jenis dukungan ini relevan untuk kalangan ekonomi rendah. 4. Informational Support

Sesuai dengan namanya maka social support jenis ini meliputi pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik kepada seorang individu. Dukungan ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh individu. Menurut House (dalam Orford, 1992) menjelaskan bahwa dukungan informasi terdiri dari 2 bentuk, yaitu dukungan informasi yang berarti memberikan informasi atau mengajarkan sesuatu keterampilan yang berguna untuk mendapatkan pemecahan masalah dan yang kedua adalah berupa dukungan penilaian (appraisal support) yang meliputi informasi yang membantu seseorang dalam melakukan penilaian atas kemampuan dirinya sendiri.

5. Companionship Support

Jenis dukungan ini diberikan dengan cara membuat kondisi agar seseorang merasa menjadi bagian dari suatu kelompok yang memiliki persamaan minat dan aktivitas sosial (Purnama, 2001 ). Companionship support merupakan perasaan individu sebagai bagian dari suatu kelompok dimana memungkinkan individu dapat menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial maupun hiburan. Hal ini sejalan dengan pendapat Cohen & Wills (dalam Orford,1992) yang mendefinisikan social support jenis ini yaitu bagaimana individu menghabiskan waktu bersama-sama dengan teman-temannya atau pun melakukan aktivitas yang bersifat rekreasional di waktu senggang.

(13)

II.A.3 Teori yang Menerangkan Pengaruh Social Support terhadap Kesehatan Social support memiliki hubungan yang sangat erat dengan kesehatan. Kesehatan di sini maksudnya adalah individu terbebas dari gejala gangguan psikiatris atau psikologi distres (Orford, 1992). Social support bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Hal ini erat kaitannya dengan ketepatan social support, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasaan. Orang yang menerima social support memahami makna dukungan yang diberikan oleh orang lain.

Menurut Boyce (dalam Orford, 1992) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dukungan yang diberikan menjadi tepat, di antaranya adalah stabilitas dukungan, reliabilitas, waktu pemberian dan sumber masalah. Selanjutnya Ullah, Banks dan Warr (dalam Orford, 1992), menyebutkan ada dua jenis model social support yang dapat dihubungkan dengan kesehatan atau kesejahteraan individu yaitu:

1. Main Effect

Pemberian social support dengan model main effect mempunyai pengaruh langsung, namun pengaruhnya tidak tergantung pada tingkat stres yang dialami individu. Main effect akan berfungsi pada ada atau tidak adanya stres dalam kehidupan individu tersebut.

Contoh: seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi akan terus membutuhkan dukungan informasi baik dalam keadaan tidak stress maupun dalam keadaan stres agar dapat menyelesaikan skripsinya.

2. Buffering Effect

Pemberian social support yang pengaruhnya akan bekerja secara potensial bila individu mengalami stres. Individu tidak mengalami stres maka social support yang diberikan tidak akan berfungsi.

(14)

Contoh: seseorang yang sedang mengalami stres, ketika diberikan emotional support maka dukungan tersebut akan menurunkan ketegangan atau stres tersebut.

Kedua model social support tersebut penting dipahami oleh individu yang ingin memberikan social support, karena menyangkut persepsi tentang keberadaan dan ketepatan social support bagi individu. Tidak semuanya social support itu efektif. Jika social support itu diberikan dalam bentuk dukungan yang salah atau kurangnya keahlian kita untuk membuat pesan yang efektif, maka pengaruhnya tidak menjadi positif bagi si penerima social support.

II.A.4 Sumber-Sumber Social Support

Sumber social support merupakan aspek yang penting untuk diketahui dan dipahami. Sumber-sumber social support banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya namun perlu diketahui seberapa banyak sumber social support ini efektif bagi individu yang memerlukannya. Dengan mengetahui dan memahaminya maka individu akan mendapatkan social support yang sesuai dengan situasi dan keinginannya, sehingga social support memiliki makna yang berarti bagi kedua balah pihak.

Henderson, Byrne, dkk (dalam Orford, 1992) menemukan bahwa social support yang penting membutuhkan hubungan yang lebih luas sehingga menambah kontribusi untuk mengurangi simptom psikologis walaupun faktor kedekatan merupakan kontribusi yang lebih penting. Intinya adalah kehadiran orang terdekat merupakan sesuatu yang penting namun dukungan tersebut dapat digantikan oleh dukungan komunitas yang berada di luar hubungan dekat tersebut.

Menurut Rook dan Dooley (dalam Zainuddin,2002) ada dua sumber social support yaitu:

1. Sumber artificial.

Social support yang artificial adalah social support yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya social support akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

(15)

Social support yang natural diterima individu melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misal: anak, istri, suami dan kerabat. Social support ini bersifat non-formal.

II.B KETERGANTUNGAN TERHADAP NARKOBA II.B.1 NARKOBA

Istilah yang berasal dari terjemahan asing seperti drug abuse dan drug dependence dikalangan awam dikenal dengan istilah narkoba yang merupakan singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Ada istilah lain yaitu NAPZA yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat aditif. Berbagai istilah yang sering digunakan tidak jarang menimbulkan salah pengertian tidak saja dikalangan medis tapi juga masyarakat awam (Hawari, 2003). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah narkoba.

II.B.1.a Definisi Narkoba

Narkoba itu sendiri sulit diartikan karena tergantung pada perspektif masing-masing individu. Berikut ini akan dikemukakan pengertian istilah narkoba menurut dinas kesehatan. Narkoba adalah istilah yang digunakan masyarakat dan aparat penegak hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau dilarang untuk digunakan, diproduksi, dipasok, diperjual belikan, diedarkan dan sebagainya di luar ketentuan hukum (Martono, 2000).

Perspektif lain menjelaskan narkoba sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi individu yang menggunakannya.

Menurut Hawari (2003) semua zat yang termasuk narkoba menimbulkan adiksi (ketagihan) yang pada gilirannya berakibat pada ketergantungan. Hal ini disebabkan karena narkoba memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

(16)

2. Kecenderungan untuk menambah takaran sesuai dengan toleransi tubuh. 3. Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan

menimbulkan gejala-gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi dan sejenisnya.

4. Ketergantungan fisik yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus zat (withdrawal symptoms).

II.B.1.b Jenis-Jenis Narkoba

Ada beragam jenis narkoba, yang mana masing-masing jenis akan menimbulkan efek yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan zat yang terkandung di dalamnya memiliki efek samping yang berbeda. Tidak ada jenis narkoba yang aman bagi tubuh. Penggunaan narkoba adalah berbahaya dan merusak kesehatan baik secara jasmani maupun mental-emosional dan sosial.

Narkoba itu sendiri meliputi psikotropika, zat aditif dan narkotika. Jenis narkoba yang tergolong narkotika menurut UU di Indonesia adalah heroin, ganja, hashish, kokain, morfin dan lain sebagainya. Sedangkan jenis narkoba yang tergolong psikotropika dalam UU di Indonesia terbagi menjadi 4 golongan di antaranya adalah golongan psikodesleptika, stimulansia, ansiolitika dan sedativa. Jenis psikotropika meliputi obat penenang, ecstasy dan methamphetamine (Hawari, 2003).

Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintesis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi tubuh yang menggunakannya. Pengaruhnya berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, halusinasi, rangsangan semangat dan timbulnya khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya. Menurut Badan Narkoba Nasional (2004) jenis narkoba yang tergolong narkotika diantaranya adalah:

(17)

Heroin merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan. Dan sangat mudah membuat individu yang menggunakannya kecanduan karena efeknya sangat kuat. Heroin mempunyai kekuatan dua kali lebih kuat dari morfin. Cara penggunaannya dapat berupa suntikan, dihirup dan dimakan. Biasanya jenis ini ditemukan dalam bentuk pil, bubuk putih dengan rasa pahit dan cairan. Jenis narkoba ini dapat menimbulkan rasa ngantuk, lesu, jalan ngambang dan penampilan ‘dungu’.

b. Ganja

Ganja dikenal dengan nama mariyuana, gelek, cimeng, budha stick dan marijane. Narkoba jenis ini menimbulkan ketergantungan psikis, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya. Biasanya bentuknya berupa daun kering, cairan yang lengket dan minyak. Pemakaian ganja dapat menurunkan keterampilan motorik, bingung, kehilangan konsentrasi dan penurunan motivasi. Efek yang ditimbulkan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan pada daerah pernafasan, sistem peredaran darah dan kanker. Cara pemakaiannya dengan dihisap seperti rokok.

c. Hashish

Hashish mempunyai bentuk yang bermacam-macam bahkan ada juga yang bubuk. Memiliki efek 10 kali lebih besar dari marihuana. Zat yang terkandung didalamnya dapat menimbulkan efek psikologis. Hashish diperoleh dari daun-daun dan pucuk bunga tanaman Cannabis Sativa dan Cannabis Indica.

Psikotropika merupakan zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku disertai dengan timbulnya halusinasi, ilusi dan gangguan cara berfikir. Narkoba jenis ini dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi bagi para pemakainya.

Menurut Badan Narkoba Nasional (2004) narkoba yang tergolong psikotropika diantaranya adalah:

(18)

Ecstacy merupakan salah satu obat bius yang di buat secara illegal di sebuah laboratorium dalam bentuk tablet atau kapsul yang berwarna-warni. Jenis narkoba ini lebih dikenal dengan nama inex, XTC, black heart, huge drug, yuppie drug dan essence. Cara menggunakannya ditelan secara langsung. Efek yang ditimbulkan peningkatan detak jantung, tekanan darah, hilangnya kontrol dan peningkatan rasa percaya diri.

b. Shabu-shabu

Nama aslinya adalah methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan. Jenisnya antara lain yaitu gold river, coconut dan kristal. Tidak memiliki warna maupun bau. Cara penggunaannya adalah dengan dihisap melalui alat bantu. Efek yang ditimbulkan diantaranya adalah berat badan menyusut, sensitif, depresi dan rasa curiga yang berlebihan. Penggunaan shabu dalam jangka waktu yang lama akan merusak tubuh bahkan kematian karena overdosis.

c. Obat Penenang

Obat penenang meliputi pil koplo, Nipam, Valium, obat tidur dan lain sebagainya. Bentuknya berupa tablet yang berwarna-warni. Penggunaan obat ini akan memperlambat respon fisik, mental dan emosi. Bila penggunaan dicampurkan dengan alkohol akan menghasilkan kematian.

Zat aditif lainnya yang tergolong Narkoba diantaranya adalah: a. Alkohol

Alkohol dapat memperlambat kerja sistem saraf pusat, memperlambat refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan penilaian.

b. Zat yang mudah menguap

Zat aditif jenis ini akan menimbulkan perasaan senang berlebihan, puyeng, penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan. Selain itu mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Problem kesehatan yang sering terjadi adalah

(19)

c. Zat yang menimbulkan halusinasi

Zat ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Individu yang mengkonsumsi zat ini akan merasa sejahtera karena perubahan pada proses berfikir dan hilangnya kontrol.

II.B.2 Ketergantungan Narkoba

Permasalahan ketergantungan atau penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks; baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa maupun psikososial, kriminalitas, kerusuhan massal dan lain sebagainya (Hawari, 2003). Hal ini terjadi akibat pemakaian terus menerus dalam jumlah yang cukup banyak.

II.B.2.a Definisi Ketergantungan

Penyalahgunaan narkoba menyebabkan ketergantungan pemakai terhadap narkoba itu sendiri. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan rasa kenikmatan, kenyamanan, kesenangan dan ketenangan, walaupun hal tersebut sebenarnya hanya dirasakan secara semu. Memang banyak yang berpendapat bahwa ketergantungan zat atau drug addiction merupakan penyakit kompleks yang menahun dan sering kambuh walaupun ada periode abstinensia yang berjangka lama (Thaib dalam Alatas, 2001).

Penyalahgunaan terjadi apabila pemakaian obat tanpa petunjuk medis, biasanya penyalahgunaan memiliki akibat yang serius dan dalam beberapa kasus biasanya dapat menjadi fatal. Lebih lanjut Sudirman (dalam Alatas, 2001), menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik, berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan menimbulkan gangguan fungsi sosial dan okupasional.

Menurut Hawari (2003), ketergantungan narkoba (zat) adalah kondisi yang kebanyakan diakibatkan oleh penyalahgunaan zat yang disertai dengan adanya toleransi zat dan gejala putus zat. Selanjutnya dalam buku Pedoman Puskesmas dan Rumah Sakit umum (2001) ketergantungan narkoba didefinisikan sebagai

(20)

keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik, sehingga tubuh memerlukan jumlah narkoba yang makin bertambah (disebut toleransi), sehingga jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala putus zat. Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh narkoba yang dibutuhkannya, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara normal. Jika tidak, ia akan mengalami gejala putus zat.

Menurut Hawari (2003) secara umum mereka yang menyalahgunakan narkoba dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu:

1. Ketergantungan Primer, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian tidak stabil. Golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi, bukannya hukuman.

2. Ketergantungan Reaktif, yaitu terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan. Serta pengaruh teman kelompok sebaya. Individu yang berada pada golongan ini merupakan korban, sehingga memerlukan terapi dan rehabilitasi.

3. Ketergantungan Simtomatis, ketergantungan pada golongan ini umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian antisosial dan pemakaian NAZA itu untuk kesenangan semata. Mereka dapat digolongan sebagai kriminal, memerlukan terapi, rehabilitasi serta hukuman.

II.B.1.b Faktor yang Menyebabkan Individu Menggunakan Narkoba

Menurut Buntje Harboenangin (dalam Yatim, 1986) ada beberapa faktor yang menyebabkan individu mengkonsumsi narkoba. Pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar. Pertama, sebab-sebab yang berasal dari faktor individu dan kedua sebab-sebab yang berasal dari lingkungannya. Faktor individual yaitu meliputi:

1. Kepribadian

Kepribadian individu memiliki peranan yang besar dalam penyalahgunaan Narkoba. Individu yang memiliki kepribadian yang lemah (mudah kecewa, tidak mampu menerima kegagalan) lebih rentan terhadap penyalahgunaaan

(21)

(individu mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, berani mengatakan tidak, tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain).

2. Intelegensi

Dalam konseling sering dijumpai bahwa kecerdasan pemakai narkoba lebih banyak berada pada taraf rat-rata dan dibawah rata-rata kelompok seusianya. 3. Usia

Mayoritas pemakai narkoba adalah kaum remaja. Hal ini disebabkan karena kondisi sosial psikologis yang butuh pengakuan, identitas dan kelabilan emosi sementara individu yang berada pada usia yang lebih tua menggunakan narkoba sebagai penenang.

4. Dorongan kenikmatan

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Perasaan enak mulanya diperoleh dari mulai coba-coba lalu lama-lama akan menjadi suatu kebutuhan.

5. Perasaan ingin tahu

Rasa ingin tahu adalah kebutuhan setiap orang. Proses awal terbentuknya seorang pemakai diawali dengan coba-coba karena rasa ingin tahu, kemudian menjadi iseng, menjadi pemakai tetap dan pada akhirnya akan menjadi seorang pemakai yang tergantung.

6. Memecahkan persoalan

Kebanyakan para pemakai menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran pemakai dan membuatnya lupa pada persoalan yang dialaminya.

Faktor lingkungan meliputi: 1. Ketidakharmonisan keluarga

Banyak pemakai yang berasal dari keluarga yang broken karena keputusasaan dan kecewa maka pemakai terdorong untuk mencari dunianya yang lain yaitu menggunakan narkoba sebagai pelarian.

(22)

Pada umumnya pemakai menggunakan narkoba karena mereka lebih mudah untuk memperoleh narkoba tersebut menggunakan uang yang mereka peroleh dari hasil mereka bekerja.

3. Kelas sosial ekonomi

Umumnya pemakai berasal dari sosial ekomoni menengah ke atas. Hal ini mungkin terjadi karena mereka mudah mendapatkan informasi dan relatif memiliki uang yang cukup untuk membeli narkoba.

4. Tekanan kelompok

Kebanyakan pemakai mulai mengenal narkoba dari teman sekelompoknya. Bila kelompok pemakai narkoba menekankan anggotanya berbuat hal yang sama maka penolakan terhadap tekanan tersebut dapat mengakibatkan anggota yang menolak akan dikucilkan dan akan dikeluarkan dari kelompok.

II.B.3. Akibat dari Penyalahgunaan Narkoba

Menurut Sudirman, MA (dalam Alatas, 2001) ada tiga bagian yang terganggu, yaitu gangguan terhadap kondisi fisik, gangguan terhadap kehidupan mental emosional dan gangguan terhadap kehidupan sosial si pemakai.

a. Terhadap kondisi Fisik 1. Akibat zat itu sendiri

Termasuk di sini adalah gangguan mental organic akibat zat, misalnya intoksikasi yaitu: suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.

2. Akibat bahan campuran/pelarut

Bahaya yang mungkin timbul adalah infeksi dan emboli. 3. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril

Akan terjadi infeksi, terjangkitnya penyakit AIDS atau Hepatitis. 4. Akibat pertolongan yang keliru

Misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum. 5. Akibat tidak langsung

(23)

Pada individu yang mengkonsumsi alkohol akan terjadi stroke atau malnutrisi karena gangguan absorsi.

b. Gangguan terhadap kehidupan mental emosional

Intoksikasi dari pemakaian narkoba dapat menimbulkan perubahan kehidupan mental emosional. Termanifestasi pada gangguan perilaku yang tidak wajar. Seperti sindrom amotivisional dan depresi yang menyebabkan bunuh diri.

c. Gangguan terhadap kehidupan sosial

Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan narkoba akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah. Hubungan anggota keluarga dan kawan dekat pada umumnya akan terganggu. Akibat selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai pada perceraian.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akibat penyalahgunaan narkoba akan merusak syaraf pusat atau organ-organ tubuh lainnya, hal ini berakibat melemahnya fisik, daya fikir dan merosotnya moral. Penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba juga dapat menimbulkan masalah lain seperti rusaknya hubungan keluarga, menurunnya kemampuan belajar, produktifitas kerja juga menurun secara drastis, perubahan perilaku menjadi perilaku antisosial, gangguan kesehatan, meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas dan tindakan kriminalitas lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, mereka akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh narkoba.

Dalam buku Pedoman Puskesmas dan Rumah Sakit umum disebutkan bahwa pengaruh narkoba tidak sama pada setiap individu, tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Jenis narkoba yang digunakan. 2. Jumlah atau dosis yang dipakai. 3. Frekuensi pemakaian.

4. Cara pemakaian (diminum, dihisap, disuntik dan lain-lain). 5. Zat lain yang digunakan bersamaan.

(24)

7. Kondisi badan pemakai. 8. Kepribadian pemakai.

9. Harapan pemakai terhadap efek narkoba.

10. Suasana lingkungan dimana narkoba digunakan.

II.C Gambaran Social Support pada Pecandu Narkoba

Narkoba merupakan suatu akronim untuk narkotik dan obat-obat berbahaya. Berdasarkan penelitian Adisukarto (dalam Poerwandari & Koentjoro, 2001) menunjukkan bahwa 47,7 % korban penyalahgunaan narkoba adalah remaja. Biasanya remaja yang beresiko tinggi adalah mereka yang tidak bisa berkomunikasi dengan orang tua, memiliki kepercayaan dan harga diri yang rendah, suka mencari sensasi, kontrol diri yang rendah, sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan dan bergaul di lingkungan yang menyalahgunakan narkoba.

Individu yang berada pada masa remaja banyak mengalami konflik yang disebabkan oleh pencarian identitas diri dan mengalami konflik peran. Mereka tidak bisa mengatasi konflik tersebut, mereka cenderung mencari kompensasinya keluar rumah. Di masa ini mereka juga lebih cenderung berinteraksi dan menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua. Masa perkembangan remaja memiliki kebutuhan atau keterikatan dengan kelompok teman sebaya sehingga apa pun yang dilakukan teman-teman sekelompoknya, remaja cenderung menerima dan mengadaptasinya. Walau pun pada hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri, seperti menggunakan narkoba.

Alasan pertama individu menggunakan narkoba karena ingin mencoba, tergiur dengan tawaran teman dan lain sebagainya. Menurut Joewana (2001) ada beberapa alasan yang mendorong individu untuk menggunakan narkoba diantaranya adalah anticipatarory beliefs, belief oriented beliefs dan facilitative/permissive beliefs.

Penyalahgunaan Narkoba pada kelompok remaja erat kaitannya dengan perasaan diterima sebagai anggota suatu kelompok, untuk mendapatkan pengalaman baru, untuk memelihara hubungan dengan kelompok, untuk menenangkan diri dari kecemasan dan untuk melarikan diri dari kegagalan. Akibat

(25)

adanya perubahan psikologis tersebut, maka terjadi goncangan emosional dan mereka menjadi mudah kecewa, mudah putus asa dan mudah tersinggung.

Pada saat individu mengalami problem kehidupan yang mengakibatkan dirinya mengalami stres karena tidak menemukan jalan keluar dan tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya untuk menyelesaikan masalah mereka. Maka remaja sering “melarikan diri” dengan cara menggunakan narkoba. Remaja beranggapan bahwa dengan melarikan diri ke narkoba akan menyelesaikan masalah atau problem yang mereka hadapi.

Dengan keadaan diri remaja yang lemah dan rentan terhadap stres maka diperlukan suatu cara yang dapat membantu mereka agar tidak terjerumus dalam penggunaan narkoba. Apabila mereka telah terjerumus maka diperlukan suatu tindakan yang dapat membimbing mereka keluar dari masalah. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan social support. Pemberian social support pada individu yang mengalami stres akan efektif karena pada saat ini individu tersebut sangat membutuhkan dukungan (seperti dukungan emosional). Hal ini sesuai dengan hipotesa buffering effect. Social support akan efektif diberikan pada individu yang sedang mengalami stress.

Menurut Papalia & Olds (1995) pemberian social support dari orang-orang yang berarti di sekitar kehidupan akan memberikan kontribusi yang terbesar dalam proses penyembuhan penderita ketergantungan narkoba. Dukungan yang diberikan oleh orang tua, saudara, teman, pacar dan orang di sekitar yang memiliki pengaruh pada individu tersebut. Dukungan dapat berupa dukungan emosional, informasional, instrumental, penghargaan dan dukungan companionship.

Menurut Orford (1992) social support bekerja dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh tekanan-tekanan atau stress yang dialami individu. Dengan kata lain jika tidak ada tekanan atau stres maka social support tidak berpengaruh. Sesuai dengan Wills (dalam Orford, 1992) yang menyatakan bahwa bentuk social support yang diperlukan oleh individu dengan penerimaan diri yang rendah, membutuhkan social support yang bersifat emosional dan kelompok

(26)

sosial. Mengingat hal tersebut, maka social support sangat berperan dalam kehidupan individu yang mengalami ketergantungan narkoba.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat besarnya peranan social support dalam memberi dampak yang positif bagi proses kesembuhan seorang pecandu narkoba.

(27)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

III.A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya pecandu narkoba menerima semua bentuk social support yaitu: emotional Support, esteem Support, instrumental Support, nformational Support dan companionship Support. Hanya saja bentuk social support dan sumber (orang yang mereka harapkan) social support pada masing-masing pecandu narkoba berbeda-beda. Tidak jarang mereka memperoleh social support namun mereka tidak membutuhkannya. Dan terkadang kondisinya terbalik, mereka membutuhkan social support namun orang di sekitar tidak memberikan. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi orang di sekitar pecandu narkoba, agar memperhatikan social support yang dibutuhkan dengan social support yang diberikan dapat memberikan pengaruh dalam proses penyembuhan mereka.

III.B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan agar organisasi atau lembaga yang bergerak menangani masalah pecandu narkoba membuat suatu program kelompok dukungan yang tujuannya memberikan dukungan pada mereka yang menjalani proses penyembuhan. Program tersebut merupakan wadah agar mereka dapat saling memberikan dukungan dan berbagi cerita antara sesama mantan pecandu narkoba. Mereka beranggapan bahwa komunikasi dengan sesama dapat membantu mereka lebih memahami satu sama lainnya. Selain itu, dibuat suatu wadah perkumpulan orang-orang pecandu narkoba yang sedang menjalani proses penyembuhan, dimana mereka diberi suatu keterampilan yang dapat menghasilkan pendapatan (uang). Mereka diberi kesempatan untuk berkarya dan diberi penghargaan atas hasil pekerjaannya.

Konflik yang mereka hadapi tidak hanya satu, namun banyak dan bersifat kompleks. Oleh sebab itu mereka memerlukan solusi untuk menyelesaikannya. Diperlukan suatu program konseling dimana konselornya adalah orang yang

(28)

memahami keadaan mereka atau orang yang telah ditraining. Program konseling tersebut sebaiknya setting dibuat tidak formil sehingga tidak membuat jarak antara konselor dan konseli. Sebagai tambahan, perlu adanya keterlibatan pihak keluarga, terutama keluarga inti agar mereka merasa diterima dan tidak merasa sebagai orang yang terbuang atau tidak berarti.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Amita, W.R. (2001). Dukungan Sosial yang Diperlukan pada Masa Penyembuhan Remaja Pencerita Ketergantungan Heroin; Ditinjau dari Teori Developmental Model of Recovery.Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Alatas,Husein.H (2001). Penanggulangan Korban Narkoba: Meningkatkan Peran Keluarga dan Lingkungan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2004). Jenis-jenis Narkoba dan aspek kesehatan penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: PT Multi Kuarta Kencana.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2004). Perkembangan kasus Narkoba di Indonesia. Jakarta: PT Multi Kuarta Kencana.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2004). Peran orang tua dalam mengatasi masalah penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: PT Multi Kuarta Kencana.

Baron, R.A, Byrne, D. (1997). Social Psychology (8th edition). Massachussets: Allyn and Bacon.

Binstock, R.H., Shanas, Esthel. (1985). Handbook of aging and the social science (2nd edition). New York: Van Nastrandereinhold Company Inc.

Dimatteo, M.R. (1991). The psychology of helath, illness, and medical care. Pasific Grove, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Gottlieb, B. H. (1983). Social support strategies. California: Sage Publications Inc.

Hawari, H.D. (2003). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Aditif). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI).

(30)

Irmawati, dkk. (2003). Pedoman Penulisan Skripsi. Medan: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Joewana, Satya. (2001). NARKOBA: Petunjuk praktis bagi keluarga untuk mencegah penyalahgunaan narkoba. Yogyakarta: Media Presindo.

Joewana, Satya., Martono, L.H. (2000). Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di DKI Jakarta: Buku pedoman Puskesmas dan Rumah Sakit Umum. Jakarta: Bina Kesehatan.

Kaplan, Robert M., James, F.Sallis. (1992). Health and Human. New York. McGraw-Hill Inc.

Miller, Jeff.R (2002). The Providers of Social Support to Dual-Parent Families Caring For Young Children. Australia: Journal of Community Psychology. Vol.30, No. 461-473. www.proquest.com.

Moleong, Lexy.J (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurdjaman, P (2000). Metode penelitian sosial: terapan dan kebijaksanaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Orford. (1992). Community Psychology: Theory and practice. John-Wiley and Son.

Panitia Pengembangan Ilmu Kedokteran Berkelanjutan, (2002). Konsensus FKUI Tentang OPIAT, MASALAH MEDIS dan PENATALAKSANAANNYA. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Papalia, D.E., Olds, S.W. (1995). Human Development (6th edition). McGraw-Hill Inc.

Poernomowardani, A.D., & Koentjoro. (2000). Penyingkapan-diri, perilaku seksual, dan penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Psikologi No. 1, 60-72.

(31)

Poerwandari, E Kristi, (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian prilaku manusia. Jakarta: LPSP3 UI

Purnama, Eko.S (2001). Gambaran sikap dan dukungan sosial teman sebaya yang bukan pengguna Narkoba terhadap ex pengguna Narkoba. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sarafino, Edward.P. (2002). Health Psychology: biopsychosocial interaction. (4th edition). New York.

Somar, Lambertus. (2001). Kambuh relapse: sudut pandang bagi mantan pecandu Narkoba. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Somar, Lambertus. (2001). Rehabilitasi Pecandu Narkoba. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Strauss, Sheila M. (2000). Social support systems of women offenders who use drugs: a focus on the mother-daughter relationship. New York City: American Journal of Drug and Alchohol Abuse. www.proquest.com.

Taylor., Peplau., Sears. (2000). Social Psychology (10th edition). New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Taylor, E Shelley, dkk. (1999). Health Psychology. (4th edition). McGraw-Hill Inc. Boston.

Wortman, C.B., Loftus, E.F., Weaver, Charles. (1999). Psychology (5th edition). Boston: McGraw-Hill College.

Yatim, D.I., Irwanto. (1986). Kepribadian, Keluarga dan Narkotika : tinjauan social-psikologis. Jakarta: Penerbit Arcan.

Zainuddin, S. (2002). Dukungan Sosial pada Lansia.[On-line], www.e-psikologi.com.

Referensi

Dokumen terkait

konsentrasi larutan zat warna alam daun henna dan memperbesar konsentrasi larutan fiksasi garam scarlet R nilai ketahanan luntur warnanya cenderung tetap,

Merancang destilator yang lebih tertutup, supaya pengaruh dari lingkungan tidak mengurangi kinerja dari destilator sendiri.. Merancang jalur keluar untuk air bersih yang lebih

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh orientasi pada kepuasan pelanggan, biaya, infrastruktur serta kesadaran dan pengetahuan terhadap kesuksesan

1 Metode kuantitatif ini digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

judul “Evaluasi Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Dan Pengendalian Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pada Badan Keuangan Daerah

 Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode

Perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan dipengaruhi berbagai faktor untuk dipertimbangkan oleh konsumen untuk membeli produk sepatu adalah kualitas, referensi, merk,