BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah
di atas Tanah Kerajaan yang terdiri dari Sultan Ground dan Sultanaat Ground. Hak atas
tanah tersebut, dalam perkembangannya tidak hanya yang berstatus sebagai tanah
kerajaan, tetapi juga terdapat tanah negara dan tanah hak milik perorangan. Di dalam
bidang pertanahan sendiri, sebelum adanya reorganisasi agraria1, berdasarkan hukum tanah di Kasultanan Yogyakarta dan Surakarta menentukan bahwa hak milik atas seluruh
luas tanah wilayah kerajaan adalah mutlak di tangan raja.2 Diatas tanah-tanah Sultan Grond dan Sultanaat Grond tadi, banyak dibebani hak-hak atas tanah, seperti Hak Pakai dan Hak
Menumpang (Hak Ngindung dan Hak Magersari)3, bahkan ada yang dikuasai tanpa izin dari Panitikismo. Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara tadi didaftarkan ke
Panitikismo (lembaga pertanahan keraton) dan memperoleh surat izin sebagai tanda bukti
hak.
Hak menumpang disebut dengan istilah berbeda-beda, seperti di wilayah Jawa
khususnya Yogyakarta dikenal dengan istilah magersari dan ngindung. Keduanya
memiliki fungsi yang berbeda berdasarkan jenis hak yang didapatkan oleh pemohonnya.
1 Reorganisasi agraria adalah perubahan sistem kepemilikan tanah yang dilakukan atas kehendak Sultan
Hamengkubuwono VII dan Pemerintah Kolonial Belanda yang mengalihkan tanah dari tanah milik Sultan, para priyayi serta abdi dalem kepada para penduduk. Tujuannya untuk mempermudah perusahaan swasta untuk menyewa tanah-tanah tersebut.
2 Soedarsiman P., 1984, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm.280
dalam karya Ni’matul Huda, 2013, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perdebatan Konstitusi dan
Perundang-Undangan di Indonesia, Nusa Media, Bandung, hlm. 195.
3 Berdasarkan Surat Keputusan Kawedanan Hageng Punokawan Wahono Sarto Kriyo Nomor 29/W&K/81
tentang Pemberian Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Ngindung, dan Hak Magersari di atas tanah Kesultanan menunjukan bahwa tanah Kesultanan juga dimungkinkan untuk ditumpangi Hak Pakai
Berdasarkan Pasal 53 UUPA, Hak Menumpang ini termasuk ke dalam kualifikasi hak atas
tanah yang bersifat sementara. Hal itu memiliki arti bahwa dalam waktu singkat, hak-hak
yang masuk ke dalam jenis tersebut akan di hapus.
Berdasarkan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK), Kasultanan sebagai badan hukum
merupakan subjek hak yang memiliki hak atas Tanah Kasultanan. Pengelolaannya akan
dilaksanakan oleh Badan Pertanahan dan Tata Ruang khusus yang bernama Bebadan
Praniti Pratala Lan Mandala yang kewenangan ini juga diatur dalam Pasal 46 Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan dalam Urusan
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal itu menunjukan bahwa, tanah yang
sebelumnya diakui sebagai Tanah Hak Milik Adat Keraton Ngayogyakarta secara hukum
diakui sebagai tanah Hak Milik menurut UUPA yang dapat ditumpangi dengan hak-hak
lain yang lebih rendah, termasuk Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan.
Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UUK, menyebutkan bahwa Hak Milik Atas Tanah
Kasultanan wajib untuk didaftarkan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) jo. Pasal
23 ayat (1) UUPA yang membahas mengenai kewajiab pendaftaran tanah oleh pemerintah
dan oleh pemilik hak atas tanah. Bahkan, kewajiban mendaftarkan Hak Milik atas Tanah
Kasultanan tersebut, berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUK dimungkinkan untuk didaftarkan
oleh pihak lain, selain Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selaku Badan Hukum pemilik
Hak Atas Tanah tersebut.
Sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang Pemeliharaan Data Pendaftaran
Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah Pasal 36
ayat (1), bahwa Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah dilakukan apabila terjadi perubahan
data fisik dan data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Padahal, untuk
saja belum selesai. Dengan demikian, data-data yang sebelumnya ada di Kantor
Panitikismo terkait hal-hal yang berkaitan dengan Tanah Kasultanan belum dapat disebut
sebagai pemeliharaan data, baik fisik maupun yuridis karena belum adanya pendaftaran
tanah di atas tanah-tanah tersebut.
Hasil pendataan yang dilakukan sejak tahun 2015 Tanah Kasultanan dan Tanah
Kadipaten yang telah berhasil diinventarisasi adalah sekitar 58.219.146 meter persegi atau
sejumlah 13.226 bidang tanah di DIY.4 Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten yang sudah didaftarkan di Kanwil BPN DIY terdapat 2.867 sertifikat, sedangkan sertifikat yang
sudah diserahkan ke Keraton terdapat 526 sertifikat dan Kadipaten Pakualaman 118
sertifikat. Sampai saat ini, proses inventarisasi dan pendataan bidang-bidang tanah pun
masih berlanjut. Data di atas menyebutkan mengenai luasan dan jumlah bidang dalam
cakupan wilayah provinsi. Walaupun luasan Tanah Kasultanan di Kota Yogyakarta lebih
kecil dibandingkan luasan Tanah Kasultanan daerah lainnya yaitu sebesar 432.044 meter
persegi menurut data BPN Provinsi DIY pada tahun 2002. Namun, potensi masalah
tidaklah kecil. Kotamadya Yogyakarta sendiri sebagai pusat pemerintahan Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat dan kawasan padat pemukinan sehingga banyak dinamika
ditemukan pertanahan yang sering bersinggungan dengan konflik sosial.
Terkait proses pendataan, inventarisasi dan pendaftaran tanah, pihak Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat menyatakan bahwa tidak akan ada pengambilalihan untuk
tanah yang sudah didaftarka maupun tanah dengan tanda bukti Letter C. Namun demikian,
proses pendataan, inventarisasi, dan pendaftaran dilakukan dengan menggunakan peta
desa pada tahun 1938. Sehingga, kemungkinan terjadi perbedaan dengan lapangan tidak
dapat dihindari, walaupun Kepala Bidang Penatagunaan Pertanahan Dinas Pertanahan dan
4http://www.koran-sindo.com/news.php?r=6&n=86&date=2016-06-30 diakses pada Selasa 12 Juni 2016 Pukul
Tata Ruang (DPTR) DIY Ismintarti menyatakan bahwa peta desa yang dikeluarkan
sebelum kemerdekaan tersebut memberikan penjelasan dan informasi yang mendetil.5 Di samping itu, pendaftaran tanah tidak hanya mengenai hak atas tanah yang
didaftarkan, tetapi juga hak-hak lain yang melekat diatasnya. Dengan demikian, dampak
yang ditimbulkan dari pendafataran tanah berpengaruh juga hak-hak yang berkaitan
dengan tanah yang masih belum dapat dihapuskan seperti sewa-menyewa, gadai/hak
tanggungan, hak menumpang, dan hak-hak lainnya. UUK dan peraturan pelaksananya
yang mengamanatkan adanya pendafataran Tanah Kasultanan tidak menjelaskan
mengenai akibat hukum yang diterima kepada hak-hak tersebut tadi setelah dilakukan
pendaftaran Tanah Kasultanan. UUK maupuan peraturan pelaksananya juga tidak
menjelaskan secara lebih lugas megenai pengaturan pertanahan secara luas, apalagi terkait
perndaftaran dan perlindungan hukumnya. Melihat permasalahan yang diungkapkan di atas, maka peneliti ingin meneliti tentang “Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah
Kasultanan di Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka peneliti
merumuskan permasalahan yang akan diteliti yakni sebagai berikut :
5http://jogjapos.com/keraton-janji-tak-ambilalih-tanah-berstatus-letter-c/ diakses pada Selasa 12 Juni 2016
1. Apa saja permasalahan pelaksanaan pendaftaran hak milik atas Tanah Kasultanan
setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta?
2. Apa saja dampak-dampak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap pelaksanaan pendaftaran hak
milik atas Tanah Kasultanan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian hukum yang berjudul “Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Kasultanan di Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta” yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Subyektif:
Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun mata kuliah Penelitian Hukum
guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada.
2. Tujuan Obyektif:
a. Mengetahui dan menganalisis apa saja permasalahan pelaksanaan pendaftaran hak
milik atas Tanah Kasultanan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
b. Mengetahui dan menganalisis perihal dampak-dampak berlakunya Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa terhadap
pelaksanaan pendaftaran hak milik atas Tanah Kasultanan?
Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian hukum ini dapat dibagi menjadi 2
(dua) kategori, yang diantara meliputi:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka
pengembangan ilmu hukum, khususnya dibidang agraria tentang pengurusan hak
atas tanah sehingga nantinya mampu memperluas wawasan ilmu pengetahuan terkait
hak-hak atas tanah di atas Tanah Kasultanan, pelaksanaan pendafataran dan
pengurusan hak atas tanahnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya,
masyarakat luas dan penyelenggara negara serta lembaga-lembaga yang terkait pada
khususnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Universitas
Gadjah Mada khususnya, dalam pengembangan ilmu pengetahuan di ranah Agraria.
Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk masukan bagi
pembuat kebijakan, khususnya dalam melakukan pengurusan hak atas Tanah
Kasultanan dan pelaksanan pendaftaran tanahnya agar selanjutnya dapat membuat
suatu kebijakan hukum yang baik dan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip
Undang-Undang Pokok Agraria dan asas-asas hukum secara umum, yaitu asas keadilan, asas
kemanfaatan dan asas kepastian hukum, sehingga dapat mencapai suatu tujuan
hukum yang di inginkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya
untuk rakyat Indonesia.
Penelitian dengan judul “Pendaftaran Hak Atas Tanah Kasultanan di Kecamatan
Keraton, Kota Yogyakarta Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta” ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana kedudukan hak-hak atas tanah di atas Tanah
Kasultnan dan bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas Tanah
Kasultanan. Sebelumnya, memang sudah ada beberapa penelitian yang juga mengangkat
tema Tanah Kasultanan. Namun, fokus pembahasan penelitian-penelitian tersebut berbeda
dengan penelitian ini. Adapun penelitian-penelitia tersebut adalah:
1. Tesis Suhartono “Pengelolaan Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Setelah
Berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta”6
a. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengelolaan Tanah Kasultanan setelah berlakunya UU Nomor
13 Tahun 2012?
2) Hal-Hal apa saja yang akan timbul berkenaan dengan pengelolaan Tanah
Kasultanan setelah berlakunya UU Nomor 13 Tahun 2012
b. Kesimpulan
1) Bahwa dengan adanya penetapan Kasultanan menjadi Badan Hukum yang
bisa mempunyai hak milik dalam ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2012,
mengakibatkan adanya perubahan pengelolaan Tanah Kasultanan. Hal ini
disebabkan karena status lembaga Kasultanan yang semual lebih dekat ke
6 Suhartono, 2014, Pengelolaan Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Penelitian Tesis, Program Magister
lembaha hukum publik, menjadi lebih mengarah ke lembaga hukum
privat.
c. Perbedaan Dengan Penelitian Ini
Penelitian tersebut membahas mengenai pelaksanaan pengelolaan
Tanah Kasultanan Setelah berlakunya Undang-Undang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Letak perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah, bahwa penelitian Suhartono memfokuskan pada masalah
pengelolaan, bukan perkembangan pengaturan dan pendafataran tanahnya.
Masalah yang dikaji di tesis tersebut adalah mengenai pengelolaan Tanah
Kasultanan pasca UUK dan hal-hal yang timbul berkenaan dengan
pengelolaan tanah tersebut.
Sementara penelitian peneliti difokuskan secara lebih luas, yaitu pada
peta, status hak, dan pelaksanaan pendafataran tanahnya. Selain itu, lokasi
penelitian juga berbeda.
2. Tesis Hapsari Shinta Sugiyanto “Pelaksanaan Pemberian Hak Pakai Di Atas
Tanah Kasultanan Dalam Kerangka Hukum Pertanahan Nasional”7
a. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah pelaksanaan pemberian sertipikat hak pakai di atas Tanah
Kasultanan Yogayakarta?
2) Apa sajakah faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemberian
sertipikat hak pakai di atas Tanah Kasultanan Yogyakarta?
7 Hapsari Shinta Sugiyanto, 2014, Pelaksanaan Pemberian Hak Pakai Di Atas Tanah Kasultanan Dalam
Kerangka Hukum Pertanahan Nasional, Penelitian Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
b. Kesimpulan
1) Pemberian hak pinjam pakai selama ini menggunakan surat kekancingan,
dengan sertipikat tersebut seseorang dapat memohonkan Hak Pakai di atas
Tanah Kasultanan dan mendaftarkannya di Kantor Pertanahan setempat.
2) Faktor yang menghambat pemberian Hak Pakai atas Tanah Kasultanan
adalah karena dikeluarkannya UU Nomor 13 Tahun 2012. Dikarenakan
peraturan pelaksananya belum terbentuk maka pemberian hak tersebut
menjadi lebih sulit.
c. Perbedaan Dengan Penelitian Ini
Penelitian tersebut membahas mengenai pelasksanaan pemberian hak
atas tanah, yaitu hak pakai yang difokuskan di atas Tanah Kasultanan.
Perbedaan mendasarnya adalah, bahwa penelitian tersebut menitikberatkan
pembahasan pada Hak Pakai atas Tanah dalam hukum positif yang
dibandingkan dengan pengaturan mengenai hak-hak atas tanah di atas Tanah
Kasultanan. Selain itu, pembahasannya juga menekankan pada segi
pendaftaran tanah, lebih khusus pada pendaftaran tanah pada Hak Pakai atas
Tanah di atas Tanah Kasultanan. Sedangkan penelitian hukum ini
menitikberatkan pada pengaturan pendaftaran Tanah Kasultanan yang diakui
adanya Hak Milik atas Tanah diatasnya.
3. Jurnal Hukum Rangga Alfiandri Hasim “Politik Hukum Pengaturan Sultan Ground Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 12 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Hukum Tanah Nasional”8
a. Rumusan Masalah
8 Rangga Alfiandri Hasim, 2016, Politik Hukum Pengaturan Sultan Ground Dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 20 12 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Hukum Tanah Nasional, Penelitian
Bagaimana analisis kewenangan pengaturan pertanahan Daerah Istimewa
Yogyakarta jika dikaji berdasarkan UUK dan UUPA?
b. Kesimpulan
Pengaturan Tanah Kasultanan di DIY yang merupakan tanah swapraja
kasultanan ngayogyakarta hadiningrat secara historis dan sosiologis melekat
pada keistimewaan di Yogyakarta. UUK memberikan hak milik kasultanan
atas Tanah Kasultanan. Hal tersebut tidak sejalan dengan diktum IV UUPA
yang menjelaskan bahwa tanah swapraja seharusnya kembali menjadi tanah
negara. Oleh karena itu sesuai dengan asas hukum lex posteriori derogate legi
priori maka peraturan yang didahulukan adalah UUK.
Untuk Tanah Kasultanan yang dalam perkembangannya menjadi tanah
hak milik individu, maka berlaku hukum tanah nasional. Upaya sinkornisasi
peraturan dapat dilakukan dengan menggunakan perda terkait Tanah
Kasultanan yang tak berbenturan dengan hukum tanah nasional.
c. Perbedaan Dengan Penelitian Ini
Penelitian ini membahas mengenai perbandingan pengaturan mengenai
Sultan Ground dalam Undang-Undang Keistimewaan DIY, dengan
pengaturan mengenai hak-hak atas tanah dalam UUPA. Berbeda dengan
penelitian peneliti yang walaupun sama-sama membandingkan, tetapi lebih
berfokus dari segi pendaftaran tanah, sementara penelitian Rangga Alfiandri
Hasim ini memiliki fokus penelitian terkait perbandingan hukumnya secara
lebih luas. Selain itu, penelitian tersebut berisfat normatif, sehingga tidak
menjadikan data di lapangan menjadi sumber utama, berbeda dengan