Analisis Komparatif Sistem Tumpangsari Cabai Merah Sawi dengan Cabai Merah Daun Bawang Di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang (Tinjauan Dari Pendapatan, Efisiensi, Dan
Resiko)
Adi Nugraha Setiawan. Agustono, Suprapto
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No.36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./Fax (0271) 637457
Email : adinugrahaa@gmail.com Telp. 085641367809
Abstract: This research aims to know the income; efficiency and risk of farming, knowing the difference of income; efficiency and risk of farming, and knowing better cropping systems between cropping systems in red chili and mustard greens with red chili and scallion in the Sub-District of Dukun, Magelang Regency. The basic method of research is descriptive analytic. Location of research that Sub-District of Dukun Magelang Regency because it is the optimal area as a place for cultivating vegetable crops as well as the largest vegetable production districts. The Data used are primary and secondary. The analysis of the data used is (1) an analysis of income, efficiency and coefficient of variance, (2) t-test, (3) number of the index. The results showed: income, efficiency and risk of farming from the cropping system in red chili and mustard greens in a row was Rp 53.828.671,43/Ha/MT; 1.90 and 0.23. As for the cropping system in red chili chili and scallion in a row is Rp 101.641.341.75/Ha/MT; 2,54 and 0.24. Based on comparative analysis of t-test revealed that there is a difference in income, efficiency and risk of farming for the second planting system, evidenced by the value t calculate income (9,68) and efficiency (4,59) is greater than the value of the t table (2.00) as well as the value of the coefficient of variansi planting of the two systems are different. While the best cropping system is a system of planting red chili chili and scallion with index number 144.9 compared with red chili and mustard greens cropping systems with a number of the index 100.
Keywords: Chili, Mustard, Scallion; Comparative, Intercropping
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan; efisiensi dan resiko usahatani, mengetahui perbedaan pendapatan; efisiensi dan resiko usahatani, dan mengetahui sistem tanam yang lebih baik antara sistem tanam cabai merah-sawi dengan cabai merah-daun bawang di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.. Metode dasar penelitian adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang karena merupakan daerah yang optimal sebagai tempat untuk membudidayakan tanaman sayuran serta produksi sayuran terbesar dibanding kecamatan lain. Data yang digunakan adalah primer dan sekunder. Analisis data yang digunakan adalah (1) Analisis pendapatan, efisiensi dan koefisien variansi (2) Uji t, (3) Bilangan Indeks. Hasil penelitian menunjukkan: pendapatan, efisiensi dan resiko usahatani dari sistem tanam cabai merah-sawi berturut-turut adalah Rp 53.828.671,43/Ha/ MT; 1,90 dan 0,23. Sedangkan untuk sistem tanam cabai merah-daun bawang berturut-turut adalah Rp 101.641.341.75/Ha/MT; 2,54 dan 0,24. Berdasarkan analisis komparatif uji t diketahui bahwa terdapat perbedaan pendapatan, efisiensi dan risiko usahatani untuk kedua sistem tanam, dibuktikan dengan nilai t hitung pendapatan (9,68) dan efisiensi (4,59) yang lebih besar dari nilai t tabel (2,00) serta nilai koefisien variansi dari kedua sistem tanam yang berbeda. Sedangkan sistem tanam terbaik adalah sistem tanam cabai merah-daun bawang dengan bilangan indeks 144,9 dibandingkan dengan sistem tanam cabai merah-sawi dengan bilangan indeks 100.
PENDAHULUAN
Revolusi hijau merupakan
pengembangan teknologi pertanian yang dilakukan untuk meningkatkan
produksi pangan. Seiring
berkembangnya zaman dan makin pesatnya teknologi ternyata sistem
pertanian modern memberikan
dampak positif maupun negatif.
Perkembangan dunia pertanian
dalam sistem petanian modern,
ternyata menghasilkan dampak
negatif yang besar terhadap
ekosistem alam. Pertanian modern juga telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan system monokultur secara besar-besaran.
Berdasarkan masalah-masalah di atas maka dibutuhkan suatu sistem pertanian yang mampu menjawab tantangan mengenai masalah ini, yaitu memakai sistem pertanian
terpadu, salah satunya dengan
mengaplikasikan sistem tumpangsari.
Kecamatan Dukun, Kabupaten
Magelang adalah daerah yang berada di lereng gunung merapi dengan karakteristik lahan yang kering. Kebanyakan petani di daerah tersebut lebih memilih tanaman hortikultura
sebagai tanaman untuk
diusahatanikan.
Komoditas sayuran yang
menjadi primadona bagi petani di Kecamatan Dukun adalah tanaman
cabai. Hal ini dikarenakan
penerimaan tanaman cabai yang termasuk besar dibandingkan dengan tanaman sayuran lain, meskipun
dalam beberapa waktu sempat
mengalami fluktuasi. Adanya
fluktuasi produksi menunjukkan
bahwa petani belum memiliki
strategi khusus dalam berusahatani
guna menjaga stabilitas produksinya. Jika penerimaan yang diterima dari output yang dihasilkan lebih besar dari sumber daya yang digunakan maka semakin tinggi pula tingkat efisisensi yang dicapai. Sehingga, pada keadaan di lapangan petani lebih memilih untuk melakukan sistem tanam tumpang sari dengan mengkombinasikan tanaman cabai
dengan tanaman lain untuk
meminimalkan resiko dan
meningkatkan penerimaan seperti yang sudah penulis bahas di atas.
Masalah risiko pendapatan ini
kemudian menjadi menarik untuk peneliti kaji, karena sebagai pelaku agribisnis, yang berorientasi pada
profit, tentunya mengharapkan
pendapatan yang optimal dalam sebuah usahatani dengan efisiensi yang besar namun dengan risiko yang rendah. Namun kenyataannya masih dibingungkan dengan tanaman
apa yang lebih baik
ditumpangsarikan dengan tanaman cabai merah; sawi atau daun bawang.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis. Menurut
Surakhmad (1994), metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang
memusatkan perhatian pada
pemecahan masalah yang ada pada
masa sekarang. Adapun teknik
pelaksanaan penelitian yang
digunakan adalah dengan cara
survey.
Lokasi/Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Kecamatan Dukun, Kabupaten
Magelang dikarenakan peneliti
mencoba fokus pada masalah yang
tumpangsari. Dengan lokasi tepat di
Desa Ketunggeng, Ngadipuro,
Wates, dan Dukun.
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan petani sampel dari masing-masing kelas sampel terpilih tersebut dilakukan dengan metode Proportional Stratified Random Sampling Jumlah sampel yaitu 16 sampel dari Desa Ketunggeng, 15 sampel dari Desa Ngadipuro, 10 sampel dari Desa Wates, dan 19 sampel dari Desa Dukun.
Jenis Data
Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang
diperoleh dari responden dengan alat bantu kuesioner, wawancara, dan observasi. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara
mengutip data laporan maupun
dokumen dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas
Pertanian Kabupaten Magelang,
Badan Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Dukun, Kantor
Kecamatan Dukun, dan Dinas
Pertanian Kecamatan Dukun.
Metode Analisis Data
Total penerimaan dalam
usahatani diperoleh dari jumlah produksi dikali dengan harga jual produk tersebut. Sedangkan untuk total biaya dihitung dari biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk usaha
penanaman cabai merah-sawi dan cabai merah-daun bawang.
Sedangkan untuk menganalisis pendapatan dari tiap system tanam, menggunakan rumus untuk sistem tanam cabai merah - sawi
Iab = TRab – TCab ……...…… (1)
Dimana Iab = Income (pendapatan)
untuk system tanam cabai merah – sawi, TRab = Total Income (Total
Penerimaan) cabai merah – sawi, TCab = Total Cost (Total Biaya)
cabai merah – sawi selama satu musim tanam.
Untuk sistem tanam cabai merah – daun bawang
Iad = TRad – TCad, ………….. (2)
Dimana: Iad = Income
(pendapatan) untuk system tanam cabai merah - daun bawang, TRad =
Total Income (Total Penerimaan) cabai merah - daun bawang, TCad =
Total Cost (Total Biaya) cabai merah – daun bawang selama satu musim tanam
Nilai rata-rata pendapatan dari tiap system tanam inilah (Iab dan Iad)
yang akan dibandingkan bersama dengan nilai efisiensi dan resikonya.
Analisis Efisiensi dan Resiko dihitung dengan menggunakan R/C ratio dan koefisien variansi.
R/C Ratio = Total Penerimaan Total Biaya
Menurut Menurut Klemperer
(1996), “You Solve this problem by calculating a measure of relative risk. The coefficient of variation which is the standart deviation divided by the expected value.
Karena pada penelitian ini
menggunakan konsep pendapatan,
maka koefisien variansi dapat
diketahui dengan rumus sebagai berikut :
X
V
KV
………. (3) V = …………... (4)Dimana KV = Koefisien Variansi, V = Standar Deviasi, X = Nilai Rata – Rata Pendapatan, n = Jumlah Sampel
Statistik uji beda rata-rata yang digunakan adalah Uji t dengan prosedur sebagai berikut:
n s x x t / 1 2 ……….... (5)
Untuk keterangan uji beda
pendapatan yaitu
x
2 = rata-rata pendapatan usahatani Cabai Merah -Daun bawang,
x
1 = rata-ratapendapatan usahatani Cabai Merah – Sawi, n =banyaknya sampel petani
dan s = Standar deviasi.
Untuk keterangan uji beda
investasi yaitu
x
2 = rata-rata efisiensi usahatani Cabai Merah -Daun bawang,
x
1 = rata-rataefisiensi usahatani Cabai Merah – Sawi, n =banyaknya sampel petani,
dan s = Standar deviasi
Untuk analisis penentu Sistem
Tanam Terbaik adalah sebagai
berikut.
Nilai bobot dari pendapatan, efisiensi, dan resiko didapat dengan pendekatan skala ordinal.
Kriteria jawaban :
Responden menjawab preferensi
yang sangat penting = skor 3, responden menjawab preferensi yang
penting = skor 2, responden
menjawab preferensi yang tidak penting = skor 1
Setelah nilai bobot dari ketiga
perhitungan tadi diperoleh,
selanjutnya adalah
mengkombinasikan perhitungan
bilangan indeks dengan pembobotan. Salah satu sistem tanam akan
dianggap sebagai pembanding
dengan nilai 100. Rumus untuk menilai bilangan indeks dari sistem cabai merah-daun bawang adalah sebagai berikut :
Bilangan Indeks Pendapatan PI x100xBobotPendapatan
Iab Iad
.. (6)
PI = Bilangan Indeks Pendapatan,
Iad = Pendapatan Sistem Tanam
Cabai Merah-Daun Bawang, dan Iab
= Pendapatan Sistem Tanam Cabai Merah-Sawi
Bilangan Indeks Efisiensi
PE= x xBobotEfisiensi
Eab Ead
100
…… (7)
PE = Bilangan Indeks Efisiensi,
Ead = Efisiensi Sistem Tanam Cabai
Merah-Daun Bawang dan Eab =
Efisiensi Sistem Tanam Cabai
Merah-Sawi
Bilangan Indeks Risiko PR = x xBobotRisiko
Rab Rad
100
…… (8)
PR = Bilangan Indeks Risiko, Ead =
Nilai Harapan Sistem Tanam Cabai Merah-Daun Bawang (1-KVad) dan
Eab = Nilai Harapan Sistem Tanam
Cabai Merah-Sawi (1-KVab)
P = PI + PE + PR ………...…… (9) P = Bilangan indeks total terdiri
dari proporsi bilangan indeks
pendapatan, efisiensi dan nilai
HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja
Penggunaan sarana produksi
Pupuk Phonska dalam usahatani cabai merah rata-rata lebih banyak
jika dibandingkan dengan
penggunaan Pupuk Za baik untuk usahatani cabai merah dengan sistem cabai merah-sawi maupun sistem cabai merah-daun bawang. Hal ini
dikarenakan pupuk Phonska
merupakan pupuk dasar yang
mengandung N, P dan K yang tentu dibutuhkan tanaman sebagai unsur
hara utama yang dibutuhkan.
Pemberian Pupuk Phonska hanya dilakukan pada awal penanaman saja. Sehingga dalam penggunaannya lebih banyak jika dibandingkan dengan Pupuk Za yang diberikan pada tanaman cabai merah pada dua tahap. Selain itu, dengan penggunaan
Pupuk Za yang lebih sedikit
dibandingkan dengan Pupuk Phonska maka biaya yang dikeluarkan untuk
sarana produksi akan mampu
diminimalisasi. Rata-rata jumlah
pupuk yang digunakan untuk setiap
hektarnya hampir sama, hanya
tergantung dari cara petani dalam
mengusahakan usahatani cabai
merah.
Penggunaan tenaga kerja
manusia pada usahatani cabai merah dihitung dalam satuan HKP (hari kerja pria) dimana menurut Vink
(1984) tenaga kerja dibedakan
menjadi tiga, yaitu tenaga kerja pria dengan koefisien variabel 1, tenaga
kerja wanita dengan koefisien
variabel 0,7, dan tenaga kerja anak-anak dengan koefisien variabel 0,3; dengan lama kerja delapan jam per hari mulai pukul 07.00-12.00 dan
dilanjutkan pukul 13.00-16.00. Rata-rata upah kerja yang dinilai dalam bentuk uang sebesar Rp 30.000,00 per hari. Tenaga kerja usahatani cabai merah terdiri dari tenaga kerja pria dan wanita. Tenaga kerja wanita
hanya melakukan pekerjaan
pemeliharaan tanaman cabai merah seperti penyiangan, pemupukan, dan penyulaman. Hal ini dikarenakan
untuk kegiatan pemeliharaan
membutuhkan ketelitian dan kegiatan pemeliharaan cukup ringan sehingga dapat dilakukan oleh tenaga kerja wanita yang cenderung lebih teliti dalam melakukan perkerjaan. Tenaga
kerja yang dibutuhkan untuk
usahatani cabai merah dengan sistem cabai merah – sawi lebih sedikit dikarenakan umur panen sawi lebih cepat panen serta pemeliharaan
tanaman sawi lebih mudah
dibandingkan dengan tanaman daun bawang. Umur panen daun bawang yang lebih lama berarti masa pemeliharaan lebih lama yang tentu saja memerlukan tenaga kerja lebih banyak.
Biaya usahatani
Rata-rata biaya sistem
tumpangsari cabai merah–sawi
sebesar Rp 64.034.742.85.
Pengeluaran terbesar adalah pada kelompok biaya sarana produksi yang mencapai 59 persen dari total biaya usahatani sedangkan kelompok biaya tenaga kerja sebesar 40 persen dan sisanya adalah biaya lain-lain, yang meliputi biaya penyusutan, pajak tanah. Berbeda dengan biaya sistem tumpangsari cabai merah–
sawi, rata-rata biaya sistem
tumpangsari cabai merah–daun
bawang adalah sebesar Rp
65.964.314,00 dengan persentase pengeluran untuk biaya tenaga kerja
sebesar 46,94 persen dari total rata-rata biaya usahatani merupakan pengeluaran kedua tertinggi namun pengeluran terbesar adalah pada biaya sarana produksi, yaitu sebesar 52,66 persen dan sisanya adalah untuk biaya lainnya.
Para petani cabai merah di Kecamatan Dukun baik untuk sistem cabai merah-sawi maupun sistem cabai merah-daun bawang memilih untuk membeli bibit cabai merah dari
pembibit dibandingkan dengan
membuat pembibitan sendiri. Hal ini dikarenakan jika membeli bibit dari petani lain lebih praktis dan hemat jika dibandingkan dengan membuat pembibitan sendiri. Petani dengan
sistem cabai merah-sawi lebih
banyak mengeluarkan biaya untuk pupuk dikarenakan dalam satu hektar lahan bisa ditanami tanaman sawi lebih banyak daripada tanaman daun bawang, sehingga kebutuhan akan pupuknya jadi lebih besar. Hampir sama seperti pupuk, penggunaan
obat-obatan baik jenis maupun
dosisnya tidak bisa disamakan untuk tiap petani yang menjadi sampel, petani biasanya menggunakan obat
tergantung gejala penyakit apa yang dialami tanaman.
Komponen biaya lain-lain yang
paling berpengaruh terhadap
perbedaan biaya usahatani adalah pada biaya pemasangan lanjaran. Selain biaya lanjaran juga ada biaya
mulsa, pajak, penyusutan, dan
pemanenan. Tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan dari biaya-biaya di atas pada kedua sistem
tanam. Hal ini dikarenakan
kebutuhan mulsa biasanya sama untuk tiap hektarnya, meskipun ditanami sawi ataupun daun bawang. Biaya pajak juga relatif sama karena lokasi tanah yang memang masih satu daerah. Adanya perbedaan biaya pajak biasanya didasarkan pada kedekatan lokasi lahan dengan akses jalan dimana semakin dekat maka pajaknya makin tinggi.
Produksi dan Penerimaan Usahatani
Rata-rata produksi, harga dan penerimaan usahatani cabai merah dengan sistem tumpangsari cabai merah–sawi dan cabai merah–daun bawang adalah:
Tabel 1 Rata-rata Produksi, Harga dan PenerimaanUsahatani Cabai Merah Dengan Sistem Tumpangsari Cabai Merah – Sawi dan Cabai Merah – Daun Bawang Tahun 2012 No Uraian
Cabai - Sawi Cabai – Daun Bawang Per UT (0,35 Ha) Per Ha Per UT (0,33 Ha) Per Ha 1 Produksi (Kg) a. Cabai Merah 1353,47 3867,05 1376,83 4172,22 b. Sawi/Daun Bawang 3347,23 9563,52 3808,50 11.540,92 2 Harga (Rp/Kg) a. Cabai Merah 25.566,67 73.047,62 25.433,33 77.070,71 b. Sawi/Daun Bawang 1.940,00 5.542,86 5633,33 17.071,71 3 Penerimaan a. Cabai Merah 34.802.366,67 99.435.333,33 34.970.450,00 105.971.060,61 b. Sawi/Daun Bawang 6.449.828,33 18.428.080,95 20.339416,67 61.634.595,96 4 Total Penerimaan 41.252.195,00 117.863.414,29 55.309.866,67 167.605.656,57 Sumber : Analisis Data Primer
Perbedaan produksi dari kedua sistem tanam ini dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah jumlah tanaman yang ditanam dan jarak tanam antar tanaman. Berbeda dengan sawi yang memiliki diameter tanaman yang lebih panjang dan perakaran yang kompleks, tanaman daun bawang membutuhkan jarak tanam yang tidak terlaluk banyak, sehingga tanaman yang bisa ditanam per hektarnya masih lebih banyak
dibandingkan tanaman sawi.
Meskipun demikian tanaman sawi bisa dipanen dua kali dalam satu kali musim tanam cabai merah, sehingga tentu saja produksinya bisa lebih banyak dibandingkan tanaman daun bawang yang dalam satu kali musim tanam cabai hanya bisa dipanen satu kali.
Rata-rata penerimaan usahatani
cabai merah dengan sistem
tumpangsari cabai merah–sawi dan
cabai merah–daun bawang
menunjukkan nilai yang tidak
berbeda jauh sebagai pengaruh dari jumlah rata-rata produksi cabai merah, sawi, daun bawang dan rata-rata harga jualnya yang hampir sama. Penerimaan usahatani cabai merah dengan sistem tumpangsari cabai merah–sawi dan sistem tumpangsari cabai merah–daun bawang selain
dipengaruhi oleh produksi atau produktivitas lahan juga dipengaruhi oleh harga cabai yang mendasarkan pada kualitas dan musim panen cabai merah, sawi, maupun daun bawang
jika kondisi pasar diasumsikan
normal.
Menurut petani yang dijadikan sampel harga jual per kg dari tanaman cabai merah tidak pernah sama untuk tiap panennya, padahal dalam satu kali musim tanam tanaman cabai merah bisa dipanen hingga rata-rata maksimal 15 kali panen. Inilah sebab mengapa sampai sekarang petani cabai merah masih dalam posisi price taker. Keadaan di lapang, petani tidak bisa berbuat banyak dalam menentukan harga jual karena tengkulak terkadang mematok harga seenaknya. Petani hanya bisa
pasrah karena memang banyak
saingan sesama petani dan mau tidak mau petani harus menerima harga yang diajukan tengkulak.
Pendapatan, Efisiensi dan Resiko Usahatani
Rata-rata pendapatan, efisiensi dan resiko usahatani cabai merah dengan sistem tumpangsari cabai merah-sawi dan cabai merah-daun bawang seperti pada tabel 2 :
Tabel 2 Rata-rata Pendapatan, Efisensidan Resiko Usahatani Cabai Merah dengan Sistem Tumpangsari Cabai Merah-Sawi dan Cabai Merah-Daun Bawang
Tahun 2012
No Uraian
Cabai - Sawi (Rp) Cabai – Daun Bawang (Rp) Per UT (0,35 Ha) Per Ha Per UT (0,33 Ha) Per Ha 1. Penerimaan (Rp) 41.252.195,00 117.863.414,30 55.309.866,67 167.605.656,60 2. Biaya (Rp) 22.412.160,00 64.034.742,86 21.768.223,89 65.964.314,81 3. Pendapatan (Rp) 18.840.035,00 53.828.671,43 33.541.642,78 101.641.341,80 4. Efisiensi 1,90 2,54 5. Resiko 0,23 0,24
Berusahatani merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh produksi
di lapangan akan dinilai dari
penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Perbedaan tingkat pendapatan ini disebabkan karena adanya perbedaan selisih penerimaan dengan biaya dari kedua sistem. Untuk nilai biaya kedua sistem tanam bisa dibilang keterpautannya tidak terlalu jauh. Namun nilai penerimaan dari sistem tanam cabai merah-daun bawang ternyata hampir dua kali dari penerimaan usahatani dengan sistem tanam cabai merah-sawi. Perbedaan harga per kilogram
dari tanaman tumpangsari dari
tanaman pokok inilah yang
mengakibatkan perbedaan
pendapatan yang signifikan. Dapat diketahui bahwa menurut R/C Ratio sistem tanam cabai merah-daun bawang lebih layak diusahatanikan karena memiliki R/C Ratio sebesar 2,54 yang lebih besar dari R/C Ratio sistem tanam cabai merah-sawi sebesar 1,90. Hal ini disebabkan karena penerimaan dari usahatani cabai merah dengan sistem cabai merah-daun bawang lebih besar daripada usahatani dengan sistem cabai merah-sawi.
Semakin kecil nilai koefisien variansi berarti menunjukkan resiko yang semakin kecil. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diketahui bahwa usahatani dari usahatani cabai merah dengan sistem tanam cabai merah daun bawang memiliki resiko
yang lebih besar dibandingkan
dengan usahatani cabai merah
dengan sistem tanam cabai merah-daun bawang.
Analisis Komparatif Pendapatan, Efisiensi dan Resiko Usahatani
Analisis komparatif digunakan
untuk membandingkan besarnya
pendapatan, efisiensi dan resiko usahatani tebu untuk usahatani cabai merah dengan sistem tumpangsari cabai sawi dan cabai merah-daun bawang.
Pendapatan Usahatani
Uji statistik memberikan nilai t-hitung (9,68) lebih besar dari t-tabel (2,00). Berdasarkan nilai tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa H0
ditolak yang artinya H1 diterima
yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata antara pendapatan usahatani cabai merah dengan sistem tumpangsari cabai merah-sawi dan
cabai merah-daun bawang
Kecamatan Dukun di Kabupaten Magelang.
Efisiensi dan Resiko Usahatani
Uji statistik memberikan nilai t-hitung (4,59) lebih besar dari t-tabel (2,00). Dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis H0 ditolak dan H1
diterima yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata antara efisiensi usahatani cabai merah dengan sistem tumpangsari cabai merah-sawi dan cabai merah-daun bawang di Kecamatan Dukun di Kabupaten Magelang.
Resiko usahatani dari sistem tanam cabai merah-daun bawang
(0,24) lebih besar dari resiko
usahatani cabai merah-sawi (0,23). Pada akhirnya, pemilihan sistem tanam ataupun pemilihan tanaman
yang akan ditumpangsarikan
tergantung dari keberanian petani mengambil resiko dari keputusannya.
Sebagai contoh di lapangan,
sistem tanam cabai merah-sawi
beralasan bahwa kenapa beliau
memilih sawi karena waktu
panennya yang cepat serta hanya dimaksudkan sebagai penutup biata
obat/pestisida. Maksudnya,
penerimaan yang didapat dari
produksi sawi nantinya digunakan sebagai biaya obat dan pestisida. Berbeda dengan beberapa petani yang memilih sistem cabai merah-daun bawang kebanyakan memang
memiliki orientasi untuk
meningkatkan atau mendapatkan
profit sebesar-besarnya, sehingga mereka berani mengambil resiko
memilih daun bawang sebagai
tanaman tumpangsarinya meskipun biaya bibit dan pemeliharaannya lebih besar daripada sawi.
Sistem Tanam Terbaik Antara Sistem Cabai Merah-Sawi dengan Cabai Merah-Daun Bawang Dilihat dari Pendapatan, Efisiensi, dan Resiko Usahatani
Pada subbab ini akan dijelaskan keadaan petani cabai merah di
Kecamatan Dukun mengenai
persepsi mereka terhadap
pendapatan, efisiensi, dan resiko.
Melalui analisis berikut dapat
diketahui sistem mana yang memang lebih baik.
Dari 60 sampel didapatkan skor 145 untuk pendapatan, skor 103 untuk efisiensi, dan skor 111 untuk resiko. Setelah skor didapatkan, tahapan selanjtnya adalah melakukan pembobotan terhadap skor yang
sudah diperoleh. Melalui
pembobotan tersebut bisa terlihat persepsi usahatani dari petani di
Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa petani di
Kecamatan Dukun menganggap
pendapatan sangat penting dari sudut pandang pendapatan dengan bobot sebesar 40,28%, menganggap resiko
penting dengan bobot sebesar
31,11%, dan menganggap efisiensi tidak penting dengan bobot sebesar 28,61%. Data tersebut menunjukkan
bahwa petani cabai merah di
Kecamatan Dukun berorientasi
penuh pada pendapatan yang
sebesar-besarnya. Hal ini sesuai dengan keadaan dari Kecamatan Dukun yang merupakan jalur dagang antara Jawa bagian selatan ke Jawa bagian utara.
Tabel 3 Sistem Tanam terbaik Antara Cabai Merah Sawi dengan Cabai Merah-Daun Bawang
No. Sistem Tanam Pendapatan
(Bobot = 40,28) Efisiensi (Bobot = 28,61) Resiko (Bobot= 31,11) Nilai 1. Cabai Merah-Sawi 53.828.671,43 1,90 0,77* 100**
2. Cabai Merah-Daun Bawang 101.641.341.75 2,54 0,76* 144,9
Sumber:Analisis Data Primer
Dimana (*) = Nilai harapan dari risiko sistem tanam, didapat dengan
mencari selisih antara nilai
maksimum resiko (1) dengan nilai risiko dari hasil analisis sedangkan (**) = Nilai yang diberikan sebagai pembanding.
Tabel di atas menunjukkan sistem tanam cabai merah-daun bawang lebih baik dibandingkan sistem tanam cabai merah-sawi dengan nilai indeks sebesar 144,9
yang lebih besar dari nilai
pembandingnya sebesar 100 untuk sistem tanam cabai merah-sawi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) pendapatan, efisiensi dan resiko usahatani dari sistem tanam
cabai merah-sawi berturut-turut
adalah Rp 53.828.671,43/Ha/ MT; 1,90 dan 0,23. Sedangkan untuk sistem tanam cabai merah-daun bawang berturut-turut adalah Rp 101.641.341.75/Ha/MT; 2,54 dan
0,24. (b) terdapat perbedaan
pendapatan, efisiensi dan risiko usahatani untuk kedua sistem tanam, dibuktikan dengan nilai t hitung pendapatan (9,68) dan efisiensi (4,59) yang lebih besar dari nilai t tabel (2,00) serta nilai koefisien variansi dari kedua sistem tanam yang berbeda. (c) sistem tanam cabai
merah-daun bawang lebih baik
daripada sistem tanam cabai merah-sawi dilihat dari sudut pandang pendapatan, efisiensi, dan risiko, terbukti dengan bilangan indeks sistem tanam cabai merah-daun bawang (P=144,9) lebih besar dari bilangan indeks sistem tanam cabai merah-sawi (P=100)
Saran
Saran berdasarkan penelitian ini yaitu bagi petani cabai merah sebaiknya berani memilih sistem tanam yang lebih baik yaitu sistem tanam cabai merah – daun bawang dan sebaiknya petani melakukan pembibitan sendiri, karena meskipun membutuhkan waktu lebih lama, namun biaya bisa diminimalisir daripada membeli bibit yang sudah jadi. Sedangkan bagi pemerintah yaitu memaksimalkan peran serta
penyuluh pertanian dalam
mendampingi petani sehingga resiko
usahatani bisa diminamilisir melalui penggunaan sarana produksi yang tepat, pemberian subsidi terhadap input produksi, khususnya pupuk dan
memperlancar pendistribusiannya
untuk mencegah kelangkaan, serta
meningkatkan peran Dinas
Perindustrian dan Perdagangan
kaitannya untuk mengontrol harga pasar terutama harga cabai merah yang fluktuatif sehingga petani bisa
mendapatkan penerimaan yang
maksimal dari usahatani cabai
merahnya.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. Kabupaten Magelang Dalam Angka 2012. BPS Kabupaten Magelang. Magelang.
Hernanto, Fadholi. 1991, Ilmu Usaha
Tani. Penebar Swadaya:
Jakarta
Klemperer, W.D. 1996. Forest
Resource Economics and
Finance. MacGraw Hill. New York.
Lind, Douglas A; Marchal, William G; Wathen, Samuel. 2007. Teknik-Teknik Statistika Dalam
Bisnis dan Ekonomi
Menggunakan Kelompok Data Global. PT.Salemba Empat. Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis
Usahatani. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta. Solahuden, S. Dan Yeka, F.H. 2005.
Membangun Indonesia. IPB Press. Bogor.
Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito. Bandung.
Vink, G.J. 1984. Dasar-Dasar
Usahatani di Indonesia.
Yayasan Obor Indonesia.