• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas

Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada

Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah

diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan

penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi

Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat

diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin

dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon

diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan

kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan

versi publikasi akhir.

(2)

1

Analisis Respon Tipe Hujan di Wilayah Papua Terhadap Fenomena

ENSO

AHMAD RAFI

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Kondisi atmosfer wilayah Papua dipengaruhi oleh osilasi iklim di Samudera Pasifik. Variabilitas

interannual di Papua erat kaitannya dengan fenomena El Niño/Southern Oscillation (ENSO). Faktor lokal

yang kuat membentuk tipe hujan di wilayah Papua menyebabkan terjadinya variasi respon terhadap osilasi di Samudera Pasifik. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan respon tipe hujan di wilayah Papua pada tahun 1950 – 2007 dengan menganalisis perubahan yang terjadi pada tipe hujan saat kondisi ENSO. Hasil yang diperoleh adalah adanya perbedaan yang jelas antara respon yang diberikan oleh variasi tipe hujan monsunal dan variasi tipe hujan ekuatorial. Variasi tipe hujan ekuatorial memberikan nilai perubahan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan variasi tipe hujan lainnya terutama pada bulan Mei-Oktober yang rata-ratanya mencapai 52,6 mm, hal ini didukung oleh pola angin utama yang didominasi oleh angin tenggara. Variasi tipe hujan monsunal memberikan nilai perubahan yang paling kecil dengan rata-rata 23,6 mm. Pengaruh ENSO terhadap curah hujan di Papua juga bervariasi terhadap kondisi geografis, dimana wilayah dataran rendah selatan sangat dipengaruhi oleh ENSO.

Kata kunci: ENSO, Tipe hujan, Papua, Variabilitas interannual

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara maritim yang terletak di daerah tropis, di antara dua samudra, yaitu Hindia dan Pasifik, dan dua benua yaitu Asia dan Australia. Musim yang terjadi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu musim penghujan dan kemarau, dengan variabilitas iklim yang kompleks dan kemungkinan dipengaruhi oleh keberadaan dari dua benua dan dua samudra tersebut. Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Niño/Southern Oscillation (ENSO) adalah dua fenomena global yang diperkirakan cukup mempengaruhi variabilitas interannual di Indonesia.

Curah hujan di Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah tipe hujan (Aldrian dan Susanto, 2003) yang menjadi dasar dalam menentukan prakiraan musim di Benua Maritim Indonesia (BMI), Papua yang terletak di Indonesia bagian timur memiliki dua tipe curah hujan berdasarkan klasifikasi tipe hujan dalam konteks BMI. Berdasarkan letaknya secara geografis, Papua berada di sebelah barat samudra Pasifik, sehingga osilasi iklim di Pasifik kemungkinan memiliki hubungan yang erat dengan variabilitas iklim di Papua. Selain itu, faktor lokal juga diperkirakan memiliki pengaruh yang kuat terhadap karakter hujan yang terjadi di Papua, Rouw dkk. (2013) mengklasifikasikan curah hujan di Papua dalam 3 tipe

hujan dominan dengan variasi tiap tipe hujan yang beragam dan menghasilkan 21 klaster tipe hujan.

Hendon (2003) memaparkan hubungan antara ENSO dengan curah hujan di Indonesia dengan menggunakan analisis korelasi spasial, Chang dkk. (2004) menunjukkan bahwa pengaruh ENSO di Indonesia bagian timur memiliki pengaruh yang semakin kuat setelah tahun 1970 dengan nilai korelasi yang negatif. Melihat respon hujan terhadap fenomena ENSO Kubota dkk. (2011) menunjukkan adanya keterkaitan variasi interannual curah hujan di Indonesia dengan ENSO yang ditandai dengan perbedaan Sea Surface Temperature (SST) di Pasifik.

Aldrian dan Susanto (2003) mengatakan bahwa adanya respon yang berbeda antara tipe hujan dengan SST di Indonesia, sehingga respon tipe hujan yang muncul akan berbeda pada kondisi ENSO. Akan tetapi, pengaruh ENSO terhadap variabilitas iklim di Indonesia bagian timur, khususnya Papua, belum dibahas secara mendalam. Studi-studi sebelumnya (Hendon, 2003; Chang dkk., 2004; Kubota, 2011) mengindikasikan adanya kaitan yang erat antara variabiltas curah hujan di Papua dengan ENSO.

Oleh karena itu perlu adanya studi lebih lanjut yang mengkaji dampak fenomena ENSO terhadap variabilitas hujan di Papua guna melengkapi penelitian yang dilakukan di Indonesia agar lebih komprehensif.

(3)

2

2. Data dan Metode

Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan bulanan yang bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Data curah hujan yang digunakan merupakan data dari 17 stasiun pewakil berdasarkan penelitian oleh Rouw (2013), terdapat beberapa periode pengamatan dari tahun 1901 – 2010 dengan distribusi panjang pengamatan 1 – 100 tahun. Data untuk mengidintefikasi tahun-tahun kejadian ENSO digunakan data indeks N34 yang merupakan rata-rata area temperatur permukaan laut di daerah Nino 3.4 (170°BB-120°BB dan 5°LS-5°LU). Data angin ECMWF digunakan untuk mengetahui pola angin dominan di Papu, data ECMWF yang digunakan merupakan data angin bulanan pada tahun 1958-2001 denga level ketinggian 1000-700 mb dan resolusi grid 0.5° x 0.5°. Klasifikasi tipe hujan dalam penelitian ini berdasarkan klasifikasi tipe hujan yang telah dilakukan oleh Rouw (2013) di wilayah Papua, terdapat 21 klaster tipe hujan di Papua yang merupakan variasi dari 3 tipe utama yaitu tipe monsunal, ekuatorial, dan lokal.

Penelitian ini dilakukan pada periode pengamatan antara tahun 1950-2007. Analisis respon tipe hujan pada kondisi ENSO akan dikaji berdasarkan nilai perubahan intensitas curah hujan (mm) pada kondisi ENSO dari tiap tipe hujan di wilayah Papua. Curah hujan akan dirata-ratakan menjadi rata-rata bulanan pada fase El Niño dan La Niña yang kemudian akan dibandingakn dengan rata-rata bulanan normalnya.

Analisis pengaruh ENSO terhadap wilayah Papua akan dilakukan dengan mengkaji parameter iklim angin dan kondisi geografis Papua, besar pengaruh ENSO pada curah hujan akan dihitung dengan membandingkan perubahan intensitas hujan yang terjadi pada fase El Niño dan La Niña terhadap intensitas hujan normalnya dan dinyatakan dalam persen (%). Nilai perubahan intensitas hujan akan dikaji secara spasial berdasarkan pola angin utama dan kondisi geografis di wilayah Papua.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Analisis Respon Tipe Hujan

Berdasarkan hasil rata-rata instensitas hujan pada kondisi ENSO, didapatkan nilai yang bervariasi antara tipe hujan di Papua. Tipe hujan monsunal A yang diwakilkan oleh stasiun Merauke dan variasi dari tipe A memberikan nilai perubahan curah hujan yang kecil pada kondisi ENSO, berbeda dengan sebagian besar dari variasi tipe ekuatorial B yang memberikan perubahan yang signifikan pada kondisi ENSO. Perbedaan juga terjadi antara tipe hujan lokal C dan tipe C-1, pada tipe C-1 perubahan yang terjadi tidak besar berkebalikan dengan yang terjadi pada tipe lokal C yang diwakili oleh stasiun Timika.

Gambar 3.1 menunjukkan nilai perubahan curah hujan pada kondisi ENSO, rata-rata pada variasi tipe

A terdistribusi dibawah nilai 35 mm begitu juga yang terjadi pada tipe hujan C-1, B-7 (Serui), dan B-8. Tipe hujan ekuatorial B dan variasi tipe B sebagian besar nilai perubahan terdistribusi di atas 40 mm menunjukkan adanya perubahan intensitas curah hujan yang besar pada kondisi ENSO.

Gambar 3.1 Rata-rata perubahan curah hujan pada kondisi ENSO

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2, perubahan magnitude yang terjadi pada tipe hujan A dan variasinya membentuk pola perubahan magnitude yang konstan dengan rata-rata normalnya. Adanya perubahan pola magnitude yang terjadi pada tipe hujan A-4 (Gambar 3.3.a), pada pola Desember-Maret perubahan magnitude pada fase El Niño dan La Niña berkebalikan dengan yang terjadi pada pola Mei-Oktober, ini menunjukkan adanya variasi pengaruh ENSO terhadap curah di Papua yang akan di bahas pada Subbab 3.2

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.2 Perubahan magnitude variasi tipe hujan monsunal A, garis tegas menunjukkan curah hujan rata-rata normal, garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan curah hujan rata-rata pada fase El Niño(La Niña). (a) tipe hujan A (b) tipe hujan A-1 (c) tipe hujan A-2 (d) tipe hujan A-3

(4)

3

(a) (b)

Gambar 3.3 Perubahan magnitude variasi tipe hujan monsunal A, garis tegas menunjukkan curah hujan rata-rata normal, garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan curah hujan rata-rata pada fase El Niño(La Niña). (a) tipe hujan A-4 (b) tipe hujan A-6

Sedangkan perubahan magnitude pada variasi tipe hujan ekuatorial B (Gambar 3.4) sebagian besar terjadi dengan signifikan terutama pada tipe hujan B (Gambar 3.4.a) dan B-3 (Gambar 3.4.c). Perubahan magnitude yang besar cenderung terjadi pada pola Mei-Oktober namun pada tipe hujan B-3 dan B-5 (Gambar 3.4.c dan 3.4.d) yang mewakilkan curah hujan wilayah dereten pegunungan magnitude berubah secara signifikan pada pola Desember-Maret dan memiliki pola perubahan magnitude yang berkebalikan dengan variasi tipe hujan ekuatorial B lainnya.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 3.4 Perubahan magnitude variasi tipe hujan ekutorial B, garis tegas menunjukkan curah hujan

rata-rata normal, garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan curah hujan rata-rata pada fase El Niño(La Niña). (a) tipe hujan B (b) tipe hujan B-1 (c) tipe hujan B-3 (d) tipe hujan B-5 (e) tipe hujan B-6 (f) tipe hujan B-10

Pada tipe hujan lokal C terjadi perubahan magnitude yang signifikan (Gambar 3.5) terutama pada fase La Niña, peningkatan curah hujan yang terjadi mencapai nilai rata-rata 101.2 mm dengan perubahan magnitude yang paling besar terjadi pada pola Mei-Oktober. Sedangkan pada tipe C-1, perubahan magnitude yang terjadi tidak sebesar tipe hujan lokal C namun penguatan terjadi pada pola bulanan yang sama dengan tipe C (Mei-Oktober).

(a) (b)

Gambar 3.5 Perubahan magnitude variasi tipe hujan lokal C, garis tegas menunjukkan curah hujan rata-rata normal, garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan curah hujan rata-rata pada fase El Niño(La Niña). (a) tipe hujan C (b) tipe hujan C-1

Berdasarkan hasil perubahan yang terjadi pada tipe hujan di wilayah Papua terhadap fenomena ENSO, didapatkan respon yang berbeda-beda antara tipe hujan secara keseluruhan, namun jika ditinjau berdasarkan variasi tipe hujan di Papua adanya perbedaan yang signifikan antara tipe hujan monsunal A beserta variasinya dengan variasi dari tipe hujan ekuatorial B dan tipe hujan lokal C.

Terdapat pola bulanan yang dominan mengalami perubahan magnitude yang lebih kuat pada curah hujan di wilayah Papua yang terjadi pada pola Mei-Oktober, perubahan magnitude tersebut dikarenakan adanya parameter lain yang mempunyai peran yang konsisten pada pola Mei-Oktober. Penelitian sebelumnya oleh Hendon (2003) memaparkan curah hujan pada pola Mei-Oktober di Indonesia timur dipengaruhi oleh faktor lokal dan sea surface

temperature (SST), sedangkan pada pola

Januari-Maret SST dapat dikatakan tidak memiliki pengaruh pada curah hujan yang terjadi. Interaksi atmosfer-laut menjadi salah satu penyebab anomali bulanan yang terjadi, salah satu parameter meteorologi yang memegang peranan penting di wilayah Papua dalam konteks tersebut adalah angin.

Ditunjukkan pada Gambar 3.6 dan 3.7 pola aliran angin utama konsisten berasal dari tenggara pada pola Mei-Oktober sedangkan pada pola Desember-Maret angin sudah mengalami perubahan arah pada bulan Maret.dan terjadi pertukaran arah angin utama pada

(5)

4

bulan April, sedangkan angin dari arah tenggara bertiup dengan periode yang lebih lama pada bulan Mei-Oktober.

(a)

(b)

Gambar 3.6 Angin rata-rata di wilayah Papua. (a) Rata-rata angin Desember (merah) dan Maret (hitam) (b) Rata-rata angin April

(a)

(b)

Gambar 3.7 Angin rata-rata di wilayah Papua. (a) Rata-rata angin Mei (merah) dan Oktober (hitam) (b) Rata-rata angin November

3.2 Analisis Pengaruh ENSO Berdasarkan Pola Angin dan Kondisi Geografis

Penelitian yang berkembang di Indonesia mencapai pada suatu kesimpulan bahwa variabilitas interannual wilayah Indonesia timur kuat dipengaruhi oleh perubahan di Pasifik dalam artian lain fenomena ENSO (Hendon, 2003; Chang dkk., 2004; Kubota, 2011). Jelas pada Subbab 3.1 diketahui bahwa perubahan curah hujan yang terjadi pada kondisi ENSO lebih besar terjadi pada variasi tipe hujan B sedangkan variasi tipe hujan A memberikan nilai perubahan yang kecil (Gambar 3.1)

Namun pengaruh dari ENSO memiliki variasi yang berbeda ditinjau dari perubahan curah hujan yang terjadi terhadap intensitas hujan rata-rata normalnya. Variasi pengaruh ENSO di wilayah Papua menggambarkan adanya perbedaan terhadap kondisi geografis di Papua.

Gambar 3.8 Grafik pengaruh ENSO terhadap curah hujan di Papua

(6)

5

Dapat diketahui pada Gambar 4.9, pengaruh ENSO pada area geografis selatan lebih kuat daripada yang terjadi di area geografis utara. Adanya variasi pengaruh ENSO terhadap curah hujan disebabkan oleh topografi pegunungan di Papua yang bersifat sebagai sekat alami memisahkan dataran rendah menjadi dua area geografis yang memiliki karakter yang berbeda namun saling berkaitan.

Gambar 3.9 menunjukkan perubahan curah hujan secara spasial pada kondisi ENSO, dapat terlihat dengan jelas pada area geografis selatan yang terletak di selatan deretan pegununan tengah memberikan nilai perubahan yang besar mencapai 25% pada fase El Niño dan 30% pada fase La Niña. Pengaruh ENSO di Papua lebih didominasi pada fase La Niña, sebagian besar wilayah Papua mengalami perubahan curah hujan lebih dari 15% (batas normal = 15%).

(a)

(b)

Gambar 3.9 Perubahan curah hujan rata-rata spasial (a) fase El Niño (b) fase La Niña

Seperti yang dikatakan pada Subbab 4.1 bahwa perubahan magnitude yang terjadi lebih dominan pada pola Mei-Oktober, area geografis selatan lebih kuat dipengaruhi oleh ENSO karena aliran angin utama pada pola Mei-Oktober lebih mendominasi area geografis selatan (Gambar 3.7). Berdasarkan aliran angin utama yang mengalir melewati Papua, dapat dilihat variasi dari pengaruh ENSO terhadap curah

hujan di Papua. Pada area geografis selatan penguatan pengaruh ENSO terjadi dari tipe hujan monsunal A sampai tipe ekuatorial B, kemudian terus melemah pada tipe hujan lokal C sampai tipe A-6 dan kembali menguat pada wilayah kepulauan dengan tipe hujan B-10 dan C-1. Sedangkan yang terjadi pada area geografis selatan pengaruh ENSO terus meningkat dari tipe hujan A-2 sampai B-7(Biak) yang kemudian melemah dengan drastis pada tipe hujan B-7(Serui) dan kembali terjadi peningkatan kuat pada wilayah B-6, pengaruh tersebut kembali melemah secara konstan sampai pada tipe A-4. Pengaruh ENSO di deretan pegunungan menunjukkan perbedaan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang terjadi di dataran rendah.

Variasi pengaruh ENSO yang ditinjau dari nilai korelasi curah hujan terhadap indeks N3.4 menunjukkan bahwa efek perubahan di Pasifik (ENSO) terhadap curah hujan di Papua memiliki variasi waktu. Dapat diketahui dari Gambar 3.10 besar lag-time pada curah hujan yang berkorelasi dengan perubahan di Pasifik (ENSO) membentuk suatu pengelompokan berdasarkan area geografisnya, sehingga jelas bahwa kondisi geografis Papua menciptakan variasi terhadap pengaruh ENSO dimana pengaruh tersebut akan mengalami penguatan atau melemahkan dampaknya pada curah hujan.

(a)

(b)

Gambar 3.10 Peta korelasi dan lag-time curah hujan wilayah Papua terhadap indeks N.34. (a) (korelasi < 0.35); (korelasi >= 0.35). Warna merah(biru) bernilai

(7)

6

positif(negatif) (b) ● (lag 0 – 4 bulan); ● (lag 5 – 9)

(lag > 10 bulan)

Secara keseluruhan wilayah Papua dipengaruhi kuat oleh fenomena ENSO, namun dapat diketahui adanya respon yang berbeda antara tipe hujan di Papua. Beberapa variasi dari tipe hujan A memberikan perubahan magnitude yang lebih besar diantara variasi tipe hujan A lainnya, ini disebabkan oleh perbedaan intensitas curah hujan rata-rata tahunan yang terjadi dimana secara keseluruhan perubahan yang diberikan oleh variasi tipe hujan A lebih kecil dibandingkan variasi dari tipe hujan B dan C pada kondisi ENSO.

4 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan dan analisis yang dilakukan, didapatkan bahwa curah hujan di Papua dipengaruhi kuat oleh fenomena ENSO. Analisis yang dilakukan menggunakan data indeks N3.4 menghasilkan respon yang berbeda antara tipe hujan terhadap fenomena ENSO yaitu :

a. Variasi Tipe Hujan Monsunal A (tipe A, A-1, A-2, A-3, A-4, A-6)

Perubahan yang diberikan oleh variasi tipe A merupakan yang paling kecil diantara tipe hujan lainnya, rata-rata perubahan curah hujan yang terjadi pada kondisi ENSO mencapai 23.6 mm.

b. Variasi Tipe Hujan Ekuatorial B (tipe B, B-1, B-3, B-5, B-6, B-7, B-8, B-10)

Variasi tipe ekuatorial B di Papua memberikan perubahan curah hujan yang besar diantara variasi tipe lainnya pada kondisi ENSO. Rata-rata perubahan intensitas hujan pada kondisi ENSO mencapai 52.6 mm. Perubahan magnitude yang besar umumnya terjadi pada pola Mei-Oktober untuk variasi tipe B pada dataran rendah, sedangkan variasi tipe B yang berada pada deretan pegunungan memberikan perubahan magnitude yang besar hampir pada semua pola bulanan terutama pada Januari-Juni. c. Variasi Tipe Hujan Lokal C (tipe C dan C-1)

Curah hujan dengan tipe lokal C di wilayah Papua mempunyai perubahan magnitude yang besar terutama pada fase La Niña. Sedangkan pada tipe C-1 perubahan yang terjadi pada kondisi ENSO tidak memberikan nilai yang signifikan. Sehingga respon yang diberikan belum tegas dalam menyatakan variasi dari tipe hujan lokal C.

Perubahan yang diberikan oleh variasi tipe hujan di Papua terhadap ENSO lebih kuat didominasi pada pola Mei-Oktober disebabkan oleh angin tenggara yang lebih dominan bertiup pada Mei-Oktober.

Pengaruh ENSO terhadap curah hujan di Papua memiliki variasi terhadap kondisi geografis di Papua. Tipe hujan B-6 (dataran rendah utara); B-3 (deretan pegunungan); A, B, B-1, dan C (dataran rendah selatan) dipengaruhi kuat oleh ENSO, perubahan yang terjadi berada diatas batas normal (15%) pada kondisi ENSO (fase El Niño dan La Niña) sehingga dapat disimpulkan bahwa area geografis di dataran rendah selatan lebih kuat dipengaruh oleh ENSO.

REFERENSI

Aldrian, E., dan Susanto, R. D. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Region Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature.

International Journal of Climatology .

Chang, C.-P., Wang, Z., Ju, J., dan Li, T. (2004). On the Relationship between Western Maritime Continent Monsoon Rainfall and ENSO during Northern Winter.

Journal of Climate .

Hamada, J.-I., Manabu, D. Y., Jun, M., Shoichiro, F., Paulus, A. W., dan Tien, S. (2002). Spatial and Temporal Variations of the Rainy Season over Indonesia and their Link to ENSO. Journal of the

Meteorological Society of Japan .

Hendon, H. H. (2003). Indonesian Rainfall Variability: Impact of ENSO and Local Air-Sea Interaction.

Journal of Climate .

Kubota, H., Shirooka, R., dan Hamada, J.-I. (2011). Interannual Rainfal Variability over the Eastern Maritime Continent. Journal of the Meteorological

Society of Japan .

Lestari, R. K. (2010). Mechanisms of Seasonal March of

Precipitation over Maritime Continent. VDM Verlag

Dr. Muller Aktiengesellschaft & Co. KG.

Philander, S. (1990). El Niño, La Niña, and the Southern Oscillation. Cambridge journals .

Rouw, A., Hadi, T. W., Hadi, S., dan Tjasyono, B. H. (2013, April 17). Pola hujan di Papua (West New Guinea), Indonesia berdasarkan analisis data curah hujan observasi stasiun hujan.

Gambar

Gambar 3.1 menunjukkan nilai perubahan curah  hujan  pada  kondisi  ENSO,  rata-rata  pada  variasi  tipe
Gambar 3.5 Perubahan magnitude variasi tipe hujan lokal C,  garis  tegas  menunjukkan  curah  hujan  rata-rata  normal,  garis  putus-putus(titik-titik)  menunjukkan  curah  hujan  rata-rata  pada  fase  El  Niño(La  Niña)
Gambar 3.7 Angin rata-rata di  wilayah Papua. (a) Rata-rata  angin  Mei  (merah)  dan  Oktober  (hitam)  (b)  Rata-rata  angin November
Gambar 3.9 Perubahan curah hujan rata-rata spasial (a) fase  El Niño (b) fase La Niña

Referensi

Dokumen terkait

Apabila bank memperoleh dana sebagian besar berupa deposito berjangka dan dana-dana mahal lainnya, tentu akan menimbulkan pula biaya yang tinggi. Apabila biaya ini

Analisis data digunakan dalam penelitian ini yaitu, metode analisis SWOT (Strenghts,.. 22 Opportunities, Weaknesses, Threats), digunakan untuk menentukan strategi

Tanjung Pandan Tanjung Pandan BKP Kelas II Pangkal Pinang 26.. Panjang Bandar Lampung BKP Kelas I Bandar

Dalam melaksanakan penilaian sehari-hari guru menilai kemampuan peserta didik sesuai dengan kegiatan yang diprogramkan dalam rencana kegiatan harian (RKH).. Menurut

Metode penelitian menggunakan desain research and development dengan 5 tahapan, tahap 1 yaitu mengidentifikasi kompetensi preseptor berdasarkan buku dan jurnal, tahap 2 uji

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan togas pembantuan dengan

2). Memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat bayi baru lahir. Meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab kepada ibu untuk merawat bayinya... Memberikan

Dengan demikian hasil penelitian ini dapat direkomendasikan kepada ( 1 ) BPG-SLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk menggunakan model pelatihan dengan konsep