• Tidak ada hasil yang ditemukan

UFATEK. Volume 9 Nomor 1 Agustus 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UFATEK. Volume 9 Nomor 1 Agustus 2015"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 1979-8172

UFATEK

JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI

Volume 9 Nomor 1 Agustus 2015

HUBUNGAN ANTARA SEBERAN MATERIAL LETUSAN GUNUNG KELUD TAHUN 2014 TERHADAP JARAK SEBARAN DARI PUSAT LETUSAN GUNUNG KELUD

Agus Mahmudi

PERINGKASAN MULTI DOKUMEN BERDASARKAN SIGNIFIKANSI POSISI KALIMAT MENGGUNAKAN MODEL REGRESI

M. Mahaputra Hidayat

APLIKASI PEMBELAJARAN VISUAL RANGKAIAN ENCODER BERBASIS PEMROGRAMAN DELPH

Herti Miawarni

PENGARUH ETIKA BIROKRASI TERHADAP BIAYA PEMBANGUNAN PROYEK

Joko Setiono1, Dandung Novianto2

REKONSTRUKSI OBJEK 3D BERBASIS METODE PROYEKSI SINGLE STRIPLINE R Dimas Adityo

MAPS OF MUSIC DENGAN MENGGUNAKAN THE SOM-ENHANCED JUKEBOX SYSTEM (SOMeJB) Irwan Kurnia Andrianto

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA

2015

UFATEK VOL. 9 NO.1 Hlm 1-45 Surabaya

Agustus 2015 1979-8172 ISSN

(2)

ISSN 1979-8172

U

UFFAATTEEKK

SAINS DAN TEKNOLOGI

Volume 9 Nomor 1 Agustus 2015

Pelindung : Rektor Universitas Bhayangkara Surabaya

Penanggung jawab : Dekan Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara Surabaya

Ketua Penyunting : Bambang Purwahyudi, ST., MT.

Penyunting Ahli : Prof. Ir. Pinardi Koestalam, M.Sc. (Ubhara Surabaya )

Ir. Era Purwanto, M.Eng. (PENS – ITS )

Penyunting Pelaksana : Agus Mahmudi, ST, MT

Hasti Afianti, ST., MT

Ir. Saidah, MT. Anik Budiati, ST., MT Adiananda, ST

Ir. Wiwied Herulambang

Tata Usaha : Widodo Pujiarto

Nanik

Alamat Redaksi : Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara Surabaya

Jl. Achmad Yani 114 Surabaya 60231

Telp. (031) 8285602, Ext. 118,119, Fax. (031) 8291107

E-mail: [email protected]

Jurnal UFATEK terbit 2(dua) kali dalam setahun yaitu pada bulan Juni dan Desember. Diterbitkan sejak Desember 2008 oleh Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara Surabaya. Redaksi Jurnal UFATEK menerima artikel ilmiah konseptual atau laporan penelitian dalam bidang Sains dan Teknologi. Pedoman penulisan tercantum pada bagian akhir Jurnal ini. Tanggung jawab isi tulisan ada pada penulis sepenuhnya. Jurnal UFATEK menerima berlangganan, biaya berlangganan sebesar Rp.40.000,00 per tahun (biaya tersebut sudah termasuk ongkos kirim dalam negeri). Untuk membantu kontinuitas penerbitan, setiap tulisan yang dimuat dikenakan biaya sebesar Rp. 250.000,00 (termasuk biaya berlangganan 2 nomor selama setahun). Biaya dapat dikirim dengan wesel pos ke alamat sekretariat atau transfer ke rekening Bank BCA Cabang Bhayangkara Surabaya atas nama Anik Budiati nomor 610008942. Bukti transfer harap dikirim atau di fax ke alamat redaksi.

(3)

ISSN 1979-8172

U

UFFAATTEEKK

SAINS DAN TEKNOLOGI

Volume 9 Nomor 1 Agustus 2015 DAFTAR ISI

HUBUNGAN ANTARA SEBERAN MATERIAL LETUSAN GUNUNG KELUD TAHUN 2014 TERHADAP JARAK SEBARAN DARI PUSAT LETUSAN GUNUNG KELUD

Agus Mahmudi 1 – 9

PERINGKASAN MULTI DOKUMEN BERDASARKAN SIGNIFIKANSI POSISI KALIMAT MENGGUNAKAN MODEL REGRESI

M. Mahaputra Hidayat 10 - 15

APLIKASI PEMBELAJARAN VISUAL RANGKAIAN ENCODER BERBASIS PEMROGRAMAN DELPHI

Herti Miawarni 16 - 23

PENGARUH ETIKA BIROKRASI TERHADAP BIAYA PEMBANGUNAN PROYEK

Joko Setiono1, Dandung Novianto2 24 - 30

REKONSTRUKSI OBJEK 3D BERBASIS METODE PROYEKSI SINGLE STRIPLINE

R Dimas Adityo 31 - 38

MAPS OF MUSIC DENGAN MENGGUNAKAN THE SOM-ENHANCED JUKEBOX SYSTEM (SOMeJB)

(4)

16

APLIKASI PEMBELAJARAN VISUAL RANGKAIAN ENCODER BERBASIS PEMROGRAMAN DELPHI

Herti Miawarni

Tehnik Informatika Universitas Bhayangkara Surabaya Email : [email protected]

Abstrak

Pembelajaran visual merupakan salah satu metode belajar yang menarik bagi mahasiswa saat ini. Dalam penelitian berikut, pembahasan difokuskan pada materi yang berkaitan dengan mata kuliah Perancangan Sistem Digital. Mata kuliah Perancangan Sistem Digital merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam kurikulum pembelajaran Elektronika, yang membutuhkan pemahaman dan analisa berpikir yang cukup rumit. Mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan logika tinggi. Hal ini membuat minat mahasiswa menjadi berkurang. Pada penelitian ini dibuat desain aplikasi software untuk memvisualisasikan materi pengajaran agar dapat lebih menarik minat dan semangat mahasiswa dalam belajar, dan juga membantu memudahkan memahami suatu rangkaian sistem. Adapun materi yang divisualisasikan dalam penelitian ini adalah Rangkaian Kombinasional Encoder, yang merupakan basic dari semua topik pada kurikulum mata kuliah Perancangan Sistem Digital. Beberapa point pembahasan yang akan divisualisasikan antara lain, Binary Encoder dan Priority Encoder. Pembelajaran visual disusun dengan menggunakan pemrograman Delphi. Dari hasil pengujian software aplikasi dan perbandingan dengan kesesuaian teori yang berkaitan, maka dapat disimpulkan bahwa software aplikasi sudah layak untuk digunakan sebagai materi belajar mengajar.

Kata kunci : Binary Encoder, Priority Encoder, Pembelajaran Visual, Pemrograman Delphi.

1. PENDAHULUAN

Perkembangan internet dan teknologi

informasi sangat banyak mempengaruhi

metode pembelajaran bagi mahasiswa.

Umumnya mahasiswa lebih memilih web, blog ataupun video youtube sebagai media untuk mengakses materi kuliah. Disisi lain, sumber-sumber tersebut tidak dapat dituntut kebenaran dan validitas ilmiahnya. Maka sudah menjadi tanggung jawab para tenaga pendidik untuk menemukan solusi metode pembelajaran yang tepat untuk memudahkan pemahaman para mahasiswa.

Proses pembelajaran berbasis tampilan visual, merupakan salah satu solusi bagi permasalahan tersebut. Diharapkan dengan adanya metode pembelajaran ini, dapat meningkatkan interaksi antara dosen selaku tenaga pendidik dan mahasiswa.

Mata kuliah Perancangan Sistem Digital merupakan mata kuliah yang termasuk dalam kategori cukup rumit, karena menuntut logika berpikir dan analisa yang detil. Namun jika proses pembelajaran pada mata kuliah ini dapat dilakukan dengan metode visualisasi, maka akan sangat membantu bagi dosen maupun mahasiswa dalam proses belajar

mengajar di kelas. Dengan demikian, tujuan

dari penelitian ini adalah membangun aplikasi berbasis visual untuk membantu proses belajar

mengajar khususnya pada mata kuliah

Perancangan Sistem Digital.

Mata kuliah Perancangan Sistem

Digital, terdiri dari beberapa pokok bahasan antara lain, Rangkaian Kombinasional dan Rangkaian Sekuensial. Namun pada penelitian ini dibatasi hanya pada pokok bahasan Rangkaian Kombinasional saja. Adapun yang termasuk dalam pokok bahasan Rangkaian Kombinasional meliputi, Encoder, Decoder, Multiplexer dan Demultiplexer. Sedangkan yang dibahas pada penelitian ini adalah difokuskan pada Encoder, jenis aktif high. Dari segi jenis platform, software aplikasi didesain agar beroperasi pada platform Windows.

2. DASAR TEORI ENCODER

Encoder merupakan salah satu jenis rangkaian kombinasional yang berfungsi untuk mengkonversi (2n) bit input menjadi n bit output. Sifat umum adalah Jumlah input > Jumlah Output.

 Misal Binary ENCODER 4 to 2, Output sebanyak 2 (n=2). Dan input sebanyak (2n) = (22) = 4.

(5)

17

 Misal Binary ENCODER 8 to 3, Output sebanyak 3 (n=3). Dan input sebanyak (2n) = (23) = 8. Encoder ini juga bisa disebut Octal To Binary Encoder.

Adapun diagram blok dari rangkaian Encoder adalah seperti yang terlihat pada Gambar .

Gambar 1. Diagram Blok Rangkaian Binary Encoder.

Terdapat 2 macam Encoder yaitu,

Binary Encoder dan Priority Encoder. Pada rangkaian Binary Encoder, agar Encoder bekerja dengan baik, maka hanya ada satu input yang aktif (Logika “1”), dan tidak mengenal kondisi [ 0 0 0 0 0 0 0 0 ], seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Truth Table Binary Encoder.

Adapun rangkaian gerbang Binary Encoder adalah seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Rangkaian Gerbang Binary

Encoder 8 To 3.

Binary Encoder sederhana memiliki kelemahan yaitu, agar bisa berjalan dengan baik, maka hanya salah satu input saja yang berlogika “1”. Sedangkan bila ada 2 atau lebih input yang memiliki logika “1”, maka data output menjadi tidak valid. Oleh karena itu dibutuhkan Priority Encoder. Sesuai dengan namanya, Priority Encoder adalah rangkaian Encoder yang mempunyai fungsi prioritas. Adapun Truth table dari Priority Encoder adalah seperti yang terlihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Truth Table Binary Encoder.

Cara kerja dari rangkaian Priority Encoder adalah jika ada dua atau lebih input berlogika “1” pada saat yang sama, maka input yang mempunyai prioritas tertinggi (paling mendekati MSB) yang akan diakui.

3. DESAIN SISTEM

Aplikasi yang dibangun pada penelitian

ini bermaksud untuk menghasilkan

pembelajaran visual. Dalam hal ini, desain tampilan user interface menjadi titik berat utama. Desain tampilan, algoritma dan script program ditulis ke dalam bahasa pemrograman Delphi 7.

A. Fitur Aplikasi

Dari kurikulum yang telah disusun pada mata kuliah Perancangan Sistem Digital, terdapat 2 bahan materi kuliah tentang Rangkaian Kombinasional Encoder. Antara lain yang sudah dibahas sebelumnya yaitu Binary Encoder dan Priority Encoder. Sedangkan untuk memberi pemahaman pada mahasiswa tentang pentingnya penggunaan

(6)

18 Priority Encoder, maka pada Binary Encoder

dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu, Binary Encoder dan Binary Encoder Ideal. Adapun pembagiannya seperti pada diagram blok gambar 3.

Gambar 3. Diagram Blok Fitur.

B. Desain Tampilan Aplikasi

Desain tampilan merupakan hal utama dalam desain aplikasi pembelajaran Rangkaian

Kombinasional Encoder. Adapun desain

tampilan ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Desain Tampilan Utama.

Beberapa komponen pada tampilan yang digunakan sebagai tombol adalah :

Tabel 3. Index Komponen Dan Fungsi Pengoprasian Aplikasi.

Kompo nen Caption Fungsi Pengoperasian Label 1 Binary Encoder Memilih Mode

Binary Encoder Label 2 Binary Encoder

Ideal

Memilih Mode Binary Encoder Ideal Label 3 Priority Encoder Memilih Mode Primary Encoder Label 4 Logika 0 / Logika 1

Setting Logika 0 atau 1 pada input D0 Label 5 Logika 0 /

Logika 1

Setting Logika 0 atau 1 pada input D1 Label 6 Logika 0 /

Logika 1

Setting Logika 0 atau 1 pada input D2 Label 7 Logika 0 /

Logika 1

Setting Logika 0 atau 1 pada input D3 Label 8 Logika 0 /

Logika 1

Setting Logika 0 atau 1 pada input D4 Label 9 Logika 0 / Setting Logika 0 atau 1

Logika 1 pada input D5 Label 10 Logika 0 /

Logika 1

Setting Logika 0 atau 1 pada input D6

C. Desain Algoritma

Berikut adalah desain algoritma dari software aplikasi visual. Seperti yang terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Desain Aplikasi Visual.

4. PENGUJIAN DAN ANALISA

Setelah dilakukan desain algoritma, tampilan dan sebagainya, maka tahap terakhir adalah melakukan pengujian dan kesesuaian dengan dasar teori. Pengujian dilakukan dalam 3 hal yaitu, pengujian pada fitur Binary Encoder, Pengujian pada fitur Binary Encoder Ideal, Pengujian pada fitur Priority Encoder.

A. Pengujian Pada Fitur Binary Encoder

Fitur Binary Encoder pada aplikasi disetting agar ada kemungkinan untuk error. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan

(7)

19

dengan rangkaian dasar gerbang 8 To 3 Encoder yang terdiri dari 3 buah gerbang OR 4 Input seperti pada gambar 2.

Pengujian pertama, dimisalkan pada sebuah kondisi berturut-turut D0 sd D7 = [ 1 0 0 0 0 0 0 0 ]. F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner :

F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0

Sehingga hasil yang seharusnya F0 = 0, F1 = 0 & F2 = 0. Bila dibandingkan dengan aplikasi, maka hasilnya adalah sesuai. Seperti yang terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Desain Fitur Binary Encoder Pengujian Pertama.

Pengujian kedua, dimisalkan pada

sebuah kondisi berturut-turut D0 sd D7 = [0 1 0 0 0 0 0 0 ]. F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner :

F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 1 + 0 + 0 +0 = 1 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 Sehingga hasil yang seharusnya F0 = 1, F1 = 0 & F2 = 0. Bila dibandingkan dengan aplikasi, maka hasilnya adalah sesuai. Seperti yang terlihat pada gambar 7.

Gambar 7. Desain Fitur Binary Encoder Pengujian Kedua.

Pengujian ketiga, dimisalkan pada

sebuah kondisi berturut-turut D0 sd D7 = [0 0 0 0 0 01 0 ]. F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner :

F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 1 +0 = 1 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 1 +0 = 1 Sehingga hasil yang seharusnya F0 = 0, F1 = 1 & F2 = 1. Bila dibandingkan dengan aplikasi, maka hasilnya adalah sesuai. Seperti yang terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Desain Fitur Binary Encoder Pengujian Ketiga.

Pengujian keempat, dimisalkan pada

sebuah kondisi berturut-turut D0 sd D7 = [0 0 0 1 1 1 0 0 ]. F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner :

F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 1 + 0 +0 = 1 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 1 + 0 +0 = 1 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 1 + 1 + 0 +0 = 1 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 1, F1 = 1 & F2 = 1. Hal ini merupakan hasil yang tidak valid. Lebih dari satu Input Encoder yang berlogika 1. Dalam penelitian ini, aplikasi didesain untuk memberi pesan error. Bila dibandingkan dengan aplikasi, maka hasilnya adalah sesuai. Seperti yang terlihat pada gambar 9.

(8)

20 Gambar 9. Desain Fitur Binary Encoder

Pengujian Keempat.

B. Pengujian Pada Fitur Binary Encoder Ideal

Fitur Binary Encoder Ideal pada aplikasi disetting agar tidak terjadi error. Ketika salah satu input D0 sampai dengan D7 diberi logika 1, maka Input D yang lain tidak dapat disetting. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman pada mahasiswa tentang Binary Encoder dalam kondisi ideal sesuai dengan aturan dasar Encoder.

Pengujian pertama dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D0. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut-turut secara otomatis adalah [1 0 0 0 0 0 0 0]. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka:

F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0

F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 0, F1 = 0 &

F2 = 0.

Gambar 10. Desain Fitur Binary Encoder Ideal Pengujian Pertama.

Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti pada gambar 10, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

Pengujian kedua dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D1. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut turut secara otomatis adalah [0 1 0 0 0 0 0 0]. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka:

F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 1 + 0 + 0 +0 = 1 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 1, F1 = 0 & F2 = 0.

Gambar 11. Desain Fitur Binary Encoder Ideal Pengujian Kedua. Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti pada gambar 11, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

Pengujian ketiga dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D2. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut turut secara otomatis adalah [0 0 1 0 0 0 0 0] seperti yang terlihat pada gambar. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka : F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 1 + 0 + 0 +0 = 1 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 0, F1 = 1 & F2 = 0.

Gambar 12. Desain Fitur Binary Encoder Ideal Pengujian Ketiga.

Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti pada gambar 12, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

Pengujian keempat dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D3. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut turut secara otomatis adalah [0 0 0 1 0 0 0 0] seperti yang

(9)

21

terlihat pada gambar. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka : F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 1 + 0 +0 = 1 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 1 + 0 +0 = 1 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 1, F1 = 1 & F2 = 0.

Gambar 13. Desain Fitur Binary Encoder

Ideal Pengujian Keempat. Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti pada gambar 13, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

Pengujian kelima dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D4. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut turut secara otomatis adalah [0 0 0 0 1 0 0 0] seperti yang terlihat pada gambar. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka : F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 1 + 0 + 0 +0 = 1 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 0, F1 = 0 & F2 = 1.

Gambar 14. Desain Fitur Binary Encoder Ideal Pengujian Kelima. Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti

pada gambar 14, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

Pengujian keenam dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D5. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut turut secara otomatis adalah [0 0 0 0 0 1 0 0] seperti yang terlihat pada gambar. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka : F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 1 +0 = 1 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 +0 = 0 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 1 + 0 +0 = 1 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 1, F1 = 0 & F2 = 1.

Gambar 15. Desain Fitur Binary Encoder Ideal Pengujian Keenam. Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti pada gambar 15, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

Pengujian ketujuh dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D6. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut turut secara otomatis adalah [0 0 0 0 0 0 1 0] seperti yang terlihat pada gambar. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka : F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 0 + 0 = 0 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 1 + 0 = 1 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 1 + 0 = 1 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 0, F1 = 1 & F2 = 1.

(10)

22 Gambar 16. Desain Fitur Binary Encoder

Ideal Pengujian Ketujuh. Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti pada gambar 16, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

Pengujian kedelapan dilakukan dengan memberi logika 1 pada input D7. Dan hasilnya D0 sampai dengan D7 berturut turut secara otomatis adalah [0 0 0 0 0 0 0 1] seperti yang terlihat pada gambar. Bila F0, F1 dan F2 dihitung dengan persamaan biner, maka : F0 = D1 + D3 + D5 +D7 = 0 + 0 + 0 + 1 = 1 F1 = D2 + D3 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 + 1 = 1 F2 = D4 + D5 + D6 +D7 = 0 + 0 + 0 + 1 = 1 Sehingga hasilnya menjadi F0 = 1, F1 = 1 & F2 = 1.

Gambar 17. Desain Fitur Binary Encoder Ideal Pengujian Kedelapan. Setelah hasil analisa perhitungan biner dibandingkan dengan uji coba aplikasi seperti pada gambar 17, maka dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

C. Pengujian Pada Fitur Priority Encoder

Pengujian pada fitur Priority Encoder dilakukan dengan cara member logika 1 pada banyak input Encoder. Hal ini dimaksudkan

untuk menguji kesesuaian hasil yang

ditampilkan aplikasi dengan teori pada Priority Encoder.

Uji coba yang pertama dilakukan dengan setting logika pada D0 sampai dengan D7 berturut turut [ 0 1 0 1 0 1 0 1 ] secara

teori, hasil output Encoder akan

memprioritaskan logika 1 pada MSB yaitu logika 1 pada D7. Sehingga logika pada D menjadi sama dengan [0 0 0 0 0 0 0 1] dan output Encoder menghasilkan logika F0 = 1, F1 = 1, F2= 1. Kemudian hasil ini

dibandingkan dengan tampilan aplikasi seperti pada gambar 18.

Gambar 18. Desain Fitur Priority Encoder Pengujian Pertama.

Uji coba yang kedua dilakukan dengan setting logika pada D0 sampai dengan D7 berturut turut [ 0 0 1 1 1 1 0 0 ] secara teori, hasil output Encoder akan memprioritaskan lohika 1 pada MSB yaitu logika 1 pada D5. Sehingga logika pada D menjadi sama dengan [0 0 0 0 0 1 0 0] dan output Encoder menghasilkan logika F0 = 1, F1 = 0, F2 = 1. Kemudian hasil ini dibandingkan dengan tampilan aplikasi seperti pada gambar 19.

Gambar 19. Desain Fitur Priority Encoder Pengujian Kedua.

Dari perbandingan antara teori dan hasil

tampilan pada aplikasi, maka dapat

disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai.

5. KESIMPULAN

Dari proses pengujian yang telah dilakukan pada fitur Binary Encoder, Binary Encoder Ideal, dan Priority Encoder, serta dari

pertimbangan kesesuaian dengan teori

Encoder, maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi visual sudah layak untuk digunakan

(11)

23

sebagai bahan belajar mengajar. Diharapkan agar aplikasi dapat menarik minat mahasiswa untuk belajar lebih giat dan mempermudah pemahaman.

6. DAFTAR PUSTAKA

Kadir, Abdul. 2001. Dasar Pemrograman Delphi. Yogyakarta: Penerbit Andi

Kadir, Abdul. 2007. Mudah Menjadi

Programer Delphi. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Kosasih, Asep. 2006. Algoritma &

Pemrograman Dengan Bahasa Delphi 5.0. Bandung: YramaWidya.

Muchlas. 2005. Rangkaian Digital.

Yogyakarta: Gaya Media

Muchlas. 2013. Dasar Dasar Rangkaian Digital. Yogyakarta: UAD Press. Robi’in, Bambang. 2004. Pemrograman Grafis

Multimedia Menggunakan Delphi.

Gambar

Gambar 1.   Diagram  Blok  Rangkaian  Binary  Encoder.
Tabel  3.  Index  Komponen  Dan  Fungsi  Pengoprasian Aplikasi.
Gambar 6.  Desain  Fitur  Binary  Encoder  Pengujian Pertama.
Gambar 10. Desain Fitur Binary Encoder Ideal                    Pengujian Pertama.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara jenis FMA dan dosis pupuk NPK yang digunakan sehingga dapat disimpulkan (1) respon bibit kelapa sawit terhadap

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa di kelas XI dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) di SMK Negeri

Kegiatan kita hari ini pun, kegiatan-kegiatan sebelumnya yang sudah kita laksanakan selama tiga bulan ini, tiada lain untuk memastikan bahwa sekali rencana induk itu kita tanda

Beberapa hadis shahih yang bersumber dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menerangkan bahwa, orang-orang yang belum sampai dakwah islam kepadanya ketika di dunia, seperti orang

Maksud Studi Teknologi Tepat Guna Pembangkit Listrik Berskala Piko di Kabupaten Lanny Jaya yaitu melakukan identifikasi potensi sumber energi untuk pembangkit listrik skala piko

Untuk itu kami sebagai mahasiswa kimia yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

KEPALA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN BULELENG.. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,