• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KERAMIK TERMISTOR NTC DARI PASIR YAROSIT YANG BERSTRUKTUR HEMATIT DENGAN PENAMBAHAN OKSIDA MANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK KERAMIK TERMISTOR NTC DARI PASIR YAROSIT YANG BERSTRUKTUR HEMATIT DENGAN PENAMBAHAN OKSIDA MANGAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KERAMIK TERMISTOR NTC

DARI PASIR YAROSIT YANG BERSTRUKTUR HEMATIT

DENGAN PENAMBAHAN OKSIDA MANGAN

Dede Taufik

1

, Dani Gustaman Syarif

2

, Saeful Karim

3 1 Balai Besar Keramik, Jl. Ahmad Yani No. 392 Bandung 40272

2Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri - BATAN, Jl. Tamansari No. 71, Bandung, 40132 3

Jurusan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung, 40154

ABSTRAK

KARAKTERISTIK KERAMIK TERMISTOR NTC DARI PASIR YAROSIT YANG BERSTRUKTUR HEMATIT DENGAN PENAMBAHAN OKSIDA MANGAN. Studi pembuatan dan

karakterisasi termistor NTC dari bahan hematit (Fe2O3) telah dilakukan. Penggunaan hematit sebagai

bahan dasar adalah sebagai upaya meningkatkan nilai tambah mineral asal Indonesia. Terlebih dahulu pasir yarosit dilarutkan dengan HCl, diendapkan dengan NH4OH dan dikalsinasi pada temperatur

700oC selama 2 jam kemudian serbuknya ditambah oksida mangan asal mineral manganit dengan

berbagai variasi, 2 – 10% berat. Campuran dipress dengan tekanan 3,9 ton/cm2. Kemudian pelet

disinter pada suhu 1300oC dalam atmofer udara selama 1 jam. Struktur kristal dan fase-fase dari

analisis menggunakan difraksi sinar-X (X-ray diffraction, XRD), struktur mikro dievaluasi menggunakan SEM/EDS dan karakteristik listrik dievaluasi melalui tahanan listrik pada berbagai suhu. Dari hasil karakterisasi pelet yang telah disinter difraksi sinar-x dan struktur mikro diketahui bahwa proses pemurnian secara kimia masih terdapat pengotor-pengotor yang berasal dari pasir yarosit maupun dari manganit. Struktur kristalnya bermatriks hematit dan oksida mangannya tidak larut dalam matriks tersebut. Nilai konstanta termistor B dan nilai sensitivitas termistor α untuk Fe2O3 hasil

pemurnian tanpa penambahan oksida Mn masing-masing adalah 1867 K dan 2,1 % K-1. Nilai konstanta

termistor B dan nilai sensitivitas termistor α optimum dicapai dalam rentang penambahan 1,54 % berat oksida Mn yakni 5982 K dan 6,73 % K-1.

Kata kunci : hematit, termistor, konstanta termistor B, sensitivitas termistor α.

ABSTRACT

THE CHARACTERICTICS OF NTC THERMISTOR CERAMICS FROM YAROSITE WHICH HAVE HEMATITE STRUCTURE WITH ADDING Mn OXIDE. A study of synthesis and

characterization of NTC thermistor from hematite had been carried out. The use of hematite as the main material is an effort to raise value of mineral from Indonesia. Firstly, the yarosite sand be solved using HCl acid solution and precipitated using NH4OH and calcined at 700 oC for 2 hours. Then the

powder was added with Mn Oxide at various concentration of 2-10 weight %. The mixed powders were pressed with pressure of 3,9 ton/cm2. The Pellets were sintered at 1300oC in air for 1 hour.

Characterization of the pellets was carried out. Crystal structure and phases were analyzed using XRD, microstructure was evaluated using SEM/EDS and electrical characteristics were evaluated through measurement of electrical resistance at various temperatures. From the characterization, it was known that the impurities from hematite and manganit still remain. The crystall structure of the thermistor was hematite and Mn oxide is not dissolved in the matrix of hematite. The thermistor constant B and thermistor sensitivity α of the thermistor Fe2O3 without adding Mn oxide, are 1867 K and 2,1 % K-1. The

optimum value from constant value B and α i.e 5982 K and 6,73 % K-1 is from Fe

2O3 added with 1,54

% weight of Mn oxide.

(2)

1. PENDAHULUAN

Penelitian mengenai pemanfaatan mineral alam Indonesia yang diolah dari bahan mentah menjadi bahan jadi terus intensif dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satunya pemanfaatan pasir besi yang tersedia secara luas di Indonesia yang tersebar sepanjang pesisir utara pulau Jawa, Sumatara, Kalimantan dan Bangka. [1] Beberapa mineral utama yang diduga terkandung dalam pasir besi adalah magnetit (Fe2O3), ilmenit (FeTiO3), rutile (TiO2) dan

hematite (Fe2O3). [2] Mineral ini tertuju pada pemanfaatan mineral sebagai bahan baku keramik, sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan industri keramik di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang.

Salah satu mineral besi yakni pasir yarosit yang mengandung hematit sebagai senyawa utamanya berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai keramik semikonduktor untuk bahan baku termistor NTC. [3,4,5] Hematit merupakan semikonduktor oksida tipe-n dengan band gap sebesar 3,1 eV. [6] Sejauh ini, termistor NTC banyak dibuat dari oksida logam seperti mangan, besi, kobalt, nikel, tembaga dan seng. Termistor juga dapat dibuat dari berbagai macam oksida untuk meningkatkan kualitas sensitivitasnya dan karakteristik lainnya. Dan dalam mineral yarosit banyak terkandung oksida-oksida selain hematit seperti oksida Ti, oksida Si, Oksida Mn, oksida Ca, Oksida Al, dan lain-lainnya. Oksida-oksida itu dapat berpengaruh positif dan dapat berpengaruh negatif terhadap kualitas termistor. Oksida-oksida yang berpengaruh positif kandungannya dibiarkan tetap ada, dikurangi atau bahkan ditambah. Dan yang berpengaruh negatif harus dibuang. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang pengaruh oksida-oksida tersebut. Karena banyaknya jenis oksida-oksida itu sehingga memerlukan kajian yang lebih banyak, luas dan berkesinambungan.

Mengacu pada penelitian terdahulu, [5] bahwa serbuk yarosit asli (mineral) berpotensi untuk digunakan sebagai bahan termistor NTC dengan karakteristik yang memenuhi pasar. Dalam makalah ini membicarakan pembuatan dan karakterisasi termistor NTC dari pasir yarosit (yang telah dimurnikan secara kimia) dengan penambahan oksida mangan sebagai salah satu oksida yang sering ditemukan dalam pasir yarosit.

2. TEORI

Dalam termistor ada dua parameter yang sangat penting, yakni nilai konstanta termistor (B) dan sensitivitas termistor (α). Kedua nilai ini menunjukkan karakteristik listrik R-T dari termistor NTC. Konstanta termistor B menunjukkan karakteristik dari material termistor sehingga biasa juga disebut dengan konstanta bahan karena berhubungan dengan energi aktivasi bahan. Nilai α menunjukkan berkurangnya nilai hambatan tiap kenaikan temperatur 1 K dan biasanya dihitung pada temperatur tertentu yaitu temperatur ruang (25oC) dan 85oC. Besarnya nilai B dan α dari termistor yang umum beredar secara komersial adalah 2000 K sampai 6000 K dan -6,0 %/K sampai -1,0 %/K. [7]

Hubungan hambatan listrik dengan termistor NTC terhadap temperatur berupa hubungan eksponensial. Dalam termistor, resistivitas bergantung temperatur diekspresikan dengan pers. 1. [8]

(1)

dengan ρ(T) = resistivitas pada temperatur T K (ohm.cm), ρ∞ = resistivitas pada temperatur ∞ K

(Ohm.cm) nilainya tetap, εA = energi aktivasi

(eV), k = konstanta Boltzman (eV/K) dan T = temperatur (K).

Konstanta termistor dapat ditulis dengan pers. 2. [9]

k A

B= ε (2)

dengan B = konstanta termistor/bahan NTC (K). Dari pers. 1 dan pers. 2 konstanta termistor ditentukan oleh dua titik (ρT,T) dan (ρ∞,T∞)

dapat dicari : ) ( ln . T T T T T B ρ ρ ∞ − ∞ = (3)

sehingga konstanta termistor B dapat ditentukan dari kemiringan kurva ln ρ-1/T.

Sensitivitas termistor α dapat dicari dengan menggunakan pers. 4 % 100 2 X T B − = α (4)

( )

T =ρ∞ekp

¨¨©

§

εkTA

¸¸¹

·

ρ

(3)

3. TATA KERJA 3.1. Bahan

• Pasir yarosit.

• Mineral mangan.

• Asam klorida teknis.

• Amonium hidroksida teknis.

• Aquades.

3.2. Metode

Pasir yarosit dan mineral mangan dilarutkan dengan asam klorida (HCl) secara terpisah kemudian larutan tadi diendapkan dengan menggunakan ammonium hidroksida (NH4OH). Hasil proses ini adalah Fe(OH)2 dan Mn(OH)2 kemudian dikalsinasi pada suhu 700oC selama 2 jam. Selanjutnya, hasil kalsinasi digerus dan disaring sehingga terbentuk serbuk oksida Fe dan Mn. Kedua serbuk dicampur dengan komposisi 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% berat oksida Mn. Campuran diaduk dengan menggunakan magnetit stirrer dalam cairan etanol 90% selama 1 jam. Setelah dikeringkan selama 24 jam dalam suhu 80 oC serbuk digerus dan dipress dengan tekanan 3,9 ton/cm3 sehingga terbentuk pelet bulk mentah yang kuat. Pelet mentah tadi disinter pada temperatur 1300oC selama 1 jam. Kemudian pelet hasil proses sinter dikarakterisasi listrik R-T,

scanning electrons microscoupe (SEM) dan Difraksi sinar X (XRD).

Karakterisasi ρ-T didapat dari hasil pengukuran R-T, dimana R dikonversi ke dalam hambat jenis dengan menggunakan hubungan dimensi pelet dan nilai hambatannya sesuai persamaan (5).

¸

¹

·

¨

©

§

= l A R ρ (5)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi kimia

Untuk mengetahui oksida lain yang terkandung dalam pasir yarosit, telah dilakukan analisis di PPGL Bandung.. Tabel 1 memperlihatkan hasil analisis komposisi serbuk awal pasir yarosit yang telah dilakukan di PPPGL Bandung. Dari data Tabel 1. tersebut dapat dilihat kandungan Fe2O3 cukup tinggi sekitar 60,74% persen berat. Senyawa lain yang

cukup tinggi adalah SiO2 yakni sekitar 27,11% berat dan oksida lain yang kadarnya masih cukup tinggi. Pada Tabel 2. dapat dilihat dan dibandingkan serbuk yarosit yang telah diolah dengan komposisi serbuk awal pasir yarosit (Tabel 1). Diketahui bahwa kandungan hematitnya makin tinggi yakni menjadi 86,95% berat dan adanya penurunan oksida lain yakni SiO2. dan lainnya berhasil dikurangi kecuali oksida Al yang masih tetap tinggi. Kemungkinan Al2O3 masih lolos dalam saringan pelarutan tadi.

Berdasarkan data hasil analisis kimia yang dilakukan di PPTM Bandung, (Syarif, D.G., 2004) kandungan oksida yang terdapat dalam manganit hasil pemurnian diperlihatkan dalam Tabel 3.

Tabel 1. Komposisi serbuk awal pasir yarosit

No. Oksida Kandungan (%) 1. Fe2O3 60,74 2. SiO2 27,11 3. C 3,99 4. SO3 3,45 5. TiO2 2,59 6. Al2O3 2,11

Tabel 2. Komposisi serbuk hematit hasil pengolahan pasir yarosit secara pelarutan kimia

No. Oksida Kandungan (%) 1. Fe2O3 86,95 2. SiO2 5,86 3. Al2O3 5,08

4. TiO2 2,11

Tabel 3. Komposisi serbuk mineral manganit hasil pengolahan secara pelarutan kimia

No. Oksida Kandungan (%) 1. Mn2O3 76,88 2. Fe2O3 17,77 3. Al2O3 2,33 3. SiO2 1,71 5. TiO2 0,37 6. MgO 0,28 7. CaO 0,19 8. K2O 0,06 9. Na2O 0,02 10. LOI 0,42

Dari data tersebut diketahui kandungan Mn2O3 dalam manganit sebesar 76,88% berat dan masih mengandung hematite sekitar 17,77% berat. Dalam percobaan ini dilakukan penambahan serbuk manganit hasil pemurnian

(4)

sebesar 2, 4, 6, 8 dan 10 % berat ke dalam serbuk yarosit hasil pengolahan.

Sehingga hal ini perlu dikoreksi dengan mengacu pada hasil analisis kimia serbuk manganit yakni bahwa oksida mangan yang ditambahkan ke dalam serbuk yarosit sebenarnya adalah dikali faktor 0,77 dari persentase berat Mn2O3 menjadi 1,54 ; 3,08; 4,56; 6,16; dan 7,7 % berat Mn2O3.

4.2. Analisis difraksi sinar-x

Serbuk hematit dan manganit hasil pengolahan dianalisis menggunakan difraksi sinar-x. Gambar 1. menunjukkan pola difraksi sinar-x untuk serbuk hematit, dimana masih tampak adanya puncak-puncak lain yakni alumina (Al2O3). Analisis ini menguatkan hasil analisis yang dilakukan di PPGL bahwa hematit hasil pengolahan masih mengandung oksida lain terutama alumina (Tabel 2). Gambar 2 menunjukkan pola difraksi sinar-x serbuk manganit. Pada Gambar 2 ini tampak ada dua pola puncak yang dominan yakni puncak Mn2O3 dan puncak hematit. Sehingga data ini menguatkan pula data hasil analisis kimia untuk serbuk manganit (Tabel 3).

Gambar 1. Pola difraksi hematit hasil pengolahan yarosit secara pelarutan kimia

Gambar 2. Pola difraksi sinar x serbuk manganit hasil pengolahan.

Pola difarksi sinar x dari sampel yang telah disinter diperlihatkan pada Gambar 3. Dari gambar ini puncak-puncak Mn2O3 tidak tampak

kecuali untuk pola difraksi sinar x pada sampel yang ditambah Mn2O3 sebanyak 7,7%. Hal ini menunjukkan bahwa Mn2O3 tidak larut dalam matrik Fe2O3.

Gambar 3. Pola difraksi sinar x dari yarosit yang ditambah Mn2O3 disinter pada temperatur 1300oC

selama 1 jam (*puncak Mn2O3)

4.3. Penampilan Visual dan Rapat massa

Penampilan pelet termistor NTC yang disinter pada temperatur 1300oC terlihat cukup baik yakni kuat namun masih ada beberapa pori (Gambar 4). Semua pelet yang disinter mengalami penyusutan massa. Dilihat dari Gambar 5. diketahui bahwa penambahan oksida Mn tidak berpengaruh signifikan terhadap rapat massa dari pelet, ini disebabkan massa relatif Mn hampir sama dengan massa relatif Fe yakni Mn = 54,9 sma dan Fe = 55,4 sma.

4.4. Struktur mikro

Proses metalografi telah dilakukan untuk sampel-sampel yang disintesis ini sehingga kita dapat melihat struktur mikronya. Hasil foto struktur mikro yang dilakukan di P3TkN diperlihatkan pada Gambar 6. Dari Gambar 3. terlihat jelas ada bagian yang terang dan ada bagian yang gelap. Bagian yang terang menunjukkan butir (grain) dari matrik Fe2O3 dan bagian yang gelap merupakan material ikutan dan pori. Dari Gambar 6 ini, terlihat ukuran butir untuk setiap penambahan oksida Mn tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa rentang penambahan oksida Mn pada serbuk yarosit yang dilakukan pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap ukuran butir.

(5)

(rounded grains) menunjukkan bahwa pada suhu 1300oC telah terjadi sintering fase cair. Kemungkinan besar hal ini disebabkan adanya senyawa yang berbentuk material atau oksida-oksida yang memiliki suhu leleh lebih rendah dari 1300oC sehingga mengaktivasi pertumbuhan butir melalui fase cair. [3]

Gambar 4. Pelet termistor hasil sinter 1300oC

50 60 70 80 90 100 0 2 4 6 8

Penambahan berat Mn2O3 (% berat)

pe rs en ta s e d a ri r a p a t mas s a te o ritis ( % )

Gambar 5. Grafik rapat massa teoritis setelah

pelet disinter terhadap penambahan Mn2O3 ke

dalam serbuk yarosit

Gambar 6. Struktur mikro termistor NTC dari

Fe2O3 dengan penambahan Mn2O3 ke dalam

serbuk yarosit yang disinter pada temperature 1300oC. (a) 0%; (b) 1,54%; (b) 3,08%; (d) 4,56%; (e) 6,16% dan (f) 7,7%.

Dilakukan juga analisis di PPGL Bandung pada sampel dengan penambahan Mn2O3 7,7% dan 3,08%. Hasil analisis pada daerah butir matrik Fe2O3 (Gambar 7) yang bertanda A terdapat oksida-oksida lain yang larut pada matriks tersebut. Komposisi oksida-oksida yang larut dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil analisis pada daerah batas butir menunjukkan bahwa oksida SiO2 dan Al2O3

membentuk inklusi (Gambar 7) yang bertanda B. Kedua analisis ini menguatkan hasil analisis di PPGL Bandung sebelumnya bahwa dalam hematit hasil pengolahan masih mengandung oksida lain yakni SiO2, Al2O3 dan TiO2.

Data analisis yang telah dilakukan di PPGL tidak ditemukan adanya oksida Mn. Tidak terdeteksinya Mn2O3 oleh detektor, kemungkinan pertama disebabkan karena energi Fe3+ dan Mn3+ hampir sama sehingga menyebabkan kesalahan deteksi, dan kedua berdasarkan diagram fasa system Fe2O3-Mn2O3, [10] Mn2O3 tidak larut dalam matriks Fe2O3.

Tabel 4. Komposisi oksida pada matriks Fe2O3 No. Oksida Kandungan (%)

1. Fe2O3 97,09

2. Al2O3 2,04

3. SiO2 0,80

4. TiO2 0,08

Tabel 5. Komposisi oksida pada daerah batas butir

No. Oksida Kandungan (%)

1. SiO2 99,10

2. Al2O3 0,90

Gambar 7. Foto SEM-EDAX sampel dengan penambahan 7,7% berat Mn2O3 ke dalam serbuk

yarosit

4.5. Karakteristik listrik

Telah dilakukan juga karakterisasi listrik untuk mengetahui perilaku resistivitas terhadap perubahan temperatur dengan menggunakan metode dua probe.

Gambar 8. memperlihatkan hubungan antara ln ρ terhadap 1/K. Gradien kurva-kurva pada Gambar 8 digunakan untuk menentukan

5 μm

A

B

B

1 2 3 4 5 6

1 cm

(6)

nilai konstanta termistor NTC (B). Harga B dapat dilihat pada Gambar 9. untuk berbagai komposisi penambahan oksida Mn kedalam serbuk yarosit. Nilai konstanta B terkecil untuk Fe2O3 (1866 K) dari pelet sinter tanpa penambahan oksida Mn. Sedangkan nilai yang paling besar dicapai pada penambahan oksida Mn 1,54%. 6 8 10 12 14 16 18 0.0027 0.0029 0.0031 0.0033 temperatur (1/K) ln r h o ( ohm .c m ) 0% 1,54% 3,08% 4,56% 6,16% 7,7%

Gambar 8. Grafik hubungan resistivitas ln ρ

terhadap temperatur T (1/K) 1866 5982 3762 4406 4795 5343 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 0 2 4 6 8

Penambahan berat Mn2O3 (% berat)

N ila i K ons tant a B ( K )

Gambar 9. Grafik nilai konstanta B sebagai fungsi penambahan Mn2O3 ke dalam serbuk yarosit

Kondisi di atas menunjukkan bahwa penambahan Mn2O3 1,54% pada percobaan ini merupakan komposisi yang paling optimum untuk meningkatkan nilai B dari Fe2O3 dari variasi komposisi yang dilakukan dalam penelitian ini, dimana nilai B untuk Fe2O3 hasil pengolahan naik sekitar tiga kali lipat untuk penambahan Mn2O3 1,54% dari 1866 K manjadi 5982 K. Namun, nilai resistivitas dari sampel Fe2O3 hasil pencampuran menjadi lebih besar.

Pada Gambar 11. ditunjukkan nilai resitivitas pada temperatur ruang (25oC), pada penambahan 1,54% Mn2O3 nilai resistivitasnya menjadi lebih besar dan turun ketika berat Mn2O3 ditambahkan. 2.1 6.73 6.01 5.39 4.96 4.23 1 3 5 7 9 0 2 4 6 8

Penambahan berat Mn2O3 (% berat)

N ila i s e n s itiv ita s ( % /K )

Gambar 10. Hubungan sensitivitas sebagai fungsi penambahan Mn2O3 ke dalam serbuk yarosit

1.4 117737 424 1112 2030 2122 1 10 100 1000 10000 100000 1000000 0 2 4 6 8

Penambahan berat Mn2O3 (% berat)

N ilai r e s it iv it a s p ada s uhu ruang ( 2 5 oC ) (K iloO h m .c m )

Gambar 11. Hubungan resistivitas terhadap penambahan Mn2O3 ke dalam serbuk yarosit pada

suhu ruang (25oC)

Sifat listrik dari sampel tanpa dan dengan penambahan Mn2O3 dipengaruhi oleh keadaan yang kompleks, karena selain dalam bahan utama Fe2O3 hasil pengolahan masih mengandung material ikutan atau oksida lainnya yakni SiO2, Al2O3 dan TiO2. Penambahan Mn2O3 hasil pengolahan berarti juga menambah material ikutan yang masih terkandung didalamnya. Sehingga tidak dapat mengatakannya langsung bahwa perbedaan atau perubahan nilai konstanta termistor, resistivitas dan karakteristik listrik lainnya sebagai akibat dari penambahan Mn2O3.

Membandingkan dengan hasil simulasi yang telah dilakukan menggunakan hematit pro analisis (Aldrich) [11] yang disinter pada temperatur 1300oC diketahui nilai resistivitasnya sebesar 2,09 x 109 Ohm.cm suatu nilai yang hampir mendekati resistivitas isolator. Jika dibandingkan dengan resistivitas listrik Fe2O3 hasil pengolahan yang disinter pada suhu yang sama diketahui resitivitasnya 1422 Ohm.cm .

Berdasarkan hasil analisis di PPGL Bandung dalam matriks hematit yang telah

(7)

disinter material ikutannya larut. Tetapi alumina memiliki elektron valensi +3 yang sama dengan matriks sehingga secara teoritis tidak mengakibatkan munculnya pembawa muatan tambahan. Sedangkan SiO2 dominan membentuk inklusi diluar matriks.

Besar kemungkinan perubahan ini akibat adanya TiO2. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan [11] penambahan TiO2 ke dalam sistem Fe2O3 dapat menyebabkan turunnya resistivitas listrik dari Fe2O3, dan penambahan SiO2 ke dalam sistem Fe2O3-TiO2 dapat menyebabkan naiknya nilai resistivitas listriknya.

Penambahan Mn2O3 ke dalam hematit tidak menimbulkan pembawa muatan karena Mn-nya memiliki valensi yang sama yaitu +3 sehingga secara teoritis tidak akan menambah pembawa muatan.

Meskipun sangat kompleks untuk mengatakan apa yang menjadi penyebab utama perubahan karakteristik termistor NTC yang dibuat, namun secara keseluruhan semua termistor yang dicoba dibuat dari hematit hasil pengolahan memiliki rentang karakteristik yang sesuai dengan yang beredar secara komersial. Ini artinya bahwa material ini sangat berpotensi untuk dibuat sebagai bahan baku termistor NTC.

5. KESIMPULAN

Material pasir yarosit sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku utama pembuatan semikonduktor keramik sebagai komponen elektronik berjenis termistor NTC. Hematit maupun Mn2O3 hasil pengolahan masih mengandung material lainya yakni SiO2, Al2O3 dan TiO2. Pelet hasil sinternya memiliki tampilan yang baik serta tidak rapuh meskipun masih ada beberapa yang nampak ada pori.

Nilai konstanta termistor dari pelet hasil sinter 1300oC adalah 1866 K untuk pelet tanpa penambahan oksida Mn sampai nilai tertinggi 5962 K untuk penambahan oksida Mn 1,54%, adalah merupakan nilai yang masih dapat digunakan secara komersial meskipun nilai resistivitasnya untuk penambahan Mn2O3 masih terlalu besar. Namun secara umum material pasir yarosit ini sangat berpotensi dan perlu kajian serta penelitian lebih lanjut.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Muhamad Yamin, teknisi dari PTNBR

Bandung atas kesediaanya membantu terselesaikannya penelitian ini dan Bapak Wikanda operator SEM-EDAX dari PPGL Bandung.

7. DAFTAR PUSTAKA

1. ZULFALINA, MANAF, A., Identifikasi Senyawa Mineral dan Ekstrasi Titanium Dioksida dari Pasir Mineral, Jurnal Sains Materi Indonesia P3IB-BATAN V:2 (2004) 46-50

2. MANAF, A., RIDWAN, Current Status of Research and Depelovment on Magnetic Materials in Indonesia, Prosiding Pertemuan Sains Materi III (1998).

3. SYARIF, D.G., SUKIRMAN, E.,

GUNTUR, D.S., YAMIN, M., Studi Awal Pemanfaatan Mineral Magnetit Sebagai Bahan Dasar Termistor NTC, Jurnal Mesin Universitas Trisakti (2004)

4. SYARIF, D.G., SUKIRMAN, E.,

HIDAYAT, S., Karakterisasi Termistor NTC yang Dibuat dari Serbuk Hasil Proses Kopresipitasi Magnetit Asal Garut (2004). 5. SYARIF, D.G., GUNTUR, D.S., YAMIN,

M., Pembuatan Keramik Termistor NTC Berbahan Dasar Mineral Yarosit dan Evaluasi Karakteristiknya. (Seminar Nasional Sains dan Teknik Nuklir, Bandung 14 -15 Juni 2005), Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, Bandung (2005) 344-352

6. KINGERY, W.D., BOWEN, H.K.,

UHLMANN, D.R., Introduction to Ceramics, 2nd ed. John and Wiley Sons, New York, 1960.

7. HILL, D.C., TULLER, H.L., Ceramics Sensor: Theory and Practice ed., Buchanan R.C., Dekker, INC 1986.

8. MOULSON, A.J., HERBERT, J.M., Electroceramics (Material, Properties, Application) 1st ed, Chapman and Hall, London, 1990.

9. ARNULF, M., SOMIYA, S., Diagram Fasa System Fe2O3, Am.J.Scie. 1962

10. LENITA, I., Skripsi sarjana, Jurusan pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia (2004).

11. ANONYMOUS, Pola Difraksi Standar untuk Hematite (Fe2O3), JCPDS No. 33-0664

12. ANONYMOUS, Pola Difraksi Standar untuk Byxbite (Mn2O3), JCPDS No. 41-1442.

(8)

13. ANONYMOUS, Pola Difraksi Standar untuk Rutile (TiO2), JCPDS No.21-1276 14. ANONYMOUS, Pola Difraksi Standar

untuk Cristobalite, JCPDS No.39-1425

15. ANONYMOUS, Pola Difraksi Standar untuk Alumina (Al2O3), JCPDS No.46-1212.

Gambar

Tabel 1. Komposisi serbuk awal pasir yarosit
Gambar 1. Pola difraksi hematit hasil pengolahan  yarosit secara pelarutan kimia
Gambar 9. Grafik nilai konstanta B sebagai fungsi  penambahan Mn 2 O 3  ke dalam serbuk yarosit

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau

Baja yang dalam proses pengerjaannya mengalami pemanasan sampai temperature yang terlalu tinggi ataupun waktu tahan (holding time) terlalu lama biasanya butiran

The Analysis Of Translation Methods And Procedures In Facebook Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu..

Berdasarkan paparan tersebut tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan multimedia interaktif menggunakan macromedia flash pada materi bangun ruang sisi datar limas

atau sementara dari mikroprosesor. Komponen bantu tersebut disebut DMA controller. Salah satu komponen bantu yang banyak dipakai dalam sistem 8086 adalah. Pada gambar

Tak ingin dihantui rasa penasaran, Bujang Limpu memutuskan untuk mencari pohon nibung seperti yang diminta oleh wanita misterius dalam mimpinya tadi siang.. “Besok harus

Probably the most straight-forward approach to generating an ECV soil moisture data set would be to feed the Level 1 backscatter- and brightness temperature observations of all

N a m a : ... menyatakan dengan sebenarnya bahwa saya tidak pernah menjadi Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota