• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Clustering dan Quantum Teaching Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Metode Clustering dan Quantum Teaching Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Sekolah Dasar"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

154 Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran

Volume 1 Nomor 3: 154-162 (2020)

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran https://jurnal.pgrisultra.or.id/ojs/ ISSN 2721-9739 (Online)

Penerapan Metode Clustering dan Quantum Teaching Sebagai Upaya

Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Sekolah Dasar

Application of Clustering and Quantum Teaching Methods as Efforts to Improve Elementary

School Students Writing Ability

Kasmawaty 1*

1Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sulawesi Tenggara Jln. Kapten Pierre Tendean No.109A, Baruga, Kota Kendari, Indonesia

*Email: [email protected]

Received: 03th September, 2020; Revision: 04th October, 2020; Accepted: 04th November, 2020

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi yang jelas tentang apa, mengapa, serta bagaimana pembelajaran mengarang/menulis dengan menggunakan metode clustering dan pendekatan quantum teaching. Kegiatan pembelajaran mengarang dengan metode clustering dan pendekatan quantum teaching dilakukan pada kelas V SDN 2 Lamokato Kolaka, mulai dari penelahaan kurikulum, penyusunan program, penyajian program dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) meningkatkan mutu proses belajar siswa dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat menjadi indikator keberhasilan penilaian pembelajaran; (b) hasil perolehan nilai hasil belajar siswa yang mencapai rata-rata 8,03 sedangkan dalam tes penjajagan nilai rata-rata hanya mencapai 5,26. Selain itu, hasil analisis statistik dengan menggunakan uji-t diperoleh hasil 21,889. Sedangkan harga t tabel pada α= 0,05 adalah 2,04. Dengan demikian, pembelajaran mengarang dengan metode clustering dan pendekatan quantum teaching di kelas VI SDN 2 Lamokato hasilnya signifikan; dan (c) pembelajaran menulis/mengarang dengan metode clustering dan pendekatan quantum

teaching adalah sebuah model pembelajaran yang dapat mencerdaskan emosi siswa, mengaktifkan belahan otak

kanan dan kiri, serta mampu memberi bekal kecakapan untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Kata kunci: metode clustering, quantum teaching, kemampuan mengarang, siswa sekolah dasar

Abstract

The purpose of this research is to provide clear information about what, why, and how to learn to write/write using the clustering method and quantum teaching approach. Writing learning activities with the clustering method and quantum teaching approach were carried out in grade V SDN 2 Lamokato Kolaka, starting from curriculum review, program preparation, program presentation, and evaluation. The results showed that: (a) improving the quality of the student learning process seen from the activeness of students in participating in the learning process can be an indicator of the success of learning assessment; (b) the results of the student learning outcomes that reached an average of 8.03, while in the assessment test the average score was only 5.26. Also, the results of statistical analysis using the t-test showed 21,889 results. While the t table price at α = 0.05 is 2.04. Thus, learning writing using the clustering method and quantum teaching approach in class VI SDN 2 Lamokato has significant results; and (c) learning to write/compose using the clustering method and quantum teaching approach is a learning model that can educate students' emotions, activate the right and left hemispheres of the brain, and be able to provide skills to face life in the future.

(2)

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Sekolah Dasar Tahun 2013 pada intinya bertujuan agar siswa mampu melakukan kegiatan berbahasa dan bersastra. Sedangkan penguasaan pengetahuan kebahasaan dan pengetahuan tentang sastra diharapkan dapat meningkatkan kualitas kegiatan berbahasa dan bersastra itu sendiri. Kegiatan berbahasa yang tercantum di dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa indonesia mencakup empat aspek keterampilan berbahasa yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa itu diharapkan diajarkan secara terpadu, bersinergi satu sama lain, seimbang dan saling mendukung. Selain itu, keempat penguasaan keterampilan berbahasa itu juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar, berpikir, memperluas wawasan, dan mampu mendukung kegiatan bersastra.

Khusus dalam hal keterampilan menulis, pembelajaran diarahkan agar siswa mampu menuangkan segala pikiran, pengalaman, pesan perasaan, gagasan, pendapat imajinasi dalam bentuk bahasa tulisan secara benar. Kebenarannya dapat dilihat dari segi kebahasaan, isi, dan makna. Tujuan ini identik dengan tujuan belajar berbicara. Namun demikian, menuangkan segala pesan, gagasan, pendapat dan lain-lain dalam bentuk bahasa tulisan terkadang jauh lebih sulit dibandingkan dengan dalam bahasa lisan. Padahal, tulisan akan lebih bermakna di kala orang bermaksud mengingat kembali. Tulisan dapat terdokumentasikan lebih baik dan dapat dilihat ulang. Karena itu pembelajaran menulis bagi siswa harus dianggap penting.

Menurut de Porter dan Hernacki (2001) menulis merupakan aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Otak kanan berhubungan dengan emosi, perasaan sedangkan otak kiri berhubungan dengan logika, ilmu pengetahuan. Belajar menulis harus memanfaatkan kedua belahan otak itu. Hal ini berarti pembelajaran menulis tidak hanya berhubungan dengan kalimat, paragraf, ejaan, gagasan, dan tema tetapi juga berhubungan dengan semangat, spontanitas, emosi, warna, gairah, kegembiraan, dan lain-lain. Kenyataan di sekolah dalam

pembelajaran menulis hal itu sering terabaikan. Siswa sering hanya dibimbing dalam hal menulis kalimat, ejaan, penyuntingan, tata bahasa sedangkan hal yang berhubungan dengan otak kanan tidak tersentuh. Tidak heran jika pembelajaran menulis sering membosankan dan bahkan membuat siswa merasa takut.

Untuk mengaktifkan otak kiri dan otak kanan dalam pembelajaran menulis atau mengarang memang tidaklah mudah. Guru diharapkan menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif, menggairahkan, dan mampu menjalin ikatan emosi antara dirinya sebagi fasilitator dengan siswa. Menurut Sudjana dan Suwariyah (1991) ada beberapa kondisi dan persyaratan yang diharapkan diciptakan guru dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi dan persyaratan tersebut berkenaan dengan aspek-aspek psikologis anak, lingkungan dan suasana belajar, bantuan atau bimbingan belajar dari guru, dan bentuk-bentuk belajar.

Aspek psikologis anak adalah kondisi mental, sosial, dan emosional siswa pada saat ia mengikuti proses pembelajaran (Sudjana dan Suwariyah, 1991). Aspek-aspek ini diharapkan dikembangkan dengan baik agar mendukung kreativitas, keberanian, dan kebebasan siswa dalam belajar. Dalam menghadapi tugas-tugas belajar beban mental anak harus dihilangkan karena akan menghambat kreativitas. Anak yang merasa takut dalam menghadapi pelajaran atau takut salah dalam melaksanakan tugas belajarnya, merasa rendah diri, maka kebebasan dan keberanian untuk mengekspresikan kemampuannya akan hilang. Di sini tugas guru adalah menjaga agar anak dapat bebas dan berani berekspresi menunjukkan kemampuannya.

Aspek sosial dan aspek emosional juga merupakan aspek yang penting dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, manusia sebagai makhluk sosial harus menjadi landasan proses interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungan belajar lainnya. Solidaritas dan kesetiakawanan dalam menghadapi kesulitan belajar harus ditumbuhkan untuk menjalin kerja sama yang kokoh dan dinamis.

Dalam hal aspek emosional, guru diharapkan mampu menjalin ikatan emosi yang menjauhkan siswa dari rasa cemas dan tertekan, dan sebaliknya harus menjadikan siswa merasa

(3)

156 Penerapan Metode Clustering dan Quantum Teaching …

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 1(3):154-162 (2020) tertantang untuk mengikuti proses demi proses

dalam pembelajaran. Menurut de Porter dkk. (2001) kunci agar siswa terbuka dan jauh dari rasa tertekan adalah membangun ikatan emosi dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Proses pembelajaran di sekolah terutama bertujuan untuk membekali siswa dalam mengembangkan kepribadian, potensi akademik, dan dasar-dasar keahlian yang kuat dan benar melalui pembelajaran program normatif, adaptif, produktif. (Herdhiansyah dkk, 2020)

Namun demikian, bukan berarti kesenangan belajar adalah kebebasan tanpa kendali. Menurut Goleman (dalam de Porter, 2001), pada dasarnya orang dapat berkonsentrasi lebih baik saat mereka sedikit lebih dituntut daripada biasanya, dan mereka dapat memberikan lebih dari biasanya. Jika tuntutan terlalu sedikit siswa akan bosan, lalu mereka berontak dan mengulah. Jika tuntutan terlalu sulit untuk diatasi, siswa akan menjadi cemas. Di antara kedua daerah inilah jalinan emosi siswa yang harus diciptakan guru dalam proses pembelajaran.

Lingkungan dan suasana belajar adalah keadaan atau iklim pada saat berlangsungnya proses pembelajaran (Sudjana dan Suwariyah, 1991). Agar pembelajaran berlangsung dengan baik maka lingkungan belajar harus nyaman, tidak membosankan, memungkinkan siswa betah belajar dan selalu ingin kembali untuk belajar. Untuk itu guru harus memperkaya kelas dengan sumber belajar yang dibutuhkan oleh siswa.

Walaupun dalam proses pembelajaran siswa dituntut lebih banyak beraktivitas, bukan berarti guru harus meninggalkan perannya sebagai pembimbing. Menurut Sudjana dan Suwariyah (1991) peran guru sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran adalah menjadi tempat bertanya bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar, memberikan bantuan belajar, menunjukkan jalan pemecahan masalah, memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa, memberi dorongan dan motivasi belajar, dan lain-lain. Hal ini berarti, untuk dapat melakukan tugas tersebut guru diharapkan selalu bersama dengan siswa, terlibat di dalam suatu proses pembelajaran.

Untuk dapat lebih mengoptimalkan kegiatan belajar siswa, prasyarat yang lain adalah bentuk-bentuk kegiatan belajar siswa. Bentuk kegiatan yang sudah dikelnal selama ini pada intinya ada tiga macam yaitu individual,

kelompok, dan klasikal. Bentuk kegiatan belajar ini menjadi penting karena setiap tujuan, konsep, dan meteri mempunyai ciri tertentu yang memerlukan penanganan dan kondisi belajar tertentu pula. Ada tujuan, konsep yang dapat dicapai dengan optimal melalui sistem kelompok, ada yang dapat dicapai dengan sistem klasikal atau individu. Dalam hal ini guru harus memilih bentuk belajar yang lebih sesuai dengan memperhatikan tujuan, konsep, dan kondisi, suasana, alat dan sarana, materi, agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

Keempat kondisi dan persyaratan di atas harus disiapkan dan diciptakan dengan baik. Guru harus mempunyai teknik dan keterampilan khusus di samping secara benar memahami karakteristik siswa dan cara belajarnya. Metode dan pendekatan yang menciptakan kondisi seperti disebutkan di atas harus dipilih dengan tepat.

Atas dasar itulah penulis mencoba menerapkan metode clustering dalam proses pembelajaran mengarang/menulis bagi siswa sekolah dasar. Metode ini pada intinya adalah proses menuangkan dan memilah kata kunci yang berhubungan dengan gagasan utama. Dalam prakteknya, siswa menuliskan kata-kata yang berhubungan dengan gagasan utama. Misalnya dari gagasan utama banjir, siswa dapat langsung menulis kata hujan, basah, air deras, hanyut, dingin, kepanikan, mengungsi, sungai, dan lain-lain. Dari kata-kata itu dapat juga tersusun kata baru. Misalnya dari kata hujan dapat tersusun kata air, awan, petir, basah, kilat, bising, mendung dan lain-lain.

Setiap kata dapat dikembangkan menjadi kalimat atau paragraf, atau hanya sekadar melengkapi kalimat. Dalam hal ini tidak semua kata diharapkan dikembangkan atau dipakai. Kata-kata yang akhirnya tidak mempunyai hubungan dibuang. Namun, dalam prosesnya yang terpenting siswa diharapkan dibimbing secara spontan mengembangkan kata-kata menjadi kalimat atau paragraf serta secara spontan pula dapat menghubungkan satu kata dengan kata yang lainnya.

Kata-kata yang dipilih siswa sebaiknya disusun menyerupai peta pikiran agar terlihat jelas bagaimana hubungan satu kata dengan kata lain. Kata-kata yang tidak terpakai dapat langsung disilang sehingga jelas kata turunannya tidak dapat dipakai lagi. Selanjutnya siswa dapat langsung mengembangkan kata berikutnya.

Proses pembelajaran dengan metode

(4)

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 1(3):154-162 (2020) mengaktifkan kedua belahan otak siswa. Oleh

karena itu, metode ini diharapkan selalu didukung oleh pendekatan belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan agar siswa merasa bebas mengekpresikan segala sesuatu yang berkecamuk dalam pikirannya berhubungan dengan kata kunci ke dalam bentuk tulisan. Kedua belahan otak harus beraktivitas secara seimbang dan saling mendukung. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran dengan metode clustering akan lebih baik jika menggunakan pendekatan quantum teaching. Pendekatan ini selain memiliki azas yang menekankan kepada jalinan emosi yang kuat antara guru dan siswa, juga karena kerangka pembelajarannya senantiasa menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Metode clustering dengan pendekatan quantum teaching diharpakan akan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis/mengarang di sekolah dasar.

Metode clustering dalam pembelajaran menulis/mengarang dapat saja diberikan pada siswa kelas rendah yang sudah dapat membaca dan menulis. Metode ini sebenarnya juga terbuka untuk mata pelajaran lain dengan teknik yang berbeda. Metode ini dipadukan dengan pendekatan quantum teaching.

Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi yang jelas tentang apa, mengapa, serta bagaimana pembelajaran mengarang/menulis dengan menggunakan metode clustering dan pendekatan quantum teaching dalam pembelajaran mengarang mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN 2 Lamokato,Kab. Kolaka.

METODE PENELITIAN

Sebelum menyusun program pembelajaran menulis/mengarang dengan menggunakan metode clustering dan pendekatan quantum teaching, Menurut de Porter dan Hernacki (2001) menyatakan bahwa menulis merupakan aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Otak kanan berhubungan dengan emosi, perasaan, sedangkan otak kiri berhubungan dengan logika, ilmu pengetahuan. Maka, dalam kegiatan menulis otak kiri beraktivitas dalam hunbungannya dengan kalimat, paragraf, ejaan, gagasan, dan tema sedangkan otak kanan berhubungan dengan semangat spontanitas,

emosi, warna, gairah, kegembiraan, dan lain-lain.

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikiran atau hatinya untuk mengkomunikasikan kepada orang lain. Berbagai pengalaman menarik, perasaan sedih atau gembira, atau apa saja mempunyai kecenderungan untuk diceritakan kepada orang lain karena hal itu merupakan kepuasan tersendiri. Dalam diri manusia sebenarnya dorongan untuk menulis sama besarnya dengan dorongan untuk berbicara. Hanya saja karena menulis dianggap lebih banyak peraturan dan membutuhkan energi, manusia lebih banyak mengkomunikasikan segala pikirannya dalam bentuk lisan.

Anak-anak sebenarnya juga mempunyai dorongan yang kuat untuk menulis. Anak-anak penuh dengan gagasan yang selalu ingin dikatakan (de Porter dkk, 2001). Gagasannya begitu segar dan mendalam. Tugas gurulah untuk mengembangkan potensi itu agar tidak terhenti atau mati.

Pembelajaran menulis/mengarang yang hanya menekankan pada pengetahuan tentang ejaan, morfologi, sintaksis, tata bahasa, paragraf serta wacana akan menjadikan anak frustasi. Anak akan merasakan suasana yang menjemukan karena hanya otak kiri yang beraktivitas. Walaupun pembelajaran mengarang melibatkan kedua belahan otak dengan cara yang bervariasi, peran otak kanan harus didahulukan. Belahan otak kanan merupakan tempat munculnya gagasan-gagasan baru, gairah dan emosi. Melewatkan peran otak kanan berarti meniadakan bahan bakar untuk berkreativitas.

Metode clustering merupakan metode pembelajaran menulis/mengarang yang mengaktifkan kedua belahan otak secara seimbang sehingga terjadi sinergi antara emosi dan logika. Metode ini mempunyai prinsip: semua orang dapat menulis, anak-anak adalah penulis yang potensial, menulis sama dengan berbicara, jangan menulis yang tidak dapat ditulis. Metode ini mempunyai langkah-langkah yaitu: (1) siapkan, prosesnya siswa mengelompokkan kata yang mempunyai hubungan dengan gagasan utama dan berlatih menulis cepat dari kata-kata itu; (2) tuangkan, prosesnya siswa memilih kata yang akan dikembangkan dan menuliskan segala yang ada dalam pikiran tentang kata itu dalam bentuk kalimat, paragraf; (3) komunikasikan, prosesnya anak saling membaca hasil dan memberikan umpan balik; (4) perbaiki, prosesnya siswa

(5)

158 Penerapan Metode Clustering dan Quantum Teaching …

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 1(3):154-162 (2020) memperbaiki tulisan dan saling membaca; (5)

sunting, prosesnya siswa memperbaiki

kesalahan tata bahasa, ejaan, pilihan kata, masukkan gagasan, isi yang baru, ganti kalimat yang memberitahukan menjadi memberitahukan; dan (6) ulangi, prosesnya siswa memeriksa kembali dan memastikan tulisannya sudah optimal.

Pada tahap siapkan dan tuangkan pengelompokkan kata harus menjadi sebuah struktur yang mengalir bebas. Siswa dibiarkan mencari kata menurut alam pikirannya. Kata-kata yang telah dikelompokkan dipilah-pilah secara bebas pula tanpa pertimbangan lebih jauh. Setelah terpilih dengan spontan, kata-kata itu dikembangkan menjadi kalimat-kalimat dengan cepat tanpa mempertimbangkan kebenaran atau nilainya. Sementara proses itu berlangsung, guru harus menjalin ikatan emosi dengan siswa serta menumbuhkan semangat, gairah kesenangan, tidak merasa terbebani, dan lepas. Dengan demikian, dalam proses itu belahan otak kanan dan otak kiri siswa beraktivitas secara seimbang. Pada tahap perbaiki dan sunting, berilah siswa beberapa teknik mengubah kalimat yang memberitahukan menjadi menunjukkan, pilihan kata, mengembangkan paragraf, sehingga pada tahap menuliskan kembali siswa dapat menulis dengan lebih baik lagi. Pendekatan quantum teaching adalah pendekatan pembelajaran yang berazaskan “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.” Quantum teaching mempunyai lima prinsip yaitu: segalanya bertujuan, segalanya berbicara, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, jika layak dipelajari maka layak dirayakan”. Selain itu, quantum teaching juga mempunyai kerangka pembelajaran tersendiri. Kerangka pembelajaran itu terdiri atas lima kegiatan yaitu: tumbuhkan, alami, namai,

demontrasikan, ulangi, dan rayakan (de Porter

dkk, 2001). Dengan prinsip dan kerangka pembelajaran ini jika melingkupi seluruh suasana belajar maka pembelajaran akan beralangsung aktif, kreatif, efisien, dan menyenangkan.

Dari berbagai uraian di atas, dapat dipahami bahwa:

a. Menulis merupakan aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Otak kanan berhubungan dengan emosi, perasaan, sedangkan otak kiri berhubungan dengan logika, ilmu pengetahuan. Maka, pembelajaran menulis/mengarang harus menggunakan

metode yang mengaktifkan otak kanan dan otak kiri.

b. Metode clustering adalah metode pembelajaran menulis/mengarang yang mengaktifkan belahan otak kanan/kiri dengan menekankan pada cara memilih gagasan-gagasan dan menuangkannya ke atas kertas secepatnya tanpa pertimbangan. Prosesnya adalah mengelompokkan kata yang saling berkaitan menjadi sebuah struktur yang mengalir bebas. Lalu, kata-kata itu dikembangkan secara bebas pula tanpa pertimbangan benar atau salah. Maka, untuk mengoptimalkan aktivitas otak kanan harus didukung oleh pendekatan pembelajaran yang menggairahkan, memberi semangat, menyenangkan, dan membuat siswa aktif dan tidak jemu. c. Quantum teaching adalah sebuah

pendekatan pembelajaran yang mempunyai azas, prinsip, serta kerangka pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran berlangsung aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode clustering dalam pembelajaran mengarang merupakan metode pengelompokkan kata yang berupaya mengaktifkan kedua belahan otak yaitu bagian otak kanan dan otak kiri. Kedua belahan otak diupayakan bekerja secara seimbang dan saling mendukung karena pada dasarnya menulis merupakan aktivitas kedua belahan otak itu. Sedangkan azas utama pendekatan quantum teaching terletak pada kemampuan guru untuk menjembatani antara dunia kita dengan dunia anak. Jika guru mengerti minat, hasrat, gaya belajar siswa, dan guru menyampaikan bahwa ia memahami serta bertindak sesuai dengan keadaan yang dipahaminya, ini berarti guru sudah memasuki dunia anak. Memasuki dunia anak sangat penting untuk memberikan motivasi, menumbuhkan minat, semangat, gairah yang merupakan kerja otak kanan sebagai penggerak awal.

Pelaksanaan proses pembelajaran mengarang dengan menggunakan metode clustering dan pendekatan quantum teaching dengan berpedoman kepada rancangan pembelajaran Bahasa Indonesia seperti tersusun di atas. Uraian ini hanya sebuah ringkasan dari proses pembelajaran yang pernah penulis

(6)

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 1(3):154-162 (2020) lakukan. Diharapkan ada di benak guru ketika

proses pembelajaran berlangsung adalah prinsip quantum teacing yaitu segalanya bertujuan, segalanya berbicara, akui setiap usaha. Adapun yang diharapkan mempunyai makna menuju tujuan pembelajaran, dan apapun yang kita lakukan, kita katakan memberi pesan belajar.

Pada tahap tumbuhkan, guru diharapkan menumbuhkan minat siswa untuk belajar. Menumbuhkan minat belajar dapat dengan cara mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari dapat memberi tahu makna proses pembelajaran untuk kehidupan, menyakinkan bahwa menulis adalah mudah dan dapat dilakukan siapapun, memberi contoh orang-orang yang telah berhasil sebagai penulis dan lain-lain. Yang menjadi pokok di sini adalah cara mengkomunikasikannya diharapkan membangkitkan semangat siswa. Teknik mengkomunikasikan yang baik dapat membawa dunia guru dan anak pada dunia kita. Jika itu terjadi maka bekerjalah bagian otak kanan siswa, tumbuh minat, semangat dan gairah.

Pada tahap alami, siswa diharapkan dipastikan mengalami kegiatan yang dikehendaki dalam pembelaajran. Pengalaman langsung sangat penting karena akan mengikat ingatan dan siswa dapat memfokuskan diri lebih lama. Pada tahap ini belajar dilaksanakan sambil langsung melakukannya. Siswa mencoba berbuat dan terus mencoba, mengolah informasi, mengidentifikasi, menerapkan konsep dan lain-lain. Siswa mencari kata/frase yang mempunyai hubungan dengan gagasan utama, mengembangkannya dengan cepat tanpa pertimbangan apapun. Apa yang ada dalam benaknya berhubungan dengan kata itu langsung ditulisnya. Selain itu, pada tahap ini dengan bimbingan guru, siswa belajar tentang bagaimana cara belajar. Siswa belajar memusatkan pikiran, mengidentifikasi, membaca lingkungan dan lain-lain. Hasil tulisan pada tahap ini dapat dijadikan sebagai tes penjajagan.

Pada pembelajaran mengarang tahap ini dapat dimulai dengan menulis cepat dalam beberapa menit menuangkan segala yang ada pada pikiran tentang sesuatu tanpa terhenti. Siswa dibimbing untuk menulis apa saja yang terlintas dalam pikirannya tanpa memikirkan benar salah, layak atau tidak. Siswa juga dibimbing mengembangkan kalimat atau paragraf dengan berpedoman kepada kata-kata yang telah dipilihnya.

Pada tahap namai, guru diharapkan memuaskan kepenasaran siswa setelah mengalami proses pembelajaran dimana segala konsep belum punya nama.. Pada tahap ini konsep diberikan. Tahap ini sebaiknya dilakukan pada waktu diskusi menelaah hasil belajar siswa. Beberapa siswa membacakan tulisannya lalu diskusikan penyempurnaannya dengan memperhatikan aturan penulisan yang benar baik dari segi tata bahasa, ejaan, maupun sintaksis. Siswa kembali mengembangkan kata dengan cepat atau memperbaiki tulisan sekedarnya.

Pada tahap demonstrasikan, intinya adalah memberikan kesempatan berlatih atau belajar kedua kalinya untuk menunjukkan bahwa, “Sekarang aku sudah tahu!” atau :”Sekarang aku sudah dapat!” “Ini pekerjaanku, tapi tentu saja harus ada perbaikan karena itu beri saran!” Siswa membacakan hasil perbaikan. Diskusi memberikan saran. Bimbingan kembali tentang menulis dan aturannya. Tetap memberi semangat.

Ulangi adalah tahap selanjutnya. Pada tahap ini siswa mengulang belajar menurut modalitasnya. Pengulangan akan semakin menguatkan ingatan siswa tentang hasil-hasil pembelajaran. Apalagi pada tahap ini siswa dibebaskan memilih cara belajarnya. Dalam tahap ini juga guru dapat mengurutkan kata kunci tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Misalnya, “sekarang aku tahu tentang: mengembangkan kata menjadi kalimat dan menyusunnya, ejaan dan tanda baca, membuat paragraf dan wacana dan seterusnya.” Namun dalam hal ini guru tidak perlu membuat definisi tentang kata-kata itu. Biarkan siswa dengan bahasanya sendiri mengenali konsep-konsep itu. Lalu siswa diberi waktu yang cukup untuk menuliskan kembali secara utuh karangan yang telah dibuatnya. Dalam hal ini siswa juga diberi kebebasan untuk memilih masalah yang dikehendakinya.

Tahap terakhir adalah rayakan. Pada tahap ini guru harus memfasilitasi siswa untuk merayakan keberhasilan pembelajaran. Perayaan dapat dilakukan dengan banyak cara, misalnya tepuk tangan, menyanyi, dan lain-lain. Perayaan sangat penting artinya untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Merayakan kemenangan adalah naluri manusia. Perayaan dapat membuat seseorang untuk mengulang kesuksesannya. Dengan perayaan siswa ingin mengulang kesuksesannya lebih lanjut.

(7)

160 Penerapan Metode Clustering dan Quantum Teaching …

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 1(3):154-162 (2020) Selain uraian di atas, hal yang terpenting

dari pendekatan quantum teaching dan metode clustering adalah memuji siswa di saat sukses atau tidak sukses, tidak membedakan siswa, memilih kata yang paling tepat, serta mengikuti setiap usaha yang dilakukan siswa. Itulah gambaran sederhana proses pembelajaran mengarang dengan metode clustering dan pendekatan quantum teaching yang dilakukan oleh penulis. Dengan pendekatan semacam itu, pembelajaran akan berlangsung dalam suasana yang menyenangkan. Siswa akan selalu aktif dan kreatif, sehingga pembelajaran lebih efisien. Pembelajaran seperti ini tentu akan lebih bermakna bagi siswa.

Penilaian Proses dan Hasil Pembelajaran

Penilaian merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Penilaian diperlukan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan sebuah proses pembelajaran. Dalam hal ini penilaian mencakup dua macam yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar.

Penilaian proses adalah penilaian terhadap keterampilan proses yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Keterampilan ini merupakan keterampilan mental dimana di dalamnya dapat mencakup keterampilan mengkomunikasikan, menyimpulkan, menyusun, mendemonstrasikan, melaporkan dan lain-lain. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah penilaian yang dilakukan setelah proses pembelajaran berlangsung.

Dalam proses pembelajaran ini, penilaian proses yang penulis lakukan hanya pada aspek proses penyusunan dan proses mengkomunikasikan. Hal ini didasarkan pada karakteristik materi pembelajaran yang banyak mengandung kegiatan itu. Adapun penilaian proses yang dilakukan penulis adalah saat siswa mencari kata, memilah, mengembangkan, serta saat mengkomunikasikan baik pada bagian awal maupun akhir.

Rangkuman dari penilaian proses dikomunikasikan oleh penulis kepada siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa memahami dengan jelas segi apa saja yang menjadi penilaian guru dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat meningkatkan keterampilan proses ke arah yang lebih baik. Adapun penilaian hasil belajar yang dilakukan dalam pembelajaran ini adalah saat pembelajaran sampai pada tahap pengulangan. Dalam hal ini siswa membuat sebuah karangan dengan teknik yang benar. Karangan dapat berupa perbaikan dari proses pembelajaran atau

siswa mengganti dengan gagasan baru. Penilaian ditekankan pada keluasan ide, bahasa dan pilihan kata, kerapian, dan ejaan.

Laporan Hasil

Keberhasilan sebuah pelaksanaan kegiatan akan dapat terlihat apabila ada sebuah penilaian yang menyertainya. Hasil penilaian akan memberi bukti apakah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak. Dalam kegiatan pembelajaran, penilaian mencakup dua aspek yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar. Untuk itu, dalam menilai proses pembelajaran penulis melakukan dua macam penilaian itu, yaitu penilaian proses dan hasil belajar.

Penilaian proses dalam kegiatan pembelajaran ini hanya dibatasi pada aspek proses penyusunan dan mengkomunikasikan. Hal ini disesuaikan dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan siswa serta aktivitas pembelajaran yang lebih banyak menekankan tentang kedua hal di atas. Namun, karena keterbatasan tempat, hasil penilaian proses hanya bisa penulis sajikan dalam bentuk deskripsi rangkuman penilaian proses.

Adapun contoh rangkuman hasil penilaian proses belajar siswa dalam menyusun dan mengkomunikasikan hasil belajar yang dilakukan penulis terhadap siswa dalam pembelajaran mengarang dengan menggunakan metode clustering dan pendekatan quantum teaching adalah sebagai berikut.

Secara keseluruhan siswa bersemangat dan mampu mencari kata-kata/frase yang mempunyai hubungan dengan gagasan utama. Mereka dapat mengelompokkan kata dengan baik, merekam lingkungan dan menuangkan perasaannya dalam memilah kata serta mengembangkannya menjadi kalimat atau paragraf. Pada tahap awal kata-kata yang tersusun masih terbatas. Begitu juga pengembangan kalimatnya. Pada tahap kedua, setelah pemberian contoh dan beberapa aturan diberikan kata-kata/frase yang tersusun mulai berkembang. Pengembangan kalimat mulai terarah, semangat dan minat menulis masih tetap terjaga.

Sampai tahap pengulangan beberapa siswa belum sepenuhnya berani mengkomunikasikan hasil tulisannya. Hal ini karena keberanian belum sepenuhnya dikuasai. Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan penilaian hasil belajar siswa penulis mengambil karangan siswa pada

(8)

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 1(3):154-162 (2020) saat pembelajaran tahap kesatu dan tahap

terakhir (pengulangan). Hasil karya siswa pada pembelajaran tahap kesatu penulis anggap sebagai tes penjajagan karena pada tahap ini belum ada konsep, materi, contoh yang diberikan kepada siswa. Siswa baru dibimbing pada tahap memberikan semangat dan dorongan agar otak kanan beraktivitas.

Sedangkan hasil karangan siswa pada tahap akhir dijadikan sebagai tes hasil belajar. Karangan pada tahap ini sudah mengalami beberapa kali penyuntingan dan perbaikan di mana segala konsep, aturan, ejaan, tata bahasa telah dibelajarkan kepada siswa. Sebenarnya tanpa tes penjajagan pun kita bisa mengetahui tingkat keberhasilan siswa. Dalam petunjuk pelaksanaan penilaian dijelaskan, (1) apabila rata-rata nilai dalam ulangan kurang dari 6.0 maka pelajaran perlu diulangi untuk seluruh kelas dengan menitikberatkan pada materi yang belum dikuasai siswa dan (2) untuk siswa yang memperoleh nilai ulangan harian kurang dari 7,5 perlu diberikan program perbaikan, sedangkan yang memperoleh 7,5 ke atas perlu diberikan program pengayaan.

Dari data yang ada, sebenarnya keberhasilan sebuah hasil tes belajar siswa sudah bisa diketahui. Namun, apabila kita hanya melihat hasil belajar siswa, kita tidak mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai. Dengan kata lain tidak ada data kuantitatif keberhasilan. Oleh karena itu, di sini dibutuhkan tes penjajagan yang bisa dibandingkan dengan tes hasil belajar. Tes penjajagan menggambarkan keadaan siswa sebelum proses belajar dimulai, sedangkan tes hasil belajar menggambarkan keadaan siswa setelah proses pembelajaran selesai. Dengan demikian ada dua variabel yang diperbandingkan yang bisa menggambarkan keberhasilan.

Adapun hasil tes penjajagan dan hasil tes belajar serta deviasinya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 diketahui rata-rata tes penjajagan adalah 5,26 dan rata-rata tes hasil belajar 8,03. Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat keberhasilan, penulis mengolah data tersebut dengan menggunakan uji-t dengan rumus:

Keterangan:

Md = Mean dari perbedaan rata-rata pretest dan posttest

Xd =Deviasi masing-masing ssubyek (d– Md) n = Subyek pada sampel

D = Ditentukan dengan (n-1)

Hasil tes penjajagan dan tes hasil belajar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Tes Penjajagan dan Tes Hasil Belajar

Setelah diketahui Md= 2,78, jumlah kuadrat deviasi 14,334 dan subjek pada sampel 870, data ini diolah dengan uji-t dan hasilnya adalah 21,889. Pada tes dua ekor dengan α= 0,05 maka diperoleh t tabel 2,04. Dengan demikian, data ini menunjukkan bahwa t hitung lebih besar daripada t tabel. Oleh karena itu, proses pembelajaran hasilnya signifikan.

Pengujian statistik di atas dilakukan hanya untuk kegiatan penulisan ini untuk memberikan bukti kuantitatif keberhasilan proses

No. N a m a TP THB D 1 Andi Muh Safaat 4,5 8,4 3,9 2 Arisman 5,0 7,5 2,5 3 Danti 5,0 6,8 1,8 4 Darmi 6,0 8,8 2,8 5 Emiras 5,2 9,1 3,9 6 Gangga 5,5 7,8 2,3 7 Karimang 5,4 9,2 3,8 8 Masmuddin 5,0 7,2 2,2 9 Muh. Ali 5,4 8,4 3,0 10 Nuraeni 5,0 8,4 3,4 11 Nani 5,0 6,5 1,5 12 Nia zulkarnean 5,0 8, 3,0 13 Nina 6,0 9,0 3,0 14 Ambarwati 5,0 8,0 3,0 15 Asfitria 6,6 9,2 2,6 16 Malfia 5.4 7,6 2,2 17 Rudiyanto 5,2 8,0 2,8 18 Amir 5,0 8,5 3,5 19 Nurhayati 4,5 6,8 2,3 20 Ratnawati 6,5 8,6 2,1 21 Sholeha 4,0 8,0 4,0 22 Suleman 4,5 7,6 3,1 23 Pahrudin 4,5 7,0 2,5 24 Neni maria 6,0 8,0 2,0 25 Amir Bahtiar 6,0 8,0 2,0 26 Turyani 6,0 8,6 2,6 27 Waode nani 6,0 8,2 2,2 28 Wanina 5,0 9,0 4,0 29 Jumriah 5,0 8,2 3,2 30 Inayah 4,5 6,6 2,1 N = 30 157,7 241,0 83,3

1

2

n

n

xd

Md

t

(9)

162 Penerapan Metode Clustering dan Quantum Teaching …

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 1(3):154-162 (2020) pembelajaran mengarang dengan metode

clustering dan pendekatan quantum teaching. Namun, keberhasilan yang terpenting dari pembelajaran ini adalah meningkatnya kualitas proses di mana siswa dapat terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Selain itu, dengan pembelajaran model ini siswa memiliki kecakapan hidup, kecerdasan emosional, dan diharapkan dapat dijadikan bekal untuk menghadapi masalah kehidupan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Setelah melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran mengarang dengan metode clustering dan pendekatan quantum teaching di kelas V SDN 2 Lamokato kolaka, mulai dari penelahaan kurikulum, penyusunan program, penyajian program dan evaluasi, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

1. Meningkatkan mutu proses belajar siswa, dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat menjadi indikator keberhasilan penilaian pembelajaran.

2. Meningkatkan mutu hasil belajar siswa, dibuktikan dengan hasil perolehan nilai hasil belajar siswa yang mencapai rata-rata 8,03 sedangkan dalam tes penjajagan nilai rata-rata hanya mencapai 5,26. Selain itu, hasil analisis statistik dengan menggunakan uji-t diperoleh hasil 21,889. Sedangkan harga t tabel pada α= 0,05 adalah 2,04. Dengan demikian, pembelajaran mengarang dengan metode clustering dan pendekatan quantum teaching di kelas VI SDN 2 Lamokato hasilnya signifikan.

3. Pembelajaran menulis/mengarang dengan metode clustering dan pendekatan quantum teaching adalah sebuah model pembelajaran yang dapat mencerdaskan emosi siswa, mengaktifkan belahan otak kanan dan kiri, serta mampu memberi bekal kecakapan untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.

Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Guru hendaknya selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sebagai bekal dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru hendaknya jangan berhenti berkreativitas untuk meningkatkan mutu hasil belajar.

2. Guru hendaknya selalu mencari hal-hal baru yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar mengajar baik dalam hal metode, pendekatan, rancangan maupun yang lainnya.

3. Pembelajaran diupayakan memberikan bekal yang nyata kepada siswa sebagai kecakapan hidup untuk bekal di masa mendatang.

Daftar Pustaka

Bobbi de Porter dan Mike Hernacki. (2001).

Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

Bobbi de Porter, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. (2001). Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

Dave Meier. (2002). The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1993). Petunjuk Pelaksanaan Penilaian di Sekolah Dasar. Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). GBPP Sekolah Dasar Kelas VI. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kebijakan Direktorat Pendidikan TK dan SD Tahun 2002. Jakarta.

Gordon Dryden dan Jeannette Vos. (2001). Revolusi Cara Belajar Bagian I. Bandung: Kaifa.

Herdhiansyah, D, Asriani, Kasmawati. (2020). Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 5 Kendari Melalui Pelatihan Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Menjadi Kripik Kulit Singkong. Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran, 1(1): 49-55. Nana Sudjana dan Wari Suwariyah. (1991).

Model-Model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru. Suharsimi Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Permisalan yang kedua bagi kaum mukminin adalah Maryam, seorang wanita yang tidak memiliki suami, baik dari kalangan orang mukmin ataupun dari orang kafir.. Dengan demikian,

Jalan Kolonel Wahid

Setelah siswa mempelajari materi persamaan linear dua variabel dan sistem persamaan linear dua variabel dalam bentuk abstrak siswa dapat membuat model matematika dari

[r]

Pelaksanaan pengajaran melalui metode insersi atau lampiran ini dilihat dari segi waktu pelaksanaannya, tidaklah terlalu memakan banyak waktu, sebab disaat

Breast Cancer Chemo Side Effects.Dibuka tanggal 21 Januari, 2016 dari http://www.cancerresearchuk.org/about-

Pengembangan Media Audio Visual Pada Kompetensi Penerapan Teknik Perlakuan Kimiawi. Enzimatis Di Smkn

campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh