Rusun Rancacili: Rumah Produksi Kolektif
Imaniar S. AsharhaniProgram Studi Magister Arsitekur, SAPPK, ITB.
Abstrak
Dalam perkembangannya, rumah tidak lagi hanya sebagai hunian, namun juga sebagai wadah kegiatan ekonomi keluarga. Adanya kegiatan ekonomi ini membuat konfigurasi denah rumah menjadi beragam sesuai dengan kegiatan ekonomi yang ditambahkan. Khususnya permukiman di aera pinggir kota yang jauh dari lapangan pekerjaan, akan memunculkan kreativitias masyarakat setempat melakukan usaha mandiri. Hunian publik yang berlokasi di area terpencil memiliki potensi untuk mengembangkan rumah produksi kolektif agar dapat memperbaiki perekonomian. Pada tulisan ini akan dipaparkan bagaimana perumahan rakyat didaerah suburban kota Bandung yaitu di Rancacili dapat dirancang dengan penambahan fasilitas kegiatan home industry. Berdasarkan pengamatan perilaku sosial-ekonomi akan disimpulkan kriteria desain agar dapat dikembangkan di masa mendatang.
Kata-kunci : rumah produksi, tipologi hunian, perilaku sosial-ekonomi, perumahan rakyat
Pengantar
Perumahan rakyat merupakan solusi dari pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat. Rumah susun merupakan tipologi ideal untuk perumahan rakyat jika dikaitkan dengan keterbatasan lahan dan antisipasi kepadatan pada area hunian. Penyesuaian desain rumah susun dengan kondisi tapak penting untuk dikaji demi kenyamanan penghuninya. Pada peran-cangan ini, diawali dengan pengamatan ling-kungan sekitar tapak, termasuk pola perilaku masyarakat di area permukiman yang sudah ada dan tipologi huniannya. Dilanjutkan dengan analisis berupa kriteria sebagai dasar peran-cangan. Terakhir akan dicontohkan model yang sesuai dengan kriteria yang sudah diperoleh. Rusunawa Rancacili merupakan suatu suburban yang berbatasan dengan Kali Cipamokolan. Saat ini Area Rusun tersebut telah terbangun 3 gedung yang terbengkalai. Diperlukan perbaikan desain rusun dan penambahan jumlah unit. Pada radius 500 meter, di kawasan tersebut terdapat beberapa area hunian yang berdekatan dengan tapak. Yakni dua perkampungan yang menyebar secara acak dengan sebagian besar
merupakan masyarakat berpenghasilan rendah dan satu permukiman yang telah tersusun rapi dengan penduduknya ialah masyarakat ber-penghasilan menengah (gambar1). Pengamatan awal menunjukkan bahwa terdapat potensi pengambangan hunian berbasis ekonomi. Sebab kurang lebih 50% dari rumah yang ada telah memiliki kegiatan ekonomi maupun produksi.
Gambar 1. Situasi sekitar tapak Rancacili yang terdiri
Kajian Literatur
Rumah sebagai Basis Kegiatan Ekonomi Keterkaitan antara kegiatan ekonomi dengan kegiatan berhuni dapat sangat terkait. Sakina (2015) berpendapat bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia juga sebagai wadah kegiatan ekonomi. Menurut Silas (dalam Osman dan Amin, 2012), konsep rumah berdasarkan cakupan fungsinya dapat dibeda-kan menjadi dua kelompok, yaitu rumah hunian dan rumah produktif. Rumah hunian merupakan rumah yang hanya digunakan untuk tempat tinggal. Sedangkan rumah produktif merupakan rumah, yang selain untuk tempat tinggal, juga berfungsi sebagai wadah kegiatan ekonomi, baik yang hanya sebagai kegiatan sampingan, ataupun sebagai kegiatan utama. Salah satu motivasi munculnya fenomena rumah sebagai basis kegiatan ekonomi ini adalah karena sifat kegiatan ekonominya fleksibel baik dari keluarga, waktu dan kelonggaran modal dan tempat kerja. Hunian yang berkualitas, menurut Turner (dalam Hartatik, 2010) tidak dilihat hanya dari kondisi fisiknya saja, melainkan lebih ke arah sejauh mana hunian tersebut mampu mem-fasilitasi kebutuhan berkegiatan para peng-huninya: ‘The important thing about housing is not what it is, but what it does in people’s lives’. Dengan berhasilnya kegiatan ekonomi rumahan, maka pengem-bangan hunian akan menjadi fokus utama. Dengan demikian, diharapkan pengembangan hunian tersebut akan berdam-pak balik terhadap peningkatan kegiatan ekonomi yang dijalankan.
Pada konteks hunian sebagai basis ekonomi keluarga, dapat dikategorikan menjadi empat kategori rumah, yaitu rumah manufaktur, rumah servis, rumah distribusi dan rumah kombinasi. Rumah manufacture merupakan rumah yang memproduksi barang, seperti barang kerajinan, kaus dari usaha konveksi, dan lain-lain. Sedang-kan rumah servis merupaSedang-kan rumah yang menyediakan jasa seperti salon dan bengkel. Selanjutnya, rumah distribusi merupakan rumah yang menjadi tempat pemberhentian sementara dari barang-barang yang hendak dijual ke konsumen. Dan rumah kombinasi adalah rumah yang mencakup dua dari beberapa fungsi rumah yang telah digolongkan tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa ruang-ruang yang dibutuhkan sangat
bergan-tung pada sifat usaha yang dijalankan. Dari penggolongan tersebut, maka pengamatan perilaku ekonomi dapat diamati dengan lebih mudah untuk dapat diklasifikasikan.
Bahasa Pola pada Permukiman
Bahasa pola (Pattern Language) merupakan metode analisis terstruktur dalam melihat sebuah permasalah pada sebuah konteks. Alexander (1977) mengatakan bahwa pola merupakan deskripsi permasalahan aktual yang terjadi berulang-ulang. Pola tersebut dilanjutkan dengan solusi penyelesainnya. Kekeliruan yang ada dalam merancang lingkung bangun adalah perancang menyesuaikan dengan tipologi umum yang ada, tanpa merespon isu aktual yang terjadi pada konteks keruangan. Hal ini justru akan menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui pola empiris yang terdapat pada lokasi pembangunan atau konteks. Langkah-langkah yang dilakukan ialah mengum-pulkan dan mencatat segala jenis fakta baik permasalahan maupun hal positif yang ada di permukiman. Dilanjutkan melakukan penge-lompokan dan penamaan sesuai dengan yang terjadi dan menguraikan solusi dari setiap problem yang ditemui. Setiap pola akan saling terkait dengan pola lainnya dan memiliki kategorisasi. Setiap pola permasalahan dapat disertakan penyelesaiannya, namun dengan bantuan masyarakat agar lebih tepat sasaran. Selanjutnya hasil analisis awal berupa pola-pola yang didapatkan disususn menjadi lingkup yang lebih spesifik berupa sintesis. Hasil sintesis tersebut dapat dijadikan kriteria pola yang harus dihadirkan pada permukiman serupa.
Metode
Perancangan ini akan didahului dengan pene-litian yaitu dengan mengamati pola-pola yang ada di permukiman Rancacili. Pemahaman untuk merancang komunitas diawali dengan mema-hami permasalahan yang ada di tapak. Dalam metode pattern language perlu keter-libatan masyarakat lokal. Namun pada penelitian kali ini, pendekatan dilakukan sebatas penga-matan pola yang timbul berdasarkan persepsi pribadi perancang (gambar 2). Pola yang saling terkait dipahami secara subyektif dan diuraikan dengan lebih sederhana.
Gambar 2.Diagram analisis keterkaitan antara
pola-pola yang ada di rancacili
Gambar 3. Hasil sintesa berupa 4 pola yang akan
dipertahankan dalam rancangan rumah susun di Rancacili
Berikutnya setelah terkumpul berbagai data tersebut maka setiap data dirangkai menjadi sebuah sintesa yang memiliki ujung dan pangkal. Berpangkal dari nuansa tapak yang sangat khas dengan horizon cakrawala langit yang memben-tang, karena terletak di area pinggiran dengan dominasi sawah. Dan berujung kepada aktivitas komunal karena adanya kecenderungan petak tanah kosong di setiap RW dengan berbagai aktivitas komunal. Aktivitas yang dimaksud antara lain: tempat pengumpulan sampah untuk daur ulang, tempat bermain anak, dan remaja, ruang sosial berbincang, dan menjemur. Sehingga berdasarkan pengamatan, diperoleh 4 suasana khas yang ada pada site: cakrawala langit, petak lapangan, sampah daur ulang, dan kendaraan tak bermotor di area kampung.
Pemaparan pada gambar 3 mengilustrasikan sintesa yang terjadi dan penggambaran 4 nuansa yang merepresentasikan Rancacili. Keempat nuansa tersebut akan menjadi kriteria dasar perancangan hunian publik yang akan dijelaskan pada pembahasan pada Analisis dan Interpretasi pada formasi rencana bangunan dan rencana tapak.
Kemudian penelitian dilanjutkan pendataan dan pengelompokan tipologi unit hunian. Tipologi ini nantinya akan dijadikan landasan perancangan modul modul unit rumah susun. Pengklasi-fikasian rumah berbasis ekonomi terdiri dari Rumah dengan fungsi ruang workshop, yaitu kegiatan industri seperti menjahit dilakukan di dalam rumah; Rumah dengan fungsi display, yaitu terdapat ruang untuk memajang hasil jualan misalnya toko; dan rumah pekerja, yaitu rumah yang tidak terdapat kegiatan ekonomi sebab kegiatan tersebut berada di ruang luar.
Analisis dan Interpretasi
Formasi Denah
Konsep mengenai nuansa Rancacili yang didominasi oleh langit, diterapkan dalam racangan unit dengan cara membuat rangkaian denah yang memiliki pemandangan ke pada 2 arah. Dengan memaksimalkan view yang ada maka aspek psikologis penghuni akan tetap terjaga. Selain itu skenario penghuni yang akan tinggal di rusun ini, akan memilih lokasi unit berdasarkan pekerjaan mereka. Ketika membeli unit, akan disediakan ruangan yang tanpa sekat, sehingga penghuni dapat dengan fleksibel mengisis dengan kebutuhan firnitur yang mereka inginkan. Penghuni rusun cenderung tidak mengunakan ranjang dan memakai lemari sebagai pembatas ruang.
Berdasarkan pemahaman rumah produksi yang telah dipaparkan sebelumnya, maka pe-rancangan unit yang dibiarkan terbuka akan memudahkan masyarakat berpenghasilan ren-dah dapat dengan muren-dah menyesuaikan dengan susunan ruang sesuai keinginan mereka. Pada setiap unit disediakan fasilitas berupa kamar mandi, sementara dapur disediakan kolektif pada setiap lantai. Pada gambar 4 diilustrasikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipakai untuk melakukan susunan layout.
Gambar 4. Anjuran Formasi denah berdasarkan
tipologi yang ada. Formasi Bangunan
Rusun dibagi menjadi 3 bagian, yakni area retail dan workshop yang ada pada lantai dasar dan diafragma bangunan, area hunian berbasis ekonomi dengan sirkulasi koridor ramp yang terletak pada lantai 1-8, dan area hunian biasa dengan koridor mendatar yang terletak di lantai 10-21.Fungsi dari ramp pada lantai dasar hingga pada diafragma bangunan ialah untuk memu-dahkan mobilisasi para pengangut barang yang membutuhkan kendaraan bermotor. Gam-bar 5 mengilustrasikan bentuk bangunan yang terdiri dari bagian bawah ialah unit dengan ramp, diafragma di tengah bangunan berupa area terbuka dan taman, serta bagian atas ialah unit biasa.
Adanya ramp dikhususkan kepada penghuni yang tinggal di lantai 3-8. Sehingga ketika membutuhkan perpindahan barang dalam perilaku ekonomi, misalnya mengangkut komo-diti berupa kain maupun barang daur ulang, maka akan mudah sampai ke lokasi workshop di luar rumah. Lantai dasar maupun lantai diafragma berfungsi sebagai penampung kegi-atan workshop yang membutuhkan ruang luas maupun ruang terbuka. Sementara penghuni yang tinggal di bagian atas, dengan tipologi unit rusun secara umum, diperuntukkan bagi masya-rakat pekerja atau karyawan yang tidak membutuhkan mobilisasi barang komoditi. Pada gambar 6 diilustrasikan perbandingan antar zona.
Gambar 5. Ilustrasi potongan dari desain rancangan
yang menggambarkan kondisi zona hunian secara vertikal.
Formasi Rencana Tapak
Formasi yang diatur diusahakan untuk tetap meberi rasa nyaman pada pengghuni dengan menghindari jendela yang berhadapan antar bangunan. Hal ini untuk mempertahankan konsep cakrawala yang terbentang di area tapak dapat dinikmati oleh penghuni rusun. Jendela yang berhadapan antar bangunan rusun akan memberi kesan sempit dan berkurangnya privasi, meskipun memiliki jarak tertentu. Kemudian posisi bangunan sengaja diatur agar tidak menantang matahari. Dengan ini maka aspek fisika bangunan dapat diaplikasikan untuk menunjan kenyamanan penghuni bangunan. Gambar 7 menjelaskan tentang konfigurasi posisi bangunan rusun yang satu dengan yang lain tidak saling sejajar.
Kesimpulan
Hunian yang jauh dari pusat kota memiliki perkembangan kondisi hunian yang erat dengan aktivitas produksi ekonomi. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk kebutuhan penghuni terhadap ruang dalam mencapai pemenuhan kebutuhan mereka, khususnya kebutuhan produksi tersebut. Oleh karena itu kajian mengenai aspek sosial-ekonomi perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan permukiman yang terletak di pinggiran perkotaan.
Gambar 6. Denah pada bangunan tipikal Rusun Rancacili
Hunian vertikal publik membutuhkan aturan yang berbeda dengan hunian horizontal, karena tidak dapat dilakukan ekspansi lahan. Karena itu fleksibilitas tinggi perlu direncanakan dalam menentukan tipologi unit untuk memudahkan calon penghuni menyesuaikan diri dengan kebutuhan mereka.
Kenyamanan dalam mobilisasi vertikal juga perlu diperhatikan pula bagi tipe hunian publik khususnya yang berbasis produksi ekonomi. Hal ini untuk menjada efektivitas dan efisiensi untuk distribusi barang tersebut.
Daftar Pustaka
Christopher, Alexander. (1977). Pattern Language: Towns, Buildings, Construction. New York : Oxford University Press.
Hartatik, et.al. (2010). Peningkatan Kualitas hidup penghuni di Rusunawa Urip Sumoharjo pasca-Redevelopment. Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota. Sakina, dkk (2015). Pengaruh Kegiatan Ekonomi
Terhadap Tipomorfologi di Kawasan Industri Tekstil. Studi Kasus: Cogondewah Kaler. Tugas Kuliah Analsisi Lingkungan Binaan.
Turner, John. F. C. (1972). Housing: It’s Part in Another Development.