• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802008099 Full Text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802008099 Full Text"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

semakin meningkat. Tindakan kriminalitas ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun melibatkan pelajar dan jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Para pelajar yang berkisar usia 13-18 tahun termasuk dalam kategori masa remaja (Santrock, 2007). Masa remaja juga merupakan masa antara lain di tandai dengan sifat-sifat yang idealis, romantis, berkhayal, harapan tinggi dan berkeinginan (Gunarsa, 2006). Terdapat tugas perkembangan yang memiliki peranan yang penting untuk menentukan arah perkembangan yang normal. Pada tugas perkembangan masa remaja menuntut perubahan yang lebih besar dalam sikap dan perilaku untuk menghadapi masa dewasa (Hurlock, 2002). Dengan tugas perkembangan

yang dialami remaja begitu banyak, remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan mau pun perilaku. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang.

Pada kondisi tertentu, seperti kondisi yang tidak kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja (juvenile delinquency). Perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993).

(2)

korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks pra-nikah. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Aktifitas kenakalan remaja seperti membolos, merokok, minum-minuman keras tak jarang para

pelajar ini juga terlibat dalam aksi tawuran antar sekolah atau kelompok, penggunaan obat-obatan terlarang, pencurian dan seks bebas (Kartono, 2006).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Palupi (2004) menyebutkan jenis-jenis kenakalan remaja yang di lakukan oleh siswa SMP Negeri 2 Salatiga antara lain adalah membolos, keluyuran, merokok, membaca buku porno, menonton film porno dan minum-minuman keras. Sedangkan menurut Winarni (2004) di Desa Sukorharjo Kabupaten Semarang jenis-jenis kenakalan remaja yang sering di lakukan adalah minum-minuman keras dan narkoba (25 %), merokok (25%), membolos dan keluyuran (20%), melakukan hubungan seks bebas dengan pacar atau pelacur (10%). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Bimbingan Konseling Dra. Dwi Ratna Ningsih (19 Maret, 2012) karakteristik dari kenakalan remaja yang dilakukan siswa di SMA 2 Boyolali, yaitu membolos sekolah, tidak tertib dalam memakai atribut sekolah, perkelahian antar siswa dan penggunaan miras hal ini terjadi dalam lima tahun terakhir ini.

(3)

Akibatnya anak mencari kesibukan di luar rumah dengan melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Lemahnya kemampuan pengawasan diri terhadap pengaruh lingkungan, mengalami kegagalan dalam prestasi sekolah maupun dalam pergaulan. Banyak siswa yang terpaksa melakukan tindakan nakal sebagai pelampiasan emosi atau amarahnya karena gagal dalam ulangan, tes dan tinggal kelas. Dalam hal pergaulan siswa kurang bersosialisasi dengan teman sebaya. Sedangkan dari faktor luar remaja

(eksternal) seperti lingkungan keluarga atau faktor dari rumah, keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk berkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak (Cell, 2011). Lingkungan keluarga yang bermacam-macam keadaannya dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif bagi anak. Keadaan keluarga yang terpecah (broken home) maupun keluarga yang broken home semua (quasi broken home), kedua hal ini dapat memberikan

potensi yang kuat dalam membuat siswa menjadi melakukan tindakan nakal di sekolah maupun di masyarakat. Rumah tangga yang berantakan dapat membawa pengaruh psikologis buruk bagi perkembangan mental dan pendidikan anak. Orang tua yang terlalu sibuk di luar rumah tidak dapat memberikan cukup waktu kepada anak-anaknya, dapat mengakibatkan anak merasa dirinya diabaikan dan tak dicintai. Kesempatan ini sering digunakan anak untuk mencari kepuasan di luar, dengan kawan-kawannya yang senasib yang akhirnya membentuk geng-geng yang memiliki sifat-sifat agresif, sehingga dapat mengganggu masyarakat. Hal ini bisa mengarahkan kepada yang di namakan kenakalan remaja (juvenile delinquency). Keadaan ekomoni yang tinggi maupun rendah juga dapat menjadi penyebab siswa melakukan tindakan kenakalan remaja (Cell, 2011).

(4)

yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu perilaku adalah sikap terhadap perilaku, individu yang memiliki keyakinan yang positif terhadap suatu perilaku akan memiliki kecenderung untuk melakukan tindakan tersebut. Faktor kedua adalah norma subjektif, individu yang memiliki keyakinan bahwa orang lain atau suatu kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukan. Apabila individu tergabung dalam suatu kelompok, maka apa yang menjadi nilai dalam kelompok tersebut akan

dipatuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor yang menfasilitasi atau menghalangi perilaku yang akan dilakukan individu, ini merupakan faktor ketiga (Ajzen, 2005).

(5)

Kegiatan belajar disekolah adalah kegiatan yang positif bagi para remaja. Namun, setelah kegiatan belajar selesai para remaja memiliki waktu luang yang banyak di luar sekolah dibandingkan dengan jam sekolah. Hal tersebut dapat memberikan peluang bagi para remaja salah dalam bergaul dan melakukan tindakan-tindakan negatif sehingga dapat terjebak dalam kenakalan remaja (Hapsari, 2010). Sekolah merupakan salah satu instansi yang dapat membantu para remaja untuk mengisi waktu luang dengan

kegiatan-kegiatan yang positif. Sekolah dapat menfasilitasi dengan mengaktifkan kegiatan ekstrakurikuler, Pengertian ekstrakurikuler menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) yaitu:”suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa”. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri dilaksanakan diluar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberi keleluasaan waktu dan memberikan kebebasan pada siswa, terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat serta minat mereka. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2010) menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara minat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dengan intensi delinkuensi remaja pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Semarang. Sumbangan efektif dalam penelitian ini sebesar 0,241, artinya intensi delinkuensi remaja 24,1% ditentukan oleh minat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, sedangkan sisanya sebesar 75,9% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Burton (2005) menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kegiatan ekstrakurikuler baik non-sport dan sport untuk terjadi perilaku delikuensi di kalangan para pelajar.

(6)

Kejuruan padahal tidak hanya siswa SMK saja yang terlibat dalam kasus delikuensi, siswa SMA juga memiliki peluang yang besar untuk terlibat dalam kasus tersebut. Seperti yang terjadi di kekerasan kelompok pelajar putri SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung, yang dikenal sebagai Geng Nyik-Nyik (Surya, 28 Oktober 2008). Sementara itu Kota Kupang, 15 pelajar SMA dari SM Negeri 3 dijaring aparat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Kupang karena terlibat pesta minuman keras atau miras pada jam sekolah

(Kewa, November 2008). Bila di lihat dari karakteristik perbedaan antara siswa SMA dan SMK berdasarkan tujuan proses pembelajaran di sekolah adalah siswa SMA dipersiapkan untuk karir ekonomi atau melanjutkan pendidikan tinggi dan mencapai kematangan dalam pilihan karir atau jabatan (Caroline, 2009). Sedangkan siswa SMK menyiapkan tenaga kerja professional juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian. Saat para siswa SMK maupun SMA tidak mampu untuk memainkan perannya sebagai siswa dengan tujuan proses pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dimungkinkan para siswa mencari aktifitas yang lainnya untuk menyalurkan ketidakmampuan yang dimiliki dan salah satunya terlibat dalam perilaku delikunsi.

(7)

kedisplinan yang tinggi, kemandirian hidup serta memupuk rasa tanggung jawab dan sikap loyalitas.

Berdasarkan hasil wawancara bersama Fajar (16 Februari, 2012) yang merupakan pradana di Ambalan Tunas Patria menyatakan bahwa dengan mengikuti ekstrakurikuler pramuka, memberikan banyak manfaat pada dirinya. Seperti melatih kepemimpinan, mengajarkan kemandirian dan belajar berguna bagi sesama manusia. Hal ini sesuai dengan tujuan dari gerakan pramuka mendidik dan membina kaum muda Indonesia guna

mengembangkan mental, moral, spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisiknya untuk menjadi generasi muda Indonesia yang baik (Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, 2004).

(8)

dengan intensi perilaku delikuensi remaja pada siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Boyolali. Manfaat dari penelitian ini selain dapat memberikan informasi dalam memperkaya hasil penelitian tentang perilaku delikuensi pada perkembangan remaja khususnya pada bidang keilmuan psikologi pendidikan serta menjadi masukan bagi lembaga.

TINJAUAN PUSTAKA Intensi Delikuensi Remaja

Pengertian dari intensi (intention) yaitu sebagai satu perjuangan guna mencapai satu tujuan; ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologis, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan suatu objek. Dari pengertian tadi menyiratkan bahwa intensi merupakan suatu yang disengaja atau disadari bahkan telah mulai dilakukan. Hal ini di dukung dalam definisi dari intensional (intentional) yaitu menyinggung maksud, pamrih atau tujuan; dengan maksud tertentu; disadari atau kemauan sendiri (Chaplin, 2004).

Bandura (1986) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktifitas tertentu atau menghasilkan suatu

keadaan tertentu di masa depan. Intensi merupakan suatu faktor psikologis yang terletak diantara sikap dan perbuatan, maksudnya bahwa tanpa adanya intensi suatu perbuatan tidak akan muncul, meskipun sikap tersebut sangat kuat (Fishben dan Ajzen dalam Wijaya, 2007).

Delikuensi (delinqunency) berasal dari bahasa Latin “Delinquere”, yang diartikan terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas menjadi jahat, anti sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror dan tidak dapat diatur (Kartono, 2006).

(9)

dewasa. Remaja atau adolescence mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2002).

Jadi dapat disimpulkan bahwa Intensi delikuensi remaja adalah suatu kebulatan tekad remaja untuk melakukan suatu tindakan yang melanggar suatu norma atau aturan yang berlaku dalam masyarakat, melakukan pelanggaran hukum, bertindak antisosial serta melakukan perbuatan yang mengganggu kepentingan umum.

1. Bentuk-bentuk kenakalan remaja (Kartono, 2006)

(10)

Partisipasi Dalam Ekstrakurikuler Pramuka

Menurut Davis (1962) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. partisipasi merupakan wujud tingkah laku secara nyata dalam suatu kegiatan yang merupakan totalitas dari suatu keterlibatan mental dan emosional.

Sedangkan ekstrakurikuler adalah suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Pramuka merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang di adakan disekolah. Tugas dari gerakan pramuka adalah menumbuhkan tunas-tunas bangsa agar menjadi generasi yang lebih baik serta bertanggung jawab (Pandurasta, 2010).

1. Bentuk-bentuk partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka

(11)

mengikuti setiap kegiatan yang ada didalam pramuka seperti upacara bendera, bakti sosial, latihan tali-menali, baris berbaris, membuat ketrampilan, perkemahan, perlombahan antar ambalan demi tercapainya visi dan misi dalam pramuka, bersedia membantu rekan kerjanya walapun bukan tugasnya.

b. Motivasi individu untuk memberikan sumbangan dalam kegiatan pramuka.

Mengembangkan setiap inisiatif dan kreatifitas yang dimiliki

ke arah tercapainya tujuan kelompok, menjadi seorang individu yang mampu memprakarsai atau menjadi penggerak atas setiap keputusan atau tujuan dalam suatu organisasi yang telah disepakati bersama. Seperti menciptakan hal-hal baru, memberi ide-ide atau pandangan baru yang bermanfaat untuk kelompoknya (Nugroho, 2011). Jika dalam kegiatan pramuka, partisipasi ini dapat terwujud dalam perilaku seperti anggota pramuka berani untuk mengemukakan ide-ide baru yang bermanfaat bagi kegiatan pramuka, berani menyampaikan pendapatnya dalam rapat pengurus maupun ambalan.

c. Individu menerima tanggung jawab yang diberikan dalam kegiatan pramuka.

(12)

Ariefyuri, 2012). Dalam kegiatan pramuka partisipasi ini dapat terwujud dalam perilaku seperti saat mendapat tugas baik dari pembina pramuka maupun sesama anggota dalam satu ambalan, menerima tugas tersebut dan melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab bahkan siap untuk menerima resiko sesuai dengan apa yang telah dilakukan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan uji korelasi dimana terdapat dua variabel yaitu intensi delikuensi remaja sebagai variabel terikat dan partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka sebagai variabel bebas. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI dan XII di SMA Negri 2 Boyolali yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka berjumlah 50 orang. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik sampling jenuh. Teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel

(Sugiyono, 2010).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala intensi delikuensi ini disusun oleh penulis berdasarkan 20 jenis-jenis kenakalan remaja yang dikemukan oleh Kartono (2006). Skala partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka di susun berdasarkan tiga aspek menurut Davis (1962).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(13)

windowa version 17 dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach

memperoleh angka reliabilitas sebesar 0,903. Sedangkan pada pengujian skala partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka didapatkan koefisien validitas yang bergerak dari 0,270 sampai dengan 0,839. Dalam perhitungan terdapat 7 item yang gugur karena tidak memenuhi standar validitas yang ditetapkan (≥0,20) dan hanya 43 item yang terpakai, memperoleh angka reliabilitas sebesar 0,958. Hasil analisi deskriptif siswa SMA Negri 2

Boyolali 96 % memiliki intensi delikuensi pada kategori rendah dan 60 % untuk partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka pada kategori tinggi.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunkan uji Kolmogrov-Smirnov dengan bantuan SPSS versi 17 for Windows. Hasil yang diperoleh

adalah p=1,897 untuk pada sampel intensi delikuensi remaja dan p=0,974 untuk pada sampel partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka dengan p>0,05. Jadi kedua variabel ini tidak berdistribusi dengan normal. Pengujian

(14)

ekstrakurikuler pramuka merupakan salah satu kegiatan yang positif untuk mengisi waktu luang. Sedangkan pengisian waktu luang dengan baik dengan cara yang sesuai dengan umur remaja, masih merupakan masalah bagi kebanyakan remaja rasa bosan, segan untuk melakukan apa saja merupakan fenomena yang sering dijumpai (Monks,2002). Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang penting untuk membantu siswa dalam mengisi waktu luangnya salah satunya dengan mengaktifkan setiap kegiatan ekstrakurikuler,

(15)

menjawab pertanyaan ataupun menyampaikan pendapat. Mereka menyatakan bahwa itu semua, mereka dapatkan ketika ikut serta dalam kegiatan pramuka. Walaupun fasilitas yang mereka dapatkan kurang memadai sepertinya kurang dana dari sekolah saat mengikuti perlombaan, peralatan yang sudah mulai rusak, kurang adanya perbaikan. Mereka mengharapkan adanya perhatian dari pihak sekolah untuk ekstrakurikuler pramuka. Jadi dapat dikatakan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh siswa

SMA Negri 2 Boyolali sesuai dengan bentuk partisipasi menurut Davis (1962) keterlibatan mereka tidak hanya secara mental dan emosi saja, namun mereka juga memberikan kontribusi dan bertanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal tersebut yang mempengaruhi siswa di SMA Negri 2 Boyolali memiliki tingkat partisipasi yang tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara intensi delikuensi remaja dengan partisipasi dalam pramuka di SMA Negri 2 Boyolali. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi partisipasi dalam pramuka maka semakin rendah intensi delikuensi remaja. Ditunjukkan dengan korelasi r = -0,350 dengan signifikasi sebesar 0,006 (p < 0,05) dengan sumbangan efektif sebesar 12,25 %.

(16)

kategori rendah. Sedangkan untuk partisipasi pramuka sebesar 60 % berada pada kategori tinggi.

B. SARAN

Ada pun saran yang dapat diberikan peneliti sesuai dengan hasil penelitian, antara lain :

1. Bagi siswa

Para siswa diharapkan tetap untuk mempertahankan partisipasinya dalam ekstrakurikuler pramuka. Karena dengan ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dapat mencegah keinginan berperilaku delikuensi.

2. Bagi guru dan sekolah

Meningkatkan serta mendukung kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dengan cara menyediakan fasilitas yang ada seperti memberikan dana yang cukup, menyediakan setiap peralatan yang dibutuhkan. Sehingga membuat anak semakin termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstarkurikuler pramuka. 3. Bagi penelitian selanjutnya

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar offset.

Azwar, S. (2008). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset.

Azwar, S. (2009). Realibilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset.

Abubakar. (1995). Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan edisi kedua. Jakarta : Yudistira.

Arikunto, S. (2003). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Ancok, D. (1987). Nuansa Psikologi Pembangunan. Yogyakarta : Yayasan Insan Kamil & Pustaka Pelajar.

Ariefyuri. (2009). Pentingnya kegiatan ekstrakurikuler. Diakses tanggal 10 Maret 2012 dari http : //arieif.blogspot.com.

Bandura, A. (1986), Social foundation of thought and action, Prentice Hall, Englewood Clift,NJ.

Burton, J.M. (2005). Protective factors for youth considered ar risk of criminal behaviour: does participation in extracurriaular activities help?. © Whurr Publishers Ltd.

Chaplin, JP. (2001). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

Cell, I. (2011). Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja. Diakses tanggal 28 Februari 2012 dari

http://ipascell.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-penyebab-kenakalan-remaja.html.

Davis,K. (1962). Human Relations at Work. New York, San Francisco, Toronto, London, hlm.15-19.

(18)

Kesiswaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Dirjend Dikasmen.

Departemen pendidikan nasional. (2002). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Ekowarni. (1993). Penyimpangan perilaku remaja dalam masyarakat. Jakarta : Erlangga.

Fishbein, M & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research. California: Addison-Wesley Publishing Company Inc, Menlo Park.

Furhmann, B.S. (1990). Adolescence, Adolescent. Illiois: Scott, Foresman/Little, Brown Higher Education.

Guilford, J.P. (1959). Psychomrteic Metdhos Second Edition. New York: Mc.Graw-Hill Book Company, Inc.

Gunarsa, D.S. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja. (perkembangan anak oleh Eduastri T. Atmodiwirjo). Yogyakarta : Andi.

Hurlock, B.E. (1973). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kantor linkungan hidup.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Ahli bahasa Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E.B. (2004). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan . Ahli bahasa Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.

Kartono, K. (1988). Psikologi sosial II. Jakarta: Rajawali

Kartono,K. (2006). Patologi sosial II. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Hadi,S. (1994). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Offset.

(19)

Masngudin. (2004). Kenakalan remaja sebagai perilaku menyimpang dan hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga..diakses pada tanggal 7 Maret 2012 dari

http://www.despos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/2004/Masngu din.htm.

Mulyono,Y.B. (1984). Pendekatan analisis kenakalan remaja dan penanggulangannya. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Monks,F.J., Knoers,A.M.P., & Haditono,S.R. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Nugroho,T. (2012). Manfaat organisasi. Diakses tanggal 7 Maret 2012 dari http://manfaat organisasai/kompasiana.htm

Palupi, Y.B. (2004). Jenis dan factor – factor penyebab kenakalan siswa tahun pelajaran 2002 – 2003 ( studi kasus di SLTP Negeri 2 Salatiga) Skripsi (tidak ditertibkan). Salatiga: Fakultas keguruan dan Ilmu pendidikan – PPKn. Universitas Kristen Satya Wacana.

Pandurasta. (2010). Kegiatan pramuka. Diakses tanggal 7 Maret 2012 dari http:/racanastainska.blogspot.

Priyanto, D. (2010). Teknik mudah dan cepat melakukan analisis data penelitian dengan SPSS dan Tanya jawab ujian pendadaran. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Retno,U.H. (2010). Hubungan Antara Minat Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Dengan Intensi Delikuensi Remaja Pada Siswa Sekolah Menegah Kejuruan ( SMK) Di Kota Semarang. Diakses tanggal 13 Oktober 2012 dari http://eprints.undip.ac.id/111112/1/jurnal

Santrock, J.W. (2002). Life span development. Jakarta : Erlangga.

Setyawan,A. (2008). Variabel penelitian dan definisi operasional variabel. Diakses tanggal 22 Maret 2012 dari

http://adityasetyawan.files.wordpress.com/2009/01/variable-penelitian-dan-definisi-operasional-variable2.pdf.

(20)

Sugiyono. (2000). Metode penelitian bisnis. Bandung : CV. Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode penelitian pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Wahyono, T. (2009). 25 model analisis statistika dengan SPSS 17. Memahami teknik analisis statistika secara sistematis dan praktis. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Wijaya, T. (2007). Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha (Studi Empiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta) di askes tanggal 14 April 2012 dari

http://directory.umm.ac.id/Wirausaha/MAN07090204.pdf 

Winarni, D.J.T. (2004). Profil pelaku nakal remaja di desa sukoharjo kecamatan pabelan kabupaten Semarang Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas keguruan dan Ilmu pendidikan – PPKn. Universitas Kristen Satya Wacana.

Winarno. (2009). Makalah Ekskul Di Sekolah. Diakses pada tanggal 22 Juli 2011 dari

http://winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/10/Makalah-Ekskul-di-Sekolah.pdf.

Zhavra, K. (2010). Tujuan gerakan pramuka, arti sebuah eksistensi. Diakses 22 Juli 2011 dari

http://kangzhavramenulis.wordpress.com/tag/pramuka/   

Wikipedia. (2012). Sekolah menengah atas. Diakses pada tanggal 22 Juli 2011 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_atas.

Referensi

Dokumen terkait

Mulai Menerima pesanan pelanggan Mencatat pesanan dalam PDA Surat order Order pelanggan Input data pelanggan Order pelanggan disetujui Info pelanggan Order pelangan

a) Mengambil pola asuh menerima anak. Orang tua wajib untuk menggunakan pola asuh ini karena dengan menerima remaja bagaimanapun keadaannya kemudian memberikan

Hasil positif ini terindikasikan di dalam teori Ryff dan Singer (1996) yang menyebutkan bahwa seorang yang memiliki PWB tinggi; akan memiliki karakteristik

Beberapa pemain gitar dengan latar belakang tidak mendapat pendidikan musik secara formal mengatakan bahwa salah satu hal yang kerap menjadi permasalahan dalam

Dalam hal ini siswa tunarungu membutuhkan dukungan dari ling kungannya untuk dapat menerima keberadaannya dilingkungannya tersebut agar siswa tunarungu tidak merasa

Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol). Tugas Akhir ini disusun

Dalam pengembangannya menjadi desa wisata pihak pendamping tidak ingin adanya one man show sehingga dalam memilih menjadi anggota maupun pengurus melibatkan semua elemen

Dikatakan demikian karena kekristenan mengajarkan berita baik tentang Yesus Kristus, yang inti ajarannya adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri