• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712011027 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712011027 Full text"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

i

Peran Orang Tua Sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun

Oleh:

ADY APRIANUS PEDJAGA 712011027

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Sains Teologi (S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Peran Orang Tua Sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun

oleh:

ADY APRIANUS PEDJAGA 712011027

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Sains Teologi (S.Si-Teol)

Disetujui oleh,

Pembimbing I

Pdt. Dr. Jacob Daan Engel, M.Si

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Dekan

Pdt. Izak Lattu , Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

(3)

iii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ady Aprianus Pedjaga

NIM : 712011027 Email : adyaprpedjaga@gmail.com Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

Judul tugas akhir : Peran Orang Tua sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun

Pembimbing : 1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel , M.Si Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen Satya Wacana maupun di institusi pendidikan lainnya.

2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan, dan hasil pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber penelitian.

3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui dan disetujui oleh pembimbing.

4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya Wacana.

Salatiga, 9 September 2016

(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ady Aprianus Pedjaga

NIM : 71201027 Email: adyaprpedjaga@gmail.com Fakultas : Teologi Program Studi: Teologi

Judul tugas akhir : Peran Orang Tua sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun

Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas – Universitas Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan terhadap karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir elektronik sebagai berikut (beri tanda pada kotak yang sesuai):

a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA

b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA**

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Salatiga, 9 September 2016

Ady Aprianus Pedjaga Mengetahui,

Pembimbing I

Pdt. Jacob Daan Engel, M,Si

* Hak yang tidak terbatashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan mahasiswa yang

menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.

(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ady Aprianus Pedjaga

NIM : 71201027

Program Studi : Teologi Fakultas : Teologi Jenis Karya : Jurnal

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul:

Peran Orang Tua Sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun

beserta perangkat yang ada (jika perlu).

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada tanggal: 9 September 2016

Yang menyatakan,

Ady Aprianus Pedjaga

Mengetahui,

Pembimbing I

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena kasih karuniaNya yang senantiasa melimpah dalam kehidupan penulis. Secara khusus, penulis mengucapkan syukur karena penyertaanNya yang tak pernah berhenti mengalir bagi penulis selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) hingga

menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Peran Orang Tua Sebagai Konselor

Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun”.

Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol). Penulis menyusun Tugas Akhir ini dengan harapan karya tulis ini dapat membantu para orang tua untuk dapat berperan sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun agar orang tua lebih mampu untuk memahami keinginan remaja. Penulis juga berharap laporan ini dapat berguna di kemudian hari guna referensi atau sekedar menambah pengetahuan mengenai peran orang tua sebagai konselor agar para orang tua lebih mampu untuk membawa diri mendekati remaja dengan berbagai persoalannya. Dalam seluruh rangkaian tulisan ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan sehingga diperlukan kritik dan saran agar tulisan ini juga dapat terus dikembangkan dengan lebih baik.

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

MOTTO ... xi

ABSTRAK ... xii

1. Pendahuluan ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

2. Peran Orang Tua sebagai Konselor terhadap Remaja Usia 15-18 tahun ... 6

2.1.Defenisi Orang Tua ... 6

2.2.Defenisi Remaja ... 7

2.3.Defenisi Konselor... 8

2.4.Konseling Pastoral... 10

2.5.Orang Tua dalam Peran sebagai Konselor dalam Keluarga ... 11

2.6.Perkembangan Remaja... 13

2.7.Hubungan Orang Tua dengan Remaja ... 15

3. Peran Orang Tua dalam Menghadapi Permasalahan Remaja ... 17

3.1.Permasalahan Remaja Usia 15-18 tahun ... 17

3.1.1. Permasalahan Remaja dengan Diri Sendiri ... 17

3.1.2. Permasalahan Remaja dengan Orang Tua ... 18

3.1.3. Permasalahan Remaja dengan Lingkungan Sekitar dan/atau Teman ... 20

(8)

viii

3.2.Peran Orang Tua terhadap Permasalahan Remaja ... 21

3.3.Pembahasan dan Analisis ... 23

3.3.1.Peran Orang Tua secara Sosiologis ... 23

3.3.2.Peran Orang Tua secara Psikologis ... 24

3.3.3.Peran Orang Tua secara Ekonomi ... 24

3.3.4.Peran Orang Tua secara Spiritual ... 25

4. Penutup ... 26

4.1.Kesimpulan ... 26

4.2.Saran ... 27

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik dalam bentuk kritik, saran serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang oleh karena kasihNya selalu menolong penulis dalam menjalani studi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.

2. Pdt. Jacob Daan Engel yang menjadi dosen pembimbing penulis selama masa penulisan Tugas Akhir ini. Terima kasih atas waktu dan motivasi yang diberikan kepada penulis. Mohon maaf jika ada perilaku yang kurang berkenan selama masa bimbingan.

3. Pdt. Dr. Retnowati selaku Dekan dan dosen wali penulis. Terima kasih untuk segala dukungan dan motivasi hingga penulis mampu untuk menyelesaikan studi.

4. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Teologi. Terima kasih sudah membagi ilmu pengetahuan kepada saya dan mendukung serta memotivasi saya untuk terus belajar agar saya dapat terus berkembang. Buat Bu Budi yang selalu setia membantu segala keperluan mahasiswa dan tidak bosan untuk menerima kami dikantornya. Terima kasih banyak bu.

5. Lembaga Kemahasiswaan dan Kelompok Bakat Minat (teman-teman

“Theology Basketball”) yang sudah memberikan saya kesempatan untuk

mengasah kreatifitas dan mental yang lebih baik untuk saya gunakan di kehidupan saya kedepan. One for All, All for One.

6. Kelompok Musik Kreatif yang selalu mampu untuk menampung kesukaan saya bermusik. Terima kasih untuk kebersamaan dalam pelayanan yang kita lalui bersama. Kapan-kapan reuni terus “ngejam” lagi yak..

(10)

x

untuk memenuhi kebutuhan saya hingga saya dapat berhasil. Semua ini saya persembahkan buat kalian.

8. Nona Sifra Paramma yang selalu setia untuk memberikan motivasi dan mendukung penulis selama masa studi. Mohon maaf apabila dalam kebersamaan kita ada hal-hal yang tidak berkenan. Semangat dalam pengerjaan Tugas Akhir. Ingat MARET ya, nanti saya datang. Tuhan Yesus Berkati. 

9. “D’Stickless” yang menjadi keluarga di salatiga. Om bos Epy, mas Cacink, pace Putra, Koko Sam, Kang Speiro, Ungke Fandy, om Uta, Adi Codot, mas Bagong, si Batak Rickie, tulang Robby (aslinya daging), Kak Jo Maliogha, Refy, David Ibo, buncit Janter. Terima kasih untuk motivasi dan kebersamaannya. Kalian the best.

10.Teman-teman kontrakan Karangpete. Baptua Acel, mone Dhavid, kak Bobi, bli Japrak, mas Edgar, om Juan terima kasih untuk setiap kebersamaan, motivasi, lelucon-leluconnya dan DOTA 2. Kalian amat sangat keren. Pro DOTA 2.

11.Cendekiawan 2011 yang terus mendukung satu dengan yang lain. Terima kasih untuk kalian yang sangat keren dalam kebersamaan kita. Sampai ketemu di kesempatan yang lain dan sukses untuk kita semua.

(11)

xi

MOTTo

Kesuksesan itu membutuhkan sebuah proses

Sukses bukanlah akhir dari segalanya, kegagalan

bukanlah sesuatu yang fatal: Namun keberanian untuk

meneruskan kehidupanlah yang diperhatikan.

Sir

Winston Churchill

Yeremia 1:5

Sebelum Aku membentuk engkau dalam Rahim ibumu,

Aku telah mengeal engkau, dan sebelum engkau keluar

dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku

telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi

(12)

xii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa peran orang tua sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun. Penelitian ini dimotivasi oleh fakta bahwa remaja usia 15-18 tahun cenderung menutup diri dari orang tua sehingga orang tua perlu untuk melakukan pendekatan layaknya konselor. Penelitian ini menerapkan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, melalui penelitian ini dimaksudkan mendeskripsikan orang tua dapat menjadi konselor bagi remaja usia 15-18 tahun dengan menganalisa melalui teori-teori konseling, orang tua dan remaja. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yaitu dengan menelaah buku-buku, catatan-catatan dan laporan yang relevan serta memiliki hubungan dengan penelitian. Hasil dari penelitian adalah orang tua dapat menjalankan peran sebagai konselor walaupun pada dasarnya mereka bukan konselor. Orang tua yang berperan layaknya konselor adalah orang tua yang mampu untuk memberikan perhatian yang cukup untuk perkembangan remaja dengan melakukan beberapa teknik konseling yang cocok bagi remaja dan dikuasai oleh orang tua. Remaja usia 15-18 tahun adalah remaja yang ingin didengar setiap permasalahannya, namun orang tua tidak ingin mendengar keinginan remaja dengan berbagai alasan sehingga melalui perannya sebagai konselor maka orang tua lebih mampu untuk mendengar, menafsir dan membantu remaja usia 15-18 tahun untuk menentukan pilihan yang tepat agar keluar dari masalah yang dihadapi. Peran orang tua sebagai konselor perlu diterapkan didalam kehidupan berkeluarga agar pertumbuhan remaja dapat terus di kontrol walaupun mereka tetap diberikan kesempatan untuk memilih.

(13)

1 PERAN ORANG TUA SEBAGAI KONSELOR TERHADAP REMAJA

USIA 15-18 TAHUN

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang dibentuk berdasarkan cinta yang asasi antara dua subyek manusia yang disebut suami istri. Melalui asas cinta inilah lahir anak sebagai generasi penerus.1 Keluarga dengan asas cinta ini kemudian harus mampu melihat perkembangan anak sesuai dengan tatanan nilai, moral dan agama yang dianut.

Berkenaan dengan hal di atas, anak yang menjadi generasi penerus keluarga tidak hanya memperoleh pengetahuan dari keluarga tetapi juga dari lingkungan sosialnya. Hal ini dinamakan proses sosialisasi primer dimana interaksi dengan lingkungan sosial adalah proses pembentukan identitas.2 Dalam interaksi sosial yang terjadi, orang tua tetap menjadi figur utama dari sang anak dalam bertindak sehingga perlu adanya bimbingan yang tepat dari orang tua kepada anak. Figur utama dari orang tua ini harus lebih ditingkatkan kepada anak ketika anak masuk ke dalam usia remaja.

Remaja atau dalam bahasa psikologi perkembangan di sebut adolescence

yang dimulai pada umur 12-18 tahun, kemudian terbagi kedalam dua kategori, yaitu remaja awal (12-15 tahun) dan remaja madya (15-18 tahun) dimana mereka mengalami banyak perkembangan yang dapat diidentifikasi.3 Perkembangan-perkembangan tersebut, ialah: 4

1) Fisik, perubahan tubuh yang membuat remaja merasa menjadi orang dewasa;

2) Sosial, remaja melihat lingkungan sosial sebagai tempat yang tepat untuk mencari identitas dan menjadi mandiri;

3) Mental, remaja lebih banyak membuat keputusan-keputusan yang tidak konsisten;

1

Zahara Idris, Dasar Kependidikan, (Angkatan Bandung, 1984), 47 2

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1986), 85 3

Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Jurnal Info Media, 2008), 9

4

(14)

2

4) Emosional, Emosi yang dikeluarkan remaja tidak terduga karena emosi yang dimiliki tidak mampu untuk disembunyikan atau ditahan;

5) Spiritual, meragukan kepercayaan agamawi yang telah remaja anut selama ini.

Dalam menghadapi perkembangan remaja ini, orang tua yang menjadi figur utama tadi perlu untuk membimbing remaja agar perkembangan remaja dapat diarahkan dengan benar. Bimbingan yang dilakukan harus bertolak dari kesadaran orang tua akan perannya dalam keluarga, yaitu : 5

1) Pengajar/pembimbing, orang tua diminta untuk memberi banyak bantuan saat dibutuhkan, kemudian memberi kesempatan kepada remaja untuk melakukannya sendiri;

2) Pemimpin/penuntun, orang tua memberikan bantuan untuk menjelajah hal-hal baru dan dukungan positif bagi remaja;

3) Penasehat, orang tua membantu remaja untuk memahami apa yang terjadi dalam perkembangan mereka;

4) Pendamping/teman, orang tua lebih meluangkan waktu kepada remaja untuk menikmati aktivitas yang dapat dilakukan bersama-sama;

5) Sahabat karib, orang tua menjadi pendengar yang setia bagi remaja dalam setiap cerita yang dilontarkan remaja;

6) Pelindung/pembela, orang tua menjadi pelindung remaja, terutama pada masa-masa sukar. Akan tetapi, sesekali diperlukan keraguan dari orang tua agar remaja dapat mengalami akibat dari tindakannya;

7) Pemberi nafkah/pendukung, orang tua menjadi penyedia kebutuhan dasar remaja;

8) Pemberi suri teladan/menjadi teladan, orang tua tidak harus menuntut remaja untuk menjadi seperti yang dinginkan, tetapi lebih membiarkan mereka memutuskan sendiri dengan melihat kepada figur orang tua yang menjadi teladan.

5

(15)

3

Remaja atau adolescence adalah masa yang rentan dengan pengaruh-pengaruh dari berbagai hal termasuk dalam keluarga sendiri dan lingkungan sosial. Remaja pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

Saat ini di Indonesia, tuntutan kehidupan semakin besar sehingga memungkinkan orang tua harus bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah. Kesibukan orang tua ini menyebabkan hilangnya perhatian dan kasih sayang yang biasa dirasakan oleh anak-anak, sehingga memberikan dampak negatif dan ketidaknyamanan suasana di rumah bagi mereka.6 Remaja yang merasakan hal ini kemudian menjadi tertutup dan masuk kedalam tahap depresi, sehingga mereka cenderung mengonsumsi minuman keras, merokok atau ganja, mabuk-mabukan, bahkan bunuh diri sebagai bagian dari pelarian akan masalah yang dihadapi.7

Remaja yang cenderung tertutup jika memiliki masalah ini sebenarnya ingin menceritakan kepada orang tua. Akan tetapi, kesibukan orang tua yang secara tidak langsung terus menutup mulut remaja.8 Orang tua juga mengalami represi yang menyebabkan adanya jarak antara mereka dan remaja. Represi adalah tindakan perlawanan yang diberikan akibat dari ketidaksadaran bahwa seseorang pernah melakukan hal yang sama sebelumnya.9 Tindakan represi ini memungkinkan orang tua untuk memandang remaja dengan berbagai

perkembangannya sebagai orang yang “abnormal” dengan tidak menyadari bahwa

mereka juga dulu sama seperti itu. Keadaan ini yang membuat remaja terus mencari jalan keluar dengan cara bergabung kedalam dunia sosial untuk berelasi tanpa melihat akibat-akibat yang akan dihadapi.

Dalam menghadapi persoalan remaja ini, sangat penting bagi orang tua untuk menjadi konselor bagi remaja dalam keluarga karena orang tua adalah orang yang paling dekat relasinya dengan remaja sehingga orang tua mampu untuk mengenali kondisi dan sikap remaja yang membutuhkan sesuatu dari orang tua.

6

Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga (Terapi Keluarga), (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), 12

7

Diane E. Papalia, Menyelami Perkembangan Manusia, (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), 2

8 Maria Paula Chaparro and Joan E. Grusec, (Journal of Family Psychology, 2015), Vol. 29

9

(16)

4

Orang tua juga harus memahami bahwa depresi yang dirasakan oleh remaja membutuhkan bantuan orang tua untuk mengevaluasi diri remaja, sehingga depresi yang dialami dapat ditekan dan diubah menjadi hal yang positif.10 Orang tua perlu menjadi konselor yang mampu menjalankan fungsi konselor, yaitu: Menyembuhkan, bertujuan untuk membantu konseli untuk menghilangkan gejala-gejala disfungsional. Menopang, bertujuan untuk membantu konseli untuk menerima keadaan saat ini. Membimbing, bertujuan untuk membimbing konseli ketika konseli harus mengambil suatu keputusan tertentu tentang masa depannya. Memperbaiki hubungan, bertujuan untuk membantu konseli keluar dari sebuah konflik batin dengan pihak lain yang mengakibatkan rusaknya hubungan dengan cara konselor menjadi mediator atau penengah. Memberdayakan, bertujuan untuk membantu konseli menjadi penolong bagi diri sendiri pada masa yang akan datang pada waktu menghadapi kesulitan kembali.11

Orang tua perlu berperan sebagai konselor yang mendengar, menafsir, mengarahkan, memberi informasi yang benar kepada remaja dan menjauhi tindakan represi. Seain itu, orang tua juga perlu menjadi mediator antara remaja dengan masa depannya melalui pembentukan dalam masalahnya dengan cara memberikan perasaan nyaman kepada remaja ketika bersama orang tua.12 Hal tersebut sesuai dengan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor.13 Berdasarkan hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan studi pustaka tentang PERAN ORANG TUA SEBAGAI KONSELOR TERHADAP REMAJA USIA 15-18 TAHUN.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana peran orang tua sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun? Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian untuk mendeskripsikan peran orang tua sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun. Dalam menentukan metode penelitian, maka penulis menggunakan metode penelitian

10

Clara Wagner, Lauren Alloy and Lyn Abramson, “Trait Rumination, Depression, and Executive Function in Early Adolenscence, “ Journal of Youth & Adolenscence, vol. 44 (2015)

11

Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia, 2012), 95

12

Maria Cristina Ginevra, Laura Nota & Lea Ferrari, “parental support in adolescents' career development: parents' and childrens perceptions,” Career Development Quarterly, Vol 63 (2015): 123

13

(17)

5

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, gejala, ataupun kelompok tertentu untuk menentukan penyebab suatu frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.14 Pendekatan kualitatif adalah metode yang menggunakan cara berpikir dari gejala umum ke gejala khusus.15

Teknik penelitian yang penulis pakai adalah studi kepustakaan. Teknik studi kepustakaan adalah teknik mengumpulkan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang relevan serta memiliki hubungan dengan penelitian.16 Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis yang mana dapat menyumbangkan pokok pemikiran tentang peran orang tua sebagai konselor yang dikemudian hari akan berguna maupun secara praktis dimana orang tua dapat mengetahui dan memahami bagaimana mereka harus berperan dalam menghadapi anak usia remaja dalam berbagai persoalannya. Agar penelitian ini terarah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, maka disusunlah sistematika penulisan yang menjadi rangkaian penulisan dari bagian pertama sampai keempat yang mempunyai pokok masing-masing, tetapi menjadi satu bagian besar yang saling melengkapi.

Bagian pertama, pendahuluan yang didalamnya dijelaskan latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bagian kedua, berisi tentang peran orang tua sebagai konselor terhadap remaja usia 15-18 tahun yang meliputi defenisi tentang orang tua, remaja, dan konselor serta peran dan fungsi masing-masing, teori konseling pastoral, teori orang tua dalam perannya sebagai konselor dalam keluarga, teori perkembangan remaja, kemudian teori hubungan antara orang tua dan remaja. Bagian ketiga, berisi tentang studi kepustakaan yang meliputi permasalahan remaja usia 15-18 tahun dan peran orang tua terhadap permasalahannya beserta analisis terhadap peran orang tua sebagai konselor. Bagian keempat, penutup yang

14

J. D. Engel, Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen, (Salatiga: Widya Sari, 2005), 20-21

15

David Samiyono, Pengantar kedalam Matakuliah Metode Penelitian Sosial, 2004, 9 16

(18)

6

meliputi kesimpulan yang berisi temuan-temuan hasil penelitian, dan saran yang berisi kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan.

II PERAN ORANG TUA SEBAGAI KONSELOR TERHADAP

REMAJA USIA 15-18 TAHUN 2.1 Defenisi Orang Tua

Orang tua berada dalam sebuah ikatan perkawinan yang bertujuan untuk memperingati karya besar Allah dan menjadi saksi Kristus sebagai bagian dari pendidikan kekristenan kepada anak-anak dengan cara mewujudnyatakan tuntutan kasih dari Allah.17

Orang tua sebagai insan yang telah dipersatukan Tuhan melalui perkawinan sebagai suatu lembaga dasar yang utuh terarahkan pada kelahiran dan pendidikan anak-anak yang adalah mahkota dari lembaga tersebut. Orang tua diberikan tanggung jawab melalui kasih yang telah dibangun terlebih dahulu untuk diperlihatkan kepada anak-anak dengan cara merawat, membimbing dan mendidik anak-anak dalam kasih sebagai pernyataan kehidupan utuh kepada Allah.18

Menurut Maurice, orang tua dalam sebuah keluarga dianggap sebagai pemimpin dari sebuah komunitas yang bertugas mengatur seluruh tatanan organisasi dalam komunitas agar tidak keluar dari rel yang telah dibuat berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing.19 Komunitas yang dibuat ini berdasarkan kepada pemahaman bahwa orang tua adalah satu-satunya pemegang kendali secara utuh dalam sebuah keluarga, namun tidak melupakan bahwa ada batas-batas yang tidak bisa untuk dilanggar.

Memang tidak mudah menjadi orang tua dikarenakan orang tua memegang tanggungjawab yang sangat besar khususnya bagi perkembangan anak. Orang tua harus pandai menyesuaikan diri untuk berperan kepada anak karena peranan orang

17

A. Widyamarta, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 32

18

Widyamarta, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, 36 19

(19)

7

tualah yang mampu untuk menjadikan anak dapat berkembang dengan baik. Menurut Maurice, orang tua berperan untuk melindungi yaitu orang tua harus mampu untuk melindungi anak dalam kasih agar anak merasa ada perhatian yang besar dari orang tua karena bagaimanapun orang tua adalah tempat anak untuk menceritakan segala sesuatu yang dirasakan oleh anak. Orang tua juga berperan untuk menciptakan relasi antar anggota keluarga dengan baik agar ada komunikasi yang berjalan diantara berbagai pihak didalamnya sehingga tidak ada yang ditutupi didalam komunikasi. Orang tua juga berperan untuk menjadi pendidik bagi anak karena pertumbuhan anak dimulai dari didikan dari orang tua terlebih dahulu sebelum keluar untuk belajar hal yang lebih banyak.20

Menurut Tjandrarini, orang tua juga berperan dalam tugas untuk menafkahi agar kebutuhan hidup dari anak dapat terpenuhi sehingga tidak menimbulkan perasaan kurang kepada anak baik dari segi rohani maupun jasmani.21 Kemudian, orang tua juga berperan menjadi konselor yaitu orang tua berperan untuk mendengarkan keluh kesah yang ingin disampaikan oleh anak. Orang tua juga berperan sebagai pendamping yang selalu ada bersama dengan anak seiring dengan pertumbuhan anak.22

Peran orang tua yang sangat besar dalam perkembangan diri seseorang bila dijalankan dengan penuh tanggungjawab oleh orang tua maka orang tua akan menjadi teladan, sahabat, dan pembimbing yang baik bagi anak. Apabila perasaan ini telah mucul dalam diri seorang anak maka perkembangan anak akan lebih mudah untuk dipantau oleh orang tua sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh anak akan mencerminkan apa yang diajarkan oleh orang tua.

2.2 Defenisi Remaja

Remaja yang dalam bahasa inggris disebut “Adolescence” adalah proses

pertumbuhan dalam periode kehidupan untuk menuju kedewasaan. Periode ini adalah tahap dimana seseorang yang awalnya berada dalam sebuah ketergantungan kepada keluarga mulai keluar untuk menemukan kemandirian,

20

Eminyan, Teologi Keluarga, 143 21

Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga:Widya Sari Press, 2004), 34

22

(20)

8

otonomi dan kematangan dengan cara menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sebagai orang dewasa.23

Menurut Hurlock (dalam Ali), masa remaja atau yang dikenal dengan sebutan Adolescence sesungguhnya memiliki arti yang sangat luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik sehingga remaja tidak mempunyai tempat yang jelas.24 Mereka tidak termasuk kedalam golongan anak-anak, tetapi belum cukup juga untuk dianggap dewasa. Remaja sendiri tidak memiliki fungsi yang jelas tertera melainkan ada tugas-tugas yang sebaiknya dilakukan oleh remaja agar remaja mampu untuk bertumbuh atau berkembang dengan dan tidak menyimpang.

Demi memenuhi perkembangan ini maka tugas-tugas yang perlu untuk dilakukan remaja adalah mampu menerima keadaan fisiknya, mampu memahami dan menerima peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian ekonomi, mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua, mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri memasuki perkawinan, dan memahami serta mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.25 Tugas-tugas inilah yang perlu untuk dipahami dan dilakukan oleh remaja karena banyak penyimpangan yang terjadi ketika tugas-tugas ini tidak mampu untuk dijalankan oleh remaja.

2.3 Definisi Konselor

Konselor merupakan seorang ayah yang baik, penuh perhatian serta pengertian dan siap sedia menolong dirinya, atau sebagai ibu yang ramah,

23

Kathryn Geldard dan David Geldard, KONSELING REMAJA:Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), 5

24

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, PSIKOLOGI REMAJA:Perkembangan peserta didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 9

25

(21)

9

mengundang dan memberikan ketenangan kepadanya.26 Konselor adalah orang yang dipilih secara khusus dan telah melalui pendidikan khusus sebelum terjun kedalam profesinya.27 Namun, dewasa ini konselor bukan hanya orang yang telah mendapat mandat khusus tetapi juga kepada orang yang dianggap dapat menyelesaikan keluhan atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli. Dalam hal ini konselor bisa saja bukan orang yang dilatih secara khusus untuk menjadi konselor dan mengetahui prinsip-prinsip konseling serta teknik konseling, tetapi merupakan keluarga dari orang yang sedang bermasalah dan dimintai pertolongan untuk membantu permasalahan tersebut.

Konselor memiliki fungsi menyembuhkan, membimbing, menopang, memperbaiki hubungan, dan merawat.28 Fungsi menyembuhkan akan dipakai apabila konselor menemukan adanya gejala disfungsional dari diri konseli yang memberikan perubahan terhadap sikap dan tingkah laku. Fungsi menopang akan dipakai apabila kondisi konseli tidak mampu untuk kembali kepada keadaan semula sehingga diperlukan penopang agar konseli mampu untuk menerima kondisi atau keadaan dirinya yang saat ini. Fungsi membimbing akan dipakai apabila konseli sedang dalam masa untuk memutuskan kehidupannya pada masa yang akan datang sehingga diperlukan bimbingan yang tepat agar konseli dapat menentukan dengan baik dan tepat. Fungsi memperbaiki hubungan akan dipakai apabila konseli sedang mengalami konflik batin dengan orang lain sehingga mengakibatkan permusuhan atau rusaknya hubungan baik, sehingga konselor yang menjadi penengah atau mediator perdamaian untuk membantu konseli membangun kembali hubungan baik. Fungsi merawat akan dipakai sebagai bahan pelajaran bagi konseli untuk dipakai apabila konseli kembali mengalami kesulitan kembali, bahkan tidak tertutup kemungkinan melalui perawatan atau pemberdayaan yang dilakukan oleh konselor, konseli akan menjadi konselor bagi orang lain yang membutuhkan pertolongan. Walau demikian, konselor yang bertugas untuk menolong konseli tetap tidak memiliki hak penuh atas diri konseli

26

Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, (Jakarta:CV.Rajawali, 1985), 63

27

Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, (Yogyakarta:Kanisius, 2012), 13 28

(22)

10

dan memberikan kebebasan kepada konseli untuk terus mengembangkan diri kepada hal yang positif.

2.4 Konseling Pastoral

Konseling adalah suatu cara yang dibuat agar melaluinya kita mampu untuk menolong orang di sekitar kita. Konseling berjalan sesuai proses untuk menjadikan orang yang mempunyai masalah tidak terhenti dengan masalah itu saja, tetapi diberikan pertolongan untuk berkembang dan menyelesaikan masalahnya.29 Menurut Mesach Krisetya, konseling adalah suatu disiplin ilmu terapi non medis, yang sasarannya adalah untuk memberi fasilitas dan menimbulkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian; menolong pribadi-pribadi untuk mengubah pola-pola kehidupan yang menyebabkan mereka mengalami kehidupan yang tidak berbahagia dan menyediakan suasana persaudaraan dan kebijaksanaan bagi pribadi-pribadi yang sedang menghadapi kehilangan dan kekecewaan dalam kehidupan yang tidak dapat dihindari.30

Konseling pastoral adalah perjumpaan eksistensial yaitu perjumpaan dua orang manusia sebagai subyek, yakni konselor dan konseli. Perjumpaan ini memiliki tujuan untuk menolong konseli agar dapat menghayati keberadaannya dan pengalamannya secara penuh.31 Menurut Abineno (dalam Soewarno), banyak orang yang hidup dalam situasi yang sulit karena bergumul dengan berbagai persoalan yang kadang-kadang rumit sehingga mereka hampir putus asa. Mereka tidak tahu apa yang mereka harus lakukan.32 Persoalan yang begitu banyak dihadapi oleh manusia ini menurut Aart van Beek (dalam Soewarno) perlu untuk di tolong oleh konselor.33

Menurut Yakub B. Susabdo, pastoral konseling adalah hubungan timbal balik antara konselor dengan konseli, dimana konselor mencoba membimbing konselinya kedalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal yang

29

Harper and Brothers, PASTORAL COUNSELING:It’s Theory and Practice, (New York: USA, 1951), 4

30

Mesach Krisetya, Diktat Konseling Pastoral, (Salatiga: FT Universitas Kristen Satya Wacana, 2002), 3

31

Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia, 2012), 60

32

Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, (Yogyakarta:Kanisius, 2012), 2 33

(23)

11

memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia berada, dan sebagainya sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya dengan Tuhan.34

Menurut E. P. Ginting konseling pastoral adalah psikoterapi-pastoral yang melakukan psikoterapi, yang bersifat membangun kembali.35 Konselor harus siap untuk menolong dan menerima pribadi konseli yang datang dengan kesulitan dan persoalan hidup mereka. Konseling pastoral merupakan media untuk memberikan bimbingan kepada orang-orang yang memiliki permasalahan dalam dirinya yang perlu untuk diselesaikan agar tidak menjadi penghalang dalam pertumbuhan atau perkembangan kehidupan kedepan. Proses konseling pastoral dapat dijalankan dengan tujuan agar konseli mampu bertumbuh didalam pengetahuan religius yang baik dengan Yesus sebagai teladan sehingga ada terang Kristus didalam konseli yang telah di pulihkan. Konseling pastoral mengandalkan percakapan sebagai salah satu jalan untuk membantu konseli karena percakapan memberikan kita waktu yang banyak untuk konselor dapat membantu konseli menyelesaikan masalahnya.

2.5 Orang Tua Dalam Peran Sebagai Konselor Dalam Keluarga

Peran orang tua sebagai konselor dalam keluarga diambil dari bagian peran orang tua sebagai pembimbing dalam keluarga sehingga orang tua bukan hanya memberikan perlindungan, relasi yang baik, tetapi juga mampu untuk membawa anak selalu dalam kondisi mampu memutuskan yang terbaik bagi perkembangannya.

Proses konseling yang berjalan dalam keluarga bertujuan untuk membantu setiap anggota keluarga untuk menghadapi serta memecahkan setiap persoalan psikologis masing-masing individu untuk mencapai kebahagiaan.36 Kebahagiaan yang ingin di raih oleh setiap anggota keluarga secara psikologis terbagi atas dua.

34

Yakub B. Susabdo, Pastoral Konseling Jilid 1, Cet: 10 (Malang:Gandum Mas, 2003), 4 35

E. P. Gintings, Gembala dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002), 13

36

(24)

12

Pertama, tercapainya keinginan, cita-cita dan harapan dari setiap anggota keluarga. Kedua, sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing maupun konflik antar pribadi.37 Di Indonesia saat ini, kemajuan di segala bidang juga mempengaruhi kehidupan setiap keluarga. Banyak tuntutan yang perlu untuk dipenuhi agar kehidupan dalam keluarga dapat terjamin, sehingga orang tua lebih fokus kepada pemenuhan materi bagi keluarga dan membuat hubungan antar pribadi dalam keluarga menjadi renggang.38 Padahal orang tua tidak hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga berupa materi untuk memenuhi fungsi fasilitasi, pendidikan dan menafkahi tetapi juga dapat mengatur kebahagiaan yang ingin dicapai dengan membuat relasi dan komunikasi melalui bimbingan antar pihak-pihak dalam keluarga.39

Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno (dalam Soewarno), menjadi konselor bukan memberikan pelajaran bagaimana yang terbaik, tetapi bersama dengan konseli melihat persoalan yang dihadapi untuk membantu konseli menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.40 Akibat dari kemajuan di berbagai bidang, para orang tua bukan menjadi konselor yang berjalan bersama konseli tetapi acuh tak acuh dengan persoalan yang terjadi dalam keluarga. Keadaan orang tua yang demikian itu menyebabkan hilangnya perhatian dan kasih sayang kepada anggota keluarga.41 Menurut McLeod (dalam Komalasari), berhubungan dengan orang lain merupakan tujuan konseling yang penting untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dengan memuaskan orang lain, misalnya keluarga.42 Dalam memegang peran sebagai konselor dalam keluarga, orang tua dituntut untuk dapat membentuk relasi dan komunikasi sebagai bagian dari cara mencapai kebahagiaan yang sama bagi setiap anggota keluarga.

Dalam proses konseling dimana orang tua sebagai konselor dalam keluarga memberikan pengaruh besar bagi perkembangan setiap anggota keluarga

37

Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 10 38

Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 12 39

H. Sutirna, Bimbingan dan Konseling:Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal, (Yogyakarta:ANDI, 2013), 23

40

Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), 52 41

Kristiani Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), 13

42

(25)

13

karena dengan berperan sebagai konselor maka orang tua dapat menciptakan toleransi yang baik bagi setiap anggota keluarga ketika menghadapi konflik didalam maupun di luar lingkup keluarga dan dapat meningkatkan motivasi untuk memberi semangat kepada anggota keluarga yang lain.43

2.6 Perkembangan Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja ada perkembangan yang terjadi dari berbagai segi. Bukan hanya fisik, tetapi juga perubahan lingkungan yang mengharuskan remaja untuk dapat bertindak layaknya orang dewasa. Pada masa remaja seseorang mulai ingin tahu siapa dan bagaimana dirinya serta memikirkan kehidupan masa depannya.

Menurut Nuhamara, terdapat beberapa perkembangan yang terjadi dalam diri remaja, antara lain44 : Pertama, remaja mengalami perubahan fisik untuk dapat bertindak sebagai orang dewasa serta perubahan sosial yang membutuhkan kemandirian seorang remaja agar dapat bertahan dalam dunia orang dewasa. Perubahan fisik dan tuntutan kehidupan sosial ini membuat remaja juga mulai berpikir berbeda dengan anak-anak. Kedua, remaja mengalami perkembangan sosial yang menyebabkan remaja mulai mengenal lingkungan di luar keluarga. Ketiga, remaja mengalami perkembangan mental yang memberikan kemampuan bernalar jauh berbeda dengan dirinya. Piaget (dalam Nuhamara) menyebut perkembangan ini sebagai perkembangan kognitif yang memungkinkan remaja dapat berpikir lebih luas dari sebelumnya.45 Keempat, remaja mengalami perkembangan emosional yang menyebabkan remaja mengalami kondisi pikiran yang tidak menentu. Remaja dapat dapat merasa sedih dan senang secara tiba-tiba. Emosi yang dialami bukanlah emosi yang selalu dikaitkan dengan hal-hal negatif tetapi lebih kepada munculnya pikiran alamiah yang memang melekat dalam diri manusia. Kelima, remaja mengalami perkembangan spiritual yang membuat remaja mempunyai berbagai pertanyaan tentang keyakinannya. Pada perkembangan ini remaja biasanya mengalami keragu-raguan terhadap

43

Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 42 44

Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 46

45

(26)

14

kepercayaan terhadap Tuhan karena pemikiran mereka bahwa iman tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak masuk akal.

Menurut, Chown dan Kang (dalam Padmomartono), remaja usia 15-18 tahun yang disebut sebagai remaja madya mampu untuk bereksperimen dan mengambil resiko, dikenal serta diterima oleh kelompok sebayanya, berpikir secara rasional, mulai memikul tanggung jawab bagi diri sendiri dan memperdulikan kebebasan serta hak individu.46 Menurut Erikson (dalam Nuhamara), remaja dalam perkembangannya mengalami kecemasan yang diakibatkan oleh potensi krisis dalam dirinya.47 Kecemasan ini muncul karena keraguan untuk melakukan tugas-tugasnya selama perkembangan. Remaja perlu untuk mencapai penyesuaian diri agar dapat menangani kecemasan ini dengan membangun relasi kepada lingkungan sekitar sehingga ia dapat dikenal sebagaimana ia ada. Remaja yang melalui tahapan ini dengan baik akan memunculkan identitas diri serta komitmen dan dapat dipercaya sehingga memunculkan tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dilakukannya.

Selama masa perkembangan ini yang terjadi adalah remaja kerap kali bertentang dengan orang tua. Maslow (dalam Saad) mengutarakan bahwa cinta kasih dari orang tua merupakan unsur terpenting dalam perkembangan remaja karena melalui cinta kasih, remaja belajar untuk mengambil keputusan-keputusan terbaik bagi dirinya serta resiko apa yang akan dipetik dari keputusan tersebut dengan berpusat kepada orang tua sebagai bahan pembelajaran.48 .

Menurut Rousseau (dalam Boehlke), remaja mulai mampu untuk melihat orang lain dan memberikan penilaiannya tersendiri kepada orang tersebut karena remaja menganggap bahwa tolak ukur suatu perbuatan terdapat pada dirinya sendiri sehingga ada pengetahuan baru bahwa setiap manusia mempunyai sifat yang berbeda.49 Perkembangan yang terjadi dalam diri remaja bukanlah

46

Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga:Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2013), 34

47

Nuhamara, PAK Remaja,60 48

Hasballah M. Saad, Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di Jakarta, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), 32

49

(27)

15

perkembangan yang mudah untuk dilalui. Didalamnya remaja banyak mengalami pertentangan dan kecemasan bahkan yang terburuk mengalami penolakan dari lingkungan, namun semua itu tergantung kepada didikan dan bimbingan yang telah didapatkan oleh remaja terlebih dahulu. Apabila seorang remaja mendapat bimbingan yang kurang cukup dari keluarga khususnya orang tua maka perkembangan remaja juga akan terhambat dan mengakibatkan remaja menjadi tidak terkontrol karena kecemasan-kecemasan yang dialami dalam masa perkembangan tidak mampu untuk diselesaikan.

2.7 Hubungan Orang Tua Dengan Remaja

Dewasa ini hubungan antara orang tua dan remaja begitu banyak yang mengalami perubahan. Remaja yang juga berubah sesuai perkembangan jaman menemui begitu banyak persoalan yang tidak disadari oleh orang tua. Permasalahan yang ada dapat terjadi karena berbagai faktor, baik kesibukan orang tua di lapangan pekerjaan sehingga anak merasa kurang di perhatikan atau perhatian yang berlebihan sehingga berujung pada larangan berbuat ini dan itu. Remaja pada akhirnya menjadi frustrasi sehingga bisa memunculkan banyak dampak yang negatif didalam diri remaja. Terdapat tiga hal yang terjadi didalam

diri remaja secara umum yaitu Pertama, “agresi” adalah bentuk pencurahan emosi yang berlebihan kepada lingkungan maupun diri sendiri melalui kekerasan.

Kedua, “withdrawal” adalah mencoba melarikan diri dengan cara berfantasi atau melamun. Ketiga, “regresi” adalah mencoba kembali pada situasi yang dulu

pernah memberi kepuasan kepada dirinya50.

Orang tua harus berperan aktif dalam tindakan pencegahan terlebih dahulu sebelum remaja melangkah lebih jauh kedalam persoalan yang lebih rumit. Disinilah peran orang tua dalam bimbingan yang diperlukan untuk membantu remaja dalam perkembangannya mencapai kemampuan secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi remaja51. Bimbingan yang dilakukan tentu harus sesuai dengan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan remaja sehingga diperlukan untuk membangun hubungan yang baik antara orang

50

Syahril dan Riska Ahmad, Pengantar Bimbingan Konseling, (Padang: Angkasa Raya, 1986), 22

51

(28)

16

tua sebagai konselor dengan remaja sebagai konseli. Hubungan yang dibangun akan sangat baik apabila orang tua dapat mengatur pola asuh yang tepat sebelum melakukan bimbingan kepada anak yaitu dengan cara menerapkan pola asuh demokratik.52 Pola asuh demokratik ini akan menimbulkan timbal balik antara orang tua dengan anak. Pusat kontrol tetap pada orang tua tetapi orang tua tidak membatasi keinginan anak namun mampu untuk menyeleksi kebutuhan anak. Keputusan yang diambil oleh remaja tetap dihargai dan jika dianggap mampu maka dibolehkan untuk memakai keputusan tersebut, sebaliknya jika orang tua menganggap anak tidak mampu untuk memenuhi keputusan tersebut maka ada solusi lain yang diberikan oleh orang tua sebagai bagian dari menghindari kekecewaan dari remaja atau perasaan tidak dihargai.

Hubungan yang di bangun atas dasar pola asuh demokrasi dengan sendirinya akan memberikan kesempatan yang besar bagi orang tua untuk terhubung secara emosinal dengan remaja sehingga orang tua mampu untuk menelusuri jalan pikiran remaja bahkan sebelum mereka mengungkapkannya. Perlu juga dipahami bahwa kemungkinan munculnya konflik antara anak dan orang tua terus menerus muncul. Konflik ini biasanya terjadi dari segi perubahan kognitif remaja yang tidak bisa secara langsung di kontrol orang tua53 yaitu mencakup perubahan fisik atau pubertas. Ketika konflik ini terjadi maka orang tua adalah satu-satunya orang yang mampu untuk menenangkan kembali suasana. Oleh karena itu, orang tua perlu untuk mengontrol konflik yang ada dengan cara tidak mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan dengan menggunakan bahasa yang santun dan sopan, serta carilah pemecahan dengan kemenangan berpihak kepada orang tua juga remaja artinya jalan keluar bersama dicari namun tidak merugikan kedua belah pihak dan bersikap realistik terhadap remaja karena remaja belum memiliki keterampilan yang cukup54. Sesuai dengan peran orang tua dan fungsi dari remaja maka perlu adanya bimbingan berupa konseling pastoral yang diberikan orang tua kepada remaja. Konseling yang bertujuan untuk memberikan fasilitas dan menimbulkan pertumbuhan serta

52

Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: Program Studi Bimbingan dan konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW, 2013), 45

53

Padmomartono, Konseling Remaja, 46 54

(29)

17

perkembangan kepribadian, menolong pribadi-pribadi untuk mengubah pola-pola kehidupan yang menyebabkan mereka mengalami kehidupan yang tidak bahagia, dan menyediakan suasana persaudaraan dan kebijaksanaan bagi pribadi-pribadi yang sedang menghadapi tantangan.

III PERAN ORANG TUA DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN

REMAJA USIA 15-18 TAHUN

3.1 Permasalahan Remaja Usia 15-18 Tahun

Masa remaja adalah tahap mencoba sesuatu yang baru sehingga sudah menjadi hal yang pasti bahwa akan ada permasalahan yang terjadi dalam proses ini.55 Permasalahan yang terjadi ini tidak selalu dapat dianggap sebagai sesuatu yang berbau negatif, melainkan dapat menjadi batu loncatan yang positif untuk perkembangan remaja kedepan. Permasalahan yang dialami oleh remaja usia 15-18 tahun penulis bagi menjadi 4 bagian, yaitu :

3.1.1 Permasalahan Remaja Dengan Diri Sendiri

Permasalahan ini berhubungan dengan kepercayaan diri remaja yang dilakukan dengan cara mengembangkan harga diri. Harga diri (self-esteem) merupakan penilaian atau evaluasi psoitif dan negatif terhadap diri.56 Pengembangan harga diri ini dilakukan dengan cara mulai mengkritisi dirinya sendiri untuk mengetahui siapa dirinya atau apa yang mampu ia lakukan.57 Remaja mulai untuk menerima dirinya agar dapat mengembangkan kemampuan untuk lebih berprestasi dalam berbagai bidang cocok dengan dirinya.58

Pada masa remaja usia 15-18 tahun cenderung terjadi sebuah permasalahan tentang mencintai diri sendiri karena mereka sedang dalam masa untuk menentukan akan menjadi apa mereka atau seperti apa mereka di mata orang lain. Ketika seorang remaja telah mampu untuk mengenal siapa dirinya dan kemampuannya maka ia tidak lagi memikirkan orang lain atau lebih mengutamakan dirinya sehingga muncul rasa ego yang sangat tinggi

55

Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 76

56

Sarwono dan Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), 23 57

Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 50 58

(30)

18

dalam diri remaja.59 Remaja tidak ingin orang tua terlalu mencampuri urusannya, sangat memperhatikan penampilan dan berusaha keluar untuk mencari teman baru.60 Perkembangan yang buruk ini biasanya berasal dari pengalaman sewaktu masa anak-anak yang sering mengalami penolakan, dikritik secara kasar, tuntutan untuk menjadi sempurna dan dinilai tidak menarik oleh teman sebaya.61

Masalah-masalah yang dihadapi tidak mampu untuk diselesaikan sehingga membuat diri remaja dapat mengeskpresikan dirinya dalam tiga hal yaitu : Pertama, remaja menjadi pemain aktor yang memasang topeng seolah-olah hidup dalam kebahagiaan, tetapi kenyataannya remaja hidup dalam rasa cemas dan takut. Kedua, remaja menjadi pemberontak sehingga remaja bertindak tanpa mempedulikan pendapat dari orang lain, melanggar hukum dan suka menyalahkan orang lain. Ketiga, remaja menjadi pecundang yang membuat remaja merasa tidak mampu menangani kehidupannya dan selalu meminta orang lain membantunya.62

3.1.2 Permasalahan Remaja Dengan Orang Tua

Permasalahan dengan orang tua berhubungan dengan pola asuh orang tua terhadap remaja. Pola asuh orang tua akan menentukan perkembangan remaja baik secara fisik maupun mental. Menurut Hurlock (dalam Padmomartono), terdapat 7 pola sikap dan perlakuan orang tua terhadap remaja serta dampaknya terhadap kepribadian remaja, yaitu:63

a) Orang tua yang terlalu melindungi yaitu orang tua yang melakukan kontak berlebihan dengan remaja, mengawasi kegiatan remaja dan memecahkan masalah remaja. Dampak yang terjadi akibat pola asuh ini adalah remaja menjadi agresif, memiliki perasaan tidak aman, kurang mampu mengendalikan emosi, kurang percaya diri, mudah

59

Jose RL Batubara, Adolescent Development (Perkembangan Remaja), (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010), 27

60

Batubara, Adolescent Development (Perkembangan Remaja), 28 61

Drost, Perilaku Anak Usia Dini (kasus dan pemecahannya), (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 125

62

Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 55 63

(31)

19

terpengaruh, egois, pembuat ulah, sulit bergaul, menolak tanggung jawab dan sangat tergantung.

b) Orang tua yang serba membolehkan yaitu orang tua yang memberi kebebasan berpikir dan berusaha, menerima pendapat remaja, membuat remaja merasa diterima, paham dan toleran terhadap remaja, dan lebih suka memberi apa yang diminta remaja daripada menerima. Dampak yang terjadi ialah remaja pandai mencari jalan keluar, dapat diajak bekerjasama, percaya diri, dan menjadi serba penuntut dan tidak sabaran.

c) Orang tua yang menolak remaja yaitu orang tua yang bersikap masa bodoh, kaku, kurang peduli kesejahteraan remaja, dan menampilkan sikap permusuhan serta dominasi kepada remaja. Dampak yang terjadi ialah remaja menjadi agresif (keras kepala, mudah marah, nakal), submissive (pemalu, mudah tersinggung, penakut), sulit bergaul, pendiam dan sadis.

d) Orang tua yang menerima remaja yaitu orang tua yang memberi perhatian dan kasih kepada remaja, menempatkan remaja dalam posisi penting di keluarga, mengembangkan hubungan yang hangat dengan remaja, respek pada remaja, mendorong remaja untuk menyatakan perasaan atau pendapatnya, dan berkomunikasi secara terbuka serta mau untuk mendengar masalahnya. Dampak yang terjadi ialah remaja mau untuk bekerjasama, bersahabat, loyal, memiliki emosi yang stabil, ceria dan optimis, bertanggungjawab, jujur, bersikap realistik dan punya rencana jelas untuki masa depannya.

e) Orang tua yang mendominasi yaitu orang tua yang menguasai anak secara psikologis, dalam hal ini misalnya selalu diancam ketika ingin melakukan sesuatu. Dampak yang terjadi ialah remaja akan sopan dan berhati-hati, pemalu, penurut, dan mudah bingung serta tidak dapat bekerjasama.

(32)

20

tidak patuh, tidak bertanggungjawab, agresif, teledor,bersikap otoriter, dan terlalu percaya diri.

g) Orang tua yang suka menghukum yaitu orang tua yang mudah menghukum remaja dan menanamkan kedisiplinan secara keras. Dampak yang terjadi ialah remaja menjadi nakal, mudah terpancing dan sukar mengambil keputusan.

Dari pemahaman diatas terlihat bahwa pola asuh dari orang tua memberikan pengaruh besar bagi perkembangan remaja. Selain remaja mengalami gejolak dalam diri sendiri, mereka juga mengalami pergolakan sebagai bagian dari sebuah komunitas yang disebut keluarga.

3.1.3 Permasalahan Remaja Dengan Lingkungan Sekitar Dan/Atau Teman

Dalam perkembangannya, remaja yang telah melalui kehidupan pribadi beserta asuhan orang tua akan keluar dan mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar yang paling tepat bagi remaja untuk berinteraksi adalah teman sebaya.

Teman sebaya adalah anak atau remaja yang kurang lebih berada pada taraf usia yang sama dan interaksi antar teman sebaya ini dapat membawa dampak negatif maupun positif juga kepada remaja.64 Pengalaman yang diperoleh bersama teman sebaya berguna bagi remaja dalam membentuk wawasan tentang segi yang benar dan yang salah serta memelihara relasi keintiman yang sehat dan berjangka lama, sehingga remaja yang sudah terbiasa dengan temannya bila dijauhkan maka akan memunculkan masalah baru seperti depresi dan perilaku anti-sosial.65

Remaja menganggap bahwa kelompok teman sebayanya dapat menjadi sebuah media baginya untuk belajar menyesuaikan diri sebelum ia masuk kedalam kemandirian namun, remaja terlebih dahulu kehilangan identitas karena remaja akan melakukan apa yang dilakukan oleh teman-temannya.66

64

Lisa J. Crockett and Ann C. Crouter, Pathways through Adolescence: Individual Development in Relation to Social Context, (New York: Psychology Press, 2014), 153

65

Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 58 66

(33)

21

Pengaruh teman sebaya adalah masalah yang paling ditakuti oleh setiap orang tua karena sangat mungkin bagi remaja untuk terjerumus kedalam hal-hal yang tidak diinginkan oleh orang tua dan juga akan membawa dampak buruk bagi masyarakat sekitar apabila remaja terlibat kedalam hal-hal negatif terkait masyarakat secara luas.67

3.1.4 Permasalahan Remaja Dengan Kehidupan Spiritual

Permasalahan remaja dengan kehidupan spiritual adalah keraguan dan ketidakpercayaan. Pada masa remaja usia 15-18 tahun kepercayaan agamawi mulai diragukan oleh remaja. Setiap pemikiran spiritualitas yang mereka anut sejak kecil mulai dipertanyakan kembali. Mereka mulai berpikir rasional untuk menemukan kebenaran bahwa yang transenden memiliki wujud yang mampu untuk dibuktikan. Pemikiran ini dilandasi oleh perkembangan jaman yang semakin besar dan pandangan dunia yang baru bahwa Iman tidak mampu untuk dibuktikan secara empiris.68 Pemikiran seperti ini yang membuat remaja saat ini banyak yang kurang aktif dalam pelayanan gerejawi. Minimnya pengetahuan spiritualitas remaja membuat ketakutan setiap orang tua terhadap kenakalan remaja semakin besar.

3.2 Peran Orang Tua Terhadap Permasalahan Remaja

Remaja usia 15-18 tahun telah memasuki usia remaja pertengahan yang memungkinkan pengaruh orang tua sangat berkurang. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk terus-menerus memahami remaja dengan permasalahan remaja yang begitu kompleks. Namun, perlu diingat bahwa orang tua tetap memiliki peran sebagai pembimbing, penasehat, pendamping, pelindung, pemberi nafkah, dan menjadi teladan.69 Peran-peran ini masih tetap mampu dijalankan oleh orang tua sebagai wujud dari perhatian agar remaja tidak tumbuh dalam kondisi yang memungkinkannya terpengaruh kedalam hal-hal yang negatif. Orang tua dapat menjalankan seluruh peran ini dengan cara menjadi konselor bagi anak karena tujuan dari konseling itu sendiri adalah menolong, menghibur

67

John W. Santrock, Adolescence Edisi Keenam, (Jakarta: Erlangga, 2003), 222 68

Nuhamara, PAK Remaja, 85-86 69

(34)

22

dan membimbing.70 Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua agar mampu menjadi konselor bagi remaja, yaitu :

a) Mengambil pola asuh menerima anak. Orang tua wajib untuk menggunakan pola asuh ini karena dengan menerima remaja bagaimanapun keadaannya kemudian memberikan perhatian yang sewajarnya akan memberikan rasa aman dan nyaman dalam diri remaja sehingga tidak tertutup kemungkinan bagi orang tua untuk menjadi pembimbing atau konselor bagi remaja.71

b) Menjadi pendengar yang baik. Sesuai dengan keterampilan yang dimiliki oleh konselor maka orang tua harus mampu untuk mendengarkan setiap persoalan yang disampaikan remaja tanpa menyelanya. Dengan mendengarkan, remaja akan merasa bahwa orang tua benar-benar ingin tahu apa yang diingini oleh remaja dan orang tua juga mampu untuk memahami penyebab persoalan yang dialami remaja.72

c) Berkomunikasi secara positif. Remaja bukanlah orang yang menyukai evaluasi sehingga ketika ia berada didalam sebuah masalah maka ia tidak akan pernah mau apabila ia yang dikritik. Sebaliknya, sebagai orang tua kita harus pandai untuk mengatur cara untuk mengikuti informasi tentang masalah yang diceritakan dan mencoba untuk menyelesaikannya bersama agar kelak jika ada masalah maka remaja tidak akan malu untuk menceritakannya kembali.73

d) Tidak perlu memberikan solusi langsung. Remaja usia 15-18 tahun adalah tipe remaja yang senang untuk mencari tahu sehingga orang tua tidak perlu untuk memberikan jalan keluar langsung bagi remaja, tetapi orang tua hanya perlu untuk memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi dan biarkan remaja menyelesaikannya dengan tanggungjawab.74

70

Andreas Soewarno, Pastoral Counseling, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), 47 71

Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, (Salatiga: FKIP UKSW, 2013), 43 72

Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, (Salatiga: AKPI, 2013), 127

73

Roger W. Mclntire, Teenagers and Parents, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 24 74

(35)

23

e) Mengadakan doa pagi serta perenungan Firman sebagai bagian dari rutinitas didalam keluarga. Orang tua sebagai teladan yang baik mampu untuk terus-menerus memperdalam pengenalan remaja terhadap Tuhan sebagai pemelihara dan penciptanya melalui doa dan perenungan firman selama 5-10 menit dengan tujuan untuk membekali remaja agar tidak meninggalkan kehidupan spiritualitasnya.

3.3 Pembahasan dan Analisis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan mengacu kepada teori-teori yang dipakai, maka peran orang tua terhadap remaja usia 15-18 tahun terbagi menjadi empat bagian, yaitu :

3.3.1 Peran orang tua secara sosiologis

(36)

24 3.3.2 Peran orang tua secara psikologis

Peran orang tua secara psikologis adalah peran orang tua yang membuat remaja merasa bahwa dirinya tidak berjalan sendiri. Peran ini membutuhkan perhatian dan cinta kasih dari orang tua untuk dapat diwujudkan. Remaja yang merasa bahwa dirinya tidak diperhatikan dapat membuat emosi remaja menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan perasaan bahwa dirinya bukanlah orang yang penting bagi keluarganya. Perasaan seperti ini yang mesti ditiadakan bahkan dihilangkan dari dalam pikiran remaja, sehingga diperlukan sebuah fungsi kontrol oleh orang tua. Orang tua harus berperan aktif dalam mendengarkan permasalahan yang dihadapi remaja sebagai bentuk perhatian dan perlindungan kepada remaja. Selain itu, orang tua juga mampu untuk membangun relasi yang baik dengan remaja agar komunikasi antara kedua pihak dapat terjalin dengan baik. Perasaan bahwa ada perhatian, perlindungan serta adanya penghargaan dari orang tua para remaja akan memberikan pemahaman kepada remaja bahwa mereka tetap mendapat motivasi dan dukungan disetiap permasalahan yang dihadapi.

3.3.3 Peran orang tua secara ekonomi

(37)

25 3.3.4 Peran orang tua secara spiritual

(38)

26

IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa, kesimpulan yang didapat adalah :

1. Remaja usia 15-18 tahun adalah remaja yang rentan dengan berbagai pengaruh dari lingkungan sekitar karena pada masa inilah pengaruh orang tua mulai dapat tergantikan dengan lingkungan luar. Remaja pada usia ini mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan memiliki emosi yang tidak stabil. Orang tua harus bekerja ekstra untuk menangani remaja usia 15-18 tahun. Peran dari orang tua sangat berpengaruh besar bagi perkembangannya. Peran dari orang tua yang salah akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan remaja pada masa ini. Orang tua harus mampu memberikan teladan, perhatian, perasaan nyaman, aman, dan tenang didalam rumah dengan tujuan membentuk remaja untuk siap berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang lingkupnya lebih luas dari keluarga inti.

2. Peran orang tua sebagai konselor bagi remaja usia 15-18 tahun ini memberikan pemahaman baru bahwa remaja yang yang memiliki permasalahan dapat mengandalkan orang tua sebagai pemberi dukungan untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Orang tua yang menjadi konselor dapat memupuk rasa kebersamaan, memberikan perhatian, serta memenuhi kebutuhan hidup dari remaja dengan tujuan membangun sebuah pondasi yang kuat dalam diri remaja agar tidak mudah terpengaruh kedalam hal-hal yang negatif, menguatkan kehidupan spiritual dan memberikan kesempatan kepada remaja untuk lebih memfokuskan diri kepada hal-hal yang mampu menunjang keberhasilannya.

(39)

27 4.2 Saran

(40)

28 DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad., dan Mohammad Asrori. PSIKOLOGI

REMAJA:Perkembangan peserta didik, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Batubara. Jose RL. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.

Crockett, Lisa J. , and Crouter, Ann C. Pathways Through Adolescence : Individual Development in Relation to Social Context, New York: Psychology Press, 2014.

Drost. Perilaku Anak Usia Dini (kasus dan pemecahannya). Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Eminyan, Maurice SJ. Teologi Keluarga, Yogyakarta: Kanisius, 2001. Engel, J. D. Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen, Salatiga:

Widya Sari, 2005

Engel, J. D. Nilai Dasar Logo Konseling. Yogyakarta: Kanisisus, 2014.

Geldard, Kathryn, dan David Geldard. KONSELING REMAJA:Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011.

Gintings, E. P. Gembala dan Konseling Pastoral. Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002.

Gunarsa, S. D. Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989

Gunarsa, Singgih D., dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi Praktis : anak, remaja dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia, 2004.

Harper, and Brothers. PASTORAL COUNSELING:It’s Theory and

Practice, New York: USA, 1951

Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991.

(41)

29

Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. Jakarta: CV.Rajawali, 1985

Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1983.

Komalasari, Gantina dan Wahyuni, Eka. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta Barat:Indeks, 2011.

Krisetya, Mesach. Diktat Konseling Pastoral. Salatiga: FT Universitas Kristen Satya Wacana, 2002.

Mclntire. Roger W. Teenagers and Parents. Yogyakarta: Kanisius, 2005.

Mongks, F. J., A. M. P. Knoers, dan S. R. Haditono. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000.

Muss, R. E., S. W. Olds, and Fealdman. Human Developmen. Boston: McGraw-Hill Companies, 2001.

Nazir, M. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, cetakan ke-5, 2003

Nuhamara, Daniel. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja, Jurnal Info Media, 2008

Padmomartono, Sumardjono. Konseling Remaja. Salatiga: Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, 2013.

Papalia, Diane E. Menyelami perkembangan Manusia, Jakarta: Salemba Humanika, 2014.

Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan, Bandung: Remaja Karya, 1986. Rice, F. Philip. The Adolescent Development, Relationships, and Culture, London: Allyn and Bacon, Inc, 1984.

Rey, J. More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney: Simon & Schuster, 2002.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh perbedaan konsentrasi detergen terhadap frekuensi bukaan operkulum dan kelangsungan hidup ikan mas yang terpapar

Di dalam sistem ini, pemain dapat melihat hasil kerjanya dalam permainan ini yang berupa Trophy yang diperoleh dari pencapaiannya di Story Mode dan juga High Score yang

Utilisation De La Technique <<Keliling Kelompok>> Pour Ameliorer La Competence De La Production Orale. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan adalah bentuk formal dari pengakuan kompetensi dan kualitas dari Tenaga Kesehatan non medis, untuk melaksanakan profesinya secara

Fungsi dari aplikasi ini adalah untuk memasukan data barang masuk dan data barang keluar , pada aplikasi ini proses penginputan data barang dilakukan dengan cara memasukan

Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik (Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Matematika Universitas Negeri

07/03/18 DEPDIKNAS RI, 2007 DEPDIKNAS RI, 2007 3 3  Emosi menggambarkam perasaan manusia Emosi menggambarkam perasaan manusia.. menghadapi berbagai situasi

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) melihat peradaban sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling),