• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK : STUDI KASUS IBU-IBU BINAAN YAYASAN UMMI FADHILAH SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK : STUDI KASUS IBU-IBU BINAAN YAYASAN UMMI FADHILAH SURABAYA."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK

ANAK

(Studi Kasus Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Himatul Mukarromah (B53213051)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

SURABAYA

(2)
(3)

ABSTRAK

Himatul Mukarromah (B53213051), Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak.

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana Proses Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Pengasuhan Orang Tua Kepada Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya (2) Bagaimana hasil implementasi dari Pelatihan Konseling Keluarga untuk Meningkatkan Pola Pengasuhan Orang Tua Kepada Ibu-Ibu Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya (3) Bagaimana uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan dan kegunaan.

Untuk menjawab fokus penelitian di atas, penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D). Dengan menggabungkan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui hasil wawancara secara lisan dan wawancara secara tulisan yaitu catatan peserta pelatihan pada setiap lembar kuesioner pre-test dan post test yan telah disediakan di setiap paket. Selain itu, observasi, saran, kritik dan komentar tertulis maupun catatan hasil wawancara baik dalam angket maupun catatan hasil wawancara juga melengkapi data kualitatif. Sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui skala penilaian buku paket dari tim uji ahli yang berupa angket.

Proses pelatihan konseling keluarga yang dilaksanakan oleh peneliti kepada ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya berjalan efektif sesuai prosedur pelatihan dan hasilnya terukur melalui evaluasi yang konkret. Hasil implementasi dari pelatihan tersebut dapat ditunjukkan melalui perubahan mindset dan perilaku ibu-ibu peserta dalam menerapkan pola pengasuhan yang tepat terhadap anaknya, seperti ibu-ibu yang pada awalnya suka memarahi anaknya setelah pelatihan menjadi tidak suka marah-marah melainkan menasehati anak dengan kata-kata yang lemah lembut. Proses pelatihan konseling keluarga Islam dalam penelitian ini cukup berhasil dengan prosentase 70%. Produk yang diujikan dalam penelitian ini juga dinyatakan sangat tepat dengan skala penilaian 83%.

(4)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

BAGIAN INTI BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 10

F. Spesifikasi Produk ... 12

G.Metode Penelitian ... 15

H.Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA PENGASUHAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK A.Kajian Teoritik ... 26

1. Konseling Keluarga Islami ... 26

a. Pengertian Konseling Keluarga Islami ... 26

b. Tujuan Konseling Keluarga Islami ... 29

c. Tahapan Pelaksanaan Konseling Keluarga ... 32

2. Pola Asuh ... 34

a. Pengertian Pola Asuh ... 34

b. Macam-Macam Pola Asuh ... 38

c. Mengasuh Anak Sejak dalam Kandungan ... 39

d. Mengasuh Anak Di Bawah Lima Tahun ... 41

e. Mengasuh Anak Di Masa Sekolah ... 44

(5)

a. Pengertian Pendidikan Karakter ... 48

b. Tujuan Pendidikan Karakter Anak ... 49

c. Manfaat Pendidikan Karakter ... 50

d. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ... 51

e. Pentingnya Pendidikan Karakter ... 53

f. Implementasi Pendidikan Karakter Di Lingkungan Keluarga ... 54

4. Pelatihan ... 62

a. Pengertian Pelatihan ... 62

b. Tujuan Pelatihan ... 62

c. Kebutuhan Pelatihan ... 63

d. Evaluasi Program Pelatihan ... 63

5. Materi Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Pengasuhan Orang Tua dalam Pendidikan Karakter Anak ... 64

B.Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 67

BAB III PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK (Studi Kasus Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya) A.Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 69

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 69

a. Letak Geografis Lokasi Penelitian ... 69

b. Sejarah Berdirinya Yayasan Ummi Fadhilah ... 69

c. Visi dan Misi Yayasan Ummi Fadhilah ... 71

d. Jadwal KegiatanYayasan Ummi Fadhilah Surabaya .. 71

e. Struktur Organisasi ... 73

f. Sarana dan Prasarana ... 74

2. Pola Asuh Ibu-ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya ... 75

3. Deskripsi Konselor ... 77

4. Deskripsi Konseli / Peserta Pelatihan ... 78

B.Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak kepada Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya ... 80

1. Proses Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak ... 80

a. Proses Pelatihan ... 80

b. Pengolahan Waktu Pelatihan ... 82

c. Lokasi Pelatihan ... 84

(6)

xiii

3. Produk Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak ... 99

BAB IV ANALISIS DATA

A.Analisis Data Pengembangan Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak ... 99 1. Analisis Pelaksanaan Pelatihan ... 99 2. Analisis Hasil Implementasi Pelatihan ... 101 3. Analisis Tingkat Ketepatan, Kelayakan dan Kegunaan Paket

... 105 B.Revisi Produk ... 109

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 112 B.Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Anak adalah buah hidup dan bunga yang harum dari rumah tangga,

harapan dan tujuan utama dari suatu pernikahan yang sah. Sebagai buah hati

orang tua, anak selalu dalam pemikiran ayah dan ibunya. Orang tua senantiasa

prihatin dan khawatir kalau anaknya bertengkar dengan anak-anak lain, terkena

musibah dan penyakit. Anak juga membuat orang tua menjadi kikir untuk

kepentingan umum, karena banyak keperluan untuk anak-anak. Anak juga

senantiasa membuat susah orang tua, karena tingkah laku mereka. Karena itulah

seharusnya orang tua mengetahui bahwa anak-anak mereka bukan mutlak milik

mereka, bagaikan perabot rumah tangga yang beraneka ragam.

Perlu diyakini bahwa Allah memberikan anak kepada kita, bukanlah

sebagai permata benda yang hanya untuk dijadikan penyenang hati, atau untuk

menghilangkan kesusahan. Anak-anak dijadikan berada di bawah pengawasan

ayah dan ibunya selama masih kecil. Apabila mereka telah besar, mereka hidup

mandiri, mengarungi bahtera hidup sendiri beserta anggota masyarakat yang

lain. Dengan kata lain, anak-anak tinggal di bawah pengasuhan orang tua hanya

sekedar menanti masa besarnya. Karena itu, orang tua perlu memberi bekal dan

perhatian yang sempurna kepada anaknya. Orang tua berkewajiban

mempersiapkan tubuh, jiwa, dan akhlak anak-anaknya untuk menghadapi

pergaulan masyarakat yang ingar-bingar. Memang memberikan pendidikan yang

(8)

2

ini merupakan tugas yang ditekankan agama dan hukum masyarakat. Tegasnya,

anak-anak hendaknya dididik dengan akhlak yang baik.2 Hal ini sesuai dengan

perintah Allah dalam al-Qur’an, sebagai berikut:

ٰن ۡمُكيِل ٰۡأٰو ۡمُكٰسُفنٰأ ْاأوُ ق ْاوُنٰماٰء ٰنيِذلٱ اٰه يٰأَٰٓ

را

اُٰدوُقٰو

ُسانلٱ

ُةٰراٰجِ

ۡٱٰو

ۡ

اٰه ۡ يٰلٰع

ِئأٰٓلٰم

ةٰك

ظ َِٰغ

داٰدِش

ّ

ٰنوُصۡعٰ ي

ّٰٱ

أاٰم

ۡمُٰرٰمٰأ

ٰنوُلٰع

ۡفٰ يٰو

اٰم

ٰنوُرٰم

ۡؤُ ي

٦

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 3 (QS. At-Tahrim: 6)

Di dalam buku Elizabeth B. Hurlock dijelaskan bahwa usia anak (akhir

masa kanak-kanak) berlangsung dari usia 6 tahun sampai anak mencapai

kematangan seksual, yaitu sekitar usia 13 tahun bagi anak perempuan dan usia

14 tahun bagi anak laki-laki, oleh orang tua disebut sebagai usia yang

“menyulitkan”, “usia bertengkar”, oleh para pendidik disebut “usia sekolah dasar”. Dan menurut ahli psikologi disebut sebagai usia berkelompok, usia

penyesuaian dan usia kreatif. Perkembangan anak degan anak lain mengikuti

suatu pola-pola tertentu, pola-pola ini dapat dilihat pada saat mengobservasi

sejumlah anak-anak yang sedang bermain. Salah satu sumber kegagalan dalam

mendidik adalah seorang anak yang menunjukkan problem behavior. Biasanya

di kelas ada satu atau beberapa anak yang menggaggu atau menjengkelkan

gurunya.4

2 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hal. 2-6. 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006), hal. 448.

4 Elizabeth B. Hurloc. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

(9)

3

Dalam perspektif ekologis, Bronfenbrenner memaparkan bahwa

pengasuhan anak tidak dapat dilepaskan dari sisem-sistem yang melingkupinya,

yakni macrosystem, mesosystem, microsystem dan chronosystem. Macrosystem

yang berupa politik, budaya, ekonomi dan nilai-nilai sosial memiliki kontribusi

terhadap proses sosialisasi dan perkembangan anak. Sekolah dan komunitas

sebagai mesosystem berpengaruh terhadap pola asuh dan jaringan kerja sama

yang terjadi. Apabila terjadi kerja sama yang harmonis, maka sekolah dan

komunitas dapat menjadi pendukung bagi orang tua untuk menjalankan

pengasuhan. Efek microsystem terjadi melalui relasi orang tua anak dalam

keluarga yang berupa pola asuh orang tua. Chronosystem berpengaruh melalui

terjadinya perubahan tren parenting dari waktu ke waktu seiring dengan

perubahan masyarakat dan tekanannya terhadap keluarga. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa gaya pengasuhan dari empat system-system yang

melingkupi memiliki dampak terhadap perilaku anak, seperti perkembangan

kompetensi, perilaku prososial, motivasi berprestasi, pengaturan diri, dan

perilaku positif lainnya.5

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian anak dapat dikelompokkan

dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Faktor internal ini

biasanya merupakan faktor genetis atau faktor yang berupa bawaan sejak lahir

dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu

5 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam

(10)

4

dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan dari sifat kedua orang tuanya.

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar anak tersebut. Faktor

eksternal biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang,

mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai

dengan pengaruh dari berbagai media cetak seperti koran, majalah dan lain

sebagainya.6

Pembentukan karakter yang baik telah menjadi isu sentral dan tujuan

utama yang ingin dicapai oleh keluarga, sekolah atau komunitas, dan

masyarakat. Karakter didefinisikan sebagai sekumpulan sifat posistif yang

terefleksi dalam pikiran, perasaan, dan perilaku. Ryan dan Lickona

mengungkapkan bahwa dalam karakter manusia terdapat tiga komponen.

Pertama, pengetahuan moral. Melalui komponen ini individu dapat

membayangkan konsekuensi yang akan terjadi di kemudian hari dari keputusan

yang diambil dan siap menghadapi konsekuensi tersebut. Kedua, perasaan

moral, yang mencakup identitas moral, ketertarikan terhadap kebaikan,

komitmen, hati nurani dan empati. Komponen ini berfungsi sebagai jembatan

antara pengetahuan moral dan tindakan moral. Ketiga, tindakan moral yang

memiliki tiga komponen, yaitu kehendak, kompetensi dan kebiasaan.7

Penanaman moral pada diri anak yang dirancang secara sengaja melalui

pendidikan di sekolah maupun di rumah, dapat membantu pembentukan

kepribadian anak karena dengan terbentuknya moral pada dirinya, anak akan

6 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial

Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 19.

7 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam

(11)

5

berperilaku sesuai dengan cara berpikir moral yang ada padanya. Perlu disadari

juga bahwa masalah aturan, norma, nilai, etika, akhlak dan estetika adalah

hal-hal yang sering didengar dan selalu dihubungkan dengan konsep moral ketika

seseorang akan menetapkan suatu keputusan perilakunya.8

Pendidikan budi pekerti adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk

mengembangkan nilai, sikap dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau

budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seorang anak

menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif,

baik sangka, bekerja keras, beradab, berani bebuat benar, berdisiplin, beriman

dan bertaqwa, berkemauan keras, bersemangat, bersyukur, bertanggung jawab,

mandiri, mencintai ilmu, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu,

pemaaf, rajin, ramah rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rendah hati, sabar,

sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, tegar, tekun, tepat janji dan

perilaku positif lainnya.9

Mengenai pentingnya pendidikan karakter yang baik, Nabi Muhammad

SAW. bersabda sebagai berikut:

ُسٰر ٰلاٰق :ٰلاٰق ُهْنٰع ُّا ٰيِضٰر ِءاٰدْردلا ِِْٰأ ْنٰعٰو

ِْف ٍءْيٰش ْنِم اٰم ٰملٰسٰو ِهْيٰلٰع ُّا ُلْو

ِناٰزْ يِمْلا

ٰلٰقْ ثٰأ

ِنْسُح ْنِم

ِقُلُْْا

ٰأ

.ُهحٰصٰو يِذِمِِّْلاٰو ٰدُواٰد ْوبٰأ ُهٰجٰرْخ

Abu Dardak RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak ada suatu pun yang lebih berat timbangan baiknya dari akhlak baik (Husnul Khulqi)”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

8 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial

Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 26.

9 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial

(12)

6

Demikian pentingnya kedudukan akhlak baik dalam kehidupan dan

kematian di akhirat, maka syukurlah di antara tujuan pembangunan bangsa

indonesia ialah “membangun materil dan spiritual”, yaitu “membangun kebendaan (materil) dan rohani bangsa”.10

Selain sebagai buah hati orang tuanya, anak juga merupakan penerus

perjuangan bangsa. Kelak mereka akan menerima pergantian kepemimpinan

negara. Sebagai pewaris kemerdekaan, pemuda memikul tanggung jawab masa

depan terhadap maju tidaknya suatu negara. Agar anak mampu melaksanakan

tugasnya sebagai pemimpin negara, maka anak perlu mendapatkan kesempatan

untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Pendidikan karakter untuk anak

seharusnya dilakukan sejak dini sehingga melahirkan anak yang berkualitas dan

berperilaku baik. Karena selain intelektual, negara juga perlu pemimpin yang

berakhlak atau berperilaku yang baik.

Pada zaman modern ini, pesatnya perkembangan teknologi sangat

mempengaruhi prilaku anak. Sebagai contoh segala kekerasan dan tindak

kriminal lainnya yang terlihat dilayar televisi telah menjadi tontonan dan

berdampak buruk pada anak itu sendiri. Sedangkan pada usia dini,

anak-anak sering meniru apa yang dilihatnya. Tentu saja hal di atas berakibat buruk

pada anak-anak di zaman sekarang, buktinya adalah di zaman sekarang ini

banyak anak-anak yang masih tergolong usia dini sudah biasa dalam melakukan

perbuatan yang tidak baik, seperti berbohong, mencuri, berkelahi, dan perbuatan

lainnya yang semestinya belum pantas dilakukan oleh anak-anak.

(13)

7

Hal di atas juga disebabkan kurangnya penenaman moral yang baik pada

anak sejak usia dini. Pada kenyataannya sekaranng ini banyak orang tua lebih

mementingkan aspek intelektual anak saja. Sedangkan aspek moral anak tidak

begitu diperhatikan, sehingga moral atau akhlak kurang dimiliki seorang anak.

Anak yang dibesarkan dengan pengasuhan yang kurang tepat, menjadikan

mereka tumbuh dan berkembang dengan cara yang salah. Kurangnya

pengarahan dan penanaman nilai-nilai positif pada anak, menyebabkan anak

kurang dapat menempatkan dirinya dengan benar dilingkungan.

Sebaliknya, seorang anak yang memiliki kepribadian yang baik, yang

berdampak baik bagi dirinya dan lingkungannya, adalah kebahagiaan yang tak

terkira bagi orang tuanya. Sebagai contoh kecil adanya anak-anak yang cerdas,

rajin belajar, berkepribadian baik, menghormati orang tua dan menyayangi yang

lebih muda serta dapat menjadi anak-anak yang memiliki rasa tanggung jawab

yang tinggi sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungan sekitarnya

adalah sebuah kebahagiaan yang tak ternilai harganya.

Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku anak, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan.

Pola asuh yang tepat dari orang tua adalah hal yang sangat perlu diperhatikan.

Mengingat keluarga adalah sumber ilmu pertama dan merupakan faktor utama

yang dapat mempengaruhi perilaku anak, karena sejak kecil orang yang pertama

dikenal klien adalah keluarga, khususnya orang tua. Dengan demikian keluarga

(14)

8

Namun dalam kenyataannya, tidak sedikit para orang tua yang kurang

menguasai tentang konsep mengasuh anak dengan baik sehingga dapat mencetak

anak-anak yang berkeprbadian baik dan berkualitas. Salah satu contoh adalah

banyak orang tua yang memilih cara kekerasan dalam mengasuh anak dengan

tujuan agar anak menjadi anak yang nurut dan hormat pada orang tua.

Penelitian ini sengaja penulis berangkat dari fenomena yang terjadi di

lapangan yakni Yayasan Ummi Fadhilah Surabya, yaitu adanya beberapa ibu

yang mengeluhkan kenakalan anaknya. Menurut hasil wawancara dengan

pengasuh Yayasan, cara pengasuhan anak yang baik kurang diterapkan oleh

orang tuanya, karena berbagai kerumitan kondisi keluraga membuat orang tua

kurang memperhatikan pola asuh mereka terhadap anaknya.

Berangkat dari fenomena tersebut, maka penelitian metode pegembangan

dengan judul “Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk

Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua Dalam Mendidik Anak (Studi Kasus Ibu-Ibu Di Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya)” dirasa sangatlah penting

untuk dikaji, sebagai langkah bimbingan dan pengembangan dalam menerapkan

pola pengasuhan yang tepat untuk anak sehingga terciptalah anak-anak yang

berkualitas dan berakhlak mulia yang tentunya akan berdampak baik bagi diri

anak itu sendiri, keluarga, lingkungan dan negara.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian

(15)

9

1. Bagaimana proses pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan

pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada ibu-ibu binaan Yayasan

Ummi Fadhilah Surabaya?

2. Bagaimana hasil implementasi dari hasil pelatihan konseling keluarga Islami

untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada

ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan

penelitian sebagai berikut:

1. Menjelaskan proses pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan

pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada ibu-ibu di Yayasan Ummi

Fadhilah Surabaya.

2. Menjelaskan hasil implementasi dari hasil pelatihan konseling keluarga

Islami untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada

ibu-ibu di Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya.

D.Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat atau nilai guna, baik manfaat dalam bidang teoritis

maupun dalam bidang praktis. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan

sesuai dengan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Bahwa hasil penelitian ini dimaksudkan agar bermanfaat untuk

(16)

10

khususnya dalam masalah penerapan pola asuh orang tua dalam mendidik

anak secara Islam.

2. Secara Praktis

a. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh-contoh

atau teladan dan pelajaran yang berharga bagi masyarakat mengenai

konsep tentang strategi mengasuh anak dengan baik sehingga dapat

mencetak generasi yang berkualitas dan berkarakter.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dimaksudkan agar bermanfaat sebagai petunjuk

arahan maupun acuan serta bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya

yang relevan atau sesuai dengan hasil penelitian.

E.Definisi Konsep

1. Pola asuh Orang Tua

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia. Pola berarti corak, model,

sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.11 Pengasuhan yang berasal

dari kata “asuh” berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,

membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin

(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.12 Pola

pengasuhan dalam penelitian ini maksudnya adalah bentuk, cara atau metode

mengasuh dan mendidik anak-anak, dimana orang tua (pengasuh atau guru)

(17)

11

menstimulasi anak dengan tujuan membentuk tingkah laku anak,

pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap positif.

Pola pengasuhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara

pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya sesua dengan

ajaran Islam yang berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits. 2. Mendidik Anak

Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak

merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan saat dimana

individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Masa

kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni

kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13

tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria.13

Perilaku positif adalah perilaku yang tidak melanggar kaidah-kaidah

hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan dalam

norma-norma yang berlaku dalam agama. Sebaliknya perilaku negatif adalah

perilaku yang melanggar kaidah-kaidah hukum dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan dalam norma-norma yang

berlaku dalam agama.

Adapun mendidik anak yang penulis maksud adalah penanaman atau

pembentukan perilaku dalam diri anak agar pemikiran, tingkah-laku,

perbuatan, dan sikap anak sesuai dengan norma dan tidak melanggar aturan

13 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

(18)

12

yang berlaku di lingkungan sekitarnya, khususnya di lingkungan Yayasan

Ummi Fadhilah Surabaya. Melalui pendidikan karakter, selain dapat

menghilangkan perilaku negatif yang sebelumnya dimiliki anak, juga sebagai

penanaman perilaku atau karakter lain yang sebelumnya tidak dimiliki anak

dan memang seharusnya perlu dimiliki seorang anak.

3. Paket Pelatihan Pola Pengasuhan Orang Tua untuk Mendidik Islam

Paket pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola

pengasuhan orang tua dalam mendidik anak ini merupakan media layanan

bimbingan konseling terhadap para orang tua yang berisi pelatihan tentang

cara mengasuh anak yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam sehingga

anak mempunyai karakter positif yang bermanfaat bagi diri anak sendiri serta

lingkungannya. Sehingga orang tua tersebut dapat mencetak generasi yang

berkualitas, sholeh dan sholihah.

F. Spesifikasi Produk

Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini

dirancang dan dikemas sedemikian rupa, berguna, praktis, menunjang

pencapaian tujuan, menarik, mudah dipahami, sistematis dan akurat. Oleh

karenanya penelitian ini diharapkan dapat memenuhi empat kriteria sebagai

berikut:

1. Ketepatan adalah isi paket yang digunakan sebagai alat dalam pelatihan

sesuai dengan tujuan dan prosedur paket. Hal ini dapat diketahui dengan cara

mengukur tingkat validitas paket yang dikembangkan dengan menggunakan

(19)

13

2. Kelayakan yaitu adanya paket pelatihan memenuhi persyaratan yang ada baik

dalam segi prosedur, isi, maupun pelaksanaannya, sehingga paket tersebut

dapat diterima oleh para orang tua dan masyarakat umumnya.

3. Kegunaan yaitu paket pelatihan memiliki daya guna dan bermanfaat untuk

dijadikan panduan oleh para orang tua dalam menerapkan pola asuh yang

tepat untuk mendidik anak secara Islam.

4. Respon aktif positif yaitu tampilan dan isi paket berpotensi dapat membuat

orang tua tertarik dan bersimpati untuk membaca, mangamati, memahami dan

pada akhirnya mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.14

Tabel 1.1

Spesifikasi Produk Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak

No Variabel Indikator Instrumen Pelaksana

1 Ketepatan a. Ketepatan obyek

b. Ketepatan rumusan tujuan dan prosedur

c. Kejelasan rumusan umum dan khusus

d. Kejelasan deskripsi tahap dan materi

e. Kesesuaian gambar dan materi

Angket Tim ahli

2 Kelayakan a. Prosedur praktis

b. Keefektifan biaya waktu dan tenaga

c. Pemakai produk

Angket Tim ahli

3 Kegunaan a. Pemakai produk

b. Kualifikasi yang diperlukan c. Dampak paket pelatihan

terhadap para ibu

Angket Tim ahli Seorang ibu

4 Respon aktif positif

Para ibu tertarik dengan paket pelatihan dan mengaplikasikan isinya

Angket Seorang ibu

14Agus Santoso, “Pengembangan Paket Pelatihan Bimbingan Pencegahan Kekerasan Lunak

(Soft Violence) Siswa Sekolah Dasar” (Tesis, Universitas Negeri Malang, Prodi Bimbingan

(20)

14

Paket pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh

orang tua dalam mendidik anak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Bentuk Paket

Bentuk paket pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan

pola asuh orang tua ini terdiri dari 4 topik, yaitu: 1). Membentuk Karakter

Anak, 2). Mendidik dengan Cinta, 3). Mengasuh Anak Berdasarkan

Al-Qur’an dan 4). Metode Mendidik Anak Ala Nabi SAW. Topik-topik ini akan

dilengkapi dengan gambar, ilustrasi dan video-video yang memiliki korelasi

dengan topik yang bersangkutan yang diharapkan mampu menarik respon

positif responden.

2. Isi Paket

Paket ini terdiri dari dua bagian, yaitu:

a. Buku panduan bagi orang tua yaitu petunjuk atau pedoman bagi orang tua

dalam mengikuti pelaksanaan pelatihan dengan harapan dapat

memudahkan mereka dengan target yang ingin dicapai setelah pelatihan.

b. Materi pelatihan yaitu buku materi yang terdiri dari 1). Membentuk

Karakter Anak, 2). Mendidik dengan Cinta, 3). Mengasuh Anak

Berdasarkan Al-Qur’an dan 4). Metode Mendidik Anak Ala Nabi SAW. 3. Pelaksanaan Pelatihan

Pelaksanaan pelatihan ini dirancang dengan menggunakan sistem focus

group discussion. Selain itu pelatihan ini akan dilengkapi dengan simulasi

(21)

15

G.Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode peneltian

pengembangan atau research and development. Research and Development

adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk

tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk dapat menghasilkan

produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan

untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di

masyarakat luas.15

Untuk dapat menciptakan produk yang berguna bagi kehidupan

masyarakat, peneliti menggunakan penelitian yang bersifat analisis

kebutuhan melalui pendekatan kualitatif yang meliputi: wawancara,

observasi, saran dan kritik tertulis. Selain kualitatif, peneliti juga menggali

data menggunakan pendektan kuantitatif melalui angket. Peneliti

menggunakan angket sebagai uji ahli produk untuk tim uji ahli.

2. Subjek dan Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek yang diteliti adalah para ibu-ibu binaan

Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya. Namun dalam penelitian ini berfokus

pada 10 ibu-ibu binaan yang dijadikan peserta pelatihan, 10 peserta tersebut

dipilih dari ibu-ibu binaan yang lebih aktif mengikuti program kegiatan

Yayasan Ummi Fadhilah dan ibu-ibu yang dalam kesehariannya menerapkan

(22)

16

pola asuh yang kurang baik kepada anaknya. Sedangkan lokasinya adalah di

Jl. Genteng Arnowo No. 10 Surabaya.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan peneliti dalam

penelitian ini adalah:

a. Perencanaan

Mengumpulkan data dan mempelajari tentang pola asuh orang tua.

Dalam hal ini peneliti melakukan studi literatur dengan mempelajari

berbagai buku yang membahas pola asuh orang tua dan cara baik dalam

mendidik anak.

b. Pengembangan

1) Merumuskan tujuan yaitu terciptanya pola asuh orang tua yang dapat

menghasilkan anak-anak yang memiliki perilaku positif.

2) Menyusun naskah pengembangan dengan mempersiapkan materi

tentang (a). Membentuk Karakter Anak, (b). Mendidik dengan Cinta,

(c). Mengasuh Anak Berdasarkan Al-Qur’an dan (d). Metode Mendidik Anak Ala Nabi SAW.

3) Mengembangkan paket yang menjadi petunjuk bagi para ibu-ibu

peserta penelitian agar dapat mengikuti proses bimbingan dengan tepat,

sehingga peserta penelitian memahami target yang ingin dicapai setelah

diadakannya pelatihan. Adapun paket yang dikembangkan berupa paket

pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh

(23)

17

c. Menyusun Strategi Evaluasi

Menyusun strategi evaluasi merupakan hal yang perlu dilakukan.

Agar tingkat keberhasilan paket dapat diketahui, maka perlu diadakan

evalusai bimbingan untuk mencapai hasil yang maksimal.

d. Tahap Uji Coba

Untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas maka perlu

diadakan tahap uji coba melalui tiga tahap, yaitu uji ahli yang bertujuan

untuk megetahui kesalahan-kesalahan yang mendasar baik dalam segi isi

buku paket maupun rancangannya. Sedangkan uji kelompok kecil dan

terbatas bertujuan untuk mengetahui efektifitas perubahan produk yang

dihasilkan dari uji ahli serta menentukan tingkat pemahaman para peserta

pelatihan terhadap materi paket.

e. Tahap Revisi Produk

Revisi produk adalah kegiatan yang dilakukan setelah tahap uji coba,

dan juga sebagai kegiatan terakhir dari proses pengembangan sebagai

langkah penyempurnaan paket.

4. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data dan sumber

data untuk memperoleh data sebagai berikut:

a. Jenis Data

Berdasarkan jenisnya maka data dapat diklasifikasikan dalam dua

(24)

18

1) Data Primer

Data primer merupakan data utama dalam penelitian kualitatif,

data ini berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari lapangan

dengan mengamati atau mewawancarai.16 Data primer dari penelitian

ini adalah data hasil proses pelatihan yang diikuti oleh para ibu-ibu

binaan Yayasan Ummi Fadhilah dan hasil tulisan tangan informan yang

tersedia di lembar kerja pernyataan yang ada pada setiap sub-bab materi

pembahasan yang terdapat dalam buku paket pelatihan. Selain itu juga

terdapat deskripsi tentang pola pengasuhan yang selama ini diterapkan

oleh ibu-ibu peserta pelatihan.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan

dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat

pribadi, buku harian, majalah, buletin, publikasi dari berbagai

organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti

kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, hasil survey, studi historis dan

sebagainya.17 Dalam penelitian ini, data sekunder adalah buku-buku

refrensi yang menjadi pelengkap buku paket pelatihan. Selain itu juga

semua informasi yang berbentuk literatur dan hasil pengamatan peneliti

terhadap dokumentasi hasil aktifitas para informan atau peserta

pelatihan pasca pelatihan dilaksanakan.

16 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 128.

(25)

19

b. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu sumber data yang didapatkan langsung

dari lapangan. Dalam hal ini yang dimaksud dari sumber data primer

adalah informasi yang didapatkan peneliti dari para informan atau

peserta pelatihan yaitu ibu-ibu binaan di Yayasan Ummi Fadhilah

Surabaya.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber bacaan dan berbagai

macam sumber lainnya yang terdiri dari data-data yang sudah tersedia

dan dapat diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca, melihat atau

mendengarkan.18 Disini peneliti menggali data berupa foto, buku profil

yayasan, hasil rekaman, surat-surat dan dokumen semacamnya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data. Adapun pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung

terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan

(26)

20

data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan secara

sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena yang diteliti.19 Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan tehnik observasi nonpartisipan di

mana peneliti tidak ikut serta dalam proses kehidupan sehari-hari subjek

penelitian, namun hanya selaku pengamat saja yang bertujuan agar peneliti

benar-benar memahami kondisi yang sebenarnya dan mendapatkan hasil

penelitian yang valid.

Observasi ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sehari-hari

ibu-ibu peserta pelatihan dan dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu cara pola

asuh mereka terhadap anaknya, kondisi keluarga mereka, komunikasi

antar keluarga, dan berbagai hal lainnya yang bisa mempengaruhi perilaku

anak.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang yang lainnya

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.20

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekhnik wawancara tak

berstruktur, yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa

garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Pertanyaan disesuaikan

19 Cholid Narbuka & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 70.

20 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan

(27)

21

dengan keadaan dari ciri unik dari responden dan pelaksanaan tanya jawab

mengalir seperti percakapan sehari-hari.21

Penelitian ini memanfaatkan wawancara untuk menggali data

tentang dampak dari pelaksanaan pelatihan sehingga berpengaruh pada

peningkatan cara pola asuh orang tua yang bertujuan untuk pendidikan

karakter anak.

Sedangkan materi wawancara dalam penelitian ini adalah tentang

pendapat peserta tentang pelatihan, manfaat pelatihan, aktifitas harian

peserta dan perubahan yang terjadi setelah pelatihan. adapun responden

dalam wawancara ini adalah sebagian dari peserta pelatihan dan pengasuh

Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya yaitu Ibu Immarianis.

c. Dokumentasi

Dokumentasi ini dilakukan dengan cara mencari data mengenai

hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen, rapat agenda dan sebagainya.22 Dalam hal ini, peneliti

akan mencari dokumen-dokumen tentang peserta pelatihan, sehingga

dengan tekhnik ini peneliti memperoleh data sekunder mengenai kondisi

keluarga peserta pelatihan dan cara pengasuhan peserta terhadap anaknya.

Selain itu juga dokumentasi ini berupa foto-foto pelatihan dan hasil

coretan para peserta pelatihan yang ada di lembar refleksi setiap paket

pelatihan.

21 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2007) hal. 191.

(28)

22

d. Kuisioner

Kuisioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya.23

Kuisioner ini diberikan kepada para tim uji ahli untuk mengetahui

apakah paket sudah memenuhi kriteria paket yang sudah ditentukan yaitu:

kelayakan, kegunaan, ketepatan, dan respon positif responden.

Selain itu, angket juga diberikan kepada ibu-ibu peserta pelatihan

(informan) yang berupa kuesioner pre-test dan post-test yang berguna

sebagai alat pengukur potensi dan dampak pelatihan atau perubahan

perilaku yang terjadi dan berpengaruh pada hasil implementasi pelatihan.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data ini bertujuan agar peneliti memperoleh hasil temuan yang

sesuai dengan fokus permasalahan dalam penelitian kemudian data yang

diperoleh dari hasil penelitian dianalisis melalui cara sebagai berikut:

a. Melakukan Analisis Produk yang Akan Dikembangkan

Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan ini dimulai

dari pengumpulan informasi dan data. Informasi yang dibutuhkan adalah

sesuai atau tidaknya produk yang akan dikembangkan ini dengan para

informan atau peserta pelatihan. Analisis produk ini dilakukan oleh tim

uji ahli.

(29)

23

b. Pengembangan Produk Awal

Model pengembangan ini dirancang dalam format dan tahapan yang

jelas, sederhana dan sistematis, sehingga tidak terlalu rumit dilaksanakan.

c. Uji Coba Lapangan dan Revisi Produk

Penelitian dengan model pengembangan paket ini memiliki tahapan

khusus yang berbentuk uji lapangan dan revisi produk, sehingga melalui

penelitian dan revisi atas produk penelitian maka dapat dihasilkan produk

efektif dan tentunya diharapkan menarik bagi para penggunanya.

7. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga

macam, yaitu:

a. Memperpanjang Keikutsertaan

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen kunci,

maka keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.

Agar data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan pengamatan dan

wawancara tentunya tidak dilakukan dalam waktu singkat, tetapi

memerlukan perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian.

b. Pengamata yang Terus-Menerus

Melalui pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, peneliti

dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terperinci dan

mendalam. Sehingga tidak sedikitpun akan luput dari pengamatan peneliti.

Oleh sebab itu, peneliti mencoba untuk terus mengamati kegiatan subjek

(30)

24

c. Triangulasi

Cara ini digunakan agar peneliti bisa menarik kesimpulan yang

mantap tidak hanya dari satu cara pandang sehingga bisa diterima

kebenarannya. Penerapannya peneliti membandingkan data hasil

pengamatan dengan data hasil wawancara serta data dari dokumentasi

yang berkaitan. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang

diteliti bisa teruji kebenarannya bilamana dibandingkan data yang sejenis

yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda.24

Metode pengabsahan atau validitas data yang diambil oleh peneliti

lebih mengarah pada penelitian kualitatif, hal ini dikarenakan dalam

penelitian Research and Development yang dilakukan terjadi

pengombinasian dua metode penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif

namun kualitatif lebih mendominasi dibandingkan metode penelitian

kuantitatif yang hanya sebagai pelengkap.

H.Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis

memandang perlu mengemukakan sistematika pembahasan. Skripsi ini terbagi

menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

Bagian awal, terdiri dari judul penelitian (sampul), persetujuan

pembimbing, pengesahan tim penguji, motto dan persembahan, pernyataan

(31)

25

otentisitas skripsi, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar,

dan daftar grafik.

Bagian inti, terdiri dari lima bab dan masing-masing bab berisi beberapa

sub bab, antara lain:

Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, spesifikasi produk,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Terdiri dari kajian teoritik, meliputi kajian

tentang konseling keluarga, kajian tentang pola asuh orang tua, konsep dan teori

mendidik anak, pengembangan dan pelatihan, materi paket pelatihan. Dan

penelitian terdahulu yang relevan.

Bab III Penyajian Data. Terdiri dari deskripsi umum objek penelitian, dan

konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam

mendidik anak kepada ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya.

Bab IV Analisis Data. Terdiri dari analisis data paket pelatihan konseling

keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak

kepada ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya, dan revisi produk.

Bab V Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Demikian

sistematika pembahasan dari skripsi yang berjudul “Paket Pelatihan konseling keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam mendidik

(32)

26

BAB II

PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK

ANAK A.Kajian Teoritik

1. Konseling Keluarga Islami

a. Pengertian Konseling Keluarga Islami

Menurut bahasa konseling merupakan alih bahasa dari istilah Inggris

counseling atau counselling, berasal dari bahasa latin consilium, berarti

advis, informasi, dialog, opini atau pertimbangan yang diberikan

seseorang kepada orang lain sehubungan dengan pembuatan keputusan

atau tindakan.25Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara

tatap muka antara dua orang, di mana melalui hubungan itu, konselor

memiliki kemampuan-kemampuan khusus untuk mengkondisikan situasi

belajar.26 Smith mendefinisikan konseling adalah suatu proses yang terjadi

dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan

dengan seseorang yang profesional yang latihan dan pengalamannya

mungkin dapat dipergunakan untuk membantu orang lain mampu

memecahkan persoalan pribadinya.27 Dalam proses konseling, terdapat

dua pihak yang terlibat yaitu konselor yang merupakan pihak yang

25 Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami: Kyai & Pesantren (Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), hal. 29-30.

26 Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2014), hal. 28-29.

(33)

27

memberikan bantuan, dan konseli yang merupakan pihak yang diberi

bantuan atau pihak yang mengalami permasalahan.28

Yang dimaksud keluarga yaitu suami atau ayah, istri atau ibu dan

anak-anak, dengan kata lain keluarga inti yang hidup terpisah dari orang

lain di tempat tinggal mereka sendiri, dan para anggotanya satu sama

lain.29 Adapun pengertian keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang

terkecil di dalam masyarakat, yang diikat oleh tali perkawinan yang sah.30

Dalam bukunya Social Structure, Murdock menguraikan bahwa keluarga

merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama,

terdapat kerja sama ekonomi dan terjadi reproduksi. Sedangkan menurut

Zakaria Lemat, bahwa keluarga merupakan kelompok paling kecil dalam

masyarakat, sekurang-kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu

bapak dan anak-anak.31 Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di

dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan

kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta

dan kasih sayang diantara anggotanya.32 Klien adalah bagian dari salah

satu bentuk keluarga tersebut. Oleh karena itulah, konseling keluarga

memandang perlu memahami permasalahan klien secara keseluruhan

dengan melibatkan anggota keluarganya.

28 Gantina Komala Sari, DKK, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal. 10-12.

29 Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal. 12. 30 Abror Sodik, Fikih Keluarga Muslim (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hal. 75. 31 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam

Keluarga Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 3.

(34)

28

Jadi konseling keluarga merupakan proses bantuan kepada individu

dengan melibatkan para anggota keluarga lainnya dalam upaya

memecahkan masalah yang dialami.33 Menurut Golden dan Sherwood

konseling keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada

keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah perilaku

klien. Masalah ini pada dasarnya bersifat pribadi karena dialami oleh klien

sendiri. Akan tetapi, konselor menganggap permasalahan yang dialami

klien tidak semata disebabkan oleh klien sendiri melainkan dipengaruhi

oleh sistem yang terdapat dalam keluarga klien sehingga keluarga

diharapkan ikut serta dalam menggali dan menyelesaikan masalah klien.

Sedangkan Crane mendefinisikan konseling keluarga sebagai proses

pelatihan yang difokuskan kepada orang tua klien selaku orang yang

paling berpengaruh menetapkan sistem dalam keluarga. Hal ini dilakukan

untuk mengubah sistem keluarga melalui pengubahan perilaku orang tua.

Karena apabila perilaku orang tua berubah maka akan mempengaruhi

perilaku anggota keluarganya.

Konseling keluarga memandang keluarga sebagai kelompok tunggal

yang tidak dapat terpisahkan sehingga diperlukan sebagai satu kesatuan.

Apabila terdapat salah satu anggota keluarga memiliki masalah maka hal

ini dianggap sebagai gejala dari sakitnya keluarga karena kondisi emosi

(35)

29

salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota

lainnya.34

Sedangkan pengertian menurut konseling keluarga Islami yaitu

proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali

eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam menjalankan

pernikahan dan hidup berumah tangga selaras dengan ketentuan dan

petunjukNya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di

akhirat.35

b. Tujuan Konseling Keluarga Islami

Para ahli membedakan tujuan konseling keluarga secara umum dan

khusus, yaitu sebagai berikut:

1) Tujuan Umum

Menurut Ehan secara umum konseling keluarga bertujuan untuk

menciptakan keluarga sebagai satu kesatuan yang dapat berfungsi lebih

baik, sehingga anggota keluarga dapat menjalankan perannya

masing-masing serta saling mendukung dan saling mengisi satu sama lain.

Tujuan umum konseling keluarga lainnya ialah menurut pendapat

Glick dan Kessler, yaitu:

a) Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota

keluarga.

b) Mengubah gangguan dan ketidakfleksibelan peran dan kondisi.

34 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,

Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 221.

(36)

30

c) Memberikan pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu

yang ditunjukkan kepada anggota keluarga.

2) Tujuan Khusus

Secara khusus Bowen mengungkapkan bahwa tujuan konseling

keluarga adalah membantu klien (anggota keluarga) untuk mencapai

individualitas sehingga dapat menjadi dirinya sendiri dan terpisah dari

sistem keluarga.

Sementara Satir mengatakan bahwa tujuan konseling keluarga

adalah untuk menghilangkan sikap defensif di dalam anggota keluarga

sehingga memudahkan terjalinnya komunikasi yang efektif dalam

keluarga. Berbeda dengan Minuchin yang mengungkapkan bahwa tujuan

konseling keluarga adalah mengubah struktur dalam keluarga dengan cara

menyusun kembali kesatuan dan menyembuhkan perpecahan antar

anggota keluarga.36

Sedangkan tujuan konseling keluarga Islami sendiri yaitu, sebagai

berikut:

1) Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang

berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, yaitu dengan:

a) Membantu individu memahami hakikat kehidupan berkeluarga

menurut Islam.

36 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,

(37)

31

b) Membantu individu memahami tujuan hidup berkeluarga menurut

Islam.

c) Membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan

berkeluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah menurut ajaran

Islam.

d) Membantu individu memahami melaksanakan pembinaan

kehidupan berkeluarga sesuai dengan ajaran Islam.

2) Membantu individu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan

dengan kehidupan berkeluarga, yaitu dengan:

a) Membantu individu memahami problem yang dihadapinya.

b) Membantu individu memahami kondisi dirinya dan keluarga serta

lingkungannya.

c) Membantu individu memahami dan menghayati cara-cara mengatasi

masalah keluarga menurut ajaran Islam.

d) Membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan masalah

yang dihadapinya sesuai dengan ajaran Islam.

3) Membantu individu memelihara sistuasi dan kondisi rumah tangga agar

tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik, yakni dengan

cara:

a) Memelihara situasi dan kondisi kehidupan berkeluarga yang semula

pernah terkena problem dan telah teratasi agar tidak menjadi

(38)

32

b) Mengembangkan situasi dan kondisi keluarga menjadi lebih baik

(sakinah, mawaddah dan rahmah). 37

c. Tahapan Pelaksanaan Konseling Keluarga

Tahapan konseling keluarga secara umum dijelaskan oleh Crane

yang menggunakan pendekatan Behavioristik untuk mengatasi perilaku

oposisi pada anak. Ia mengungkapkan bahwa ada empat tahapan dalam

konseling keluarga, yaitu:

1) Mengombinasikan tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran pada

orang tua. Diharapkan orang tua dapat dididik untuk membentuk

perilaku alternatif.

2) Konselor memberikan petunjuk cara mengimplementasikan ide-ide

tersebut untuk membantu orang tua yang dapat saja mengalami

kesulitan untuk memahami dan menerapkan cara yang tepat dalam

memperlakukan anaknya.

3) Kemudian orang tua diarahkan untuk mempraktikan idenya tersebut

kepada anaknya dalam situasi sesi konseling.

4) Konselor mengarahkan orang tua untuk menerapkannya di rumah.

Konselor dapat melakukan kunjungan ke rumah klien untuk melihat

dan mengamati perkembangan yang dicapai klien. Konselor dapat

memberikan contoh melakukan tindakan yang tepat pada klien

(39)

33

sehingga orang tua dapat mengobservasi dan meniru tindakan

konselor.38

Selain itu, Collins juga menetapkan tujuh langkah-langkah dalam

konseling keluarga, antara lain:

1) Menanggapi Keadaan Darurat

Pada dasarnya klien yang menghadap pada konselor itu berada

dalam keadaan darurat atau krisis. Konselor diharapkan mampu

memberikan ketenangan dan menunjukkan kesediaan untuk membantu

klien.

2) Memberikan Fokus Pada Anggota Keluarga Menetapkan Krisis

Konselor harus dapat memberikan fokus pada anggota keluarga

bahwa permasalahan dalam anggota keluarga adalah permasalahan

bersama sehingga tidak hanya disebabkan oleh satu pihak.

3) Menetapkan Krisis

Ketika mendengarkan penjelasan masalah yang disampaikan oleh

keluarga, konselor harus bisa menangkap inti permasalahan keluarga

tersebut sehingga konselor dapat menetapkan sumber krisis klien.

4) Menenangkan Anggota Keluarga

Konselor diharapkan dapat menenangkan anggota keluarga yang

dapat saja mengalami kecemasan setelah mengetahui permasalahan

keluarga mereka.

(40)

34

5) Menyarankan Perubahan

Langkah ini terdiri dari pemberian saran dan arahan yang dapat

membantu anggota anggota keluarga untuk memutuskan perubahan apa

yang harus dilakukan. Konselor dapat merundingkan beberapa

perjanjian yang akan disetujui anggota keluarga untuk dilakukan.

6) Menghadapi Sikap Menolak Perubahan

Anggota keluarga yang menolak perubahan cenderung akan

menarik diri dan memanipulasi anggota keluarganya untuk

menghambat terjadinya perubahan. Oleh karena itu, konselor harus

memberikan pemahaman bahwa dengan menunjukkan sikap menolak

perbahan, akan menyulitkan terjadinya kemajuan dalam proses

konseling.

7) Menghentikan Konseling

Proses konseling dapat diakhiri ketika anggota keluarga dapat

bekerja sama dan belajar untuk menghadapi krisis di masa yang akan

datang.39

2. Pola Asuh

a. Pengertian Pola Asuh

Istilah pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan pengasuhan.

Menurut poerwadarminta, pola adalah model dan istilah pengasuhan

berasal dari kata asuh yang diartikan nerawat dan mendidik anak atau

39 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,

(41)

35

diartikan memimpin, membina, melatih anak supaya bisa mandiri dan

berdiri sendiri. Webster’s mengemukakan bahwa istilah asuh dalam bahasa inggris diartikan dengan nurture yang memiliki pengertian

sejumlah perubahan ekspresi yang dapat mempengaruhi potensi genetik

yang melekat pada diri individu.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah

pola asuh merupakan sejumlah model atau bentuk perubahan ekspresi dari

orang tua yang dapat mempengaruhi potensi genetik yang melekat pada

diri individu dalam upaya memelihara, merawat, membimbing, membina

dan mendidik anak-anaknya baik yang masih kecil ataupun yang belum

dewasa agar menjadi manusia dewasa yang mandiri dikemudian hari.40

Pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara

anak dan orang tua, yang mencakup pemenuhan kebutuhan fisik (seperti

makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan non fisik (seperti perhatian,

empati, kasih sayang dan sebagainya). Pola perilaku ini dapat dirasakan

oleh anak dari segi positif dan negatif.41

Setiap anak dilahirkan memerlukan perawatan, pemeliharaan, dan

pengasuhan untuk mengantarkannya menuju kedewasaan. Pembentukan

jiwa anak sangat dipengaruhi oleh cara perawatan dan pengasuhan anak

sejak dia dilahirkan. Tumbuh kembang anak diperlukan perhatian yang

40 Ani Siti Anisah, “Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pembentukan Karakter

Anak”, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, (online), Vol. 05, no. 01, (http://www.journal.uniga.ac.id, diakses 2011), hal. 72.

41 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasinya secara Terpadu

di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat (Malang: Ar-Ruzz Media,

(42)

36

serius, terutama masa-masa sensitif anak, misalnya balita. Keteladanan

langsung dari orang tua baik ayah maupun ibu dalam membentuk

kepribadian anak menjadi kata kunci yang harus ditekankan. Oleh karena

itu hak pengasuhan anak secara ideal adalah orang tua sendiri.42 Orang tua

berkewajiban mempersiapkan tubuh, jiwa, dan akhlak anak-anaknya untuk

menghadapi pergaulan masyarakat yang ingar-bingar. Kewajiban ini

merupakan tugas yang ditekankan agama dan hukum masyarakat.

Tegasnya, anak-anak hendaknya dididik dengan akhlak yang baik.43 Hal

ini sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur’an, sebagai berikut:

ۡمُكيِل ٰۡأٰو ۡمُكٰسُفنٰأ ْاأوُ ق ْاوُنٰماٰء ٰنيِذلٱ اٰه يٰأَٰٓ

رَٰ

ا

اُٰدوُقٰو

ُسانلٱ

ُةٰراٰجِ

ۡٱٰو

ۡ

اٰه ۡ يٰلٰع

ةٰكِئأٰٓلٰم

ظ َِٰغ

داٰدِش

ّ

ٰنوُصۡعٰ ي

ّٰٱ

أاٰم

ۡمُٰرٰمٰأ

ٰنوُلٰع

ۡفٰ يٰو

اٰم

ٰنوُرٰم

ۡؤُ ي

٦

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 44 (QS. At-Tahrim: 6)

Secara kebahasaan, kata ا ْوق merupakan bentuk amr lil jama’ (kata perintah bentuk plural) dari kata ىقو yang berarti jagalah oleh kalian, dan kata مكسفْنأ yang berarti diri kalian. Dengan demikian, kata ْمكسفْنأ ا ْوق dalam konteks ayat ini bermakna perintah untuk senantiasa menjaga diri dan

keluarga dari sengatan api neraka. Sedangkan kata ظ لغ yang merupakan bentuk plural dari kata ظْيلغ yang berarti keras, dan kata دادشyang merupakan bentuk plural dari kata دْيدش yang berarti kasar. Dengan

42 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender (Edisi Revisi) (Malang: UIN-Maliki Press, 2013), hal. 277-278.

(43)

37

demikian, kata دادش ظلغ dalam konteks ayat ini merupakan pendeskripsian sifat para malaikat penjaga neraka yang sangat keras dan kasar dalam

menyiksa para penghuni neraka.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar

menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia

dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga

diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh

kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.

Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik

jasmani maupun rohani.

Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, Umar berkata,

wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana

menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW menjawab, “Larang mereka mengerjakan apa yang kami dilarang mengerjakannnya dan perintahkan

mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah

caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh

malaikat yang kasar dan keras yang memimpinnya berjumlah sembilan

belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di

dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai

Allah terhadap apa yang diperintahkanNya dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkanNya.”45

(44)

38

b. Macam-Macam Pola Asuh

Baumrind mengajukan empat gaya pengasuhan sebagai kombinasi

dari dua faktor tersebut, yaitu:

1) Authoritative, adalah gaya pengasuhan oleh orang tua yang

mengarahkan perilaku anak secara rasional, dengan memberikan

penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Di

sisi lain, orang tua bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan pandangan

anak. Orang tua menghargai kepribadian yang dimiliki anak sebagai

keunikannya.

2) Authoritarian, adalah gaya pengasuhan oleh orang tua yang selalu

berusaha membentuk, mengontrol, mengevalusi perilaku dan tindakan

anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya

bersifat mutlak dengan memberlakukan hukuman manakala terjadi

pelanggaran. Anak-anak kurang mendapat penjelasan yang rasioanl

atas segala aturan, kurang dihargai pendapatnya.

3) Permisif, adalah gaya pengasuhan yang dilakukan orang tua yang

terlalu baik, cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak

dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan

tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan

keteraturan perilaku anak.

4) Rejecting-neglecting, gaya pengasuhan oleh orang tua yang kurang atau

(45)

39

tua lebih memprioritaskan kepentingan sendiri dari pada kepentingan

anak.46

c. Mengasuh Anak Sejak dalam Kandungan

1) Ibu yang Menjaga Kesehatan

Menjaga kesehatan merupakan sesuatu yang harus diprioritaskan

pada saat menjalani masa-masa kehamilan. Oleh karena itu, perlu

memperhatikan pola makan dan memastikan makanan yang

dikonsumsi mengandung zat-zat yang berguna bagi kondisi tubuh ibu

dan calon bayi, serta perlu juga memeriksakan kesehatan secara rutin.

Terjadinya perubahan hormon dan bertambahnya usia janin dapat

menimbulkan berbagai macam pengaruh bagi tubuh. Oleh karena itu,

penting bagi ibu hamil untuk menjaga kesehatan dan memulai gaya

hidup sehat selama masa kehamilan.47

2) Ibu Pecandu Roko, Minuman Keras dan Narkoba

Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang memiliki pola

hidup merokok, minum-minuman keras dan mengkonsumsi narkoba itu

berat badannya di bawah normal atau dilahirkan sebelum masanya.

Akibatnya ukuran otak atau berat otaknya di bawah normal.

Ketegangan-ketegangan yang diderita ibu selama masa mencandu akan

mempengaruhi tempramen atau karakter anak.

46 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam

Keluarga Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 48-49.

(46)

40

3) Ibu yang Terganggu atau Tergoncang Emosinya

Menurut Stott (1957-1958), gangguan atau goncangan emosional

ibu pada usia kehamilan 3-8 minggu sangat mungkin mengakibatkan

gangguan pada syaraf sentral janin. Gangguan emosional yang terjadi

pada usia kehamilan di atas delapan minggu, banyak dijumpai sindroma

nafsu makan. Nafsu makan anak sesudah kelahiran terhambat.

Terkadang diiringi anak tidak atau kurang aktif, gerakan-gerakan

kurang spontan serta sering kali anak tampak apatis terhadap

lingkungannya.

4) Sikap Ibu pada Kehamilannya

Sikap ibu, di mana suasana emosi atau batinnya diungkapkan

akan dapat mempengaruhi janin. Utamanya yang berkaitan dengan

dasar perilaku atau karakter anak. Ada sebagian ibu yang menerima

kehamilannya dengan penuh suka cita, dan sebagian lainnya dengan

kesedihan atau bahkan menolak kehamilannya.

Bagi wanita yang mendambakan kehadiran anak, kehamilan tentu

disambut dengan penuh kebahagiaan. Seringkali wanita yang berada

dalam kondisi seperti ini akan mengekspresikan perasaan-perasaan

positifnya tersebut dengan cara mengajak bicara atau mendengarkan

lagu-lagu cinta bagi bayi di dalam kandungannya. Respon terhadap

rangsangan seperti ini, menurut Schinder, ternyata terserap oleh janin,

yang pada gilirannya akan dilanjutkan dan diulangi setelah anak

(47)

41

landasan karakter positif yang kokoh dan sehat untuk kelanjutan

kehidupan di masa-masa selanjutnya.

Sebaliknya, sikap ibu yang menolak kehamilannya ini dapat

menimbulkan kecenderungan untuk memusnahkan kandungannya, dan

sikap menolak itu akan berkelanjutan ketika anak sudah dilahirkan.

Tentu dalam kondisi ini, anak yang sejak dalam kandungan sudah

terkondisi oleh sikap ibunya yang agresif, kemudian berkelanjutan

terkondisi oleh sikap-sikap agresif lingkungan primernya, dan sedikit

banyak akan berdampak negatif pada anak, yang sering kali menjadi

cikal bakal perilaku antisosial.48

d. Mengasuh Anak Di Bawah Lima Tahun

1) Pertumbuhan Otak dan Perkembangan Kepribadian

Otak anak bertumbuh dengan akselera

Gambar

 Tabel 1.1 Spesifikasi Produk Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Yayasan Ummi Fadhilah
Tabel 3.2 Daftar Nama Konseli
 Tabel 3.4 Pengolahan Waktu Kegiatan Pelatihan Sesi II
+4

Referensi

Dokumen terkait

Data laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan perubahan laba (laba kotor, laba operasi, laba sebelum pajak, laba bersih dan laba per lembar saham) satu

Kondisi mahasiswa yang kurang memperhatikan kesehatan dan kebersihan dalam kesehariannya dan sedikitnya ketersediaan jajanan bersih di lingkungan kampus

Manusia memiliki dua belahan otak yakni otak kiri dan otak kanan dan yang baru-baru ini masih hangat di perbincangkan adalah otak tengah otak tengah berfungsi sebagai

Memperhatikan kedua ketentuan tersebut, nampaknya perampasan yang dilakukan tersebut adalah perampasan terhadap barang-barang milik terpidana yang diperoleh dari

Nilai ekonomi total dari Tumbuhan Sowang di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapura, adalah penjumlahan dari nilai manfaat yang merupakan nilai total

Menurut Purwanto (1988: 143) tes formatif adalah tes yang diberikan kepada murid-murid pada setiap akhir program suatu pelajaran.Fungsinya untuk mengetahui sampai di

Untuk orang-orang yang saat ini sedang duduk dan kesakitan di luar sana, jika saya ingin meringkas hidup saya dan meringkas apa yang dapat mereka lakukan dalam

Programmer harus menentukan kebutuhan data untuk masukan dan keluaran yang diminta, bahasa pemrograman yang digunakan serta tipe komputer yang sesuai dengan