PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK
ANAK
(Studi Kasus Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya)
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Himatul Mukarromah (B53213051)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
SURABAYA
ABSTRAK
Himatul Mukarromah (B53213051), Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak.
Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana Proses Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Pengasuhan Orang Tua Kepada Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya (2) Bagaimana hasil implementasi dari Pelatihan Konseling Keluarga untuk Meningkatkan Pola Pengasuhan Orang Tua Kepada Ibu-Ibu Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya (3) Bagaimana uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan dan kegunaan.
Untuk menjawab fokus penelitian di atas, penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D). Dengan menggabungkan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui hasil wawancara secara lisan dan wawancara secara tulisan yaitu catatan peserta pelatihan pada setiap lembar kuesioner pre-test dan post test yan telah disediakan di setiap paket. Selain itu, observasi, saran, kritik dan komentar tertulis maupun catatan hasil wawancara baik dalam angket maupun catatan hasil wawancara juga melengkapi data kualitatif. Sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui skala penilaian buku paket dari tim uji ahli yang berupa angket.
Proses pelatihan konseling keluarga yang dilaksanakan oleh peneliti kepada ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya berjalan efektif sesuai prosedur pelatihan dan hasilnya terukur melalui evaluasi yang konkret. Hasil implementasi dari pelatihan tersebut dapat ditunjukkan melalui perubahan mindset dan perilaku ibu-ibu peserta dalam menerapkan pola pengasuhan yang tepat terhadap anaknya, seperti ibu-ibu yang pada awalnya suka memarahi anaknya setelah pelatihan menjadi tidak suka marah-marah melainkan menasehati anak dengan kata-kata yang lemah lembut. Proses pelatihan konseling keluarga Islam dalam penelitian ini cukup berhasil dengan prosentase 70%. Produk yang diujikan dalam penelitian ini juga dinyatakan sangat tepat dengan skala penilaian 83%.
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
BAGIAN INTI BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 9
D.Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Konsep ... 10
F. Spesifikasi Produk ... 12
G.Metode Penelitian ... 15
H.Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA PENGASUHAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK A.Kajian Teoritik ... 26
1. Konseling Keluarga Islami ... 26
a. Pengertian Konseling Keluarga Islami ... 26
b. Tujuan Konseling Keluarga Islami ... 29
c. Tahapan Pelaksanaan Konseling Keluarga ... 32
2. Pola Asuh ... 34
a. Pengertian Pola Asuh ... 34
b. Macam-Macam Pola Asuh ... 38
c. Mengasuh Anak Sejak dalam Kandungan ... 39
d. Mengasuh Anak Di Bawah Lima Tahun ... 41
e. Mengasuh Anak Di Masa Sekolah ... 44
a. Pengertian Pendidikan Karakter ... 48
b. Tujuan Pendidikan Karakter Anak ... 49
c. Manfaat Pendidikan Karakter ... 50
d. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ... 51
e. Pentingnya Pendidikan Karakter ... 53
f. Implementasi Pendidikan Karakter Di Lingkungan Keluarga ... 54
4. Pelatihan ... 62
a. Pengertian Pelatihan ... 62
b. Tujuan Pelatihan ... 62
c. Kebutuhan Pelatihan ... 63
d. Evaluasi Program Pelatihan ... 63
5. Materi Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Pengasuhan Orang Tua dalam Pendidikan Karakter Anak ... 64
B.Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 67
BAB III PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK (Studi Kasus Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya) A.Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 69
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 69
a. Letak Geografis Lokasi Penelitian ... 69
b. Sejarah Berdirinya Yayasan Ummi Fadhilah ... 69
c. Visi dan Misi Yayasan Ummi Fadhilah ... 71
d. Jadwal KegiatanYayasan Ummi Fadhilah Surabaya .. 71
e. Struktur Organisasi ... 73
f. Sarana dan Prasarana ... 74
2. Pola Asuh Ibu-ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya ... 75
3. Deskripsi Konselor ... 77
4. Deskripsi Konseli / Peserta Pelatihan ... 78
B.Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak kepada Ibu-Ibu Binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya ... 80
1. Proses Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak ... 80
a. Proses Pelatihan ... 80
b. Pengolahan Waktu Pelatihan ... 82
c. Lokasi Pelatihan ... 84
xiii
3. Produk Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak ... 99
BAB IV ANALISIS DATA
A.Analisis Data Pengembangan Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak ... 99 1. Analisis Pelaksanaan Pelatihan ... 99 2. Analisis Hasil Implementasi Pelatihan ... 101 3. Analisis Tingkat Ketepatan, Kelayakan dan Kegunaan Paket
... 105 B.Revisi Produk ... 109
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 112 B.Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 115
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Anak adalah buah hidup dan bunga yang harum dari rumah tangga,
harapan dan tujuan utama dari suatu pernikahan yang sah. Sebagai buah hati
orang tua, anak selalu dalam pemikiran ayah dan ibunya. Orang tua senantiasa
prihatin dan khawatir kalau anaknya bertengkar dengan anak-anak lain, terkena
musibah dan penyakit. Anak juga membuat orang tua menjadi kikir untuk
kepentingan umum, karena banyak keperluan untuk anak-anak. Anak juga
senantiasa membuat susah orang tua, karena tingkah laku mereka. Karena itulah
seharusnya orang tua mengetahui bahwa anak-anak mereka bukan mutlak milik
mereka, bagaikan perabot rumah tangga yang beraneka ragam.
Perlu diyakini bahwa Allah memberikan anak kepada kita, bukanlah
sebagai permata benda yang hanya untuk dijadikan penyenang hati, atau untuk
menghilangkan kesusahan. Anak-anak dijadikan berada di bawah pengawasan
ayah dan ibunya selama masih kecil. Apabila mereka telah besar, mereka hidup
mandiri, mengarungi bahtera hidup sendiri beserta anggota masyarakat yang
lain. Dengan kata lain, anak-anak tinggal di bawah pengasuhan orang tua hanya
sekedar menanti masa besarnya. Karena itu, orang tua perlu memberi bekal dan
perhatian yang sempurna kepada anaknya. Orang tua berkewajiban
mempersiapkan tubuh, jiwa, dan akhlak anak-anaknya untuk menghadapi
pergaulan masyarakat yang ingar-bingar. Memang memberikan pendidikan yang
2
ini merupakan tugas yang ditekankan agama dan hukum masyarakat. Tegasnya,
anak-anak hendaknya dididik dengan akhlak yang baik.2 Hal ini sesuai dengan
perintah Allah dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
ٰن ۡمُكيِل ٰۡأٰو ۡمُكٰسُفنٰأ ْاأوُ ق ْاوُنٰماٰء ٰنيِذلٱ اٰه يٰأَٰٓ
را
اُٰدوُقٰو
ُسانلٱ
ُةٰراٰجِ
ۡٱٰو
ۡ
اٰه ۡ يٰلٰع
ِئأٰٓلٰم
ةٰك
ظ َِٰغ
داٰدِش
ّ
ٰنوُصۡعٰ ي
ّٰٱ
أاٰم
ۡمُٰرٰمٰأ
ٰنوُلٰع
ۡفٰ يٰو
اٰم
ٰنوُرٰم
ۡؤُ ي
٦
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 3 (QS. At-Tahrim: 6)
Di dalam buku Elizabeth B. Hurlock dijelaskan bahwa usia anak (akhir
masa kanak-kanak) berlangsung dari usia 6 tahun sampai anak mencapai
kematangan seksual, yaitu sekitar usia 13 tahun bagi anak perempuan dan usia
14 tahun bagi anak laki-laki, oleh orang tua disebut sebagai usia yang
“menyulitkan”, “usia bertengkar”, oleh para pendidik disebut “usia sekolah dasar”. Dan menurut ahli psikologi disebut sebagai usia berkelompok, usia
penyesuaian dan usia kreatif. Perkembangan anak degan anak lain mengikuti
suatu pola-pola tertentu, pola-pola ini dapat dilihat pada saat mengobservasi
sejumlah anak-anak yang sedang bermain. Salah satu sumber kegagalan dalam
mendidik adalah seorang anak yang menunjukkan problem behavior. Biasanya
di kelas ada satu atau beberapa anak yang menggaggu atau menjengkelkan
gurunya.4
2 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hal. 2-6. 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006), hal. 448.
4 Elizabeth B. Hurloc. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
3
Dalam perspektif ekologis, Bronfenbrenner memaparkan bahwa
pengasuhan anak tidak dapat dilepaskan dari sisem-sistem yang melingkupinya,
yakni macrosystem, mesosystem, microsystem dan chronosystem. Macrosystem
yang berupa politik, budaya, ekonomi dan nilai-nilai sosial memiliki kontribusi
terhadap proses sosialisasi dan perkembangan anak. Sekolah dan komunitas
sebagai mesosystem berpengaruh terhadap pola asuh dan jaringan kerja sama
yang terjadi. Apabila terjadi kerja sama yang harmonis, maka sekolah dan
komunitas dapat menjadi pendukung bagi orang tua untuk menjalankan
pengasuhan. Efek microsystem terjadi melalui relasi orang tua anak dalam
keluarga yang berupa pola asuh orang tua. Chronosystem berpengaruh melalui
terjadinya perubahan tren parenting dari waktu ke waktu seiring dengan
perubahan masyarakat dan tekanannya terhadap keluarga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gaya pengasuhan dari empat system-system yang
melingkupi memiliki dampak terhadap perilaku anak, seperti perkembangan
kompetensi, perilaku prososial, motivasi berprestasi, pengaturan diri, dan
perilaku positif lainnya.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian anak dapat dikelompokkan
dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Faktor internal ini
biasanya merupakan faktor genetis atau faktor yang berupa bawaan sejak lahir
dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu
5 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
4
dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan dari sifat kedua orang tuanya.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar anak tersebut. Faktor
eksternal biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang,
mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai
dengan pengaruh dari berbagai media cetak seperti koran, majalah dan lain
sebagainya.6
Pembentukan karakter yang baik telah menjadi isu sentral dan tujuan
utama yang ingin dicapai oleh keluarga, sekolah atau komunitas, dan
masyarakat. Karakter didefinisikan sebagai sekumpulan sifat posistif yang
terefleksi dalam pikiran, perasaan, dan perilaku. Ryan dan Lickona
mengungkapkan bahwa dalam karakter manusia terdapat tiga komponen.
Pertama, pengetahuan moral. Melalui komponen ini individu dapat
membayangkan konsekuensi yang akan terjadi di kemudian hari dari keputusan
yang diambil dan siap menghadapi konsekuensi tersebut. Kedua, perasaan
moral, yang mencakup identitas moral, ketertarikan terhadap kebaikan,
komitmen, hati nurani dan empati. Komponen ini berfungsi sebagai jembatan
antara pengetahuan moral dan tindakan moral. Ketiga, tindakan moral yang
memiliki tiga komponen, yaitu kehendak, kompetensi dan kebiasaan.7
Penanaman moral pada diri anak yang dirancang secara sengaja melalui
pendidikan di sekolah maupun di rumah, dapat membantu pembentukan
kepribadian anak karena dengan terbentuknya moral pada dirinya, anak akan
6 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial
Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 19.
7 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
5
berperilaku sesuai dengan cara berpikir moral yang ada padanya. Perlu disadari
juga bahwa masalah aturan, norma, nilai, etika, akhlak dan estetika adalah
hal-hal yang sering didengar dan selalu dihubungkan dengan konsep moral ketika
seseorang akan menetapkan suatu keputusan perilakunya.8
Pendidikan budi pekerti adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk
mengembangkan nilai, sikap dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau
budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seorang anak
menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif,
baik sangka, bekerja keras, beradab, berani bebuat benar, berdisiplin, beriman
dan bertaqwa, berkemauan keras, bersemangat, bersyukur, bertanggung jawab,
mandiri, mencintai ilmu, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu,
pemaaf, rajin, ramah rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rendah hati, sabar,
sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, tegar, tekun, tepat janji dan
perilaku positif lainnya.9
Mengenai pentingnya pendidikan karakter yang baik, Nabi Muhammad
SAW. bersabda sebagai berikut:
ُسٰر ٰلاٰق :ٰلاٰق ُهْنٰع ُّا ٰيِضٰر ِءاٰدْردلا ِِْٰأ ْنٰعٰو
ِْف ٍءْيٰش ْنِم اٰم ٰملٰسٰو ِهْيٰلٰع ُّا ُلْو
ِناٰزْ يِمْلا
ٰلٰقْ ثٰأ
ِنْسُح ْنِم
ِقُلُْْا
–
ٰأ
.ُهحٰصٰو يِذِمِِّْلاٰو ٰدُواٰد ْوبٰأ ُهٰجٰرْخ
Abu Dardak RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak ada suatu pun yang lebih berat timbangan baiknya dari akhlak baik (Husnul Khulqi)”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
8 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial
Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 26.
9 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial
6
Demikian pentingnya kedudukan akhlak baik dalam kehidupan dan
kematian di akhirat, maka syukurlah di antara tujuan pembangunan bangsa
indonesia ialah “membangun materil dan spiritual”, yaitu “membangun kebendaan (materil) dan rohani bangsa”.10
Selain sebagai buah hati orang tuanya, anak juga merupakan penerus
perjuangan bangsa. Kelak mereka akan menerima pergantian kepemimpinan
negara. Sebagai pewaris kemerdekaan, pemuda memikul tanggung jawab masa
depan terhadap maju tidaknya suatu negara. Agar anak mampu melaksanakan
tugasnya sebagai pemimpin negara, maka anak perlu mendapatkan kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Pendidikan karakter untuk anak
seharusnya dilakukan sejak dini sehingga melahirkan anak yang berkualitas dan
berperilaku baik. Karena selain intelektual, negara juga perlu pemimpin yang
berakhlak atau berperilaku yang baik.
Pada zaman modern ini, pesatnya perkembangan teknologi sangat
mempengaruhi prilaku anak. Sebagai contoh segala kekerasan dan tindak
kriminal lainnya yang terlihat dilayar televisi telah menjadi tontonan dan
berdampak buruk pada anak itu sendiri. Sedangkan pada usia dini,
anak-anak sering meniru apa yang dilihatnya. Tentu saja hal di atas berakibat buruk
pada anak-anak di zaman sekarang, buktinya adalah di zaman sekarang ini
banyak anak-anak yang masih tergolong usia dini sudah biasa dalam melakukan
perbuatan yang tidak baik, seperti berbohong, mencuri, berkelahi, dan perbuatan
lainnya yang semestinya belum pantas dilakukan oleh anak-anak.
7
Hal di atas juga disebabkan kurangnya penenaman moral yang baik pada
anak sejak usia dini. Pada kenyataannya sekaranng ini banyak orang tua lebih
mementingkan aspek intelektual anak saja. Sedangkan aspek moral anak tidak
begitu diperhatikan, sehingga moral atau akhlak kurang dimiliki seorang anak.
Anak yang dibesarkan dengan pengasuhan yang kurang tepat, menjadikan
mereka tumbuh dan berkembang dengan cara yang salah. Kurangnya
pengarahan dan penanaman nilai-nilai positif pada anak, menyebabkan anak
kurang dapat menempatkan dirinya dengan benar dilingkungan.
Sebaliknya, seorang anak yang memiliki kepribadian yang baik, yang
berdampak baik bagi dirinya dan lingkungannya, adalah kebahagiaan yang tak
terkira bagi orang tuanya. Sebagai contoh kecil adanya anak-anak yang cerdas,
rajin belajar, berkepribadian baik, menghormati orang tua dan menyayangi yang
lebih muda serta dapat menjadi anak-anak yang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungan sekitarnya
adalah sebuah kebahagiaan yang tak ternilai harganya.
Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku anak, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan.
Pola asuh yang tepat dari orang tua adalah hal yang sangat perlu diperhatikan.
Mengingat keluarga adalah sumber ilmu pertama dan merupakan faktor utama
yang dapat mempengaruhi perilaku anak, karena sejak kecil orang yang pertama
dikenal klien adalah keluarga, khususnya orang tua. Dengan demikian keluarga
8
Namun dalam kenyataannya, tidak sedikit para orang tua yang kurang
menguasai tentang konsep mengasuh anak dengan baik sehingga dapat mencetak
anak-anak yang berkeprbadian baik dan berkualitas. Salah satu contoh adalah
banyak orang tua yang memilih cara kekerasan dalam mengasuh anak dengan
tujuan agar anak menjadi anak yang nurut dan hormat pada orang tua.
Penelitian ini sengaja penulis berangkat dari fenomena yang terjadi di
lapangan yakni Yayasan Ummi Fadhilah Surabya, yaitu adanya beberapa ibu
yang mengeluhkan kenakalan anaknya. Menurut hasil wawancara dengan
pengasuh Yayasan, cara pengasuhan anak yang baik kurang diterapkan oleh
orang tuanya, karena berbagai kerumitan kondisi keluraga membuat orang tua
kurang memperhatikan pola asuh mereka terhadap anaknya.
Berangkat dari fenomena tersebut, maka penelitian metode pegembangan
dengan judul “Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk
Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua Dalam Mendidik Anak (Studi Kasus Ibu-Ibu Di Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya)” dirasa sangatlah penting
untuk dikaji, sebagai langkah bimbingan dan pengembangan dalam menerapkan
pola pengasuhan yang tepat untuk anak sehingga terciptalah anak-anak yang
berkualitas dan berakhlak mulia yang tentunya akan berdampak baik bagi diri
anak itu sendiri, keluarga, lingkungan dan negara.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian
9
1. Bagaimana proses pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan
pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada ibu-ibu binaan Yayasan
Ummi Fadhilah Surabaya?
2. Bagaimana hasil implementasi dari hasil pelatihan konseling keluarga Islami
untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada
ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Menjelaskan proses pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan
pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada ibu-ibu di Yayasan Ummi
Fadhilah Surabaya.
2. Menjelaskan hasil implementasi dari hasil pelatihan konseling keluarga
Islami untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak kepada
ibu-ibu di Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya.
D.Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat atau nilai guna, baik manfaat dalam bidang teoritis
maupun dalam bidang praktis. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan
sesuai dengan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Bahwa hasil penelitian ini dimaksudkan agar bermanfaat untuk
10
khususnya dalam masalah penerapan pola asuh orang tua dalam mendidik
anak secara Islam.
2. Secara Praktis
a. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh-contoh
atau teladan dan pelajaran yang berharga bagi masyarakat mengenai
konsep tentang strategi mengasuh anak dengan baik sehingga dapat
mencetak generasi yang berkualitas dan berkarakter.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dimaksudkan agar bermanfaat sebagai petunjuk
arahan maupun acuan serta bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya
yang relevan atau sesuai dengan hasil penelitian.
E.Definisi Konsep
1. Pola asuh Orang Tua
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia. Pola berarti corak, model,
sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.11 Pengasuhan yang berasal
dari kata “asuh” berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin
(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.12 Pola
pengasuhan dalam penelitian ini maksudnya adalah bentuk, cara atau metode
mengasuh dan mendidik anak-anak, dimana orang tua (pengasuh atau guru)
11
menstimulasi anak dengan tujuan membentuk tingkah laku anak,
pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap positif.
Pola pengasuhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara
pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya sesua dengan
ajaran Islam yang berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits. 2. Mendidik Anak
Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak
merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan saat dimana
individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Masa
kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni
kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13
tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria.13
Perilaku positif adalah perilaku yang tidak melanggar kaidah-kaidah
hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan dalam
norma-norma yang berlaku dalam agama. Sebaliknya perilaku negatif adalah
perilaku yang melanggar kaidah-kaidah hukum dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan dalam norma-norma yang
berlaku dalam agama.
Adapun mendidik anak yang penulis maksud adalah penanaman atau
pembentukan perilaku dalam diri anak agar pemikiran, tingkah-laku,
perbuatan, dan sikap anak sesuai dengan norma dan tidak melanggar aturan
13 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
12
yang berlaku di lingkungan sekitarnya, khususnya di lingkungan Yayasan
Ummi Fadhilah Surabaya. Melalui pendidikan karakter, selain dapat
menghilangkan perilaku negatif yang sebelumnya dimiliki anak, juga sebagai
penanaman perilaku atau karakter lain yang sebelumnya tidak dimiliki anak
dan memang seharusnya perlu dimiliki seorang anak.
3. Paket Pelatihan Pola Pengasuhan Orang Tua untuk Mendidik Islam
Paket pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola
pengasuhan orang tua dalam mendidik anak ini merupakan media layanan
bimbingan konseling terhadap para orang tua yang berisi pelatihan tentang
cara mengasuh anak yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam sehingga
anak mempunyai karakter positif yang bermanfaat bagi diri anak sendiri serta
lingkungannya. Sehingga orang tua tersebut dapat mencetak generasi yang
berkualitas, sholeh dan sholihah.
F. Spesifikasi Produk
Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini
dirancang dan dikemas sedemikian rupa, berguna, praktis, menunjang
pencapaian tujuan, menarik, mudah dipahami, sistematis dan akurat. Oleh
karenanya penelitian ini diharapkan dapat memenuhi empat kriteria sebagai
berikut:
1. Ketepatan adalah isi paket yang digunakan sebagai alat dalam pelatihan
sesuai dengan tujuan dan prosedur paket. Hal ini dapat diketahui dengan cara
mengukur tingkat validitas paket yang dikembangkan dengan menggunakan
13
2. Kelayakan yaitu adanya paket pelatihan memenuhi persyaratan yang ada baik
dalam segi prosedur, isi, maupun pelaksanaannya, sehingga paket tersebut
dapat diterima oleh para orang tua dan masyarakat umumnya.
3. Kegunaan yaitu paket pelatihan memiliki daya guna dan bermanfaat untuk
dijadikan panduan oleh para orang tua dalam menerapkan pola asuh yang
tepat untuk mendidik anak secara Islam.
4. Respon aktif positif yaitu tampilan dan isi paket berpotensi dapat membuat
orang tua tertarik dan bersimpati untuk membaca, mangamati, memahami dan
pada akhirnya mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.14
Tabel 1.1
Spesifikasi Produk Paket Pelatihan Konseling Keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam Mendidik Anak
No Variabel Indikator Instrumen Pelaksana
1 Ketepatan a. Ketepatan obyek
b. Ketepatan rumusan tujuan dan prosedur
c. Kejelasan rumusan umum dan khusus
d. Kejelasan deskripsi tahap dan materi
e. Kesesuaian gambar dan materi
Angket Tim ahli
2 Kelayakan a. Prosedur praktis
b. Keefektifan biaya waktu dan tenaga
c. Pemakai produk
Angket Tim ahli
3 Kegunaan a. Pemakai produk
b. Kualifikasi yang diperlukan c. Dampak paket pelatihan
terhadap para ibu
Angket Tim ahli Seorang ibu
4 Respon aktif positif
Para ibu tertarik dengan paket pelatihan dan mengaplikasikan isinya
Angket Seorang ibu
14Agus Santoso, “Pengembangan Paket Pelatihan Bimbingan Pencegahan Kekerasan Lunak
(Soft Violence) Siswa Sekolah Dasar” (Tesis, Universitas Negeri Malang, Prodi Bimbingan
14
Paket pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh
orang tua dalam mendidik anak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Bentuk Paket
Bentuk paket pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan
pola asuh orang tua ini terdiri dari 4 topik, yaitu: 1). Membentuk Karakter
Anak, 2). Mendidik dengan Cinta, 3). Mengasuh Anak Berdasarkan
Al-Qur’an dan 4). Metode Mendidik Anak Ala Nabi SAW. Topik-topik ini akan
dilengkapi dengan gambar, ilustrasi dan video-video yang memiliki korelasi
dengan topik yang bersangkutan yang diharapkan mampu menarik respon
positif responden.
2. Isi Paket
Paket ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
a. Buku panduan bagi orang tua yaitu petunjuk atau pedoman bagi orang tua
dalam mengikuti pelaksanaan pelatihan dengan harapan dapat
memudahkan mereka dengan target yang ingin dicapai setelah pelatihan.
b. Materi pelatihan yaitu buku materi yang terdiri dari 1). Membentuk
Karakter Anak, 2). Mendidik dengan Cinta, 3). Mengasuh Anak
Berdasarkan Al-Qur’an dan 4). Metode Mendidik Anak Ala Nabi SAW. 3. Pelaksanaan Pelatihan
Pelaksanaan pelatihan ini dirancang dengan menggunakan sistem focus
group discussion. Selain itu pelatihan ini akan dilengkapi dengan simulasi
15
G.Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode peneltian
pengembangan atau research and development. Research and Development
adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk
tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk dapat menghasilkan
produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan
untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di
masyarakat luas.15
Untuk dapat menciptakan produk yang berguna bagi kehidupan
masyarakat, peneliti menggunakan penelitian yang bersifat analisis
kebutuhan melalui pendekatan kualitatif yang meliputi: wawancara,
observasi, saran dan kritik tertulis. Selain kualitatif, peneliti juga menggali
data menggunakan pendektan kuantitatif melalui angket. Peneliti
menggunakan angket sebagai uji ahli produk untuk tim uji ahli.
2. Subjek dan Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, subjek yang diteliti adalah para ibu-ibu binaan
Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya. Namun dalam penelitian ini berfokus
pada 10 ibu-ibu binaan yang dijadikan peserta pelatihan, 10 peserta tersebut
dipilih dari ibu-ibu binaan yang lebih aktif mengikuti program kegiatan
Yayasan Ummi Fadhilah dan ibu-ibu yang dalam kesehariannya menerapkan
16
pola asuh yang kurang baik kepada anaknya. Sedangkan lokasinya adalah di
Jl. Genteng Arnowo No. 10 Surabaya.
3. Tahap-Tahap Penelitian
Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan peneliti dalam
penelitian ini adalah:
a. Perencanaan
Mengumpulkan data dan mempelajari tentang pola asuh orang tua.
Dalam hal ini peneliti melakukan studi literatur dengan mempelajari
berbagai buku yang membahas pola asuh orang tua dan cara baik dalam
mendidik anak.
b. Pengembangan
1) Merumuskan tujuan yaitu terciptanya pola asuh orang tua yang dapat
menghasilkan anak-anak yang memiliki perilaku positif.
2) Menyusun naskah pengembangan dengan mempersiapkan materi
tentang (a). Membentuk Karakter Anak, (b). Mendidik dengan Cinta,
(c). Mengasuh Anak Berdasarkan Al-Qur’an dan (d). Metode Mendidik Anak Ala Nabi SAW.
3) Mengembangkan paket yang menjadi petunjuk bagi para ibu-ibu
peserta penelitian agar dapat mengikuti proses bimbingan dengan tepat,
sehingga peserta penelitian memahami target yang ingin dicapai setelah
diadakannya pelatihan. Adapun paket yang dikembangkan berupa paket
pelatihan konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh
17
c. Menyusun Strategi Evaluasi
Menyusun strategi evaluasi merupakan hal yang perlu dilakukan.
Agar tingkat keberhasilan paket dapat diketahui, maka perlu diadakan
evalusai bimbingan untuk mencapai hasil yang maksimal.
d. Tahap Uji Coba
Untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas maka perlu
diadakan tahap uji coba melalui tiga tahap, yaitu uji ahli yang bertujuan
untuk megetahui kesalahan-kesalahan yang mendasar baik dalam segi isi
buku paket maupun rancangannya. Sedangkan uji kelompok kecil dan
terbatas bertujuan untuk mengetahui efektifitas perubahan produk yang
dihasilkan dari uji ahli serta menentukan tingkat pemahaman para peserta
pelatihan terhadap materi paket.
e. Tahap Revisi Produk
Revisi produk adalah kegiatan yang dilakukan setelah tahap uji coba,
dan juga sebagai kegiatan terakhir dari proses pengembangan sebagai
langkah penyempurnaan paket.
4. Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data dan sumber
data untuk memperoleh data sebagai berikut:
a. Jenis Data
Berdasarkan jenisnya maka data dapat diklasifikasikan dalam dua
18
1) Data Primer
Data primer merupakan data utama dalam penelitian kualitatif,
data ini berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari lapangan
dengan mengamati atau mewawancarai.16 Data primer dari penelitian
ini adalah data hasil proses pelatihan yang diikuti oleh para ibu-ibu
binaan Yayasan Ummi Fadhilah dan hasil tulisan tangan informan yang
tersedia di lembar kerja pernyataan yang ada pada setiap sub-bab materi
pembahasan yang terdapat dalam buku paket pelatihan. Selain itu juga
terdapat deskripsi tentang pola pengasuhan yang selama ini diterapkan
oleh ibu-ibu peserta pelatihan.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan
dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat
pribadi, buku harian, majalah, buletin, publikasi dari berbagai
organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti
kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, hasil survey, studi historis dan
sebagainya.17 Dalam penelitian ini, data sekunder adalah buku-buku
refrensi yang menjadi pelengkap buku paket pelatihan. Selain itu juga
semua informasi yang berbentuk literatur dan hasil pengamatan peneliti
terhadap dokumentasi hasil aktifitas para informan atau peserta
pelatihan pasca pelatihan dilaksanakan.
16 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 128.
19
b. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang didapatkan langsung
dari lapangan. Dalam hal ini yang dimaksud dari sumber data primer
adalah informasi yang didapatkan peneliti dari para informan atau
peserta pelatihan yaitu ibu-ibu binaan di Yayasan Ummi Fadhilah
Surabaya.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber bacaan dan berbagai
macam sumber lainnya yang terdiri dari data-data yang sudah tersedia
dan dapat diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca, melihat atau
mendengarkan.18 Disini peneliti menggali data berupa foto, buku profil
yayasan, hasil rekaman, surat-surat dan dokumen semacamnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data. Adapun pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung
terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan
20
data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena yang diteliti.19 Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan tehnik observasi nonpartisipan di
mana peneliti tidak ikut serta dalam proses kehidupan sehari-hari subjek
penelitian, namun hanya selaku pengamat saja yang bertujuan agar peneliti
benar-benar memahami kondisi yang sebenarnya dan mendapatkan hasil
penelitian yang valid.
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sehari-hari
ibu-ibu peserta pelatihan dan dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu cara pola
asuh mereka terhadap anaknya, kondisi keluarga mereka, komunikasi
antar keluarga, dan berbagai hal lainnya yang bisa mempengaruhi perilaku
anak.
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang yang lainnya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.20
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekhnik wawancara tak
berstruktur, yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa
garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Pertanyaan disesuaikan
19 Cholid Narbuka & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 70.
20 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
21
dengan keadaan dari ciri unik dari responden dan pelaksanaan tanya jawab
mengalir seperti percakapan sehari-hari.21
Penelitian ini memanfaatkan wawancara untuk menggali data
tentang dampak dari pelaksanaan pelatihan sehingga berpengaruh pada
peningkatan cara pola asuh orang tua yang bertujuan untuk pendidikan
karakter anak.
Sedangkan materi wawancara dalam penelitian ini adalah tentang
pendapat peserta tentang pelatihan, manfaat pelatihan, aktifitas harian
peserta dan perubahan yang terjadi setelah pelatihan. adapun responden
dalam wawancara ini adalah sebagian dari peserta pelatihan dan pengasuh
Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya yaitu Ibu Immarianis.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ini dilakukan dengan cara mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat agenda dan sebagainya.22 Dalam hal ini, peneliti
akan mencari dokumen-dokumen tentang peserta pelatihan, sehingga
dengan tekhnik ini peneliti memperoleh data sekunder mengenai kondisi
keluarga peserta pelatihan dan cara pengasuhan peserta terhadap anaknya.
Selain itu juga dokumentasi ini berupa foto-foto pelatihan dan hasil
coretan para peserta pelatihan yang ada di lembar refleksi setiap paket
pelatihan.
21 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2007) hal. 191.
22
d. Kuisioner
Kuisioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.23
Kuisioner ini diberikan kepada para tim uji ahli untuk mengetahui
apakah paket sudah memenuhi kriteria paket yang sudah ditentukan yaitu:
kelayakan, kegunaan, ketepatan, dan respon positif responden.
Selain itu, angket juga diberikan kepada ibu-ibu peserta pelatihan
(informan) yang berupa kuesioner pre-test dan post-test yang berguna
sebagai alat pengukur potensi dan dampak pelatihan atau perubahan
perilaku yang terjadi dan berpengaruh pada hasil implementasi pelatihan.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data ini bertujuan agar peneliti memperoleh hasil temuan yang
sesuai dengan fokus permasalahan dalam penelitian kemudian data yang
diperoleh dari hasil penelitian dianalisis melalui cara sebagai berikut:
a. Melakukan Analisis Produk yang Akan Dikembangkan
Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan ini dimulai
dari pengumpulan informasi dan data. Informasi yang dibutuhkan adalah
sesuai atau tidaknya produk yang akan dikembangkan ini dengan para
informan atau peserta pelatihan. Analisis produk ini dilakukan oleh tim
uji ahli.
23
b. Pengembangan Produk Awal
Model pengembangan ini dirancang dalam format dan tahapan yang
jelas, sederhana dan sistematis, sehingga tidak terlalu rumit dilaksanakan.
c. Uji Coba Lapangan dan Revisi Produk
Penelitian dengan model pengembangan paket ini memiliki tahapan
khusus yang berbentuk uji lapangan dan revisi produk, sehingga melalui
penelitian dan revisi atas produk penelitian maka dapat dihasilkan produk
efektif dan tentunya diharapkan menarik bagi para penggunanya.
7. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga
macam, yaitu:
a. Memperpanjang Keikutsertaan
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen kunci,
maka keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Agar data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan pengamatan dan
wawancara tentunya tidak dilakukan dalam waktu singkat, tetapi
memerlukan perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian.
b. Pengamata yang Terus-Menerus
Melalui pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, peneliti
dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terperinci dan
mendalam. Sehingga tidak sedikitpun akan luput dari pengamatan peneliti.
Oleh sebab itu, peneliti mencoba untuk terus mengamati kegiatan subjek
24
c. Triangulasi
Cara ini digunakan agar peneliti bisa menarik kesimpulan yang
mantap tidak hanya dari satu cara pandang sehingga bisa diterima
kebenarannya. Penerapannya peneliti membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara serta data dari dokumentasi
yang berkaitan. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang
diteliti bisa teruji kebenarannya bilamana dibandingkan data yang sejenis
yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda.24
Metode pengabsahan atau validitas data yang diambil oleh peneliti
lebih mengarah pada penelitian kualitatif, hal ini dikarenakan dalam
penelitian Research and Development yang dilakukan terjadi
pengombinasian dua metode penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif
namun kualitatif lebih mendominasi dibandingkan metode penelitian
kuantitatif yang hanya sebagai pelengkap.
H.Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis
memandang perlu mengemukakan sistematika pembahasan. Skripsi ini terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
Bagian awal, terdiri dari judul penelitian (sampul), persetujuan
pembimbing, pengesahan tim penguji, motto dan persembahan, pernyataan
25
otentisitas skripsi, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar,
dan daftar grafik.
Bagian inti, terdiri dari lima bab dan masing-masing bab berisi beberapa
sub bab, antara lain:
Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, spesifikasi produk,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II Tinjauan Pustaka. Terdiri dari kajian teoritik, meliputi kajian
tentang konseling keluarga, kajian tentang pola asuh orang tua, konsep dan teori
mendidik anak, pengembangan dan pelatihan, materi paket pelatihan. Dan
penelitian terdahulu yang relevan.
Bab III Penyajian Data. Terdiri dari deskripsi umum objek penelitian, dan
konseling keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam
mendidik anak kepada ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya.
Bab IV Analisis Data. Terdiri dari analisis data paket pelatihan konseling
keluarga Islami untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak
kepada ibu-ibu binaan Yayasan Ummi Fadhilah Surabaya, dan revisi produk.
Bab V Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Demikian
sistematika pembahasan dari skripsi yang berjudul “Paket Pelatihan konseling keluarga Islami untuk Meningkatkan Pola Asuh Orang Tua dalam mendidik
26
BAB II
PAKET PELATIHAN KONSELING KELUARGA ISLAMI UNTUK MENINGKATKAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK
ANAK A.Kajian Teoritik
1. Konseling Keluarga Islami
a. Pengertian Konseling Keluarga Islami
Menurut bahasa konseling merupakan alih bahasa dari istilah Inggris
counseling atau counselling, berasal dari bahasa latin consilium, berarti
advis, informasi, dialog, opini atau pertimbangan yang diberikan
seseorang kepada orang lain sehubungan dengan pembuatan keputusan
atau tindakan.25Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara
tatap muka antara dua orang, di mana melalui hubungan itu, konselor
memiliki kemampuan-kemampuan khusus untuk mengkondisikan situasi
belajar.26 Smith mendefinisikan konseling adalah suatu proses yang terjadi
dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan
dengan seseorang yang profesional yang latihan dan pengalamannya
mungkin dapat dipergunakan untuk membantu orang lain mampu
memecahkan persoalan pribadinya.27 Dalam proses konseling, terdapat
dua pihak yang terlibat yaitu konselor yang merupakan pihak yang
25 Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami: Kyai & Pesantren (Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), hal. 29-30.
26 Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2014), hal. 28-29.
27
memberikan bantuan, dan konseli yang merupakan pihak yang diberi
bantuan atau pihak yang mengalami permasalahan.28
Yang dimaksud keluarga yaitu suami atau ayah, istri atau ibu dan
anak-anak, dengan kata lain keluarga inti yang hidup terpisah dari orang
lain di tempat tinggal mereka sendiri, dan para anggotanya satu sama
lain.29 Adapun pengertian keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang
terkecil di dalam masyarakat, yang diikat oleh tali perkawinan yang sah.30
Dalam bukunya Social Structure, Murdock menguraikan bahwa keluarga
merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama,
terdapat kerja sama ekonomi dan terjadi reproduksi. Sedangkan menurut
Zakaria Lemat, bahwa keluarga merupakan kelompok paling kecil dalam
masyarakat, sekurang-kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu
bapak dan anak-anak.31 Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di
dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan
kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta
dan kasih sayang diantara anggotanya.32 Klien adalah bagian dari salah
satu bentuk keluarga tersebut. Oleh karena itulah, konseling keluarga
memandang perlu memahami permasalahan klien secara keseluruhan
dengan melibatkan anggota keluarganya.
28 Gantina Komala Sari, DKK, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal. 10-12.
29 Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal. 12. 30 Abror Sodik, Fikih Keluarga Muslim (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hal. 75. 31 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
Keluarga Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 3.
28
Jadi konseling keluarga merupakan proses bantuan kepada individu
dengan melibatkan para anggota keluarga lainnya dalam upaya
memecahkan masalah yang dialami.33 Menurut Golden dan Sherwood
konseling keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada
keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah perilaku
klien. Masalah ini pada dasarnya bersifat pribadi karena dialami oleh klien
sendiri. Akan tetapi, konselor menganggap permasalahan yang dialami
klien tidak semata disebabkan oleh klien sendiri melainkan dipengaruhi
oleh sistem yang terdapat dalam keluarga klien sehingga keluarga
diharapkan ikut serta dalam menggali dan menyelesaikan masalah klien.
Sedangkan Crane mendefinisikan konseling keluarga sebagai proses
pelatihan yang difokuskan kepada orang tua klien selaku orang yang
paling berpengaruh menetapkan sistem dalam keluarga. Hal ini dilakukan
untuk mengubah sistem keluarga melalui pengubahan perilaku orang tua.
Karena apabila perilaku orang tua berubah maka akan mempengaruhi
perilaku anggota keluarganya.
Konseling keluarga memandang keluarga sebagai kelompok tunggal
yang tidak dapat terpisahkan sehingga diperlukan sebagai satu kesatuan.
Apabila terdapat salah satu anggota keluarga memiliki masalah maka hal
ini dianggap sebagai gejala dari sakitnya keluarga karena kondisi emosi
29
salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota
lainnya.34
Sedangkan pengertian menurut konseling keluarga Islami yaitu
proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali
eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam menjalankan
pernikahan dan hidup berumah tangga selaras dengan ketentuan dan
petunjukNya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.35
b. Tujuan Konseling Keluarga Islami
Para ahli membedakan tujuan konseling keluarga secara umum dan
khusus, yaitu sebagai berikut:
1) Tujuan Umum
Menurut Ehan secara umum konseling keluarga bertujuan untuk
menciptakan keluarga sebagai satu kesatuan yang dapat berfungsi lebih
baik, sehingga anggota keluarga dapat menjalankan perannya
masing-masing serta saling mendukung dan saling mengisi satu sama lain.
Tujuan umum konseling keluarga lainnya ialah menurut pendapat
Glick dan Kessler, yaitu:
a) Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota
keluarga.
b) Mengubah gangguan dan ketidakfleksibelan peran dan kondisi.
34 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,
Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 221.
30
c) Memberikan pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu
yang ditunjukkan kepada anggota keluarga.
2) Tujuan Khusus
Secara khusus Bowen mengungkapkan bahwa tujuan konseling
keluarga adalah membantu klien (anggota keluarga) untuk mencapai
individualitas sehingga dapat menjadi dirinya sendiri dan terpisah dari
sistem keluarga.
Sementara Satir mengatakan bahwa tujuan konseling keluarga
adalah untuk menghilangkan sikap defensif di dalam anggota keluarga
sehingga memudahkan terjalinnya komunikasi yang efektif dalam
keluarga. Berbeda dengan Minuchin yang mengungkapkan bahwa tujuan
konseling keluarga adalah mengubah struktur dalam keluarga dengan cara
menyusun kembali kesatuan dan menyembuhkan perpecahan antar
anggota keluarga.36
Sedangkan tujuan konseling keluarga Islami sendiri yaitu, sebagai
berikut:
1) Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang
berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, yaitu dengan:
a) Membantu individu memahami hakikat kehidupan berkeluarga
menurut Islam.
36 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,
31
b) Membantu individu memahami tujuan hidup berkeluarga menurut
Islam.
c) Membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan
berkeluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah menurut ajaran
Islam.
d) Membantu individu memahami melaksanakan pembinaan
kehidupan berkeluarga sesuai dengan ajaran Islam.
2) Membantu individu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan
dengan kehidupan berkeluarga, yaitu dengan:
a) Membantu individu memahami problem yang dihadapinya.
b) Membantu individu memahami kondisi dirinya dan keluarga serta
lingkungannya.
c) Membantu individu memahami dan menghayati cara-cara mengatasi
masalah keluarga menurut ajaran Islam.
d) Membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan masalah
yang dihadapinya sesuai dengan ajaran Islam.
3) Membantu individu memelihara sistuasi dan kondisi rumah tangga agar
tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik, yakni dengan
cara:
a) Memelihara situasi dan kondisi kehidupan berkeluarga yang semula
pernah terkena problem dan telah teratasi agar tidak menjadi
32
b) Mengembangkan situasi dan kondisi keluarga menjadi lebih baik
(sakinah, mawaddah dan rahmah). 37
c. Tahapan Pelaksanaan Konseling Keluarga
Tahapan konseling keluarga secara umum dijelaskan oleh Crane
yang menggunakan pendekatan Behavioristik untuk mengatasi perilaku
oposisi pada anak. Ia mengungkapkan bahwa ada empat tahapan dalam
konseling keluarga, yaitu:
1) Mengombinasikan tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran pada
orang tua. Diharapkan orang tua dapat dididik untuk membentuk
perilaku alternatif.
2) Konselor memberikan petunjuk cara mengimplementasikan ide-ide
tersebut untuk membantu orang tua yang dapat saja mengalami
kesulitan untuk memahami dan menerapkan cara yang tepat dalam
memperlakukan anaknya.
3) Kemudian orang tua diarahkan untuk mempraktikan idenya tersebut
kepada anaknya dalam situasi sesi konseling.
4) Konselor mengarahkan orang tua untuk menerapkannya di rumah.
Konselor dapat melakukan kunjungan ke rumah klien untuk melihat
dan mengamati perkembangan yang dicapai klien. Konselor dapat
memberikan contoh melakukan tindakan yang tepat pada klien
33
sehingga orang tua dapat mengobservasi dan meniru tindakan
konselor.38
Selain itu, Collins juga menetapkan tujuh langkah-langkah dalam
konseling keluarga, antara lain:
1) Menanggapi Keadaan Darurat
Pada dasarnya klien yang menghadap pada konselor itu berada
dalam keadaan darurat atau krisis. Konselor diharapkan mampu
memberikan ketenangan dan menunjukkan kesediaan untuk membantu
klien.
2) Memberikan Fokus Pada Anggota Keluarga Menetapkan Krisis
Konselor harus dapat memberikan fokus pada anggota keluarga
bahwa permasalahan dalam anggota keluarga adalah permasalahan
bersama sehingga tidak hanya disebabkan oleh satu pihak.
3) Menetapkan Krisis
Ketika mendengarkan penjelasan masalah yang disampaikan oleh
keluarga, konselor harus bisa menangkap inti permasalahan keluarga
tersebut sehingga konselor dapat menetapkan sumber krisis klien.
4) Menenangkan Anggota Keluarga
Konselor diharapkan dapat menenangkan anggota keluarga yang
dapat saja mengalami kecemasan setelah mengetahui permasalahan
keluarga mereka.
34
5) Menyarankan Perubahan
Langkah ini terdiri dari pemberian saran dan arahan yang dapat
membantu anggota anggota keluarga untuk memutuskan perubahan apa
yang harus dilakukan. Konselor dapat merundingkan beberapa
perjanjian yang akan disetujui anggota keluarga untuk dilakukan.
6) Menghadapi Sikap Menolak Perubahan
Anggota keluarga yang menolak perubahan cenderung akan
menarik diri dan memanipulasi anggota keluarganya untuk
menghambat terjadinya perubahan. Oleh karena itu, konselor harus
memberikan pemahaman bahwa dengan menunjukkan sikap menolak
perbahan, akan menyulitkan terjadinya kemajuan dalam proses
konseling.
7) Menghentikan Konseling
Proses konseling dapat diakhiri ketika anggota keluarga dapat
bekerja sama dan belajar untuk menghadapi krisis di masa yang akan
datang.39
2. Pola Asuh
a. Pengertian Pola Asuh
Istilah pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan pengasuhan.
Menurut poerwadarminta, pola adalah model dan istilah pengasuhan
berasal dari kata asuh yang diartikan nerawat dan mendidik anak atau
39 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,
35
diartikan memimpin, membina, melatih anak supaya bisa mandiri dan
berdiri sendiri. Webster’s mengemukakan bahwa istilah asuh dalam bahasa inggris diartikan dengan nurture yang memiliki pengertian
sejumlah perubahan ekspresi yang dapat mempengaruhi potensi genetik
yang melekat pada diri individu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah
pola asuh merupakan sejumlah model atau bentuk perubahan ekspresi dari
orang tua yang dapat mempengaruhi potensi genetik yang melekat pada
diri individu dalam upaya memelihara, merawat, membimbing, membina
dan mendidik anak-anaknya baik yang masih kecil ataupun yang belum
dewasa agar menjadi manusia dewasa yang mandiri dikemudian hari.40
Pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara
anak dan orang tua, yang mencakup pemenuhan kebutuhan fisik (seperti
makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan non fisik (seperti perhatian,
empati, kasih sayang dan sebagainya). Pola perilaku ini dapat dirasakan
oleh anak dari segi positif dan negatif.41
Setiap anak dilahirkan memerlukan perawatan, pemeliharaan, dan
pengasuhan untuk mengantarkannya menuju kedewasaan. Pembentukan
jiwa anak sangat dipengaruhi oleh cara perawatan dan pengasuhan anak
sejak dia dilahirkan. Tumbuh kembang anak diperlukan perhatian yang
40 Ani Siti Anisah, “Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pembentukan Karakter
Anak”, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, (online), Vol. 05, no. 01, (http://www.journal.uniga.ac.id, diakses 2011), hal. 72.
41 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasinya secara Terpadu
di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat (Malang: Ar-Ruzz Media,
36
serius, terutama masa-masa sensitif anak, misalnya balita. Keteladanan
langsung dari orang tua baik ayah maupun ibu dalam membentuk
kepribadian anak menjadi kata kunci yang harus ditekankan. Oleh karena
itu hak pengasuhan anak secara ideal adalah orang tua sendiri.42 Orang tua
berkewajiban mempersiapkan tubuh, jiwa, dan akhlak anak-anaknya untuk
menghadapi pergaulan masyarakat yang ingar-bingar. Kewajiban ini
merupakan tugas yang ditekankan agama dan hukum masyarakat.
Tegasnya, anak-anak hendaknya dididik dengan akhlak yang baik.43 Hal
ini sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
ۡمُكيِل ٰۡأٰو ۡمُكٰسُفنٰأ ْاأوُ ق ْاوُنٰماٰء ٰنيِذلٱ اٰه يٰأَٰٓ
رَٰ
ا
اُٰدوُقٰو
ُسانلٱ
ُةٰراٰجِ
ۡٱٰو
ۡ
اٰه ۡ يٰلٰع
ةٰكِئأٰٓلٰم
ظ َِٰغ
داٰدِش
ّ
ٰنوُصۡعٰ ي
ّٰٱ
أاٰم
ۡمُٰرٰمٰأ
ٰنوُلٰع
ۡفٰ يٰو
اٰم
ٰنوُرٰم
ۡؤُ ي
٦
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 44 (QS. At-Tahrim: 6)
Secara kebahasaan, kata ا ْوق merupakan bentuk amr lil jama’ (kata perintah bentuk plural) dari kata ىقو yang berarti jagalah oleh kalian, dan kata مكسفْنأ yang berarti diri kalian. Dengan demikian, kata ْمكسفْنأ ا ْوق dalam konteks ayat ini bermakna perintah untuk senantiasa menjaga diri dan
keluarga dari sengatan api neraka. Sedangkan kata ظ لغ yang merupakan bentuk plural dari kata ظْيلغ yang berarti keras, dan kata دادشyang merupakan bentuk plural dari kata دْيدش yang berarti kasar. Dengan
42 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender (Edisi Revisi) (Malang: UIN-Maliki Press, 2013), hal. 277-278.
37
demikian, kata دادش ظلغ dalam konteks ayat ini merupakan pendeskripsian sifat para malaikat penjaga neraka yang sangat keras dan kasar dalam
menyiksa para penghuni neraka.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar
menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia
dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga
diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh
kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik
jasmani maupun rohani.
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, Umar berkata,
“wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana
menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW menjawab, “Larang mereka mengerjakan apa yang kami dilarang mengerjakannnya dan perintahkan
mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah
caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh
malaikat yang kasar dan keras yang memimpinnya berjumlah sembilan
belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di
dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkanNya dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkanNya.”45
38
b. Macam-Macam Pola Asuh
Baumrind mengajukan empat gaya pengasuhan sebagai kombinasi
dari dua faktor tersebut, yaitu:
1) Authoritative, adalah gaya pengasuhan oleh orang tua yang
mengarahkan perilaku anak secara rasional, dengan memberikan
penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Di
sisi lain, orang tua bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan pandangan
anak. Orang tua menghargai kepribadian yang dimiliki anak sebagai
keunikannya.
2) Authoritarian, adalah gaya pengasuhan oleh orang tua yang selalu
berusaha membentuk, mengontrol, mengevalusi perilaku dan tindakan
anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya
bersifat mutlak dengan memberlakukan hukuman manakala terjadi
pelanggaran. Anak-anak kurang mendapat penjelasan yang rasioanl
atas segala aturan, kurang dihargai pendapatnya.
3) Permisif, adalah gaya pengasuhan yang dilakukan orang tua yang
terlalu baik, cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak
dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan
tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan
keteraturan perilaku anak.
4) Rejecting-neglecting, gaya pengasuhan oleh orang tua yang kurang atau
39
tua lebih memprioritaskan kepentingan sendiri dari pada kepentingan
anak.46
c. Mengasuh Anak Sejak dalam Kandungan
1) Ibu yang Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan sesuatu yang harus diprioritaskan
pada saat menjalani masa-masa kehamilan. Oleh karena itu, perlu
memperhatikan pola makan dan memastikan makanan yang
dikonsumsi mengandung zat-zat yang berguna bagi kondisi tubuh ibu
dan calon bayi, serta perlu juga memeriksakan kesehatan secara rutin.
Terjadinya perubahan hormon dan bertambahnya usia janin dapat
menimbulkan berbagai macam pengaruh bagi tubuh. Oleh karena itu,
penting bagi ibu hamil untuk menjaga kesehatan dan memulai gaya
hidup sehat selama masa kehamilan.47
2) Ibu Pecandu Roko, Minuman Keras dan Narkoba
Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang memiliki pola
hidup merokok, minum-minuman keras dan mengkonsumsi narkoba itu
berat badannya di bawah normal atau dilahirkan sebelum masanya.
Akibatnya ukuran otak atau berat otaknya di bawah normal.
Ketegangan-ketegangan yang diderita ibu selama masa mencandu akan
mempengaruhi tempramen atau karakter anak.
46 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
Keluarga Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 48-49.
40
3) Ibu yang Terganggu atau Tergoncang Emosinya
Menurut Stott (1957-1958), gangguan atau goncangan emosional
ibu pada usia kehamilan 3-8 minggu sangat mungkin mengakibatkan
gangguan pada syaraf sentral janin. Gangguan emosional yang terjadi
pada usia kehamilan di atas delapan minggu, banyak dijumpai sindroma
nafsu makan. Nafsu makan anak sesudah kelahiran terhambat.
Terkadang diiringi anak tidak atau kurang aktif, gerakan-gerakan
kurang spontan serta sering kali anak tampak apatis terhadap
lingkungannya.
4) Sikap Ibu pada Kehamilannya
Sikap ibu, di mana suasana emosi atau batinnya diungkapkan
akan dapat mempengaruhi janin. Utamanya yang berkaitan dengan
dasar perilaku atau karakter anak. Ada sebagian ibu yang menerima
kehamilannya dengan penuh suka cita, dan sebagian lainnya dengan
kesedihan atau bahkan menolak kehamilannya.
Bagi wanita yang mendambakan kehadiran anak, kehamilan tentu
disambut dengan penuh kebahagiaan. Seringkali wanita yang berada
dalam kondisi seperti ini akan mengekspresikan perasaan-perasaan
positifnya tersebut dengan cara mengajak bicara atau mendengarkan
lagu-lagu cinta bagi bayi di dalam kandungannya. Respon terhadap
rangsangan seperti ini, menurut Schinder, ternyata terserap oleh janin,
yang pada gilirannya akan dilanjutkan dan diulangi setelah anak
41
landasan karakter positif yang kokoh dan sehat untuk kelanjutan
kehidupan di masa-masa selanjutnya.
Sebaliknya, sikap ibu yang menolak kehamilannya ini dapat
menimbulkan kecenderungan untuk memusnahkan kandungannya, dan
sikap menolak itu akan berkelanjutan ketika anak sudah dilahirkan.
Tentu dalam kondisi ini, anak yang sejak dalam kandungan sudah
terkondisi oleh sikap ibunya yang agresif, kemudian berkelanjutan
terkondisi oleh sikap-sikap agresif lingkungan primernya, dan sedikit
banyak akan berdampak negatif pada anak, yang sering kali menjadi
cikal bakal perilaku antisosial.48
d. Mengasuh Anak Di Bawah Lima Tahun
1) Pertumbuhan Otak dan Perkembangan Kepribadian
Otak anak bertumbuh dengan akselera