MAHBUB DJUNAIDI
(Studi Pemikiran Tentang Khittah Plus NU Tahun 1987)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebuayan Islam (SKI)
Oleh:
EDI EKA SETIAWAN NIM: A92212166
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
vii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “MAHBUB DJUNAIDI (Studi Pemikiran Tentang
Khittah Plus NU Tahun 1987). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi: 1). Bagaimana riwayat hidup Mahbub Djunaidi? 2). Bagaimana kondisi politik NU pasca Khittah NU 1926? 3). Bagaimana pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus?.
Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode sejarah dengan pendekatan biografis-historis dan menggunakan teori partisipasi politik, langkah-langkah yang digunakan yaitu Heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi, agar dalam penelitian ini dapat tercapai tujuan: 1). Mengetahui bagaimana riwayat hidup Mahbub djunaidi. 2). Mengetahui kondisi politik NU pasca Khittah NU 1926. 3). Mengetahui bagaimana pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus.
ABSTRACT
The title of this thesis is “MAHBUB DJUNAIDI (Studi Pemikiran
tentang Khittah Plus NU Tahun 1987)”. While the problems that are discussed in this research are: 1) how is life story of Mahbub Djunaidi? 2) how is the political condition of NU after Khittah NU 1926? 3) how is Mahbub Djunaidi’s consideration about Khittah Plus NU?
To answer those problems the writer uses method of history with method approach of biografis-historis and uses theory of political participation, the ways that are use are Heuristic, resources critic, interpretation, and historiography, so in this research the writer can get some objectives: 1) understanding how life story of Mahbub Djunaidi. 2) understanding political condition of NU after Khittah NU 1926.3) understanding how Mahbub Djunaidi’s consideration about Khittah Plus.
In this research, we can take the conclusion that (1) Mahbub Djunaidi who is born in Jakarta on 27 of July 1933 from couple H. Djunaidi and Mrs. Muchsinati who are big figure in journalistic, organisation and politic. When he was young, Mahbub was active in organisation NU and in 1960 he became DPR-GR/MPRS from faction of NU party. Mahbub Djunaidi died in Bandung on October 1, 1995 at the age of 63 years. (2). The problem that is happened after existence of Khittah is obscurity of NU, does NU leave practical politics or NU still has relationship with PPP, it is proofed with many NU figures that are still in leadership of PPP party, then there is strained situation between NU and PPP. Then there is boycott voting PPP by NU figures for keeping the neutral of politic in NU. (3) in 1987 exactly in Munas and Konbes NU in Cilacap, there is Mahbub Djunaidi’s consideration about Khittah Plus that wants NU become political party again, the background of consideration is because there are many NU figures who are in PPP, they just get NU become supporting vote for other parties and according Mahbub politic is one effective way for get purpose. The impact of Mahbub Djunaidi’s consideration is not only affirm identity of NU that NU really leave practical politics that is done in 28th muktamar, but also open opportunity for politicians to
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... iii
PENGESAHAN PENGUJI ... ... iv
PERSEMBAHAN... ... v
MOTTO ... ... vi
ABSTRAK ... ... vii
KATA PENGANTAR ... ... ix
DAFTAR ISI ... ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... ... 6
C. Tujuan Penelitian ... ... 6
D. Kegunaan Penelitian ... ... 6
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... ... 7
F. Penelitian Terdahulu ... ... 10
G. Metode Penelitian ... ... 11
H. Sistematika Pembahasan ... ... 13
BAB II BIOGRAFI MAHBUB DJUNAIDI A. Latar Belakang Kehidupan Mahbub Djunaidi ... ... 15
B. Latar Belakang Pendidikan Mahbub Djunaidi ... ... 21
C. Karir Politik dan Organisasi Mahbub Djunaidi ... ... 23
BAB III DINAMIKA POLITIK NU PASCA KHITTAH 1926 TAHUN 1984-1987
A. NU Kembali ke Khittah 1926 ... ... 30
B. Munculnya Generasi Baru dalam Kepengurusan PBNU ... ... 38
C. Ketegangan Politik NU dan PPP ... ... 41
BAB IV PEMIKIRAN MAHBUB DJUNAIDI TENTANG KHITTAH PLUS NU TAHUN 1987 A. Latar Belakang Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus NU ... ... 48
1. Tetap Terlibatnya Para Tokoh NU Dalam Urusan Politik Pasca Khittah NU ... ... 49
2. NU Hanya Dijadikan Alat Pendulang Suara ... ... 50
3. Politik Adalah Satu-satunya Cara Mencapai Tujuan ... ... 52
B. Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus NU ... ... 54
C. Dampak Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus Dalam Tubuh NU... ... 61
1. Penegasan Identitas NU Pasca Khittah NU ... ... 62
2. Membuka Peluang Politisi NU Untuk Tetap Berpolitik Praktis ... ... 64
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... ... 67
B. Saran ... ... 68
Daftar Pustaka ... ... 70
Lampiran ... ... 73
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Nahdatul Ulama (NU) dalam mengarungi dunia perpolitikan
banyak mengalami pasang surut. Nahdatul Ulama yang awal berdirinya sebagai
organisasi sosial keagamaan didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari beserta para ulama
pesantren lainya dengan haluan Ahl As-Sunnah Wa Al-Jamaah telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
NU yang lahir pada tanggal 31 Januari 1926 merupakan wacana pemikiran
paham keagamaan untuk ikut berkiprah dalam memperkuat barisan kebangkitan
nasional. Perjuangan NU dlam mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, terlibatnya ulama- ulama NU seperti KH. Wahid Hasyim dalam
BPUPKI dan KH. Hasyim Asy’ari yang menetapkan fatwa Jihad merupakan wujud
dari keikutsertaan NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang didapatkan
melalui politik.
Politik yang dilakukan oleh organisasi Islam terbesar di Indonesia ini
merupakan gerakan politik yang diwarnai oleh motivasi keagamaan yang bersifat
dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Hingga pada akhirnya NU
terang-terangan menyatakan dirinya sebagai partai politik. Lewat Muktamar NU ke- 19 di
Palembang pada Tahun 1925, NU menjadi partai sendiri, setelah sekian lama
bergabung dalam Masyumi.1 Mudahnya NU mengganti bajunya menjadi baju
1Soelaiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU, Sejrah, Istilah, Amaliah,
2
politik merupakn kekecewaan yang dirasakan selama ikut dalam tubuh Masyumi
dan terhadap pemerintahan saat itu.
Setelah NU menjadi partai politik yang bertujuan untuk mewadahi aspirasi
umat Islam Indonesia harus dihadapkan dengan permasalah pemilu pada tahun
1955. Dengan masa yang begitu banyak meski merupakan partai baru tetapi
memiliki kekuatan yang sangat besar. Hasil pemilu 1955 menunjukkan, NU
berhasil keluar sebagi empat besar setelah masyumi dan PNI. NU berhasil
mendapatkan suara sebanyak 6.955.141 suara. Sehingga jumlah kursi di parlemen
yang semasa bergabung dengan Masyumi hanya 8 kursi, melonjak menjadi 45
kursi.2
Setelah keberhasilan NU dan permainan politik di Indonesia dan banyak
tokoh NU yang menguasai posisi strategis dalam kabinet dan pemerintahan, NU
berfusi ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak tahun 1973, pemerintah orde
baru menertibkan patai- partai peserta pemilu pada tahun 1971 yang menjadikan
bergabungnya partai- partai islam menjadi satu wadah yakni PPP. Tetapi bukan
keuntungan yang didapatkan oleh NU, tetapi malah banyak kerugian dan konflik
yang timbul karena perbedaan visi dan orientasi dan menimbulkan kekecewaan
beberapa tokoh kiai dan politikus NU.
Akibat kekecewaan yang dialami di dalam tubuh NU, maka timbul gagasan
untuk kembali ke Khittah 1926. Pemikiran untuk kembali ke Khittah yang
dilontarkan oleh KH. Ahmad Shiddiq pada muktamar ke 27 di Situbondo. Intisari
paham atau ajaran yang sudah berkembang dan akhirnya disebut Khittah NU 1926
3
ini oleh para Ulama pendiri dituangkan dan disalurkan kedalam NU, untuk diwarisi
dan dilestarikan sebagai “trayek” (garis perjalanan) bagi organisasi ini.3Secara garis
besar ini dari Khittah NU adalah mengembalikan NU menjadi organisasi sosial
keagamaan dan tidak terlibat dalam politik praktis.
Disisi lain muncul pula pemikiran dari Mahbub Djunaidi sebagai respon atas
keputusan kembali ke Khittah NU. Menurut Mahbub Djunaidi kembali ke Khittah
adalah langkah yang bagus tetapi tanpa meninggalkan segala bentuk perpolitikan
(praktis), atau yang sering disebut Khittah Plus. Setelah adanya Khittah NU, berarti
NU tidak terikat secara organisatoris dengan organisasi sosial politik lainya,
termasuk PPP. Seperti dalam jargonya “NU tidak kemana- mana tetapi NU ada
dimana-mana”.4Ini menandakan bahwa tokoh politik NU dengan bebas dipilih dan memilih partai politik untuk ditempati dan melangsungkan kembali catur
perpolitikan. Banyaknya tokoh NU yang berhasrat untuk tetap berpolitik meskipun
sudah ada rambu Khittah NU tetap sajatidak terbendung karena didalam tubuh NU
sudah tertanam budaya politik.
Maka tidak salah lagi jika Mahbub Djunaidi melontarkan pemikiranya
tentang Khittah Plus dengan mengintropeksi diri dari pengalaman selama NU
menjadi partai politik. Karena dengan tidak adanya partai politik yang
mengatasnamanakan Islam selama itu pula umat Islam tidak akan bisa menyalurkan
aspirasinya dan akan hanya menjadi seorang penonton dan penilai. Ketidakjelasan
sikap politik NU merupakan hal yang wajar karena tokoh NU meski sudah ada
3Abdul Mutchitch Muzadi, NU dalam Prespekrif Sejarah dan Ajaran (Refleksi 65 th. Ikut NU)
(Surabaya: Khalista, 2006), 43.
4Ali Masykur, Pemikiran Politik Nahdatul Ulama Periode 1987- 1994(Studi Tentang Paham
4
Khittah yang mengatur posisi NU yang tidak terikat dengan partai politik manapun
tetapi para politisi NU dapat masuk partai manapun yang akan bersaing merebutkan
kursi kepemimpinan di Indonesia. Masyarakat Nahdliyyin (sebutan pengikut NU)
pada akhirnya juga harus merasakan konflik yang ditimbulkan oleh tokoh elit NU
dengan pecah menjadi beberapa kelompok karena mendukung tokoh yang ikut
bermain politik.Pemikiran Mahbub Djunaedi tentang Khittah Plus yang
disampaikan pada muktamar ke 27 dan Konbes Cilacap pada tahun 1987 belum
mendapatkan dukungan karena pengaruh kharismatik dari tokoh sentral KH.
Ahmad Shiddiq dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) perlu diuraikan lebih lanjut
sebagai sikap atau respon terhadap ditetapkannya Khittah NU.
Menurut Mahbub Djunaidi masyarakat muslim di Indonesia sangat
memprihatinkan dalam dunia perpolitikan, meski didalam menjalankan syariat
keagamaan cukup membanggakan. Tanpa adanya politik yang menaungi warga NU
akan sulit untuk menyatukan aspirasi dan mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.
Karena dalam pemikiranya, politik merupakan satu- satunya cara untuk mencapai
tujuan.5
Pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus memang belum banyak
diketahui oleh masyarakat umum, padahal pemikiran ini juga sedikit banyak
mempengaruhi para kader dan politisi NU yang ingin terus berpolitik praktis.
Banyak golongan elit NU yang termasuk dalam pengurus besar yang tetapberpolitik
dan saling berebut pendukung dari masyarakat Nahdliyyin yang mengakibatkan
pecahnya masyarakat Nahdliyyin berdasarkan tokoh yang didukungnya. Sampai
5
akhirnya muncul berbagai partai yang mengatasnamakan NU seperti PKB, PNU,
dan PKU. Dari ketiga partai yang mengatasnakan NU tersebut hanya PKB yang
memiliki kekuatan yang kuat. Sedangkan, partai lainya hanya dianak tirikan
kemudian dibubarkan. Hal ini berbanding gerbalk dengan dengan jargon “NU tidak
kemana- mana tapi NU ada dimana- mana”. Seharusnya kalau NU tidak
kemana-mana berarti tidak pilih kasih dengan partai- partai yang ada karaena secara
organisatoris seharusnya NU tidak boleh ada partai manapun. Hal ini merupakan
ketidakjelasan sikap NU setelah kembali ke Khittah.
Adapun alasan penulis memilih judul “Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang
Khittah Plus” adalah disebabkan pertama, karena penulis sangat mengagumi tokoh
Mahbub Djunaidi. Tokoh NU yang memiliki peran begitu banyak bagi
perkemangan NU, seorang yang piawai dalam menulis dan juga mempunyai
pemikiran- pemikiran yang sangat cemerlang dalam politik khususnya pada Khittah
Plus.
Kedua, karena pemikiran Mahbub Djunaidi mengenai Khittah Plus tidak
banyak diketahui oleh khlayak umum khususnya bagi kaum Nahdliyyin sekalipun.
Istilah Khittah Plus tidak sepopuler istilah Khittah NU 1926. Padahal Khittah Plus
merupakan gagasan sebagi respon keidaksetujuan terhadap keputusan kembali ke
Khittah NU, meskipun banyak tokoh yang menentangnya, karena menganggap
bahwa ketika NU berpolitik atau menjadi partai politik kembali akan dengan mudah
menyatukan umat Islam sesuai apa yang dicita-citakan oleh Agama dan Negara.
Ketiga, karena dari sekian banyak penelitian masih belum banyak yang
6
akademik lainnya. Begitupun dengan istilah Khittah Plus belum banyak yang
meneliti, kebanyakan penelitian yang dilakukan adalah mengenai Khittah NU 1926.
Padahal pemikiran tentang Khittah Plus juga harus diketahui sebagi sebuah
perjalanan sejarah yang pernah terjadi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka permasalahan yang
dapat dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat hidup Mahbub Djunaidi?
2. Bagaimana kondisi politik NU pasca Khittah NU 1926?
3. Bagaimana pemikiran Mabub Djunaidi tentang Khittah Plus?
C. Tujuan Penilitian
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai
adalah:
1. Mengetahui bagaimana riwayat hidup Mahbub Djunaidi.
2. Mengetahui kondisi atau dinamika politik NU pasca Khittah NU 1926.
3. Mengetahui bagaimana pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberian pengetahuan dan gambaran secara
jelas mengenai seorang tokoh besar bernama Mahbub Djunaidi yang memiliki
banyak peran dan pemikiran mengenai dunia politik khususnya setelah adanya
Khittah NU 1926. Diharapkan pula dapat memberi manfaat bagi kalangan
intelektual Islam khususnya mengenai biografi Mahbub Djunaidi dan pemikirannya
7
1. Secara teoritis, menambah khazanah Inteletual dalam pengetahuan tentang
Mahbub Djunaidi dan pemikiranya tentang Khittah Pkus, yang merupakan
dinamika politik NU pasca Khittah NU 1926.
2. Dapat memperkaya kajian sejarah mengenai tokoh Islam yang bergelut dalam
dunia politik, sehingga dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
masyarakat Indonesia secara jelas mengenai adanya pemikiran politik sebagi
respon adanya ketetapan Khittah NU 1926.
3. Secara praktis, sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S-1)
jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya.
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini yaitu pendekatan
biografis-historis yang bertujuan mengurai lebih dalam sosok Mahbub Djunaidi yang ditari
pada apa yang terjadi pada masa lampau pada zamannya. Biografi adalah riwayat
hidup atau catatan harian yang merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan
data yang ditulis oleh orang lain. Melalui pendekatan ini diharapkan mampu untuk
mengungkapkan pemikiransosok Mahbub Djunaidi dalam ranah politik yang
dituangkan dalam Khittah Plus NU tahun 1984- 1987.
Teori merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih dan fakta adalah
sesuatu yang dapat diuji secara empiris. Dalam sejarah spekulatif, teori merupakan
perenungan filsafat mengenai tabiat atau sifat-sifat gerak sejarah,sehingga diketahui
struktur dalam yang terkandung dalam proses gerak sejarah dalam keseluruhannya.6
8
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teori partisipasi politik atau
political participation. Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting karena partisipasi politik merupakan salah satu aspek
penting dalam demokrasi.
Dalam devinisi umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain
dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung,
mempengaruhi kebijakan pemerintahan (public policy).7
Pada awalnya partisipasi politik hanya menitik beratkan partai politik sebagai
pelaku utama dalam melakukan kegiatan politik. Kemudian berkembang tidak
hanya partai politik atau sekelompok orang saja tetapi setiap individu berhak untuk
ikut mempengaruhi kebijakan politik.
Dalam kajian political participation atau partisipasi politik ada beberapa tokoh yang sarjana yang memelopori studi partisipasi dengan partai politik sebagai
prilaku utama. Diantaranya adalah Herbert McClosky seorang tokoh masalah
partisipasi dalam bukunya yang berjudul Political Participation, International Encyclopedia of the Social Sciences,berpendapat bahwa:
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa
dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan
kebijakan umum (The term political participation will refer to those voluntari activities by which member of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy).8
7Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 367.
8Ibid., 367. Lihat Herbert McClosky.Political Participation, International Encyclopedia of the
9
Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington
dan Joan Nelson dalam karyan penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington dan Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik.9
Mengenai kegiatan individu dalam partisipasi politik ada yang dilakukan
dengan paksaan ataupun kesadaran sendiri seperti misalnya pemberian suara atau
kegiatan-kegiatan lain yang lahir dari keyakinan diri sendiri untuk menyalurkan
kepentingan seseorang untuk bisa diperhatikan oleh pihak yang berwenang yang
sifatnya positif.
Partisipasi politik dibedakan menjadi dua bagian yaitu partisipasi aktif dan
partisipasi pasif. Yang termasuk dalam kategori partisipasi aktif adalah mengajukan
usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang
berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik untuk
meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan.
Sebaliknya, kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja
setiap keputusan pemerintah adalah termasuk kategori partisipasi pasif.10
teori partisipasi politik dalam penulisan ini karena dirasa sesuai dengan
pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus NU. Pemikiran Mahbub Djunaidi
yang termasuk dalam kategori partisipasiaktif dalam politik telah menyumbangkan
9
Seta Basri,Pengertian Partisipasi Politik dan Bentuk-bentuk Partisipasi Politik..diakses di
10
sebuah pemikiran dan usulan mengenai prilaku politik dalam tubuh NU yang
dilakukan secara individu untuk mempengaruhi sebuah kebijakan sebelumnya yang
telah disetujui dan disahkan dalam muktamar NU di situbondo.
Pemikiran Mahbub Djunaidi yang merupakan sikap penolakan terhadap
keputusan merupakan analisis politik yang sangat kuat tanpa didasari tekanan oleh
siapapun. Mahbub Djunaidi hanya melihat kondisi atau efek ketika keputusan
larang berpolitik tetap dipertahankan dalam tubuh NU. Mahbub sadar akan sulit
untuk mencegah syahwat politik seseorang yang telah lama bergelut dengan dunia
politik. Maka dari itu muncul penolakan yang disampaikan Mahbub secara terbuka
dalam forum Konferensi Besar (Konbes) di cilacap tahun 1987.
F. Penelitian Terdahulu
Untuk menunjang penelitian mengenai pemikiran Mahbub Djunaidi
mengenai Khittah Plus maka penulis melakukan penelusuran dari hasi karya ilmiah
dalam bentuk buku, skripsi ataupun bentuk penelitian ilmiah lainya yang
mempunyai kemiripan pembahasan atau terdapat keterkaitannya dengan objek yang
penulis teliti. Dalam melakukan peneusuran tersebut penulis menemukan beberapa
penelitian yang mempunyai kemiripan dan keterkaitan dengan topik yang penulis
teliti, yaitu:
1. Vivit Evi Puspitasari, Skripsi, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan
11
sewaktu Mahbub Djunaidi menjabat sebagai seorang penulis aktif diberbagai
media massa pada batasan tahun 1960-1970.
2. Ali Maskur, Tesis, 1988. “Pemikiran Politik Nahdatul Ulama Periode
1987-19994 (Studi Tentang Paham Kebangsaan Indonesia)”. Tesis ini menfokuskan masalah pemikiran- pemikiran tentang politik ebangsaan setelah adanya
keputusan kembali ke Khittah NU 1926 pada tahun 1984. Meskipun ada
keterkaitan dengan penelitian yang penulis teliti, tetapi penulis lebih menitik
fokuskan pada satu pemikiran tentang politik sebagai respon dari ketidak
setujuan terhadap keputusan kembali ke Khittah NU 1926 pada Mukhtamar ke
27 di Situbondo tahun 1984.
G. Metode Penelitian
Metode memiliki arti cara atau prosedur yang sifatnya sistematis, metode juga
dapat diartikan sebagai langkah- langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan
objek yang dikajinya.11 Metode sejarah adalah seprangkat aturan dan prisnsip-psrinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber- sumber sejarah secara
efektif, menilainya secara kritis dan menyebutkan sintesa dari hasil- hasil yang
dicapai dalm bentuk tulisan.12
Tahapan- tahapan metode penelitian sejarah meliputi empat lagkah yaitu
Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi.13 1. Heurustik
11Helius Sjamsuddin,Metode Sejarah(Yogyakarta: Ombak, 2007), 15.
12Lilik Zulaika,laporan Penelitian Metodologi Sejarah I(Surabaya: Fakultas Adab, 2005), 16. 13Nugroho Notosusanto,Norma- norma Penelitian dan Penulisan Sejarah.(Jakarta: Dep. Hamkam.
12
Heuristik atau pengumpulan sumber yaitu suatau proses yang dilakukan
oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber- sumber, data- data atau jejak
sejarah.14Dalam tahap ini penulis berupaya untuk mencari sumber- sumber dan data yang berkaitan dengan judul skripsi. Dalam pengumpulan sumber yang
berkaitan, penulis mendapatkan buku dan data mengenai Mahbub Djunaidi,
buku- buku politik, buku- buku sejarah,beberapa Koran dan surat kabar dan
wawancara kepada orang yang mengerti tentang tokoh dan pemikirannya. Yang
semuanya berkaitan dengan pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus
NU.
2. Verifikasi
Setelah sumber dan data berhasil dikumpulkan berikutnya adalah
verifikasi atau juga disebut dengan kritik sumber untuk memperoleh keabsahan
sumber yang telah penulis dapatkan. Dalam hal ini yang peru diperhatikan
adalah keaslian sumber. Penulis melakukan pengujian atas asli dan tidaknya
sumber kemudian mengkritisi melalui kritik intern. Kritik intern ini dapat
membuktikan adanya kesaksian yang diberikan oleh sumber data tersebut dapat
dipertanggung jawabkan. Setelah sumber dapat dipastikan keakuratnya maka
sumber tersebut selanjutnya akan digunakan untuk penulis.
3. Interpretasi
Setelah melakukan kritik sumber untuk menentukan keaslian sumber maka
tahap berikutnya adalah interpretasi. Interpretasi atau penafsiran sejarah sering
disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan untuk melakukan
13
sintesis atau faka- fakta yang diperoleh dari sumber- sumber dan dengan
teori-teori kemudian disusunlah fakta tersebut kedalam suatu interpretasi secara
menyeluruh. Dalam hal ini dengan memahami mengenai kondisi politik NU
pasca Khittah NU 1926 maka timbul pula reaksi dan pemikiran Khittah Plus NU
tahun 1984-1987.
4. Historiografi
Historiografi disisi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. 15 Dalam tahap ini penulis meyajikan tulisan karya ilmiah yang sistematis tentang gambaran pemikiran
Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus NU melalui sumber dan data yang telah
didapatkan dan juga memperhatikan tahap- tahap metode penelitian sejarah.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan ini maka penulis
menyusunya dan membagi menjadi lima bab yaitu.
Bab I, Pendahuluan yang terdiri dari Latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori,
penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II, akan membahas tentang biografi dari Mahbub Djunaidi, yang meliputi
latar belakang Kehidupan Mahbub Djunaidi, latar belakang pendidikan Mahbub
Djunaidi dan karir politik Mahbub Duunaidi.
Bab III, berisi kondisi atau dinamika politikNU yang terjadi setelah adanya
keptusan Khittah NU 1926 pada Muktamar NU 1984 di situbondo yang di
14
dalamnya akan di bahas proses kembalinya NU ke Khittah, munculnya genrasi baru
dalam tubuh NU dan ketegangan poitik NU dan PPP
Bab VI, latar belakang, pemikiran dan dampak dari pemikiran Mahbub
Djunaidi tentang Khittah Pus NU terhadap sikap politik NU, dampak yang muncul
dari dalam tubuh NU sendiri dan dampak yang terjadi diluar NU.
✁ BAB II
BIOGRAFI MAHBUB DJUNAIDI
A. Latar Belakang Kehidupan Mahbub Djunaidi
Sosok Mahbub Djunaidi tidaklah asing bagi kalangan jurnalistik, kaum
Nahdliyyin (sebutan warga pengikut Nahdlatul Ulama), dan para politikus. Mahbub
Djunaidi, seorang tokoh yang lahir di Jakarta pada tanggal 27 juli 1933 atau 3
Robiul Akhir 1352 H ini merupakan tokoh yang aktif dalam dunia tulis-menulis,
berorganisasi dan politik.
Mahbub Djunaidi lahir dari keluarga yang juga aktif dibidang politik.
Mahbub Djunaidi adalah anak pertama dari 13 bersaudara pasangan dari H.
Djunaidi dan ibu Muchsinati. Ayahnya merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU)
yang pernah menjadi anggota DPR hasil pemilu tahun 1955. Ayahnya juga sebagai
kepala biro peradilan pada kementerian agama yang setiap awal bulan Ramadlan
dan malam Idul Fitri mengumumkan hasil rukyah melalui radio.16
Garis keturunan Mahbub Djunaidi dari pihak ibu adalah Intern Louis atau
Muhammad Alwi yang menikah dengan gadis lokal Indonesia (Nenek Mahbub).
Sedangkan nama kakek dari pihak ayah adalah Abdul Aziz bin Sainan dan
neneknya bernama Siti Hasanah.17
Mahbub yang lahir dari pasangan H. Djunaidi dan ibu Muschsinati ini adalah
anak yang pertama dari 13 bersaudara. Menurut isfandiari mahbub Djunaidi, salah
satu putra dari Mahbub Djunaid menyebutkan dengan singkat beberapa saudara dari
16Mahbub Djunaidi,Mahbub Djunaidi Asal Usul(Jakarta:Kompas Media Nusantara,1996), xx.
✂6
Mahbub diantaranya adalah Muhibbah, Mohammad Izzi, Masfufah, Kuupa,
Masyrafah, Opah, Sofie, Masykur dan Yayoh dan saudara kembarnya.18
Mahbub Djunaidi yang lahir pada saat indonesia masih dalam masa
penjajahan harus ikut merasakan kesengsaraan akibat kebijakan-kebijakan Belanda.
Akibatnya, Mahbub harus ikut beberapa kali pindah dari Jakarta ke Solo karena
adanya pertempuran fisik antara Belanda dan para pejuang Indonesia. Mahbub
menghabiskan masa kecilnya di kampung Kauman Solo, beliau bergaul dengan
anak-anak kampung dan bahkan sering bermain bola dengan raja Solo.19
Mahbub Djunaidi memiliki hobi menulis, kegemarannya menulis sudah di
asah ketika beliau masih kecil, beliau diperkenalkan oleh gurunya karya-karya
modern seperti karyanya Sutan Takdir Alisjahbana, Karl Mark dll. Kegemarannya
menulis terus dikembangkan sampai pada akhirnya beliau menjadi seorang penulis
dengan ciri khas tersendiri. Banyak karya-karya sastra yang dihasilkan oleh
Mahbub Djunaidi. Mahbub pernah mengaku lebih menyukai sastra daripada
jurnalistik.20
Dalam urusan menulis, beliau pernah berstatment bahwa “saya akan terus
menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis”. Dari ungkapan
Mahbub tersebut menunjukkan sikap yang sangat tegas dalam urusan tulis menulis.
Dengan tulisan beliau yang mempunyai gaya khas yang tidak dimiliki oleh penulis
lain itulah beliau mendapat julukan “Sang Pendekar Pena”, sebutan itu tidaklah
18Isfandiari Mahbub Djunaidi,WawancaraViaWhatsapp, 15 April 2016.
19Ibid.
20Soeleiman fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU, Sejarah-istilah, Amaliah-Uswah
17
berlebihan di anugerahkan kepada Mahbub Djunaidi dengan kepiawaiannya dalam
urusan tulis-menulis.
Selain mempunyai gemar dalam bidang tulis menulis, Mahbub Djunaidi juga
mempunyai beberapa hobi lain diantaranya adalah beliau gemar sekali berenang,
beliau juga sangat sayang terhadap binatang, hobi memelihara binatang ini sudah
mulai dari kecil. Binatang peliharaannya mulai dari ayam, kuda bahkan monyet
juga dipelihara oleh Mahbub.21
Mahbub Djunaidi juga merupakan seorang yang sangat dekat dengan
orang-orang besar di indonesia, diantaranya Mahbub sangat dekat dengan orang-orang nomer
satu di indonesia waktu itu yakni Ir. Soekarno, Gus Dur, KH, As’ad Samsul Arifin
Situbondo, dan kiai pesantren lainnya. Dari kedekatan dengan orang-orang besar
inilah Mahbub banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran baru yang
mengantarkan beliau menjadi orang besar pula.
Tradisi silaturrahmi atau berkunjung kepada tokoh-tokoh agama, kiai atau
ulama merupakan tradisi NU yang melekat pada diri Mahbub, disela kesibukannya
menulis dan menjadi aktivis beliau tidak pernah meninggalkan berkunjung atau
Sowan ke para ulama, kerabat dan teman-teman semasa sekolah Mahbub. Dalam tradisi NU berkunjung kepada para ulama merupakan cara untuk mencari berkah
dan doa dari sang ulama. Begitupun dengan Mahbub, meskipun tidak ada
18
kepentingan tetapi Mahbub selalu rutin berkunjung kepada para ulama. Kiai yang
rutin dikunjungi adalah KH. As’ad Samsul Arifin Situbondo.
Dalam pemikirannya, Mahbub lebih condong ke aliran kiri. Hubungan beliau
juga sangat dekat dengan tokoh-tokoh PKI. Menurut keterangan infandiari Mahbub
Djunaidi bahwa Mahbub Djunaidi sangat dekat dengan Nyoto, salah satu tokoh
PKI, beliau sangat mengagumi Nyoto karena merupakan tokoh yang cerdas dan
intelektual. Bahkan buku dengan judulAnimalFarm yang diterjemahkan Mahbub dan diberi judul Binatangisme juga merupakan usul dari Nyoto. Dari pemikiran dan
kedekatannya dengan tokoh PKI ini banyak orang yang beranggapan bahwa
Mahbub adalah seorang PKI bahkan ayahnya sendiri H. Djunaidi. Namun, Mahbub
malah memilih NU sebagai pahamnya.
Hj. Hasni Asjmawi Djunaidi, sang istri yang dinikahi pada tanggal 24
September 1960. Hasni Asjmawi adalah seorang putri dari seorang anggota
konstituante bernama KH. Asjmawi, berasal dari Bukittinggi yang menetap
dibandung. Pernikahan tersebut berlangsung setelah Mahbub dan kawan-kawan
berhasil mendirikan organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
sebagai wadah aspirasi genarasi muda NU ditingkat mahasiswa. Dari
pernikahannya Mahbub dengan Hj. Hasni Asmawi dikaruniai tujuh orang anak, tiga
putri dan empat putra yakni Fairuz Djunaidi, Tamara Hanum Djunaidi, Mirasari
Djunaidi, Rizal djunaidi, Isfandiari Mahbub Djunaidi, Yuri Djunaidi dan Verdi
Haikal Djunaidi.22
19
Dalam urusan jurnalistik, Mahbub mengawali karirnya pada tahun 1958
dengan ikut membantu Harian Duta Masyarakat. Tidak lama kemudian karena
kepiawaiannya dalam urusan tulis-menulis beliau diangkat menjadi direktur Harian
Duta Masyarakat pada tahun 1960-1970. Mahbub yang semakin hari semakin
mempunyai pengaruh besar terhadap dunia jurnalistik dan kewartawanan akhirnya,
pada kongres XI bulan Agustus 1963 di Jakarta, terpilih sebagai ketua umum PWI
pusat A. Karim DP dan Mahbub sebagai salah seorang ketua, Sekjennya Satya
Graha.23 Tahun 1965-1970 menjadi ketua umum PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pusat dengan jacob oetama sebagai sekretarisnya, kemudian menjadi
dewan kehormatan PWI, sampai tahun 1978. Sejak tahun 1970 menjadi kolumnis
di Harian Kompas dan Majalah Tempo.24
Mahbub Djunaidi juga pernah ditangkap dan dimasukkan kedalam tahanan,
karena Mahbub selalu melancarkan kritik-kritik pedasnya kepada pemerintah orde
baru melalui tulisan-tulisannya. Selama dipenjara tidak membuatnya kapok dan
berhenti menulis, melainkan banyak karya-karya yang dihasilkan ketika beliau
didalam tahanan.
Selain dalam urusan jurnalistik beliau juga ahli politik dan aktif di berbagai
organisasi. Menurut sahabatnya, Said Budairy, Mahbub adalah seorang yang
mempunyaihuman-relationship bagus, jika berbincang menarik perhatian
teman-23
Said Budairy, “Mengenang H. Mahbub Djunaidi, Konsisten, Santai, Kocak”,Kompas(Rabu, 25 Oktober 1995).
20
temannya karena selain berisi juga kocak, kepribadiannya menarik, selalu konsisten
dalam berpendirin, amanah, makanya selalu dipemimpinkan orang.25
Kiai Djunaidi yang juga tokoh ulama NU dan merupakan teman dekat dari
putera pendiri organisasi terbesar di ndonesia yakni KH. Abdul Wahid Hasyim juga
mengabdikan dirinya untuk Nahdlatul Ulama sampai beliau wafat. Hal ini pula
yang dilakukan oleh Mahbub, beliau sangat aktif dalam organisasi NU bahkan
sampai akhir hayatnya.
Masa tuanya Mahbub bukan halangan untuk terus aktif dalam dunia politik.
Sampai Mahbub ditahan karena dianggap provokator dikalangan mahasiswa untuk
menentang pemerintahan. Penahanan yang tidak jelas apa kesalahannya karena
tidak pernah diproses melalui pengadilan, sejak penahanan itulah Mahbub tidak
pernah sehat sepenuhnya.26
Pada tanggal 1 Oktober 1995 Pukul 03.00, Mahbub Djunaidi meninggalkan dunia
pada usia 63 tahun.27 Mahbub Djunaidi Meninggalkan Istri, ibu Hasni dan tujuh orang anak. Kemudian pada tanggal 18 september 2012, sang istri tercinta ibu Hasni
menghembuskan nafas terakhirnya di usia ke 71 tahun.
Meskipun Mahbub sudah tidak ada lagi tetapi pemikiran, pengabdian dan
karya-karyanya tidak akan pernah ikut mati, hal ini dibuktikan dengan tetap
25Said Budairy, “Mengenang H. Mahbub Djunaidi, Konsisten, Santai, Kocak”,Kompas(Rabu, 25 Oktober 1995).
26Vivit Evi Puspitasari, “Mahbub Djunaidi(Studi Tentang peranannya dalam Sejarah
Perkembangan Pers Islam di Indonesia Pada tahun 1960-1970)”,(Skripsi, IAIN Sunan Ampel. 2013), 30.
21
eksisnya organisasi yang didirikan beliau yakni PMII yang terus meneladani
semangat Mahbub dan tulisanya banyak dikagumi oleh semua kalangan masyarakat
Indonesia. Berbagai karya dan karangan Mahbub baik berupa novel, sastra dan
terjemahan antara lain adalah politik tingkat tinggi kampus, Mahbub Djunaidi
Asal-Usul, Humor Jurnalistik, Kolom Demi Kolom, Angin Musim, Dari Hari ke Hari,
100 tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah (terjemahan dari buku Michael
H. Hart), Binatangisme (terjemahan dari buku George Orwell), Dikaki Langit
Gurun Sinai (terjemahan dari buku Hassanein Heikal), Cakar-Cakar Irving
(terjemahan dari buku Art Buchwald). Selain dalam bentuk buku, Mahbub juga
menciptakan Mars antaranya Mars PMII dan Mars GP Anshor yang terus
dikumandangkan sebagai penyemangat dan membentuk jiwa para kader.
B. Latar Belakang Pendidikan Mahbub Djunaidi
Mahbub Djunaidi yang lahir dikalangan Ulama dan pesantren yang basis
pendidikannya lebih ke pendidikan keagamaan. Beliau adalah sosok yang sangat
cerdas diantara saudara-saudaranya. Kegigihannya dalam segala hal termasuk
dalam dunia pendidikan mengantarkan beliau menjadi seorang tokoh nasional yang
mempunyai beberapa bakat dan pemikiran yang dibutuhkan indonesia dalam
berbagai permasalahn bangsa, termasuk bidang politik.
Mahbub Djunaidi mendapatkan pendidikan pertamanya dari keluarganya
terutama dari ayahnya, Kiai Djunaidi. Seperti dijelaskan diatas bahwa Kiai Djunaidi
adalah seorang tokoh Ulama NU yang banyak berteman dengan tokoh-tokoh NU.
Kiai Djunaidi mengajarkan ilmu-ilmu agama islam sebagai dasar awal sebelum
22
Pada tahun 1946 sampai dengan tahun 1948, tepatnya ketika masa revolusi
fisik terjadi yaitu agresi militer Belanda I, keluarga Mahbub mengungsi ke Solo.28
Mahbub mulai pendidikannya di solo dari Sekolah Dasar sampai lulus Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Ia juga sempat belajar di Madrasah Mambaul Ulum, di
Madrasah ini oleh seorang gurunya diperkenalkan dengan karya-karya modern,
seperti Sutan Takdir Alysjahbana, Mark Twain dan Karl Marx. Dari sinilah Mahbub
mulai belajar dari karya-karya tokoh dunia dan akhirnya beliau sangat gemar dalam
hal tulis-menulis.
Setelah lulus SMP Mahbub diajak pindah ke Jakarta oleh orang tuanya dan
meneruskan pendidikannya di SMA Budi Utomo. Kegemaran menulisnya semakin
berkembang. Tulisannya banyak dimuat diberbagai media ibukota. Beliau juga
yang mempunyai inisiatif untuk membuat majalah siswa dan beliau yang bertugas
sebagai pimpinan redaksinya.
Karena begitu gemarnya menulis Mahbub pernah berstatement “Saya akan menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis”. Dimulai dari
menulis dimajalah siswa pada saat masih bersekolah di SMA Budi Utomo akhirnya
beliau mengembangkan bakat menulisnya dengan menulis berbagai cerpen, dan
esai yang banyak dimuat di majalah Siasat, Mimbar Indonesia dll.
Gaya menulisnya yang kocak dan penuh humoris tetapi berisi menjadikan ciri
khas tersendiri dari tulisan Mahbub. Hal inilah yang banyak digemari oleh pembaca
bahkan presiden Ir. Soekarno juga sangat kagum dengan tulisan-tulisan Mahbub.29
28Ibid., 23.
23
Mahbub juga pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, namun hanya sampai tingkat II. Beliau terpaksa
berhenti melanjutkan pendidikannya karena pada saat itu beliau harus kehilangan
ayahandanya, H. Djunaidi yang meninggal pada usia 45 tahun yang sebelumnya
sang istri, Muchsinati juga meninggal pada usia yang relatif muda yaitu 30 tahun.30 Rasa tanggung jawab sebagai anak pertama bersama 12 saudaranya. Mahbub
merelakan pendidikannya harus terhenti dan harus menjadi tulang punggung
keluarganya. Beliau lebih mementingkan masa depan adik-adiknya. karena
kehidupan yang begitu berat yang harus dihadapi oleh Mahbub maka beliau terus
berusaha untuk menghidupi keluarganya tanpa rasa mengeluh dan rasa putus asa.
Selain pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di Universitas
Indonesia, Mahbub juga pernah belajar di Kolombo, Srilangka. Mahbub yang
menggeluti dunia jurnalistik mendapatkan kesempatan untuk study banding dalam
bidang jurnalistik. Pengalamannya dalam hal jurnalistik semakin diasah dan
dipertajam sewaktu beliau belajar di Kolombo, Srilangka.
C. Karir Politik dan Organisasi Mahbub Djunidi
Di samping profesinya sebagai wartawan dan kolumnis, Mahbub juga sangat
aktif dalam organisasi dan politik. Dalam dunia organisasi mula-mula Mahbub
Djunaidi menjadi ketua Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) pada tahun 1952
sewaktu beliau masih dibangku SMP. Selama Sekolah Menengah Atas, Mahbub
30Vivit Evi Puspitasari,Mahbub Djunaidi(Studi Tentang peranannya dalam Sejarah
24
sudah bergabung ke dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), organisasi
kader partai NU.31
IPNU yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M/ 20 Jumadil Akhir 1373
ini merupakan wadah bagi pelajar NU yang masih muda dan masih duduk di bangku
sekolah. IPNU berkembang cukup pesat karena berada dilingkungan
sekolah-sekolah NU. Keberadaan IPNU memiliki posisi yang sangat penting sebagai
wahana kaderisasi pelajar NU sekaligus alat perjuangan dalam menempatkan
pemuda sebagai sumberdaya insani yang sangat vital.
Keikutsertaan Mahbub di IPNU dijelaskan oleh Said Budairy dalam
tulisannya yang dimuat dalam koran KOMPAS. Diawal tahun 1950-an Mahbub
berkenalan dengan A. A. Murtadho yang ketika itu menjadi ketua perwakilan PP
IPNU di Jakarta karena pemimpin pusatnya berada di Yogyakarta. Dari perkenalan
itulah Mahbub akhirnya sangat tertarik dan bergabung didalam IPNU, dan
kemudian duduk sebagai salah satu fungsionaris perwakilan pengurus pusat.32 Memasuki jenjang yang lebih tinggi, Mahbub memilih menjadi aktivis di
kalangan mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Di perguruan tinggi tersebut
Mahbub mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). HMI adalah
organisasi satu-satunya yang menjadi wadah mahasiswa islam pada waktu itu.
Bahkan, Mahbub juga masuk dalam pengurus pusat HMI. Beliau juga yang
meminta kepada Ir. Soekarno untuk tidak membubarkan HMI karena diangap
31Ibid. 27. 32
25
sebagai underbow partai Masyumi yang dianggap anti revolusi dan bersikap
reaksioner.
IPNU yang secara formal adalah organisasi pelajar NU yang aktivitasnya
sangat terbatas di sekitar dunia pelajar. Kenyataannya di IPNU juga berhimpun para
mahasiswa NU, kendati saat itu sangat terbatas jumlahnya.33Setelah gagasan untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU tidak disetujui pada Muktamar ke II IPNU
tahun 1957 di Pekalongan, akhirnya pada tanggal 14-16 Maret 1960 di Kaliurang
diselenggarakan Konbes (Konferensi Besar) I IPNU dan tanggal 14-16 April tahun
1960 diSurabaya dilangsungkan musyawarah mahasiswa NU se Indonesia untuk
membidani lahirnya PMII.
Mahbub Djunaidi yang telah keluar dari HMI dan ikut membidani berdirinya
PMII pada tahun 1960 hasil dari musyawarah mahasiswa NU se-Indonesia dan
merupakan ketua umum PMII periode pertama. Musyawarah mahasiswa NU itu
juga menetapkan 3 orang formatur yang ditugasi menyusun kepengurusan. Mereka
adalah H.Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, A. Cholid Mawardi Sebagai ketua
satu dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum dan menetapkan Peraturan
Dasar PMII yang berlaku mulai tanggal 17 April 1960. Tanggal ini dinyatakan
sebagai tanggal PMIIlahir.34
Dibawah kepemimpinan Mahbub PMII yang baru lahir terus mengalami
perkembangan. Hal ini terbukti pada saat kongres pertama PMII tahun 1961 yang
menetapkan ketiga formatur kepengurusan tersebut yang dihadiri 13 cabang
33Otong Abdurrahman,PMII (1960-1985) Untukmu Satu Tanah Airku Untukmu Satu Keyakinanku
26
mengalami perkembangan pada kongres ke II PMII yang dilksanakan di yogyakarta
yang dihadiri 31 cabang dan 18 cabang baru, sekaligus memilih Mahbub Djunaidi
sebagai ketua umum PMII (PB PMII) kembali pada periode 1963-1966. Berarti
Mahbub dipercaya untuk memimpin PMII selama dua periode yakni periode
pertama 1960-1963 dan periode kedua 1963-1966.
Selama kepemimpinannya di PMII beliau banyak memberikan kontribusi
yang sangat besar bagi pergerakan yang baru lahir tersebut. Semangat dan
perjuangan yang ditanamkan oleh Mahbub kepada kader-kader mahasiswa terus
melekat sampai saat ini. salah satu kontribusinya sang masih terus dikumandangkan
ketika organisasi pergerakan melakukan kegiatan ataupun aksi adalah mars PMII.
Salah satu cara membentuk jiwa dan menempa semangat kader adalah melalui
lagu-lagu, Khususnya lagu mars organisasi. Dia sendiri yang menyusun lirik lagu Mars
PMII, lagu yang selalu dinyanyikan pada setiap kesempatan dan pada saat akan
memulai acara penting PMII.35Isi Mars tersebut adalah: Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa penegak agama Tangan terkepa dan maju kemuka
Habislah sudah masa yang suram Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar Bangun tersentak dari bumiku subur
Denganmu PMII pergerakanku Ilmu dan bakti ku berikan
Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku.36
35
27
Setelah pergantian pengurus pusat PMII pada kongres ke III, Mahbub sudah
tidak menjabat sebagai ketua umum dan digantikan dengan sahabatnya M.
Zamroni. Mahbub diminta untuk membantu untuk ikut berjuang dan
mengembangkan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor). Dari sifat keseriusan dalam
segala hal yang ditangani akhirnya beliau sempat menduduki puncak
kepemimpinan di GP Ansor sebagai organisasi kader NU dikalangan pemuda.
Beliau jugalah yang menciptakan Mars GP Ansor yang selalu dinyanyikan sebagai
pengobar semangat kaum pemuda NU. Mars GP Ansor yang diciptakan Mahbub
Djunaidi adalah sebagai berikut:
Darah dan nyawa telah kuberikan Syuhada rebah Allahu Akbar Kini bebas rantai ikatan Negara jaya Islam yang benar
Berkibar tinggi panji gerakan Iman di dada patriot perkasa Ansor maju satu barisan S’ribu rintangan patah semua
Tegakkan yang adil Hancurkan yang zalim Makmur semua
Lenyap yang nista
Allahu Akbar, Allahu Akbar Pagar baja gerakan kita Bangkitlah bangkit Putera pertiwi
Tiada gentar dada kemuka Bela negara agama negeri.37
Setelah Mahbub aktif di organisasi BANOM (Badan Otonom) NU,
diantaranya IPNU, PMII dan GP Ansor, Mahbub juga aktif di organisasi induk NU
28
sebagai sekjen PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan wakil ketua PBNU
ketika Abdurrahman Wahid sebagai ketua Tanfidziyahnya.
Dalam urusan politik, Mahbub juga menjabat sebagai anggota
DPR-GR/MPRS sejak tahun 1960 dari fraksi partai NU dan dari fraksi PPP hasil pemilu
1977. Kedudukannya dilembaga tinggi kenegaraan ini dimanfaatkan oleh Mahbub
untuk memperjuangkan pers dengan melahirkan Undang-undang tentang ketentuan
pokok pers.
Setelah partai NU berfusi ke PPP, karena peraturan dari pemerintah untuk
menjadikan partai-partai Islam bergabung dalam satu wadah, Mahbub langsung
menduduki posisi penting dalam partai yakni sebagai wakil ketua DPW PPP dan
sebagaiwakil ketua Majlis Pertimbangan Partai(MPP) PPP. Bahkan setelah NU
memisahkan diri dari PPP dan memutuskan kembali ke Khittah NU 1926, Mahbub
tetap berada di PPP karena beranggapan bahwa dengan politik maka tujuan yang
dicita-citakan oleh negara dan agama akan lebih cepat tercapai.
Khittah Plus adalah salah satu gagasan Mahbub dalam urusan politik. Setelah
adanya keputusan kembali ke Khittah NU 1926 pada muktamar ke 27 disitubondo,
mahbub merupakan golongan yang tidak menyetujui dengan keputusan tersebut.
Adanya keputusan kembali ke Khittah 1926 merupakan batasan gerak untuk
berpolitik secara menyeluruh. Sedangkan Mahbub adalah seorang politisi yang
paham terhadap kondisi dan watak tokoh NU. Mahbub tetap berkeinginan
meskipun kembali ke Khittah 1926 tetapi tokoh NU jangan sampai meninggalkan
29
mereka masih percaya dengan KH. Ahmad Sidiq selaku Rais Aam(kedudukan tertinggi di kepengurusan NU).
Disela-sela kesibukannya mengurusi partai dan NU, Mahbub juga sering
keluar masuk dibeberapa perguruan tinggi sebagai pemateri ataupun tamu
undangan dalam acara-acara kemahasiswaan terkait isu-isu negara. Hal ini
merupakan kepedulian Mahbub terhadap generasi muda yang aktif untuk
memperjuangkan keadilan. Dalam hal ini tidaklah aneh karena latar belakang
Mahbub adalah seorang aktifis yang membesarkan namanya lewat organisasi
BAB III
DINAMKA POLITIK NU PASCA KHITTAH 1926 TAHUN 1984-1987
A. NU Kembali ke Khittah 1926
Nahdlatul Ulama (NU) yang lahir pada tanggal 31 januari 1926 di kampung
Kertopaten Surabaya38, Merupakan hasil jerih payah pemikiran para tokoh Ulama dalam mewujudkan sebuah jam’iyyah dinniyah (Organisasi Keagamaan) yang
sesuai dengan tradisi yang ada di Indonesia. Latar belakang berdirinya NU
berkaitan erat dengan dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik
dunia Islam kala itu.39Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi.
Diangkatnya Abdul Aziz bin Saud sebagai raja Hijaz membuat peraturan
pelarangan semua bentuk amaliah keagamaan ala Sunni yang sudah menjadi tradisii
di arab dan digantinya dengan tradisi keagamaan model wahabi.
KH. Ahmad Siddiq menilai kehadiran NU merupakan upaya untuk
melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang sudah dianut jauh sebelumnya,
yaitu paham Ahlussunnah wa Al-jamaah (Aswaja).40 Sedangkan Mansur
Suryanegara berpendapat bahwa berdirinya NU dipengaruhi oleh kondisi politik
dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran politik yang
38Choirul Anam,Pertumbuhan dan Perkembangan NU(Surabaya:Bisma Satu,1999), 3.
✆✝
Soeleiman fadeli dan Mohammad Subhan,Antologi NU, Sejarah-istilah, Amaliah-Uswah
(surabaya:Khalista, 2007), 1.
✞✟
✠✡
ditampakkan dalam wujud gerakan Jam’iyyah (Organisasi) dalam menjawab
kepentingan nasional, dan dunia islam pada umumnya.41
Dari latar belakang berdirinya NU sendiri sudah ada muatan politik yang
mengharuskan para kiai dan tokoh NU turut serta didalam permainan politik
tersebut. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya tokoh NU selalu terlibat
dalam urusan politik demi terwujudnya cita-cita negara dan agama Islam. seperti
keterlibatan KH. Wahid Hasyim dalam BPUPKI dan KH. Hasyim Asyari dengan
fatwa jihad memerangi penjajah untuk membebaskan indonesia dari penjajah.
NU yang berubah haluan dari organisasi yang bergerak dibidang sosial
keagamaan menjadi partai politik pada muktamar ke 29 dipalembang pada tahun
1952. Pada muktamar ke 29 tersebut NU juga merubah AD/ART yang awalnya
organisasi NU bernama Jam’iyyah dirubah menjadi partai politik NU. Dari
perubahan tersebut menandakan bahwa NU benar-benar ingin memperlihatkan
kekuatan politik yang dimiliki, apalagi setelah merasakan kekecewaan ketika
bergabung dalam tubuh Masyumi.
Tujuan partai NU dijelaskan oleh Choirul Anam dalam bukunya
Perkembangan dan Pertumbuhan NU adalah NU ingin menegakkan dan
membentuk masyarakat Islamiyah, menganut paham perdamaian, menginginkan
terciptanya negara hukum yang berkedaulatan rakyat.42 Dengan berpolitik, merupakan alat yang paling efektif untuk ikut menentukan keputusan-keutusan
☛☞
Ahmad MansurSuryanegara, “NU Lahir untuk Menjawab Tantangan Politik”,Harian Sinar Harapan(30 Januari 1985).
☛✌
✍✎
pemerintah dengan tujuan akhir adalah demi kemaslahatan umat islam khususnya
dan masyarakat Indonesia secara umum.
Tidak lama setelah NU mendeklarasikan menjadi partai politik, NU harus
menghadapi permasalahan terkait pemilu yang akan diadakan tahun 1955. Dalam
waktu yang cukup singkat untuk mempersiapkan segalanya termasuk tenaga
professional dalam tubuh NU dan kultur sebagai jami’iyyah diniyah yang masih
melekat dalam tubuh NU meski sudah menjadi partai politik.
Dalam menghadapi pemilu 1955 itu, NU menghadapi tantangan yang berat;
pertama, Massa NU sendiri diperkirakan masih terbagi/ terpecah menjadi dua: mereka yang cenderung memilih NU dan mereka yang masih tetap akan memilih
Masyumi, dan kedua strategi kampanye yang semula mengambil tema sentimen agama sama dengan Masyumi. Artinya, tidak ada perbedaan prinsipil antara kedua
organisasi itu.43
Pemilu tahun 1955 merupakan momen penting bagi NU untuk
membuktikan basis massanya cukup besar dan kuat. Hasil pemilu tahun 1955 yang
diperoleh sungguh diluar dugaan. Dalam waktu kurang lebih tiga tahun, NU mampu
menunjukkan kekuatan dalam perolehan suara dan menempati posisi ke tiga di
[image:41.595.107.514.255.528.2]bawah PNI, Partai Masyumi dan berada diatas PKI. Seperti yang terlihat dalam
tabel 1.
✏✑
[image:42.595.113.513.147.540.2]
✒ ✒
Tabel 1.44Hasil Pemilu 1955
Nama Partai Jumlah Suara yang diperoleh
Persentase Jumlah Kursi di Parlemen PNI MASYUMI NU PKI LAIN-LAIN 8.434.653 7.903.886 6.955.141 6.176.914 8.314.705 22.3 20.9 18.4 16.4 22.0 57 57 45 39 59
Dari prestasi perolehan suara NU yang termasuk partai baru memang sangat
menabjubkan, dan menjadikan NU sebagai partai yang kuat. Nu yang biasanya
hanya mengisi pemerintahan dalam bidang agama saja ternyata setelah pemilu
pertama tahun 1955 Nu banyak mengisi posisi menteri seperti menteri sosial,
menteri keagamaan, menteri perekonomian dan menteri dalam negeri. Dari posisi
yang berhasil ditempati oleh tokoh-tokoh NU, membuat NU semakin bisa
mengendalikan arah pemerintahan. Peranan politik NU semakin besar ketika partai
Islam terbesar di Indonesia yakni Masyumi dibubarkan oleh pemerintah karena
keterlibatanya dalam pemberontakan PRRI dan sifatnya yang selalu berseberangan
dengan pemerintahan Soekarno.
✓ ✓
✔✕
Pada tahun 1960-an NU dihadapkan dengan permasalahan komunisme yang
dilakukan oleh PKI. NU berusaha untuk mengahadang gerak langkah PKI dengan
berbagai gerakan tandingan baik di sisi kepemudaan, pertanian, kebudayaan dan
lain-lain.
Beberapa aktivis muda NU juga melakukan bebrapa aksi untuk menangkal
dan memberantas komunisme di Indonesia. Tokoh Muda NU yang tampil berani
adalah Subhan Zainuri Erfan atau biasa di sebut Subhan ZE dengan memelopori
pembentukan gerakan Kesatuan Aksi Pengganyangan Gestapu (KAP-Gestapu),
yang kemudian menjadi Front Pancasila yang didukung oleh wakil-wakil dari NU,
PSII, Katholik, IPKI, Parkindo, Perti, PNI, Muhammadiyah, Soksi, dan Gasbindo.45
KAP-Gestapu yang dipimpin oleh Subhan ZE terus melakukan demonstrasi
besar-besaran anti PKI dengan mengerahkan ribuan masa.
Dari rentetan masalah yang terjadi di Indonesia, muncullah kemudian
dualisme kepemimpinan dalam negara yaitu antara Soekarno dan Soeharto yang
memperoleh mandat berupa Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).46Dengan
mandat Supersemar yang diterima Soeharto berujung pada pemberhentian jabatan
presiden Soekarno dan naiknya Soeharto menjadi presiden menggantikan
Soekarno.
Peralihan pemerintahan dari rezim Soekarno ke rezim Soeharto merupakan
babak baru perpolitikan di Indonesia. Selang tiga tahun pemilu diadakan kembali
✖✗
Bahrul Ulum,Bodohnya NU apa NU Dibodohi, Jejak Langkah NU Era Reformasi: Menguji Khittah, Meneropong Paradigma Politik (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2002), 78.
✖6
✘✙
tepatnya pada 3 juli 1971 yang diikuti sembilan partai dan satu golongan karya
(Golkar). NU tetap menjadi partai Islam terkuat dalam pemilu tahun 1971 dengan
memperoleh 58 kursi dan menempati urutan kedua setelah Golkar. Tetapi NU harus
kehilangan tradisi duduk di Departemen Agama karena pasca pemilu 1971
Departemen Agama dipegang oleh Fakih Usman dari Muhammadiyah.
Sejak tahun 1973, pemerintah Orde Baru “menertibkan” partai-partai
peserta pemilu, dari 10 partai peserta pemilu 1971, disederhanakan menjadi dua
partai: partai-partai yang berasas Nasionalisme dilebur ke dalam Partai Demokrasi
Indonesia (PDI), sedangkan partai partai yang berasas Islam dilebur menjadi Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Partai NU tidak diakui lagi dan diharuskan melebur
ke dalam PPP. Sedangkan Golongan Karya (Golkar), tidak diakui sebagai partai,
tapi diperbolehkan sebagai salah satu kontestan pemilu.47
Dengan peraturan multipartai yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru
ini memaksa NU bergabung ke dalam PPP bersama Parmusi, PSII, dan Perti
sedangkan yang masuk ke dalam tubuh PDI adalah PNI, Parkindo Partai Katolik,
IPKI dan Murba.48Berfusinya NU ke dalam tubuh PPP membawa dampak buruk bagi NU banyak politisi NU yang disingkirkan dalam kepengurusan NU. Yang
akhirnya NU mengambil sikap melepaskan diri dari PPP dan meninggalkan politik
praktis.
✚✛
Fadeli dan Subhan,Antologi NU, Sejarah-istilah, Amaliah-Uswah. 20.
✚8
✜6
Salah satu konflik yang muncul dalam ketika NU bergabung di PPP adalah
masalah kepemimpinan dan budaya politik. Ketika naiknya H.J. Naro menjadi
pucuk pimpinan di PPP menggantikan H. MS. Mintaredja. Ketika PPP dibawah
pimpinan H. MS. Mintaredja bisa dikatakan dalam tubuh PPP hampir tidak ada
konflik karena tipe kepemimpinannya lebih bersifat demokrasi sedangkan tipe
kepemimpinan H.J Naro cenderung lebih Otoriter. Sedangkan dalam masalah
budaya politik, memiliki orientasi berbeda dari masing-masing unsur yang
megakibatkan perselisihan pendapat. Orientasi budaya politik NU bersumber pada
pada tadisi pesantren yang memiliki jalinan erat antara guru dengan murid. Sebagai
referensinya adalah ajaran islam, khususnyaFiqh.49
Akibat kekecewaan yang dirasakan tokoh-tokoh NU akhirnya NU
memberanikan untuk keluar dari PPP dan pada muktamar NU ke 27 di situbondo
pada tahun 1984 NU menyatakan kembali ke Khittah 1926. Dengan berakhirnya
transformasi sosial politik itu, NU memasuki babak baru yakni meninggalkan
segala macam bentuk politik praktis dan mngembalikan tujuan awal berdiri yang
bergerak dibidang keagamaan, pendidikan sosial dan bidang-bidang yang yang
menyentuh kesejahteraan dan nasib warga indonesia, khususnya warga NU.
Khittah NU pada tahun 1984 merupakan gagasan yang sudah lama muncul.
Mulai tahun Muktamar ke 22 tahun 1959, gagasan itu muncul dari KH. Achyat
Chalimi yang menganggap bahwa peranan politik NU sudah hilang dan
penyalahgunaan partai sebagai alat politik. Gagasan serupa, untuk kembali ke
✢✣
Khittah 1926, muncul pada Muktamar NU ke 25 di Surabaya. Ketika itu, dalam
pidato Iftitah-nya, Rois Aam PBNU K.H. Wahab Hasbullah mengajak para muktamirin untuk kembali ke Khittah 1926.50Gagasan Khittah NU 1926 berlanjut pada Muktamar ke 26 di semarang dan pada tanggal 18-21 Desember 1983 pada
Munas Alim Ulama di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, situbondo. Dan pada
akhirnya Khittah NU diputuskan pada Muktamar ke 27 di situbondo pada tahun
1984.
Muktamar NU ke 27 ini merupakan titik balik dari kegiatan NU selama ini.
Gelanggang politik praktis segera ditinggalkan da segera memasuki gelanggan
sosial keagamaan yang sebelumnya relatif terbengkalai. Muktmamar ini pula titik
balik hubungan dengan pemerintah terjadi. Kalau sebelumnya NU sepertinya
menjaga jarak dengan pemerintah, maka pada muktamar ini –dan bahkan terlihat
pada Munas- NU pendekatan kembali dengan pemerintah. Indikator ini, misalnya,
terlihat dari kesediaan presiden Soeharto membuka muktamar dan hadirnya
sejumlah menteri memberikan sambutan.51
Muktamar di situbondo juga memutuskan menerima pancasila sebagai asas
tunggal. NU membuat deklarasi mengenai hubungan pancasila dengan Islam
(Ahlussunnah Wal jamaah) yang sebelumnya dianut sebagai asas organisasi.
Deklarasi itu meliputi lima butir, sebagai berikut:
✤✥
Ibid., 133.
✤✦
✧8
1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesiabukanlah
agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk
menggantikan kedudukan agama.
2. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia
menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila
yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
3. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah aqidah dan Syari’ah, meliputi aspek
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.
4. Penerimaan dan pengamalan pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat
Islam Indonesia untuk menjalankan Syariat agamanya.
5. Dari konsekuensi dari sikap diatas, Nahdlatul Ulama berkewajiban
mengamankan pengertian yang benar tentang pancasila dan pengamalannya
yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.52
Kembalinya NU ke Khittah juga berdampak besar terhadap internal NU
salah satunya adalah munculnya hubungan yang harmonis anatara para intelektual
muda NU dengan para kiai sepuh untuk memimpin NU sebagai kombinasi untuk
membawa perubahan dalam tubuh NU. Ini merupakan titik balik dari jalinan
kepemimpinan sebelumnya Tanfidziyah lebih banyak di isi oleh politisi.
B. Munculnya Generasi baru dalam Kepengurusan PBNU
Muktamar NU ke 27 yang berlangsung di Situbondo merupakan langkah
awal kembalinya NU menjadi organisasi sosial keagamaan setelah sekitar 35 tahun
★✩
masa kemerdekaan terlibat secara substantif di kancah politik praktis. Selain
menghaslkan keputusan yang menyatakan NU kembali ke Khittah 1926, pada
muktamar tersebut juga memunculkan generasi baru yang usianya tergolong muda
untuk memimpin NU di tingkat Tanfidziyah.
Pada muktamar Situbindo keluar nama Abdurahman Wahid sebagai ketua
umum PBNU mengantika Idham Kholid yang sudah 32 tahun memimpin PBNU
yang waktu itu usia Abdurrahman Wahid masih tergolong muda yakni 43 tahun.
Selain Abdurrahman Wahid banyak tokoh NU muda yang masuk dalam struktur
kepngurusan NU seperti nama Mahbub Djunaid, Fahmi D. Saifuddin, Rozi Munir,
Cholid Mawardi, Ghafar Rahman dan pengurus lainnya.
Pada dekade 1980-an keompok muda pembaharu NU semain memperleh
tempat di dalam masyarakat uar NU. Setidaknya ada dua fenomena penting dalam
perembanan gerakan pembaharuan itudi era 1980-an yang menjadikan mereka
semakin memperoleh tempat baik di dalam NU sendiri maupun di luar.
Pertama, di dalam NU sendiri boleh dikatakan sebagai awal dari
kemenangan kelompok progresif ini, yang ditanai dengan tampil atau terpilihnya
Gus Dur sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU melalui muktamar situbondo tahu 1984,
dengan KH. Ahmad Siddiq sebagai Rais Aam-nya. Kedua figur itu sekaligus
mengekspresikan bersandingnya generasi muda NU dengan kyai tua yang disegani,
yang secara relatif satu pemikiran dalam kaitan dengan upaya-upaya perubahan
yang dikehendaki. Adapun yang terpenting dalam momentum itu adalah
diterimanya gagasan-gagasan utama untuk mengembalikan NU ke garis
✪✫
1926 itu. Kedua, pada tahun 1980-an terjadi perkembangan yang semarak dalam
gerakan LSM di Indonesia,baik LSM yang bergerak ada pengembangan partisipasi
masyarakat dalam program pembangunan maupun LSM yang bergerak khusus
dalam advokasi atau penyadaran hak-hak rakyat (pengembangan sikap kritis
masyarakat terhadap negara dengan cara menubuhkan kesadaran akan HAM,
politik dan ekonomi).53
Kaum muda NU yang ingin melakukan pebaharuan dalam NU merupakan
golongan yang kritis dalam menghadapi kebijakan pemerintah karena memang
kaum muda NU banyak yang menempati posisi strategis dalam partai politik.
Keinginan untuk melaksanaka poitik yang sehat dalam tubuh NU juga timbul
karena kekecewaan yang dirasakan ketika bergabung di PPP.
Tampilnya kombinasi kaum muda dan kyai sepuh diharapkan bisa menjadi
kekuaan baru dalam NU dalam menyaukan asprasi semua kalangan NU ternyata
ida sepenuhnya berhasil karena tida selamanya ide-ide pembaharuan bisa diterima
dan dilakukan. Perbedaan pendapat yang sering muncul adalah persoalan politik
dan penafsiran-penafsiran tentang Khittah NU 1926.
KH. Ahmad Siddiq menjelaskan bahwa lebih baik masyarakat tidak
melakukan kegiatan politik secara langsung melainkan bekerja dengan baik.
Menurutya, kegiatan sosial dan dakwah lebih penting. Karena itu oang NU lebih
baik bekerja untuk memajukan masyarakat, dan bukanna berusaha mendapatkan
kekuasaan. NU berjuang lewat masyarakat, bukan lewa kekuasaan. Bagaimanapun
✬✭
✮✯
juga kenyataan bahwa negara ini adalah negara pancasila membuat kiai ini
mengajak rakyat untuk bekerja dtengah masyarakat.54
Sedangkan menurut Gus Dur, NU kini sebaiknya berusaha masuk ke segala
lingkungan dan kesemua partai: “NU harus berada disemua tempat, di dalam
angkatan bersenjata, di PDI, di Golkar, di PPP: kita harus berada disemua tempat”.55 Dengan demikian, Khittah digunakan sebagai sarana menciptakan suatu landasan
yang kuat yang justru dapat menambah bobot NU dipanggung politik.
C. Ketegangan Poltik NU dan PPP
Mengubah orientasi dari politik praktis kearah sosial kemasyarakatan, dari
yang serba struktural menjadi kultural, memang tidak gampang. Lebih mudah
mengubah bentuk dari parpol (partai politik) menjadi ormas atau jam’iyah. Inilah
kendala awal yang dihadapi oleh NU ketika organisasi para ulama ini memutuskan
kembali ke Khittah.56
Keputusan NU kembali ke Khittah 1926 merupakan langkah untuk
melepaskan diri dari urusan politik dan menyatakan sikap netral terhadap partai
politik manapun. Warga NU bebas memilih partai yang diinginkan yang dirasa bisa
membawa perubahan bagi tubuh NU dan bangsa Indonesia.
Untuk menjamin dihormatinya kenetralan yang baru ini lalu diambil
tindakan-tindakan pencegahan. Larangan jabatan rangkap dibidang politik dan
sosial yang dikeluarkan di Situbondo, diterapkan mulai tanggal 11 januari 1985
melalui sebuah keputusan PBNU. Keputusan ini memberikan waktu satu tahun bagi
✰✱
Feillard,NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna. 264.
✰ ✰
Ibid., 265.
✰6
✲✳
para pengurus daerah untuk menentukan pilihan mereka antara karier politik atau
sosial, dan dua tahun bagi para pengurus tingkat kabupaten.57
Dalam urusan perangkapan jabatan PBNU membuat SK No.
01/PBNU/I-1995, 11 januari 1985 yang isinya: