• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum Keuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum Keuangan"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Profesional Inovatif

Kompeten Transparan

Religius Integritas

Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab telah mendorong implementasi kebijakan desentralisasi fiskal melalui sistem perimbangan keuangan yang berpatokan pada prinsip “money follow functions”. Dengan kebijakan desentralisasi fiskal, kepada Daerah telah diberikan sumber pendanaan yang cukup besar melalui berbagai bentuk Transfer ke daerah dan sumber PAD yang terutama berasal dari perpajakan daerah, guna mencukupi kebutuhan pendanaan desentralisasi.

Sesuai dengan esensi otonomi daerah, kepada Daerah diberikan diskresi yang cukup luas untuk membelanjakan sumber pendanaan tersebut sesuai kewenangannya. Untuk menjaga agar upaya penciptaan clean government dan

good governance dapat terwujud dengan baik, diperlukan tatanan penyelenggaraan keuangan pemerintah daerah yang baik dan juga evaluasi terhadap berbagai kebijakan di bidang pendanaan desentralisasi yang telah dan sedang berjalan.

Dasar Hukum

UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

PP Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; dan

PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Tujuan

Mengidentifikasi dan menganalisa relevansi konsep, formulasi dan kebijakan di bidang pendanaan desentralisasi dengan kondisi terkini yang ada di daerah.

Mewujudkan pengelolaan keuangan daerah secara efektif dan efisien yang dilaksanakan melalui tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

Menjaga stabilitas keuangan daerah sehingga tidak memberikan dampak yang berat bagi stabilitas keuangan negara secara keseluruhan.

Meningkatkan kualitas informasi keuangan daerah dan mendukung pelaksanaan good governance melalui penyajian informasi keuangan daerah yang teranalisa dengan baik.

Kegiatan

A. Evaluasi Pelaksanaan Pendanaan Desentralisasi Penggunaan sumber-sumber pendanaan desentralisasi, baik melalui transfer maupun dari PAD harus mampu dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga dapat sebesar-besarnya menciptakan efek postif bagi masyarakat lokal. Dari pelaksanaan transfer dan perpajakan daerah yang selama ini telah dijalankan perlu diketahui kekurangan dan permasalahannya. Hal ini akan sangat berguna bagi Pemerintah Pusat untuk penyempurnaan kebijakan yang terkait dengan pendanaan desentralisasi di masa yang akan datang.

Beberapa analisa yang dilaksanakan di tahun 2008 dan akan dilaksanakan di tahun 2009, antara lain, evaluasi DAU, evaluasi DAK, evaluasi DBH, evaluasi PAD, analisa dampak terhadap perekonomian daerah, analisa pelaporan keuangan daerah, pedoman BLUD, profil keuangan daerah, dll.

Hasil analisa dijadikan sebagai bahan rekomendasi dalam berbagai kebijakan di bidang desentralisasi fiskal.

B. Monitoring Penyerapan/Realisasi Belanja Daerah

Banyaknya dana daerah yang tidak dapat direalisasikan dalam belanja daerah akan dapat menurunkan kualitas layanan publik dari yang seharusnya dan disamping itu juga akan mengurangi multiplier effect belanja pemerintah daerah terhadap perekonomian daerah.

Daerah mempunyai kewajiban untuk menyerahkan laporan realisasi Semester I dan juga laporan realisasi tahunan.

Atas dasar laporan realisasi tersebut dilakukan suatu pemantauan terhadap kinerja penyerapan belanja oleh daerah.

Berdasar pemantauan dan analisa terhadap realisasi belanja tersebut akan direkomendasikan kebijakan-kebijakan di bidang fiskal daerah yang relevan, yang dapat mendorong penyerapan belanja daerah.

Analisa terhadap belanja daerah juga meliputi analisa yang terkait dengan komposisi dan proporsi belanja, baik berdasar klasifikasi ekonomi maupun fungsi.

C. Monitoring Dana Pemda di Perbankan dan Dana Bank Pembangunan Daerah di Sertifikat Bank Indonesia

Rendahnya penyerapan belanja APBD dapat ditengarai antara lain oleh tingginya SiLPA dan tingginya dana Pemda yang idle dan disimpan di Perbankan Nasional.

Alokasi Dana Transfer dari APBN ke daerah menunjukkan trend peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Namun demikian, dana tersebut tidak seluruhnya dapat dibelanjakan dalam tahun yang bersangkutan sehingga dana yang menganggur di disimpan pada Bank Pembangunan Daerah (BPD). BPD selanjutnya menginvestasikan dana tersebut dalam instrumen investasi bebas resiko yaitu Sertifikat Bank Indonesi (SBI). Penempatan dana BPD di SBI menunjukan angka yang cukup signifikan pada awal tahun, dan sampai dengan triwulan III ada kecenderungan naik dan cenderung menurun dari triwulan III sampai dengan akhir tahun untuk setiap tahunnya.

DJPK bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI), melakukan monitoring terhadap besaran dana BPD di SBI, untuk memperoleh gambaran umum kecenderungan penyerapan belanja daerah. Hasil monitoring akan dijadikan sebagai informasi pendukung dalam penetapan kebijakan keuangan daerah.

D. Pengendalian Defisit APBD

Dalam rangka pengendalian fiskal nasional, khususnya yang terkait dengan defisit anggaran Pemerintah yang harus dibiayai dengan utang, Menteri Keuangan melakukan pengendalian terhadap defisit nasional.

Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD untuk setiap tahun anggaran.

Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah untuk setiap tahun anggaran. Pelaksanaan pengendalian defisit dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(2)

Gedung Sutikno Slamet Lantai 16

Jl. DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710 Telp. 021-350.3442 Faks. 021-350.3443

Produktif Nasionalis

Gedung Sutikno Slamet Lantai 16

Jl. DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710 • Telp. 021-350.3442 • Faks. 021-350.3443 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

www.djpk.depkeu.go.id D.1.Proses Penetapan Batas Maksimal Defisit APBD

D.2.Kumulatif defisit APBN dan APBD (2009)

D.3.Defisit APBD masing-masing daerah (2009)

D.4.Kriteria Pelampauan defisit APBD (2009)

E. Penyusunan Rekomendasi Kebijakan di Bidang Pelaporan Keuangan Perusahaan Daerah dan Badan Layanan Umum Daerah, serta Investasi Daerah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Pemerintah Daerah wajib menyampaikan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD berupa (1) Laporan Realisasi Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah/Perusahaan Daerah dan BLUD. Hal ini sesuai juga dengan Pasal 22 PP Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Mengingat Pemerintah Daerah memiliki saham/penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah/Perusahaan Daerah, maka penyertaan laporan keuangan BUMD/Perusahaan Daerah dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting, karena terkait juga dengan kinerja keuangan Pemerintah Daerah.

F. Profil Kemampuan Keuangan Daerah

Adanya informasi yang cepat, akurat, transparan dan dapat diandalkan merupakan suatu kebutuhan penting dan mendesak, terutama terkait dengan fungsi informasi dalam mendukung pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kemampuan keuangan daerah, selain juga dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan di bidang desentralisasi fiskal. Untuk memenuhi fungsi informasi dimaksud, diperlukan suatu alat yang dapat digunakan secara umum sebagai standar pengukuran kemampuan keuangan daerah.

Penyusunan profil kemampuan keuangan daerah merupakan suatu alat untuk meningkatkan kualitas informasi keuangan daerah dan mendukung pelaksanaan good governance

melalui penyajian informasi keuangan daerah yang teranalisa dengan baik dan akurat secara terbuka (transparan) kepada publik.

Output yang dihasilkan berupa Profil dan Analisis Kemampuan Keuangan Daerah.

D

ES

EN

TR

A

L

S

A

SI

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, merupakan kebutuhan yang mendesak untuk mengembangkan cara yang menyediakan informasi dan intervensi yang akurat, sesuai umur, dan sesuai

Pemerintah bertugas menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) guna menjawab kebutuhan informasi keuangan oleh masyarakat publik, sedangkan pemerintah daerah

Pemanfaatan sistem perkantoran elektronis dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data dan informasi dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah, akurat,

Rumusan Masalah Pokok Penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana laporan manajemen (keuangan) usaha dapat disajikan secara cepat, tepat, akurat dan transparan”?.

Pengelolaan dan pelaporan keuangan yayasan secara akurat dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak yang perlu segera ditangani. Banyaknya lembaga yang dikelola

Mengingat kebutuhan akan informasi jaringan komputer begitu penting terutama untuk mencari kerusakan jaringan secara cepat, mudah, dan murah, maka untuk mengatasi masalah di

Menurut Ariani (2013), information sharing merupakan elemen penting dalam supply chain management karena dengan adanya information sharing yang transparan dan

Mengingat kebutuhan akan informasi jaringan komputer begitu penting terutama untuk mencari kerusakan jaringan secara cepat, mudah, dan murah, maka untuk mengatasi masalah di