PEMERI NTAH PROVI NSI GORONTALO
BADAN LI NGKUNGAN HI DUP, RI SET DAN T EKNOLOGI I NFORMASI(BALI HRI STI )
ST A T U S L I N GK U N GA N H I D U P D A ERA H
PRO VI N SI GO RO N T A L O
PROVI NSI GORONTALO
Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi
(BALIHRISTI)
Provinsi Gorontalo
Jalan Jamaluddin Malik No. 41 Kota Gorontalo Telp : 0435 – 828626
Fax : 0435 – 828626
Pembina:
1. Gubernur Gorontalo
2. Wakil Gubernur
3. Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo
Penanggung Jawab:
Kepala Balihristi Provinsi GorontaloPenyusun:
Penyusun:
I- 1 -
BAB I
PENDAHULUAN
Gambaran Umum Provinsi Gorontalo
Provinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun
2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi Sulawesi Utara sejak
tanggal 16 Februari 2001. Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian Utara
meliputi 1 kota dan 5 Kabupaten. Letak geografi berada di antara 121°23’ – 123°43’ Bujur Timur dan 0°19’ – 1°15’ Lintang Utara, mempunyai luas 12.215,44 km2 dengan
jumlah penduduk tercatat 996.078 jiwa (2008) dengan batas-batas wilayah:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buol dan Toli Toli (Sulawesi
Tengah dan Laut Sulawesi).
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong (Sulawesi
Tengah).
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi
Utara).
Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini.
Mengingat bahwa Provinsi Gorontalo merupakan Provinsi yang baru terbentuk
tentunya banyak kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
untuk mewujudkan visi dan misinya, yaitu pengembangan pendidikan, pengembangan
pertanian melalui konsep agropolitan, dan pengembangan perikanan. Sector lain yang
menjadi prioritas yaitu pembangunan perkebunan dan peternakan dan pembangunan
infrastruktur pelayanan publik. Tentunya kontribusi yang dapat diandalkan dalam
menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan
adalah dari sumber daya alam. Dapat dikatakan bahwa sumber daya alam mempunyai
peranan penting dalam perekonomian daerah.
Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi
pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan
begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan
I- 2 -
diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan
dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas
lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak
dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan,
krisis air, krisis energi dan lingkungan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam
dan komponen lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo cenderung mengalami
penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dimana Pada beberapa
tahun ini sumber daya alam yang ada di Provinsi Gorontalo menghadapi tantangan dan
tekanan yang semakin kuat. Hal ini ditunjukkan dari “Status Lingkungan Hidup Provinsi
Gorontalo” sekarang ini. Yang mencoba mengungkap secara umum sebagai gambaran
potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan
lingkungan hidup di era otonomi daerah.
Wilayah Kota Gorontalo, secara geologis terdiri atas endapan danau, batu
gamping, deorit bone, dan batu gunung api. Di Kota Utara didominasi oleh endapan
danau; di Kota Barat, disamping ditemukan endapan danau, juga terdapat batu
gamping terumbu; di Kota Selatan terdapat diorit bone dan batuan gunung.
Berdasarkan Peta Geologi dari Direktorat Geologi (Tjetje Appandi, 1977) di Kota
Gorontalo dijumpai batuan gunung api (berupa breksi gunung api, tufa, dan lava yang
mengandung batu apung berwarna kuning); batuan gamping koral berwarna putih,
pejal pada perbukitan; batuan beku terobosan Granodiorit, dijumpai menerobos batuan
gunung api maupun batu gamping terjal di wilayah Kota Selatan; dan alluvium berupa
lumpur, pasir dan kerikil pada satuan morfologi daratan. Wilayah Kabupaten Gorontalo
dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt, alluvium, estuarine marine
dan fandefosit. Sementara, wilayah Kabupaten Pohuwato terdiri atas sedimen lepas
yang banyak tersebar di Kecamatan Paguyaman, Kecamatan Tilamuta, dan Kecamatan
Paguat bagian selatan. Sedimen padu banyak ditemukan di Kecamatan Paguyaman
bagian utara, Kecamatan Tilamuta bagian tengah dan utara. Kecamatan Popayato
umumnya memiliki banyak batuan beku malihan. Wilayah Kabupaten Boalemo
dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt, alluvium, estuarine marine
dan fandefosit. Sementara, wilayah Kecamatan Tilamuta banyak tersebar sedimen
lepas, sedimen padu. Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara berdasarkan peta satuan
I- 3 -
Agroklimat Bogor, bahwa formasi geologi yang terdiri dari Breksi Wubudu, Diorite dan
Vulkanik Bilungala.
Permukaan tanah di Provinsi Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh
karenanya, provinsi ini mempunyai banyak gunung dengan ketinggian yang
berbeda-beda. Gunung Tabongo yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung yang
tertinggi di Provinsi Gorontalo dengan ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut.
Sedangkan Gunung Litu-Litu yang terletak di Kabupaten Gorontalo merupakan gunung
terendah dengan ketinggian 884 m di atas permukaan laut. Di samping mempunyai
banyak gunung, provinsi ini juga dilintasi banyak sungai. Sungai terpanjang adalah
Sungai Paguyaman yang terletak di Kabupaten Boalemo dengan panjang aliran 99,3
km. Sedangkan sungai yang terpendek adalah Sungai Bolontio dengan panjang aliran
5,3 km yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara.
Informasi menyangkut jenis tanah yang mencakup seluruh wilayah Provinsi
Gorontalo saat ini hanya tersedia dalam skala Tanah Tinjau (skala 1 : 250.000) dengan
sistem kelasifikasi Dudal dan Supratoharjo. Meskipun demikian, di lokasi tertentu,
khususnya di Kabupaten Gorontalo, telah tersedia data sampai skala semi detail
berdasarkan sistem Taxonomi Tanah. Informasi menyangkut kondisi tanah dalam skala
Provinsi, terutama didasarkan pada Peta Tanah Tinjau yang ada. Informasi dari peta
tanah semi detail dimanfaatkan jika terjadi keraguan dalam pengambilan keputusan
peruntukan kawasan, khususnya untuk lokasi yang termasuk wilayah Kabupaten
Gorontalo.
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau tersebut, di Provinsi Gorontalo ditemukan tanah
yang diklasifikasikan sebagai Aluvial, Grumusol, Andosol, Latosol, Podsolik dan Litosol.
Berdasarkan sifat-sifatnya, tanah-tanah ini mempunyai kemampuan lahan
(potensi pengembangan sebagai kawasan atau lahan budidaya dan faktor
penghambat) yang bervariasi dari rendah sampai tinggi. Tanah Aluvial yang terbentuk
pada topografi datar, sebagai contoh, memiliki potensi yang besar untuk
dibudidayakan, walaupun di sejumlah lokasi tertentu mempunyai hambatan yang
serius dalam hal drainase permukaan. Tanah Lithosol di lain pihak, selain tidak layak
untuk dibudidayakan, karena dangkal dan berbatu, juga sangat peka terhadap erosi
I- 4 -
Berdasarkan petunjuk teknis yang diberikan di dalam SK Menteri Pertanian No.
837/Kpts/Um/1980, tanah Lithosol (berdasarkan Peta Tanah Tinjau terdapat di
Kabupaten Bualemo, berbatasan dengan wilayah Sulawesi Tengah) dikategorikan
sebagai sangat peka erosi dan diperuntukkan hanya sebagai kawasan hutan lindung.
Sementara, tanah-tanah lainnya dinilai boleh dibudidayakan, tetapi dengan tetap
memperhatikan pengendalian faktor-faktor pembatas masing-masing.
Berdasarkan hasil survei dan pemetaan tanah tingkat tinjau (skala 1 : 250.000)
yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (1992), tanah di
wilayah Kabupaten Gorontalo termasuk dalam ordo (menurut Taxonomi Tanah, USDA):
Alfisols (dominan), Inceptisols, Entisols, Vertisols dan Mollisols. Kelas kemampuannya
bervariasi dari Kelas I sampai Kelas VIII dengan faktor pembatas dominan berupa
bahaya erosi dan di beberapa lokasi berupa drainase.
Jika hanya didasarkan pada kondisi tanah, kebanyakan lahan di wilayah
Provinsi Gorontalo dapat dibudidayakan, kecuali yang diklasifikasikan sebagai Lithosol,
walaupun sebagian di antaranya memerlukan usaha pengelolaan yang spesifik,
berdasarkan kendala masing-masing. Yang menjadi pembatas utama bagi
pengembangannya adalah faktor kondisi lereng yang akan diuraiakan berikut ini.
Provinsi Gorontalo dibangun terutama (69,7 % dari seluruh areal provinsi) oleh
hamparan lahan dengan kemiringan lereng lebih dari > 40 %, disusul oleh kelas lereng
datar (0 sampai 2 %) dan kelas-kelas lereng lainnya. Jadi, jika digunakan kriteria yang
dikeluarkan di dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980, yang mensyaratkan
bahwa lahan dengan lereng > 40 % harus menjadi kawasan lindung, maka 824.668 ha
(69,7 %) dari lahan di Provinsi Gorontalo tidak boleh dibudidayakan. Kendalanya,
tentunya, adalah bahaya erosi. Dan, demi kepentingan konservasi air dan sumberdaya
alam lainnya, lahan dengan lereng terjal ini perlu dimasukkan ke dalam kawasan
lindung.
Dalam kenyataannya, sebagian dari areal dengan kemiringan lereng > 40%
tetap dibudidayakan, atau tidak (belum) dibudidayakan tetapi juga tidak dipetakan
sebagai kawasan lindung, meskipun menurut SK Menteri pertanian harus menjadi
hutan lindung. Ini menjadi jelas jika kawasan budidaya dan kawasan lindung atau
konservasi diplotkan bersama-sama dengan kawasan lahan dengan lereng > 40 %.
I- 5 -
merupakan salah satu dari agenda penting yang harus diselesaikan oleh pemerintah
II- 1 -
BAB II
KONDISI LINGKUNGAN DAN KECENDERUNGANNYA
A. Lahan dan Hutan
a. Lahan
Lahan merupakan ekosistem daratan yang terdiri dari lingkungan fisik dan
biotik, serta daya dukungnya berkaitan dengan perikehidupan dan kesejahteraan
hidup manusia. Lingkungan fisik mencakup relief (topografi), iklim, tanah, dan air.
Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia.
Daerah Provinsi Gorontalo memiliki 1,22 juta ha lahan yang berada di 6
wilayah kabupaten/kota. Daerah terluas adalah kabupaten Pohuwato yaitu 424.431
ha atau 34,75% area dan terkecil adalah Kota Gorontalo dengan luas 6.479 ha atau
0,53 %. Persentase tutupan lahan di Gorontalo pada tahun ini disajikan pada Gambar
2.1
Gambar 2. 1. Grafik penggunaan lahan di Provinsi Gorontalo 2011
Berdasarkan data dari kabupaten kota pada tahun 2011 sebagian besar lahan
yang ada di Provinsi Gorontalo masih merupakan kawasan hutan 59,3%, lahan kering
mencapai 20.6%, sawah 2,7%, perkebunan 2,2% dan non pertanian 1,29%, dan
peruntukkan lain mencapai 13,8%. Sedangkan penggunaan lahan menurut pengolahan
data citra satelit oleh Dinas Kehutanan dan Pertambangan tahun 2009 terlihat 60,8%
daratan di Gorontalo merupakan kawasan hutan, lahan untuk non pertanian sebesar
1,32% (15.796 ha), pertanian lahan kering 18,5% (220.684 ha), perkebunan 2,3%
(27.150 ha) dan sawah 2,8% (33431 ha) serta pengunaan lahan lainnya sebesar 14%
Kondisi lahan dan hutan umumnya bisa terlihat dari tutupan lahan yang ada
diwilayah Gorontalo..
Tabel 2.1
Luasan dan Lokasi Penutupan Lahan Per Kab/Kota di Provinsi Gorontalo Tahun 2011
II- 3 -
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan
adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Luas kawasan hutan di Provinsi Gorontalo ditetapkan melalui SK Meneteri
Kehutanan RI No. 325/Menhut-II/2010 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi
Gorontalo, yakni seluas 824.668 ha. Kawasan hutan Gorontalo menurut fungsinya
meliputi hutan lindung (HL) seluas 204.608 ha (24,8%); hutan konservasi 196.653 ha
(23,8%); hutan produksi terbatas (HPT) 251.097 ha (30,5%); hutan produksi tetap (HP)
89.879 ha (10,9%) dan hutan produksi konversi (HPK) 82.431 ha (10%).
Tabel 2.2. Luas Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo 2010
Sumber: SK Menhut No 325 Tahun 2010
Perubahan status kawasan
hutan di wilayah Provinsi Gorontalo
berdasarkan SK Menteri Kehutanaan
RI No.324/Menhut-II/2010 tentang
Perubahan peruntukan kawasan
hutan menjadi bukan kawasan
hutan adalah seluas ± 22.605 Ha,
Perubahan antar fungsi kawasan
hutan seluas ± 55.553 Ha, dan
penunjukan bukan kawasan hutan
menjadi kawasan hutan seluas ±
3.787 Ha di kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango dan
Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo. (Sumber RTRW Prov. Gorontalo, 2010-2030)
Menurut arahan RTRW Provinsi Gorontalo 2010-2030, kawasan lindung dan
konservasi di Provinsi Gorontalo akan dipertahankan menjadi 399.170 ha. Kawasan ini
terdiri dari kawasan lindung nasional seluas 196.097 ha dan kawasan lindung provinsi
seluas 203.073 ha. Oleh karena itu akan dilakukan pelepasan kawasan hutan menjadi
kawasan budidaya secara bertahap. Dengan demikian perbandingan peruntukan
kawasan yakni 16.28% kawasan konservasi, 16.79% kawasan lindung, dan 67%
kawasan budidaya.
Sebaran jenis penutup lahan bila ditinjau dari kondisi lereng adalah sebagai
berikut : hutan tersebar pada kondisi lahan berlereng >15%; permukiman, tubuh air,
sawah, lahan terbuka berada pada lahan datar dengan lereng <8%; sedang semak
belukar dapat dijumpai pada lereng 8-45%, biasanya berupa lahan tandus yang kritis.
Berdasarkan analisis BP DAS Bone Bolango, lahan di Provinsi Gorontalo
dikategorikan 20.361 ha (1,6%) dalam kondisi tidak kritis, 370.475 ha (30%) potensi
kritis, 586.594 ha (47,5%) agak kritis, 185.152 ha (15%) kritis, dan 72.545 ha (5,9%)
sangat kritis. DAS yang paling tinggi jumlah lahan sangat kritisnya adalah DAS
Batudaa Pantai mencapai 18,7% dari luas area DAS diikuti oleh DAS Sumalata
II- 5 - Gambar 2.3 Ditribusi luas lahan (ha) berdasarkan tingkat ke-kritisan di
Provinsi Gorontalo.
Luas lahan kritis di Provinsi Gorontalo pada hutan konservasi sebesar 92.353 ha
(46,74%), Hutan lindung 59.434 ha (35,91%), Hutan produksi 52.915 ha (52,56%),
hutan produksi terbatas 152.200 ha (44,44%), dan hutan konversi sebesar 14.683 ha
(72,80%). Penebangan hutan pada fungsi hutan adalah sbb : pada hutan produksi
sebesar 483,1 Ha, pada hutan lindung, 165,4 Ha, dan pada hutan konservasi sebesar
197,6 Ha.
Meluasnya lahan kritis di Gorontalo disebabkan oleh be
berapa hal antara lain:
Perambahan dan penebangan hutan secara illegal (illegal logging)
Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan
Perladangan berpindah
Pembakaran hutan dan lahan
Penambangan Emas tanpa Izin (PETI) di areal hutan.
Dampak perluasan lahan kritis yaitu:
Terjadinya banjir dibeberapa lokasi.
Penurunan produktivitas lahan lahan.
Menurunnya keanekaragaman hayati ditandai berkurangnya populasi
hewan endemik Gorontalo seperti babi rusa, anoa, dan ayam hutan.
Erosi tanah yang mengarah pada proses penggurunan.
Kerusakan hutan yang terdata oleh Dinas Kehutanan penyebab
utamanya adalah peladang berpindah yang mengakibatkan 81,7% dan
kebakaran hutan mengakibatkan 18% dari kerusakan yang terjadi.
Penyebab lainnya adalah illegal logging, dan perambahan hutan.
Konversi hutan yang terjadi seluas 121304.51 ha, meliputi untuk
pemukiman 7,331.35 ha Pertanian 32,595.85 ha, Perkebunan 72,365.47 ha,
Industri 59.54 Pertambangan 0.25 Lainnya 8,952.05.
Gambar 2.4. Persentase Konversi Hutan di Provinsi Gorontalo.
B. KEANEKARAGAMAN HAYATI
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman berbagai makhluk hidup mulai
dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, termasuk gen yang dimiliki, serta
ekosistem yang menjadi lingkungan hidupnya. Keanekaragaman hayati ialah
fungsi-fungsi ekologi atau layanan alam, berupa layanan yang dihasilkan oleh satu spesies
dan/atau ekosistem (ruang hidup) yang memberi manfaat kepada spesies lain
termasuk manusia.
Di Provinsi Gorontalo terdapat 16 flora khas yaitu: (1) Gadung (Bitule, Ondote),
Dioscorea Hispida Dennts, dari famili Dioscoreaceae, tanaman ini dapat dimakan umbinya, (2) nam nam, Namu namu, Cynometra Cauliflora L. famili
II- 7 - Durio Zibethinus Murr, famili Bombacaceae; (7) Rukem, Lobe-lobe; Flacourtia inermis Roxb, famili Flacourtiaceae; (8) Molahengo, Eugenia Densiflora Duthie, famili Myrtaceae; (9) Buni, Takuti, Antidesma Bunius Spreng, famili Euphorbiaceae;
(10) Pisang Tanduk, Musa Paradisiaca, famili Musaceae; (11) Srikaya, Annona Squamosa L. famili Annonaceae; (12) Aren, Pohon saguer, Seho, Bagiso, Arenga Pinnata (Wurmb) Merr, famili Arecaceae; (13) Ceremai, Tili, Cerme, Phyllanthus Acidus (L.) Skeels, famili Euphorbiaceae; (14) Jagung, Binte, Zea Mays L.; (15) Padi lading, Oryza Sativa L. famili Poaceae; (16) Sukun, Amu, Artocarpus altilis famili
Moraceae.
Tanaman-tanaman tersebut sebagian mulai langka, akan tetapi masih dapat
ditemukan di beberapa tempat. Kelangkaan tersebut selain disebabkan oleh
populasinya yang rendah, juga disebabkan beberapa hal, sebagai berikut:
(1) masuknya tumbuhan buah-buahan eksotis seperti mangga arumanis, manalagi dan
golek yang rasanya enak serta berbuah cepat;
(2) Terjadi pergeseran cita rasa terutama generasi muda yang lebih menyukai buah
anggur daripada takuti atau lili;
(3) Durian di Kecamatan Atinggola terancam punah,karena sebagian besar diserang
hama;
(4) Program pemerintah seperti menanam jagung hibrida yang produksinya lebih
menjanjikan dibandingkan dengan jagung lokal.
Sedangkan jenis fauna yang dilindungi di Gorontalo mencakup 8 (delapan) jenis
hewan menyusui, 18 (delapan belas) jenis burung, 10 (sepuluh) jenis reptil, 3 (tiga)
jenis katak, 5 (lima) jenis ikan, 3 (tiga) jenis keong, 2 (dua) jenis serangga, dan satu
jenis kalajengking. Diantaranya berstatus endemik dan terancam punah. Tabel 2.3
Tabel 2.3 Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi Provinsi Gorontalo
No. Golongan Nama spesies Status
1. Hewan menyusui 1. Babi Rusa Hewan Langka
2. Anoa Hewan Langka
3. Tarsius
4. Musang (Paradoxurus Hermaproditus) 5. Primata Macaca hecki
2. Burung Rangkong Hewan Langka 3. Burung Raja Udang 9. Ular Hitam Elaphe cf Euruthrea 10. Ular Rhabdophis Callitus 2. Katak Rana Celebensis Belimpah 3. Katak Limnonectes Modestus Berlimpah
5. Ikan 1. Ikan Paus Hewan Langka
3. Batu Laga/Siput Hijau Hewan Langka
7. Serangga 1. Kupu-kupu Raja Hewan Langka
2. Tawon Hewan Langka
3. Kalajengking Hewan Langka
8. Tumbuh-tumbuhan 1. Kantong Semar Terancam 2. Anggrek Bulan Terancam 3. Beringin
4. Tili Phylanthus Acidus 5. Takuti Antidesma Bunius 6. Srikaya Annona Squamosa 7. Amu Moraceae
8. Sterculiacea
II- 9 -
a. Kabupaten Bone Bolango
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang terletak di Kabupaten Bone Bolango
merupakan wilayah pengelolaan hutan yang penting. Sejak Tahun 1982, Pemerintah
Republik Indonesia telah menetapkan perubahan status beberapa kawasan suaka
alam menjadi taman nasional diantaranya cagar alam Ujung Kulon dan Baluran.
Syarat suatu kawasan ditetapkan menjadi kawasan lindung dan kawasan
konservasi menurut MacKinnon dkk (1993) adalah apabila memiliki ciri-ciri berikut:
1). karakteristik atau keunikan ekosistem (fauna endemik, ekosistem pegunungan
tropika); 2). spesies khusus yang diminati, nilai kelangkaan, atau terancam,
misalnya badak dan burung; 3). keanekaragaman spesies; 4). landskap atau ciri
geofisik yang bernilai estetika atau pengetahuan (glasier, mata air panas, air
terjun); 5). fungsi perlindungan hidrologi; tanah, air dan iklim lokal; 6). fasilitas
untuk rekreasi alam, wisata (pemandangan pegunungan, satwa liar yang menarik);
7). tempat peninggalan budaya.
Berdasarkan kriteria tersebut maka suatu unit manajemen kawasan
konservasi, baik yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam (Cagar Alam dan Suaka
Margasatwa) maupun kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
Taman Wisata Alam) secara berkelanjutan perlu ditinjau ulang kerangka pengelolaan,
melalui sistem perencanaan yang memadai. Pengeloaan Taman Nasional sebagai
salah satu bentuk kawasan pelestarian alam dengan berbagai fungsi memerlukan
perencanaan yang baik.
Taman Nasional merupakan aset bangsa dan menjadi bagian kawasan hutan yang
memiliki strategi yang penting untuk dijaga kelestariannya. Ada beberapa kriteria
kelestarian hutan yang tidak terlepas dari fungsi konservasi, produksi, sosial dan
ekosistem, yaitu: status areal yang memiliki dasar hukum jelas; tegakan hutan yang
memadai untuk suatu ekosistem; pengaturan pemanfaatan (apabila memang
diperlukan tidak berlebihan dengan kemampuannya); dilakukan perlindungan,
pemeliharaan dan rehabilitasi dibeberapa bagian kawasan tertentu yang diperlukan;
dan memiliki organisasi personal yang efektif dan efisien.
Tujuan penetapan hutan lindung yaitu untuk melindungi dan membina suatu
kawasan yang karena kondisi wilayahnya (kelerengan, jenis tanah, dan intensitas
curah hujan). Fungsi utama hutan lindung adalah untuk keperluan konservasi tanah
serta pemeliharaan kesuburan tanah, di samping itu dapat dimanfaatkan pula sebagai
sarana rekreasi atau keperluan lainnya.
Terkait dengan fungsi tersebut, TNBNW memiliki multi-manfaat sebagai
beriku :
1). Perlindungan hidrologi;
2). Perlindungan kesuburan tanah dan produktivitas lahan;
3). Pengaturan stabilitas iklim, media penyerbukan alami bagi vegetasi dan
tanaman;
4). Perlindungan sumberdaya genetik;
5). Laboratorium bagi penelitian dan pendidikan;
6). Obyek rekreasi dan wisata alam.
Kawasan lindung di Kabupaten Bone Bolango berdasarkan spasial ekologis
seluas 134.156,83 Ha. Dari luasan tersebut, kawasan konservasi Taman Nasional
Bogani Nani Wartabone luasnya sebesar 104.744 ha. Penetapan Kawasan ini menjadi
kawasan konservasi, didasarkan pada kekhasan yang dimiliki oleh ekosistem dari
kawasan tersebut. Ekosistem yang memiliki karakteristik yang khas, dapat ditandai
oleh ketinggian tempat dari muka laut yang tinggi, suhu yang sejuk, lereng yang
curam, curah hujan yang relatif tinggi, rawan terhadap longsor dan bencana gunung
api dan kekhasan satwa dan ekosistemnya. Kekhasan tersebut memberikan
keterbatasan dalam pemanfaatan oleh manusia sehingga memerlukan suatu pola
pengelolaan yang spesifik.
Ada beberapa masalah yang mendasar yang terjadi di kawasan TNBNW, yaitu:
(1) Di kawasan konservasi dan hutan lindung terdapat permukiman penduduk
yang secara administrasi, pemerintah daerah menetapkan sebagai bagian Desa di
wilayahnya;
(2) Perambahan hutan/ perladangan;
(3) Pembakaran hutan;
(4) Penebangan dan pemburuan liar.
(5) Penambang emas tanpa ijin (PETI) melakukan penambangan secara
tradisional;
Perubahan kondisi taman nasional dengan adanya kerusakan dan pemanfaatan
yang menyimpang dari fungsi utamanya perlu dilakukan perbaikan atau rehabilitasi.
II- 11 -
ini belum banyak tersedia, utamanya kondisi ekosistem unik yaitu flora dan fauna
endemik dikawasan tersebut. Di dalam kawasan TNBNW terdapat 4 (empat) tipe
ekosistem utama (Tabel 2.4).
Soerjani pada tahun 1997 melakukan penelitian di lokasi penambangan
menemukan flora-flora yang perlu diselamatkan, yaitu: 1). Dyospyros cauliflora (Ebenaceae) kayu hitam; 2). Pterospermum sp. (Sterculiaceae) kayu keras; 3). Pometia pinnata (Sapindaceae), dan jenis fauna yang perlu diselamatkan yaitu 1).
Anoa kecil (Bubalus quarlesi); 2). Babirusa (Babirousa babirusa); 3). Tarsius (tarsius spectrum); 4). Babi hutan (sus celebensis); 5). Kera hitam (macaca nigra nigrescens).
Tabel 2.4 Tipe Ekosistem Kawasan TNBNW No Tipe Ekosistem Uraian
1 Hutan lumut Pada ketinggian di atas 1600 m dpl, disekitar Vegetasi bawah cukup tebal, dengan jenis-jenis rotan, pandan, dan paku-pakuan
4 Hutan sekunder Terdapat pada daerah bekas penambangan yang tidak terpelihara dan tidak terkena kebakaran
Keterangan: Jenis flora di dalam tipe hutan sekunder meliputi Piper adundum, Melastoma malabathricum; Lantana camara, dan Musa sp, serta tutupan rerumputan lebat.
Jenis-jenis flora yang khas dan memiliki nilai cukup tinggi dari segi
konservasi maupun potensi pengembangannya antara lain: bunga bangkai;
hanjuang hijau; berbagai jenis rotan dan palem, paku-pakuan; beberapa jenis
anggrek; beberapa jenis tumbuhan berkayu yang potensial untuk usaha kehutanan
Jenis flora yang dominan di kawasan TNBNW adalah jenis-jenis Ficus. jenis flora sesuai dengan tipe ekosistemnya dapat dirinci sebagai berikut.
Jenis-jenis vegetasi di daerah hutan hujan dataran rendah antara lain adalah:
a. Familia Lauraceae. contoh: Garcinia sp
b. Familia Myristicaceae,
c. Familia Miliaceae. contoh Sandoricum sp, Dysoxylum sp
d. Familia Anacardiaceae, contoh Dracontomelon sp, Swintonia sp, dan Spondias sp,
e. Familia Sapotaceae: Palaquium spp
f. Familia Sterculiaceae: Scephium sp, Ptersopermum sp dan Heritria sp.
Jenis-jenis lain yang tumbuh di hutan hujan dataran rendah pada tanah
Alluvial, antara lain adalah: Pometia pinnaca; Octomeles sumatrana; Duabanga moluccana; Ficus sp; Eugenia sp; Dischopia sp; Artocarpus sp.
Barrie (2007) melaporkan bahwa: “Corpse flowers or Titan Arum
(amorphophallus titanum) have been found in Tulabolo village, Bone Bolango District, Gorontalo Province, northern Sulawesi Island. The flower, which looked like
Rafflesia Arnoldii flower, usually bloomed in rainy season. “In the rainy season, local residents` plantation areas are usually covered fully by hundreds of ‘corpse flowers`, which produce bad smell,”. The local authorities could check the flowers to confirm their species and promote them for a tourist attraction.`Corpse` flowers are found
only in Indonesia`s equatorial tropical rainforests of Sumatra, Kalimantan and Java
islands. It was first discovered in Sumatra by Italian botanist Odoardo Beccari in 1878”.
Sebagai zona rimba, di kawasan ini terdapat berbagai jenis flora dan fauna. Jenis flora yang dapat ditemukan, di antaranya: sekitar 400 jenis pohon, 241 jenis
tumbuhan tinggi, 120 jenis paku-pakuan, 100 jenis tumbuhan lumut, serta 90 jenis
anggrek, termasuk famili Orrchide (anggrek putih). Sementara jenis fauna, di antaranya: 24 jenis mamalia, 125 jenis aves, 11 jenis reptilia, 2 jenis amfibia, 38
II- 13 -
Keistimewaan TNBNW ini terletak pada keanekaragaman tumbuhan (flora) dan
satwa (fauna) yang sebagian besar merupakan tumbuhan dan satwa khas (endemik)
Pulau Sulawesi. Di kawasan ini ditemukan berbagai macam tumbuhan khas dan
langka, seperti: Palem Matayangan (Pholidocarpus ihur), kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Intsia spp.), kayu kuning (Arcangelisia flava), dan bunga bangkai (Amorphophallus companulatus). Beberapa satwa khas, seperti: monyet hitam/yaki (Macaca nigra-nigra), monyet dumoga bone (Macaca nigrescens),
tangkasi (Tarsius spectrum-spectrum),
musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii-musschenbroekii), anoa besar (Bubalus depressicornis), anoa kecil
(Bubalus quarlesi), babirusa (Babyrousa babirussa celebensis).
Gambar 2.5. Babirusa, fauna endemik Sulawesi.
Babirusa (Babyrousa babyrousa) yang bertumbuh seperti babi, mempunyai taring panjang yang melengkung ke atas dan tidak makan umbi-umbian, tetapi makan
buah-buah yang jatuh; anoa besar (Bubalus depresicornus). Anoa kecil (Bubalus quar-lesi) sering disebut sebagai kerbau kerdil. Musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) sudah sulit sekali ditemui. Kuskus beruang (Phalanger ursinus) dan kuskus kerdil (Phalanger celebensis) adalah mamalia yang hidup bergantung di pepohonan. Beberapa ragam jenis kelelawar juga ditemukan dan salah satu jenis di
antaranya diduga sebagai jenis endemik Sulawesi.
Jenis aves yang paling unik adalah burung maleo (Macrosephalon maleo).
Burung maleo (Macrocephalon) adalah salah satu satwa endemik yang merupakan maskot kawasan ini. Burung ini sangat unik, ukuran badannya hampir sama dengan
ayam, bahkan telurnya 6 kali lebih berat telur ayam. Burung ini meletakkan telurnya
di dalam tanah atau pasir sedalam 30-40 cm di sekitar sumber air panas yang ada di
kawasan ini. Anak burung maleo yang baru berumur satu hari muncul dari dalam
tanah atau pasir. Burung maleo (macrocephalon) salah satu satwa khas (endemik)
yang merupakan maskot kawasan ini. Selain atraksi burung maleo, berbagai obyek
wisata lain yang ada di kawasan ini, yaitu: air terjun, sumber air panas, danau, dan
Gambar 2.6 . Mangga Duamayo
Jenis endemik lainnya adalah
julang sulawesi (Rhyticetos cassidix), burung berparuh besar yang memiliki
warna bulu hitam, ekor dan paruh kuning,
serta berjambul merah. Burung ini
termasuk bertubuh paling besar
dibandingkan dengan 54 jenis rangkong
yang tersebar di daerah tropis Asia dan
Afrika.
Lokasi TNBNW secara administatif, terletak di antara dua provinsi, yakni di
Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara dan di Kecamatan Suwawa
dan Bonepantai, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Secara keseluruhan
pengelolaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terdiri atas 3 Seksi yang
membawahi 11 Resort, dan khusus wilayah Gorontalo dikelola oleh Seksi Konservasi
Wilayah I Limboto yang terdiri atas : Resort Bone Pantai; Resort Bone; Resort
Bolango; Resort Tulabolo-Pinogu.
Curah hujan di kawasan TNBNW berkisar antara 1.700 hingga 2.200 mm/tahun
dan temperatur udara berkisar antara 21,5 °C hingga 31 °C. Di kawasan ini terjadi
musim penghujan antara bulan November hingga April, sedangkan musim kemarau
terjadi antara bulan April hingga November. Waktu baik untuk berkunjung ke
kawasan ini, yaitu bulan April sampai dengan September.
b. Kabupaten Gorontalo
Wilayah Kabupaten Gorontalo memiliki area berlereng datar hingga terjal,
dengan jenis penutup lahan berupa hutan, kebun campuran, semak, belukar, lahan
terbuka, permukiman, sawah, tubuh air dan rerumputan. Berbagai vegetasi yang
berada di wilayah provinsi sebagian besar dapat ditemukan di wilayah Kabupaten
Gorontalo. Contoh jenis-jenis flora penting, antara lain adalah sebagai berikut :
II- 15 -
2. Averrhoa Bilimbi L. (Oxalidaceae) atau Balimbing Botol, pohon
3. Mangifera Caesia (Anacardiaceae) atau Dulamayo, pohon, ditemukan di Kecamatan Tapa.
4. Nephelium Muabile (Sapindaceae) atau Rambutan Hutan, pohon, 5. Flacourtia Inermis (Flacourtiaceae) atau Lobe-lobe, pohon
6. Eugenia Densiflora (Myrtaceae) atau Molahengo, pohon 7. Antidesma Bunius (Euphorbiaceae) atau Takuti, pohon 8. Annona Squamosa (Annonaceae) atau Srikaya, pohon 9. Phyllanthus Acidus (Euphorbiaceae) atau Tili, pohon 10.Artocarpus Altilis (Moraceae) atau Amu, pohon 11.Zea Mays (Poaceae) atau Kikimoputio, herba
Danau Limboto merupakan danau yang terletak dalam DAS Limboto yang
merupakan salah satu DAS dalam Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone memiliki
keragaman hayati nyang tinggi. Ada 17 spesies ikan dari 12 famili, terdiri dari 9 jenis
ikan asli dan 8 jenis ikan introduksi yang terdapat di danau tersebut.
Produksi berbagai jenis ikan : Ikan Nila 66,2 ton/tahun, Ikan Mujair 31,4
ton/tahun, Ikan Payangga 18,3 ton/tahun, Ikan Manggabai 19,8 ton/tahun.
Permukaan perairan danau ditumbuhi enceng gondok dan rerumputan, yang terjadi
karena proses sedimentasi di dasar danau. Luas sebaran eceng gondok dan tanaman
lainnya mencapai sekitar 70 % dari luasan danau. Eceng gondok terdapat dibagian
tengah, barat, utara dan tenggara. Konsentrasi terbesar berada dibagian tengah.
Penyebaran eceng gondok dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi
oleh musim. Eceng gondok bergerak dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan.
c. Kabupaten Gorontalo Utara
Dilokasi ini juga terdapat pos pengamatan dan perlindungan jenis tumbuhan
dan hewan oleh dinas kehutanan. Pada lokasi ini ditemukan hampir 35 jenis pohon
dengan jenis pohon yang dominan adalah Nantu (Palaquium obtusifolium Burck), Cempaka, Meranti dan Pangi (Panggium edule Reinw). Beberapa flora dan fauna yang ditemukan disepanjang bantaran Sungai Buladu diantaranya ; 21 jenis pohon
diantaranya Bambu Biasa, Bambu kuning, Aren, Kelapa, Mangga, Sukun, Nangka,
Keanekaragaman hayati pantai untuk jenis manggrove di pantai utara yang
dominan adalah Rhizophora apiculata dan Aegiceras corniculatum. Di Kecamatan Anggrek, dilakukan penanaman magrove, jenis Rhizopora apiculata untuk mereboisasi kawasan pesisir. Di Pulau Payunga dan Pulau Saronde, ditemukan ada
beberapa jenis vegetasi lamun yang termasuk dalam kondisi yang sangat baik, yang
pada umumnya didominasi oleh Enhalus dan Thallasia. Di Pulau Saronde juga ditemukan jenis Cymodocea serrulata.
d. Kabupaten Boalemo
Kabupaten Boalemo memiliki Suaka Marga Satwa Nantu. Hutan Nantu sangat
penting bagi masyarakat Gorontalo sebagai daerah tangkapan air dan menjadi hulu
Sungai Paguyaman, salah satu sungai besar (panjang 99.3 km) di Sulawesi bagian
utara. Jenis tanaman pada bagian hulu sungai ini terdapat berbagai jenis
kayu-kayuan, diantaranya: agatis, nantu, jati, rotan, kelapa, bambu, pisang, mangga,
kemiri, kapuk, dan nangka.
Hutan Nantu merupakan habitat terbaik berbagai jenis satwa liar seperti
babirusa, anoa, Macaca heckii, tarsius dan lebih dari 90 jenis burung, termasuk 35
jenis yang endemik Sulawesi. Dalam Hutan Nantu terdapat kolam Adudu, mata air
panas asin mengandung belerang yang disukai berbagai jenis satwa liar, terutama
babi rusa. Menurut DR. Ir. Lynn Clayton, peneliti asal Inggris yang telah melakukan
penelitian di Hutan Nantu selama 20 tahun sejak tahun 1988, diperkirakan satwa
babirusa ke kolam untuk memperoleh berbagai mineral, melindungi perut mereka
agar tidak menjadi terlalu asam dan perlindungan dari racun yang ada di biji buah “Pangi”, salah satu makanan kesukaan babirusa. Babirusa dan satwa hutan Nantu sangat terancam oleh perdagangan daging hewan liar untuk dijual ke pasar-pasar di
Minahasa, Sulawesi Utara.
e. Kabupaten Pohuwato
Sungai Taluduyunu berada di desa Buntulia Selatan Kecamatan Marisa
Kabupaten Pohuwato. Sungai ini termasuk pada tipe subsekuen yang bersifat
Permanen berbentuk (U lebar) sampai (U) dengan pola aliran (Orientasi di Peta).
Kondisi fisik sungai Taluduyunu mempunyai tingkat kedalaman pada bagian hulu dan
hilir mencapai 100 cm, lebar sungai bagian hulu 90 m dan bagian hilir 20 m.
II- 17 -
cukup besar yang mengalir dari wilayah hulu 102,3 m3/detik bagian hilir 23,4
m3/detik.
Lokasi aliran sungai Taluduyunu lahan sudah di jadikan dialih fungsi menjadi
perkebunan jagung rakyat dan tanaman tebu oleh masyarakat. Jenis tanaman
pada bagian hulu masih terdapat kayu-kayuan seperti : Agatis, Nantu, Jati, dan
Rotan serta tanaman budidaya seperti kelapa, bambu, pisang, mangga, kemiri,
kapuk, dan nangka. Sedang jenis fauna yang terdapat dikawasan aliran Sungai
Taluduyunu seperti : Buaya, ular, rangkong, kelelawar, kera, babirusa, ayam hutan.
Wilayah pertambangan Gunung Pani berada pada Kawasan Cagar Alam Panua, yang
merupakan perlindungan burung maleo (panua). Kondisi di lapangan, kawasan bagian timur perbukitan Gunung Pani berupa hutan lebat, bagian barat sebagian
tertutup hutan, perladangan dan sebagian berupa pemukiman.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa Provinsi Gorontalo secara keseluruhan
kawasan hutannya menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan
yang cukup tinggi meskipun kawasan-kawasan tersebut pernah dieksploitasi oleh
perusahan kayu, namun kondisi vegetasi masih memungkinkan untuk proses
regenerasi alami sehingga tegakan hutan menjadi pulih kembali.
f. Kota Gorontalo
Jenis tanaman yang terdapat di kota Gorontalo menyebar di seluruh wilayah
kecamatan dengan jumlah bervariasi. Tumbuhan yang umum ditemukan adalah jenis
tanaman obat dan tanaman hias yang ditanam di pekarangan rumah atau di kebun.
Perkembangan Kota Gorontalo sebagai pusat kegiatan Jasa dan perdagangan
menyebabkan perubahan lahan-lahan terbuka hijau menjadi pemukiman,
perkantoran, hotel, dan tempat-tempat usaha. Pemukiman terbatas lahannya,
sehingga untuk memanfaatkan lahan pekarangan yang sempit, masyarakat menanam
tanaman berpohon kecil atau menanam pohon-pohon dalam pot. Jenis tumbuhan
yang banyak ditanam adalah tanaman obat, tanaman hias dan tanaman buah. Selain
dapat menciptakan suasana sejuk dan indah, juga berfungsi sebagai bahan-bahan
bumbu dapur dan obat alami.
Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan tanaman hias
merah, (Euphorbia pulcherrima), puring (Codiacum sp), soka (Ixora sp), tapak dara (Vinca rosea) dan lain-lain. Sedangkan tanaman buah diantaranya adalah mangga (Mangifera indica), alpokat (Porsea odoratum), jambu biji (Psidium guajava), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), nangka (Arthocarpus heterophylla), rambutan (Nephelium lappaceum), dan sawo kecik (Manikaya kauki).
Beberapa jenis tanaman ditanam untuk penghijauan kota dan tanaman hias
juga berfungsi sebagai paru-paru kota, misalnya akasia (Acasia sp), asam (Tamarindus indica), bungur (Lagerstromia sp), kembang kertas (Bougenvillea spectabilis), kelapa (Cocos nucifera), palm raja (Oreodoxa regia), angsana (Pterocarpus indicus), ketapang dan lain-lain.
Jenis pohon yang ditanam memiliki beberapa aspek (fungsi), misalnya
tanaman beraspek estetika seperti Jempiring (Gardena sp), Kembang kertas
(Bougenvillea spectabilis) , Varigata (Varigata sp), Glodog Tiang, Kelapa (Cocos nucifera) dan Puring Bangkok (Codiaeum sp), Palm raja (Oreodoxa regia), Anggrek Bandung, Kana Presiden, Sansivera dan lain-lain. Terdapat juga tanaman yang
memiliki aspek konservasi seperti Angsana (Pterocarpus indicus), Gendayaan, Spatudia, Mahoni (Sweitenia mahagoni), Kembang Kuning dan Ketapang.
Keanekaragaman hayati satwa daratan di wilayah Kota Gorontalo terdapat
spesies yang meliputi kelas amfibi, reptil, aves, dan mamalia. Spesies amfibi yang
ditemukan adalah Rana sp dan Bufo sp. Jenis reptil yang ditemukan meliputi biawak (Varanus salvator) ditemukan terutama di bagian utara Kota Gorontalo, bunglon (Bronchocela jubata), serta iguana (Iguana iguana) yang sudah jarang ditemukan, sementara jenis kadal (Mabouya multifasciata) dan tokek (Gecko gecko) masih sering dijumpai. Spesies reptil yaitu Kura-kura (Cuora amboinensis) dan Penyu (Chelonia
sp.) ditemukan di perairan Pantai Gorontalo meskipun sudah langka, sedangkan 4
jenis Ular (Lycodon aulicus, Ptyas karros, Acrochordus granulatus dan Cerberus rhynchops) dapat ditemukan di beberapa tempat.
Jenis unggas (Aves) yang dapat ditemukan di wilayah Kota Gorontalo
diantaranya ayam (Gallus gallus) dan bebek (Anas sp) yang cukup berlimpah, dipelihara penduduk dalam skala kecil atau peternakan karena nilai ekonomisnya
II- 19 -
Komunitas burung di wilayah Kota Gorontalo lebih didominansi oleh jenis-jenis
burung air, di antaranya: Pecuk-padi belang (Phalacrocorax melanoleucos), Pecuk ular asia (Anhinga melanogaster), Cangak abu (Ardea cinerea), Kuntul besar (Egretta alba), Kuntul perak (Egretta intermedia), Blekok sawah (Ardeola speciosa), Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Gajahan besar (Numenius arquata), Trinil semak (Tringa glareola) dan Raja udang erasia (Alcedo sp).
Jenis-jenis yang menyebar secara merata pada hampir seluruh kawasan
adalah dari famili Ardeidae seperti : Cangak laut (Ardea sumatrana), Cangak abu (Ardea cinerea), Cangak merah (Ardea purpurea), Kuntul besar (Egretta alba), Kuntul perak (Egretta intermedia), Blekok sawah (Ardeola speciosa), Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Gajahan besar (Numenius arquata), Raja udang biru (Alcedo coerulescens), Belibis kembang (Dendrocygna arcuata), dan Kakatua (Cacatua sp).
Keanekaragaman jenis burung di wilayah Kota Gorontalo, baik burung daratan
maupun burung air tergolong tinggi. Sedangkan dari keutuhan dan perkembangan
populasinya sudah menurun. Beberapa jenis burung sudah tidak muncul lagi pada
habitat yang diamati, yang ditemui pun populasinya juga sangat menurun.
Jenis mamalia terdiri dari hewan-hewan peliharaan di kawasan pemukiman,
hewan ternak yang dibudidayakan, maupun liar. Beberapa spesies mamalia seperti
Musang (Paradoxurus hermaphroditus) sudah jarang ditemukan.
Keragaman hayati tumbuhan perairan di wilayah Kota Gorontalo meliputi
vegetasi alga laut, dan lamun yang ditemukan di sepanjang wilayah lautan dan pesisir
pantai Kota Gorontalo. Vegetasi mangrove sudah tidak ditemukan akibat berubah jadi
pemukiman penduduk disepanjang pantai Kota Gorontalo.
Status sumber daya makro-alga yang ada di wilayah ini masih cukup baik, hal
ini disebabkan oleh tingkat eksploitasi terhadap sumber daya tersebut masih relatif
rendah. Jenis-jenis makro-alga tersebut banyak yang belum diteliti tentang fungsi
dan kegunaan sumber daya ini.
Keanekaragaman Hayati Ikan di Ekosistem Pesisir dan Lautan berupa Kerapu
lumpur (Eunephilus sp), Baronang (Siganus javus), Bandeng (Chanos chanos), dan Kakap (Lates calcarifer), serta beberapa jenis lain yang dikenal masyarakat Gorontalo sebagai ikan Bubara, layang, nike, kakap, cakalang, ekor kuning, tongkol
(a) (b)
Gambar.2.7. (a) Nike, ikan endemik gorontalo. (b) Nelayan menangkap
ikan nike di Teluk Gorontalo
Jenis ikan tawar yang dijumpai diantaranya banyak hidup di danau Limboto
seperti ikan nila, mujair, gabus, ikan mas, koan, kepiting dan udang serta jenis ikan
endemik danau Limboto seperti ikan payangga, huluu, dan ikan manggabai. Sebagian
jenis ikan-ikan air tawar ini juga hidup di sungai Bone, Sungai Bolango, dan Sungai
Tamalate yang melintasi Kota Gorontalo.
C. Air
Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apapun
juga. Tanpa air manusia, hewan dan tanaman tidak akan dapat hidup. Air terdapat di
Wilayah Sungai/WS atau DAS dan Cekungan Air Tanah (CAT). Air menjadi Isu dan
Indikator Utama Ekosistem DAS dengan jargon masalah Too Much, Too Little, dan Too Dirty. Dimana too much menyebabkan banjir, too little menimbulkan kekeringan, dan too dirty menimbulkan masalah pencemaran.
1. Sumberdaya Air Permukaan
Di Provinsi Gorontalo terdapat tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) utama,
masing-masing DAS Randangan, DAS Paguyaman dan DAS Limboto Bolango Bone. Di luar dari
ketiga DAS utama tersebut, juga ditemukan banyak DAS-DAS kecil lainnya yang
umumnya terdapat di hampir seluruh wilayah pegunungan di pinggiran kawasan
pantai. Air dari DAS-DAS kecil ini bermuara di Teluk Tomini untuk DAS di bagian
II- 21 -
Sungai-sungai kecil yang bermuara di utara antara lain S. Bulontio, S.
Boliohuto, S. Sumalata, S. Dulakapa, S. Buluto, S. Buluoka, S. Monano, S. Tolongio, S.
Ilangata, S. Kwandang dan S. Bubode. Sungai-sungai yang bermuara di selatan antara
lain S. Tamboo, S. Tombulilato, S. Sogisadaa, S. Taludaa, S. Sinabayuga, S. Potoila,
S. Bobaa, S. Tumbihe dan Sungai Tilamuta. Dua sungai kecil lainnya, yaitu S.
Taluhubongo dan S. Dutula Dua bermuara di Danau Limboto yang airnya selanjutnya
mengalirkan airnya ke Teluk Tomini.
Sungai-sungai kecil tersebut berasal dari jajaran Pegunungan Tilong Kabila,
Perantanan, Bone, dan Loba serta jajaran gunung-gunung lain yang tingginya
bervariasi dari 520 m (G. Pobolu) sampai 2.065 m (G. Boliohuto). Karena
kepentingannya yang sangat vital, berikut ini akan diuraikan lebih jauh ketiga DAS
utama di Provinsi Gorontalo.
1.1. Daerah Aliran Sungai Randangan
DAS ini melintasi Kecamatan Popayato, Marisa dan Paguat dan bermuara di
pantai Marisa. Luas DAS ini adalah sekitar 290.000 ha dengan panjang sungai utama
sekitar 115 km. Mayoritas (sekitar 80 %) dari wilayah DAS ini berada pada daerah
dengan topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan lereng > 40 %, sehingga
seyogyanya harus diperuntukkan sebagai kawasan lindung.
Oleh karena pola aliran sungai DAS ini adalah denritik dan pararel, air yang
dialirkan dengan cepat mencapai hilir. Akibatnya, wilayah hilir DAS menjadi rentan
banjir. Kerusakan lahan dan erosi di wilayah hulu, misalnya karena kegiatan
penambangan atau pertanian, akan menghasilkan tingkat sedimentasi yang tinggi di
wilayah hilir. Oleh karena itu, pengelolaan lahan dan kegiatan usaha di wilayah hulu
perlu dilakukan melalui program yang disusun berdasarkan perencanaan yang tepat
dan dilaksanakan dengan konsekwen.
Pengelolaan DAS Randangan secara tepat menjadi sangat penting karena tiga
alasan. Pertama, karena di wilayah hulu DAS terdapat sumber daya alam yang
potensial, khususnya untuk pertanian, peternakan dan pertambangan, yang bila
dikelola dengan tepat akan berguna bagi masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam
di wilayah hulu DAS, bila tidak dikelola dengan benar, akan memberi konflik bagi
kepentingan keberadaan DAS lainnya, termasuk resiko banjir dan sedimentasi. Kedua,
wilayah hilir DAS ini merupakan daerah potensial bagi pertanian dan perikanan.
Ketiga, DAS Randangan merupakan sumber air utama untuk mendukung berbagai
1.2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Paguyaman
DAS ini melintasi dua kabupaten, di bagian baratnya adalah wilayah
Kabupaten Boalemo, sedangkan disebelah timurnya Kabupaten Gorontalo. Adapun
wilayah yang dilewati adalah Kecamatan Tilamuta, Paguyaman, dan Tibawa,
kemudian bermuara di Teluk Paguyaman. DAS ini memiliki luas sekitar 250.000 ha.
Sungai utama DAS ini yang panjangnya sekitar 99,3 km. Sedikitnya 70 % dari wilayah
DAS mempunyai topografi bergunung sampai berbukit dengan kemiringan lereng > 40
%.
Dengan topografi berbukit dan pegunungan ini, sungai utama DAS Paguyaman
berbentuk lembah dalam, sehingga mampu menampung debit aliran air tinggi. Tidak
diperoleh data debit sungai di provinsi ini, tetapi berdasarkan hasil pengukuran oleh
PLN (1985) dan DPU (1987) Provinsi Sulut, Sungai Paguyaman adalah yang tertinggi
kecepatan arusnya (23,4 sampai sampai 63,4 m/detik) dengan kedalaman sungai
mencapai 76 cm (Tabel 4.2).
Dengan potensi seperti itu, Sungai Paguyaman dinilai memiliki produktivitas
air yang besar, sehingga dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertanian dan
kebutuhan lainnya. Namun, yang merisaukan adalah ada indikasi bahwa fluktuasi
debit tahunannya terus menjadi lebih besar, mengindikasikan proses degradasi lahan
di wilayah DAS ini yang terus berlangsung.
Potensi kerusakan DAS Paguyaman memang besar karena beberapa alasan.
Pertama, karena luas DAS yang besar, mencakup kawasan budidaya yang besar.
Kedua, topografi wilayah hulu DAS yang kondusif bagi proses erosi. Ketiga, konflik
pengelolaan di masa depan, karena wilayah DAS ini melintasi dua kabupaten
berbeda, walaupun mayoritas berada di Kabupaten Boalemo. Dengan demikian,
model pengelolaan DAS yang singkron dengan program pengembangan wilayah lintas
kabupaten perlu dirumuskan dengan baik.
1.3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolango -Bone
DAS Bolango-Bone sesungguhnya dibangun oleh dua DAS berbeda, DAS Bolango
dan DAS Bone, keduanya bermuara di Teluk Gorontalo. DAS Bone jauh lebih besar
dari pada DAS Bolango. Secara bersama-sama, DAS Bolango-Bone mempunyai luas
sekitar 265.000 ha dengan panjang sungai utama sekitar 100 km. Sama dengan kedua
DAS utama lainnya di Provinsi Gorontalo, DAS Bolango-Bone juga didominasi (80 %)
II- 23 -
proses degradasi yang cepat jika kawasan hulu dari catchment areanya dikelola
secara tidak tepat.
DAS ini sangat rentan terhadap banjir. Ini terlihat pada frekwensi banjir yang
terjadi di Kota Gorontalo. DAS Bolango-Bone (terutama DAS Bolango) memberi
kontribusi besar terhadap sedimentasi Danau Limboto yang saat ini lebih banyak
berbentuk daratan dari pada perairan, karena sebagian besar dari mangkuk danau
telah berubah menjadi daratan.
Hal yang menggembirakan adalah, kualitas air Sungai Bone yang masih tampak
jernih. Meskipun demikian, dari berbagai sumber, termasuk dari interpretasi gambar
citra landsat (rekaman Oktober 2000), diketahui bahwa sebagian dari kawasan DAS ini
telah mulai terbuka.
Danau Limboto merupakan bagian penting dari ekosistem perairan Kota
Gorontalo. Danau Limboto mempunyai banyak fungsi, seperti penyangga banjir
(terutama dari Sungai Bolango), menstabilkan suplai air tanah wilayah sekitar,
sumber perikanan air tawar, obyek wisata air, memberikan nilai estetika bagi kota
Gorontalo dan sarana pendidikan. Fungsi-fungsi ini telah berkurang drastis dan nyaris
hilang sama sekali.
Rusaknya lingkungan DAS Bolango dan daerah tangkapan di pinggiran danau di
kota Gorontalo merupakan penyebab utama pendangkalan dan penciutan areal
danau. Berdasarkan kenampakan fisik sungai-sungai yang bermuara ke danau, maka
sungai-sungai di bagian selatan (dengan topografi curam, lebih terganggu dan
berhubungan langsung dengan danau) diperkirakan memiliki sumbangan sedimentasi
lebih tinggi dibandingkan sungai-sungai bagian barat dan tengah. Penyuburan
perairan danau turut yang mendorong tumbuhnya gulma air mempercepat proses
pendangkalan danau.
Meskipun luas danau berkurang cepat dan sedimentasi berlangsung cepat,
fluktuasi kedalaman danau antara kedalaman maksimum dan minimum serta
kedalaman rata-rata tidak banyak berubah, khususnya antara periode 1988 sampai
1998. Data ini kontradiktif dengan kenyataan bahwa proses sedimentasi danau terus
berlangsung. Kemungkinan, pada lokasi tertentu dari danau (pada lokasi pengukuran
kedalaman) perubahan kedalaman danau tidak banyak mengalami perubahan.
Meskipun demikian, tetap tampak adanya kecenderungan peningkatan rasio
Berdasarkan pengukuran tahun 1995, rata-rata sedimen tersuspensi dalam
aliran rendah mencapai 8,2 ton/hari, sedangkan rata-rata sedimen tersuspensi dalam
aliran tinggi 5300 ton/hari. Debit inlet dalam periode aliran terendah (8 bulan)
adalah 2,8 m3/detik dan inlet dalam periode aliran tinggi (4 bulan ) sedikitnya 5,3
m3/detik. Dengan gambaran seperti itu, dan mengingat topografi lingkungan Danau
Limboto yang datar, maka dapat dipastikan bahwa laju sedimentasi dan
pendangkalan atau penciutan luas danau akan berlangsung dengan cepat.
Di samping DAS dan danau, Provinsi Gorontalo juga mempunyai banyak
jaringan irigasi yang terdistribusi di ketiga kabupaten. Di Kabupaten Gorontalo,
terdapat jaringan-jaringan irigasi Posso, Molalahu, Lomaya, Alo, Pilohayanga,
Huludupitango, Hunggalua, Pohu, Alale, Bongo, Tolinggula, Mohiolo dan Potanga. Di
Kabupaten Bualemo, terdapat jaringan irigasi Bunuyo, Bongotua, Karangetan,
Taluduyunu, Lemito, Randangan Kiri, Paguyaman Kiri, Marisa IV, Molosipat dan
Popayato.
Mengingat air sungai, danau, air tanah dan air hujan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat maka perlu diperhatikan pemanfaatan maupun pemeliharaannya. Hal ini
disebabkan karena untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu
tidaklah mudah karena tergantung pada banyak faktor penentu.
Walaupun penetapan standar air yang bersih tidak mudah, namun ada
kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi
didasarkan pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan
normal maka hal itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Saat ini
banyak keluhan dari masyarakat Gorontalo bahwa ada beberapa daerah yang
memiliki PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) ataupun Industri-industri yang
menimbulkan pencemaran di wilyah sungai. Untuk itu Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Gorontalo melakukan pemantauan terhadap kualitas air sungai, dan danau,
untuk air hujan dan air sumur saat ini belum ada pemantauan dari Dinas yang terkait.
Kualitas air sungai dan danau dapat di lihat pada tabel-tabel berikut. Saat ini
pemantauan kualitas air sungai hanya di 5 Lokasi yang dipantau yaitu: Sungai
II- 25 - a. Sungai Paguyaman
Sungai Paguyaman merupakan salah satu sungai besar diwilayah Propinsi
Gorontalo yang menjadi batas geografi antara dua kabupaten, yaitu kabupaten
Gorontalo dan kabupeten
Boalemo. Aliran Sungai
Paguyaman mencakup
beberapa daerah di
Gorontalo. Wilayah aliran
Sungai Paguyaman mencakup
Paguyaman, Boliyohuto,
Wonosari, Tibawa, Tilamuta,
Dulupi dan Mananggu dengan
total Panjang Sungai 99,3 km.
Gambar. 2.8. Peta Sungai Paguyaman.
Bagian hulu sungai ini terdapat di daerah kawasan hutan Nantu sebuah
kawasan hutan suaka alam serta bermuara di Teluk Tomini. Sungai ini selain
mengalirkan air dari arah barat, juga menerima debit tambahan dari beberapa
anak-anak sungai. Kondisi sempadan dan bantaran banyak digunakan masyarakat untuk
areal pemukiman dan perkebunan.
Kondisi fisik sungai Paguyaman berdasarkan hasil pengukuran menunjukan
bahwa tingkat kedalaman pada bagian hulu mencapai 70 cm dan bagian hilir 10 cm,
lebar sungai bagian hulu 12 m dan bagian hilir 19 m. Kecepatan arus 1,38 m3/detik
bagian hulu dan 0,79 m3/detik bagian hilir, Debit air cukup besar yang mengalir dari
wilayah hulu 25,9 m3/detik pada bagian hilir berkurang hingga 4,85 m3/detik.
Kualitas Air Sungai Paguyaman
Pemantauan Kualitas Air Sungai Paguyaman tahun 2011 bagian hulu, tengah
dan hilir dilakukan terhadap 17 parameter seperti disajikan dalam Tabel 2.5.
Berdasarkan data tersebut, bahwa kualitas air sungai Paguyaman Bagian Hulu
sudah tidak memenuhi syarat menurut kelas air karena beberapa parameter sudah
melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar TSS = 24 - 74 mg/L dengan
kadar coliform total 210.000 di bagian hulu dan >2.400.000 di bagian tengah dan
hilir. Kadar coliform ini melebihi syarat dengan baku mutu = 1000/ 100 ml.
Kadar oksigen terlarut, DO berkisar 5,7 – 5,8 mg/L, masih memenuhi syarat
yakni minimal 4 mg/L. Sementara itu kadar COD di hulu dan tengah 12.64 mg/L dan
di bagian hilir 18,96 mg/L dengan baku mutu 25 mg/L.
Nilai pH untuk semua titik pemantauan berkisar 7,5, nilai ini masih berada
dalam range pH yang dipersyaratkan dalam baku mutu yaitu 6 – 9. Konsentrasi
padatan terlarut atau TDS berkisar 99 – 103 mg/L masih berada dalam baku mutu
yaitu 1000 mg/L.
Pada bagian tengah dan hilir sungai Paguyaman terdapat kegiatan
Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) menggunakan merkuri dan sianida. Kadar
merkuri (Hg) di bagian hulu, tengah, maupun hilir masih berada dibawah baku mutu
yang dipersyaratkan yaitu sebesar <0,001 mg/L dengan baku mutu 0,002 mg/L.
Sedangkan kadar sianida baik di bagian hulu, tengah, maupun hilir masih dibawah
baku mutu yakni <0,01 mg/L dengan baku mutu 0,02 mg/L.
Kadar nitrat yang terdeteksi di semua titik pemantauan berkisar 0,48 – 0,59
mg/L, nilai ini masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 10 mg/L.
Nilai nitrat tertinggi di lokasi bagian hilir yaitu 0,59 mg/L.
Kadar nitrit, NO2- yang terukur dibagian hulu, tengah dan hilir yaitu <0,01
masih dibawah standar baku mutu yaitu 0,06 mg/L. Kadar amoniak, NH3 yang
ditemukan baik dibagian hulu, tengah maupun hilir masih dibawah standar yaitu
<0,001. Sementara baku mutu ammonia adalah 0,5 mg/L untuk air kelas II. Kadar
ammonia ini juga masih layak untuk syarat perikanan yang sensitif yaitu 0,02 mg/L.
Fosfat yang terdeteksi dihulu dan tengah 0,25 mg/L sudah melebihi baku
mutu 0,2 mg/L. Sedangkan di hilir 0,2 mg/L sudah berada dalam ambang batas baku
mutu.
Kandungan logam besi dan timbal yang diukur dalam air sungai Paguyaman
juga masih dibawah baku mutu. Untuk besi ditemukan <0,1 timbal <0,05 disemua
bagian aliran. Baku mutu untuk besi 0,3 mg/L dan 0,03 mg/L untuk timbal.
II- 27 -
Status Mutu Air Sungai Paguyaman hasil pemantauan pada tahun 2011 pada
bagian Hulu, Tengah dan Hilir disajikan pada Tabel 2.8.
Table 2.5 Status Mutu Air Sungai Paguyaman No Lokasi
Sampling
Status Mutu
Kelas 1 Kelas 2
1 Bagian Hulu CEMAR RINGAN CEMAR RINGAN 2 Bagian Tengah CEMAR RINGAN CEMAR RINGAN
3 Bagian Hilir CEMAR SEDANG CEMAR RINGAN
Sumber: Hasil Analisis Balihristi Provinsi Gorontalo, 2011
Sungai ini telah mengalami sedimentasi akibat berbagai kegiatan di segmen
hulu seperti peladangan yang berpindah-pindah, padatnya pemukiman di daerah
sempadan sungai menyebabkan peningkatan volume limbah domestik ke sungai
melalui aliran permukaan. Di sekitar Sempadan Sungai Paguyaman terdapat Pabrik
Gula dan kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) Buladu yang limbahnya
masuk ke Sungai Totopo dan Sungai Totopo akan bermuara ke Sungai Paguyaman dan
selanjutnya akan bermuara ke Teluk Tomini.
Hasil penelitian Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah (Balitbangpedalda) Propinsi Gorontalo pada Tahun 2005
menyimpulkan bahwa Sungai Tatopo di Bumela telah tercemar logam berat Merkuri
(Hg) yang diakibatkan oleh kegiatan PETI. Kandungan Merkuri pada sampel air
mencapai 0,010 mg/l. Angka ini melebihi ambang batas kandungan Merkuri yang
dipersyaratkan pada PP 82 diakibatkan oleh kegiatan PETI. Kandungan Merkuri pada
sampel air mencapai 0,002 mg/l. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pusat Studi
Lingkungan Hidup (PSLH) Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun 2006 menyimpulkan
bahwa 2 (dua) sungai lainnya di Propinsi Gorontalo, yaitu: Sungai Motomboto dan
Mopuya di Kecamatan Suwawa dan Bone Pante juga telah tercemar logam Merkuri /
air raksa (Hg).
Berdasarkan hasil pemantauan bahwa kualitas Limbah Cair Pabrik Gula PT.
Tolangohula tahun 2007 menunjukkan bahwa kualitas air limbah sebelum dibuang ke
Sungai Paguyaman sudah memenuhi syarat, walaupun beberapa parameter hampir
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan pendangkalan
sungai diantaranya konservasi dan pemulihan kualitas lingkungan ekosistem sungai
untuk mengurangii sedimentasi yang ditimbulkan. Kegiatan lainnya;
Rehabilitasi hutan dan lahan di daerah kawasan hulu Sungai Paguyaman baik flora
maupun fauna.
Penghijauan di daerah kawasan bantaran sungai.
Pengendalian pencemaran dengan melarang masyarakat penambangan illegal. Membangun pos penjagaan di desa Pangea untuk menjaga aktifitas kayu dan rotan
secara illegal.
Peningkatan peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan sungai terutama bagian hulu.
Memberikan bantuan bibit tanaman kepada masyarakat dan
Pengawasan ketat dengan melibatkan aparat keamanan dan masyarakat
b. Sungai Bone
Sungai Bone melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo
mempunyai panjang 119,13 km yang. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen
dengan bentuk linier dan termasuk dalam kawasan DAS Bolango. Kondisi sempadan
Sungai Bone bervariasi, Pada Bagian hulu sempadan sungai dalam kondisi sehat, arus
air cukup deras dan berpotensi terjadinya infiltrasi dan ruang gerak air secara
lateral. Sebaliknya, pada bagian Tengah dan Hilir kondisi sempadan sungai tidak
sehat, tebing sungai rapuh, kondisi penampang sungai melebar, erosi relatif
horisontal dan sering terjadinya Chanel bar yang cukup luas sehingga berpotensi
terjadinya banjir.
Gambar 2.9 Peta Sungai Bone
Kondisi biofisik Sungai Bone
Berdasarkan hasil
pengukuran tingkat kedalaman
pada bagian hulu mencapai 50 cm
dan bagian hilir 10 cm, lebar sungai
bagian hulu 9,90 m dan bagian hilir
II- 29 -
m/detik bagian hulu dan 0,95 m/detik bagian hilir.
Kulitas Air Sungai Bone
Kualitas air sungai Bone bagian hulu tidak memenuhi syarat karena beberapa
parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar BOD = 5,06
mg/L dengan baku mutu 3 mg/l, Timbal = 34,9 mg/L dengan baku mutu 0,03 mg/L,
Total Coliform = >2.400.000/100 mL dengan baku mutu 5.000/100 mL dan Coli Tinja
= 4.300/100 mL dengan baku mutu 1.000/100 mL.
Berdasarkan data pemantauan tersebut kualitas air Sungai Bone bagian tengah
tidak memenuhi syarat karena beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang
dipersyaratkan, seperti kadar BOD = 5,98 mg/l dengan baku mutu 3 mg/L, Total
Coliform = 460.000 mL/100 dengan baku mutu 5.000/100 mL.
Kualitas air Sungai Bone bagian hilir juga tidak memenuhi syarat karena
beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar
BOD = 6,32 mg/L dengan baku mutu 3 mg/L dan Total Coliform = 1.100.000 mL/100
dengan baku mutu 5.000/100 ml.
Sedangkan secara umum nilai parameter yang diukur umumnya bervariasi
antar ketiga bagian aliran. Nilai pH untuk semua titik pemantauan berkisar 7.5 – 7.9,
nilai ini masih berada dalam range pH yang dipersyaratkan dalam baku mutu yaitu 6– 9.
Konsentrasi TSS pada pemantauan ini berkisar 1.48 di bagian hulu dan bagian
tengah, serta di bagian hilir 36 mg/L. Nilai ini masih dalam batas baku mutu yang
dipersyaratkan yaitu 50 mg/L. Sementara itu nilai TDS berkisar 1.05 mg/L di bagian
hulu dan tengah dan 80,5 mg/L di bagain hilir. Nilai TDS ini masih di bawah baku
mutu 1000 mg/L.
Konsentrasi BOD terdeteksi di semua titik pemantauan berkisar 5.06 – 6,32
mg/L, BOD tertinggi berada di lokasi bagian, namun secara keseluruhan nilai ini
sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 3 mg/L. Nilai COD terdeteksi
disemua titik berkisar antara 12,64 – 15,80 mg/L, nilai ini masih berada dibawah baku
mutu yang dipersyaratkan yaitu maksimal 25 mg/L.
Kadar nitrat terdeteksi di semua titik pemantauan berkisar 0,48 – 0,59 mg/L.