• Tidak ada hasil yang ditemukan

11e6c5b9a121e3c0b718313430363134

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "11e6c5b9a121e3c0b718313430363134"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2011

TENTANG

KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan

Nomor 2 Tahun 2007 telah ditetapkan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;

b. bahwa sehubungan dengan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2007 sebagaimana tersebut pada huruf a sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan organisasi, perlu untuk melakukan penyempurnaan atas Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

(2)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA

KEUANGAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.

5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK.

7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman.

(3)

9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai.

10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.

11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas.

12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.

BAB II

TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara.

Pasal 3

Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya.

BAB III KODE ETIK

Pasal 4

(1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari.

(2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.

Pasal 5

(4)

dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara.

BAB IV

IMPLEMENTASI KODE ETIK

Bagian Kesatu

Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota Masyarakat

Pasal 6

(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:

a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia; b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat; c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan

d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. (2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:

a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;

b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat; c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang

lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan

d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.

Bagian Kedua

Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga Negara

Pasal 7

(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:

a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

(5)

(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:

a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan

b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.

Bagian Ketiga

Anggota BPK selaku Pejabat Negara

Pasal 8

(1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib:

a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;

b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;

c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

d. menghindari terjadinya benturan kepentingan;

e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan; f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan

g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

(2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang:

a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK; e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses

penyelesaian kepada pihak lain di luar BPK;

f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;

g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan; dan

(6)

saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.

Bagian Keempat

Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara

Pasal 9

(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib:

a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;

b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;

c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;

d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya benturan kepentingan;

e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Pimpinan BPK;

f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan;

g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;

h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan

i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.

(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik

langsung maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;

b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya;

c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;

(7)

g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatannya dibiayai anggaran negara;

h. memberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa;

j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;

k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua) tahun terakhir;

l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;

m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;

n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan

o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.

BAB V

HUKUMAN KODE ETIK

Bagian Kesatu

Tingkat dan Jenis Hukuman

Pasal 10

(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa: a. peringatan tertulis; atau

b. pemberhentian dari keanggotaan BPK.

(2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK.

(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:

(8)

b. hukuman sedang yang terdiri dari:

1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;

2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau 3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; c. hukuman berat yang terdiri dari:

1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 5 (lima) tahun; atau

2. diberhentikan sebagai Pemeriksa.

(4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima.

(5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.

Bagian Kedua

Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK

Pasal 11

(1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman peringatan tertulis.

(2) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK.

Bagian Ketiga

Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya

Pasal 12

(9)

Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja, maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis.

(2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman sedang.

(3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat.

Pasal 13

Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 14

Untuk menegakkan Kode Etik, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai berikut:

a. Peraturan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan

b. Keputusan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

(1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang diterima sebelum Peraturan ini ditetapkan dan belum diproses, penyelesaiannya berdasarkan peraturan ini.

(10)

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 17

Peraturan BPK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal 7 Oktober 2011 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

WAKIL KETUA, KETUA,

HERMAN WIDYANANDA

ANGGOTA,

MOERMAHADI SOERJA DJANEGARA

HADI POERNOMO

ANGGOTA,

(11)

ANGGOTA,

HASAN BISRI ANGGOTA,

SAPTO AMAL DAMANDARI

ANGGOTA,

ALI MASYKUR MUSA ANGGOTA,

RIZAL DJALIL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 98 Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 7 Oktober 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

(12)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR .... TAHUN 2011

TENTANG

KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

I. UMUM

Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satunya lembaga negara yang bertugas dan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, undang-undang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan untuk menyusun perencanaan dan kebebasan untuk melaksanakan dan melaporkan hasil pemeriksaan, sedangkan kemandirian mencakup ketersediaan sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.

Dalam rangka mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, BPK memerlukan nilai-nilai dasar yang meliputi Integritas, Independensi, dan Profesionalisme sebagai Kode Etik BPK yang berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya. Kode Etik sebagai nilai-nilai dasar merupakan pedoman untuk diinternalisasikan dalam setiap pribadi pejabat/aparatur negara dan diimplementasikan dalam perilaku kehidupan sehari-hari, selaku makhluk individu/anggota masyarakat, selaku warga negara, dan selaku pejabat/aparatur negara yang harus dipahami, diamalkan, dan diwujudkan dalam sikap, perkataan, dan perbuatan untuk diarahkan kepada terciptanya pejabat/aparatur negara yang etis, bermoral, berdisiplin, profesional, produktif, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang bermutu bagi penyempurnaan tata kelola keuangan negara yang lebih baik dan sekaligus untuk memantapkan dan memelihara persatuan bangsa dan menjaga integritas nasional secara lestari.

Kode Etik bukan bersifat normatif, tetapi merupakan nilai-nilai dasar. Dalam pelaksanaan keputusannya, dapat dilihat apakah perbuatan tersebut termasuk kepada pelanggaran atau tidak, namun tidak terbatas pada kewajiban dan larangan yang tercantum dalam peraturan ini.

Adapun yang menjadi sasaran dalam menerapkan nilai-nilai dasar:

(13)

nilai-nilai Pancasila, agama, etika, dan peraturan perundang-undangan serta hasil pemeriksaan yang sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.

2. Memperbaiki persepsi, pola pikir, dan, perilaku yang menyimpang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, dan sekaligus untuk mempercepat pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

3. Meningkatkan keahlian dan keterampilan melalui forum-forum profesional, agar lebih peka, kreatif, dan dinamis untuk memperbaiki kinerja secara berkesinambungan.

4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap citra dan hasil pemeriksaan BPK.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan kegiatan politik praktis adalah memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

a. ikut serta sebagai pelaksana/peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut Pegawai Negeri Sipil (PNS);

(14)

c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; d. mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap

pasangan calon peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau

e. memberikan dukungan kepada calon peserta pemilu dengan cara lisan atau tulisan baik melalui media cetak maupun elektronik. Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 7 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8 Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan golongan adalah kelompok (orang), perkumpulan, organisasi masyarakat, puak, suku, alumni, keluarga sampai semenda garis ketiga.

Huruf d

Yang dimaksud dengan benturan kepentingan yaitu suatu kegiatan yang dihadapkan dalam dua hal yang saling berkepentingan yang menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak misalnya pemeriksaan yang dilakukan terhadap teman, dan/atau keluarga semenda.

Huruf e

(15)

Cukup jelas Huruf g

Yang dimaksud dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan asistensi dan jasa konsultasi adalah memberikan bantuan kepada pihak yang diperiksa, seperti membantu menyusun dan/atau mereview laporan keuangan, sistem administrasi keuangan/barang, prosedur operasi standar, dan menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

(16)

Cukup jelas.

Yang dimaksud dengan asistensi dan jasa konsultasi adalah memberikan bantuan kepada pihak yang diperiksa, seperti membantu menyusun dan/atau mereview laporan keuangan, sistem administrasi keuangan, prosedur operasi standar, dan menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan, serta memberikan bimbingan teknis, dan sosialisasi yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Huruf i

Yang dimaksud dengan diskusi di luar kantor BPK atau di luar kantor atau area kegiatan, misalnya di hotel, di restoran, di lapangan olah raga, dan di tempat hiburan lainnya. Kegiatan diskusi dapat dilakukan di ruang pertemuan hotel berdasarkan izin dari Pimpinan BPK.

Yang dimaksud area kegiatan adalah tempat pelaksanaan kegiatan obyek yang diperiksa pada saat pemeriksaan, misalnya jalan, jembatan, tempat pengeboran, hutan.

(17)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 11 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 12 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sebagai habitat bidara laut di Bali (Gambar 2). Masing-masing tanaman contoh digali dan diekspose

Prototipe peringatan dini luas serangan WBC dibuat secara spasial pada skala kecamatan untuk tiga kabupaten, yaitu : Karawang, Subang, dan Indramayu. Sistem peringatan dini

Tujuan khusus dari kegiatan PTS ini adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran siswa Sekolah Dasar Negeri 162/VIII Sumber Agung , meningkatkan minat belajar siswa Sekolah Dasar

Membangun aparatur sipil Negara pemerintah provinsi Riau yang berlandaskan prinsip, nilai dasar, dan kode etik ASN melalui pengelolaan manajemen apartur sipil negara yang

Pembentukan nilai-nilai dasar etika publik pada peserta Diklat melalui pembelajaran kode etik dan perilaku pejabat publik, bentuk-bentuk kode etik, penerapan kode.

Dari 20 data yang penulis gunakaan, Tirto.id cenderung menampilkan representasi negatif dari Anies-Sandi dan representasi positif dari Ahok-Djarot dengan memanfaatkan

Menurut Mangkunegara dalam Edy (2008) bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

Pada penelitian ini dibuat LiFePO4 menggunakan metode hidrotermal, yaitu metode yang dilakukan dengan proses kimia yang terjadi pada larutan dengan temperatur di