• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAHPROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT (SATKER 05)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAHPROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT (SATKER 05)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAHPROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

PENYAKIT (SATKER 05)

DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT

(2)
(3)

Laporan Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (LAKIP) Bidang Pencegahan

dan Pengendalian

Dinas

Kesehatan

Provinsi

Kalimantan

Barat

disusun

untuk memenuhi Instruksi Presiden

Rl Nomor

7

Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah. Penyusunan LAKIP

ini

berpedoman kepada Peraturan Menteri PAN/RB

no

12

Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi

atas

lmplementasi Sistem Akuntabilitas lnstansi Pemerintah

dan

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi

Birokrasi Nomor

53

Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja

dan Tata Cara

Reviu

Atas

Laporan Kinerja lnstansi Pemerintah.

Tujuan dari penyusunan LAKIP adalah melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan

dan

program

kerja yang

diselenggarakan

sebagai

wujud

pertanggungjawaban pelaksanaan

tugas dan

fungsi

serta

kewenangan

dan

kebijakan dalam mencapai

tujuan yang

telah

ditetapkan.

Selain

itu

laporan

ini

disusun dalam

rangka menyampaikan hasil evaluasi dan analisis realisasi kinerja kegiatan dari pelaksanaan kebijakan

dan

program Bidang

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan

Provinsi

Kalimantan

Barat serta

hambatan

dan

permasalahan yang dihadapi dalam Tahun Anggaran 2019.

Penyusunan LAKIP ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas publik.

20 Februari 2020 Kesehatan Provinsi Barat

M.Kes

998031007

i

Laporan Kinerja Dinas Kesehatan ProvinsiKalimantan Barat (Dana Dekonsentrasi05) Tahun 2019

(4)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan berisi pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah dalam mencapai tujuan/sasaran strategis. Pencapaian sasaran menyajikan informasi tentang : pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi, penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja dan perbandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan.

Secara garis besar Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat telah berhasil melaksanakan tugas pokok, fungsi dan misi yang diembannya dalam pencapaian kinerja tahun 2019 dengan capaian rata-rata sasaran strategis sebesar 65,7% persen, meskipun di satu sisi ada yang melebihi target dan ada yang tidak mencapai target yang direncanakan.

Walau pencapaian Penetapan Kinerja Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat sudah dianggap cukup baik, namun dalam pelaksanaannya masih dirasakan ada beberapa hal belum sesuai dengan harapan. Perencanaan yang kurang matang dalam mengimplementasikan rencana kerja merupakan salah satu permasalahan yang mengakibatkan salah satu target penetapan kinerja tidak tercapai. Pencapaian sasaran strategis Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat harus ditingkatkan untuk tahun anggaran selanjutnya, sehingga beberapa perbaikan dan tindak lanjut mutlak diperlukan. Keberhasilan pencapaian target sendiri disamping ditentukan oleh kinerja faktor internal juga ditentukan oleh dukungan eksternal, seperti kerjasama dengan unit-unit lain di lingkungan DInas Keseshatan Provinsi sera institusi terkait lainnya. Semoga ke depannya, kinerja Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang sudah relatif baik ini dapat terus dipertahankan dan dapat memberikan dampak yang signifikan dalam rangka menurunnya angka kesakitan dan angka kematian penyakit menular dan tidak menular serta meningkatkan kesehatan jiawa.

(5)

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.

RINGKASAN EKSEKUTIF ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Visi dan Misi ... 3

1.3 Tugas Pokok dan Fungsi ... 6

1.4 Sumber Daya Manusia ... 8

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA ... 11

2.1 Perencanaan Kinerja ... 11

2.2 Perjanjian Kinerja ... 12

BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA ... 15

3.1 Capaian kinerja... 15

3.2 Realisasi Anggaran ... 59

BAB 4 PENUTUP ... 64

4.1 Kesimpulan ... 64

(6)

Tabel 0.2 Tabel dan Target Indikator Kegiatan 12 Tabel 3.2.1 Tabel Realisasi Anggaran Dekonsentrasi Satker Dinas Kesehatan

(7)

Gambar 1.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat 7 Grafik 1.4.a Distribusi Pegawai Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat Berdasarkan Pendidikan Tahun 2019 8 Grafik 1.4.b Distribusi Pegawai Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat Berdasarkan Jabatan fungsional Tahun 2019 9 Grafik 3.1.1 Persentase anak usia 0 – 11 bulan yang mendapatkan imunisasi

dasar lengkap Tahun 2019 15

Grafik 3.1.2 Persentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewaspadaan dini Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB di kabupaten/ Kota tahun 2019 18 Grafik 3.1.3 Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan

dan pengendalian penyakit lnfeksi Emerging tahun 2019 20 Grafik 3.1.4 Jumlah kab/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang

berpotensi wabah Tahun 2019 21

Grafik 3.1.5 Persentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar

Tahun 2019 23

Grafik 3.1.6 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang melakukan

POPM Tahun 2019 27

Grafik 3.1.7 Jumlah Kabupaten/ Kota intervensi stunting yang melakukan POPM Cacingan dengan cakupan >= 75% dari sasaran minum

obat Tahun 2019 30

Grafik 3.1.8 Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar Tahun

2019 33

Grafik 3.1.9 Persentase kasus HIV yang diobati Tahun 2019 37 Grafik 3.1.10 Persentase Kabupaten/Kota yang 50% Puskesmasnya

melakukan tatalaksana standar Pneumonia Tahun 2019 40 Grafik 3.1.11 Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kegiatan deteksi

dini Hepatitis B dan C pada kelompok berisiko Tahun 2019 42 Grafik 3.1.12 Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM

terpadu Tahun 2019 45

Grafik 3.1.13 Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM Tahun 2019 47

(8)

kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50

tahun Tahun 2019 49

Grafik 3.1.16 Persentase Kabupaten/ Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah Tahun 2019 52 Grafik 3.1.17 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya

pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di lnstitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Tahun 2019 54 Grafik 3.1.18 Persentase layanan dukungan manajemen dan pelaporan satker

(9)

Perjanjian Kinerja TA 2019

Screenshot E – Monev DJA Tahun 2019 Tabel E – Performance Tahun 2019

(10)
(11)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran yang akan dicapai dalam Program Indonesia Sehat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 (RPJMN 2015-2019) adalah: 1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; 2) meningkatnya pengendalian penyakit; 3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan. Program Indonesia Sehat dilaksanakan melalui Pendekatan Keluarga dan GERMAS.

RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) telah menyusun Rencana Aksi Program P2P tahun 2015 – 2019 yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen P2P termasuk langkah-langkah antisipasi tantangan program selama lima tahun mendatang. Dalam perkembangannya Renstra yang telah disusun memerlukan penyesuaian terkait dengan GERMAS, PIS PK dan SPM sehingga pada tahun 2018 dilakukan revisi Renstra Kementerian Kesehatan dengan nomor HK.01.07/MENKES/422/2017. Sesuai amanat Menteri Kesehatan, dengan diterbitkannya Renstra Revisi, maka unit utama harus menjabarkan dalam Rencana Aksi Program Direktorat Jenderal P2P. Pada revisi RAP Ditjen P2P Tahun 2018 terjadi perubahan indikator dan telah dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

(12)

Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018-2023 telah ditetapkan isu – isu strategis pelayanan perangkat daerah adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan status gizi balita, penurunan angka kematian ibu dan bayi serta pengendalian penyakit menular dan tidak menular.

2. Meningkatkan mutu upaya pelayanan kesehatan.

3. Mewujudkan kemandirian dan peran serta masyarakat dengan menitik beratkan pada upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) melalui gerakan masyarakat hidup sehat.

Dalam melaksanakan Rencana Pembangunan jangka menengah bidang kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat tidak terlepas dari adanya kebijakan dan isu isu strategis yang telah tertuang dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015), yang selanjut dijabarkan dalam isu – isu strategis pelayanan perangkat daerah pada Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018 – 2023.

Dilihat dari isu – isu diatas, Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengambil tempat disemua isu – isu strategis tersebut diatas dengan program – program atau kegiatan – kegiatan antara lain:

1. Imunisasi rutin dan lengkap serta program Bulan Imunisasi Anak Sekolah. 2. Program desa UCI.

3. Sistem kewaspadaan dini.

4. Program deteksi dini triple eliminasi pada ibu hamil.

5. Pemberian HB 0 dan Hepatitis B Imunoglobulin pada bayi baru lahir. 6. Program Peran Serta Masyarakat dalam PSN DBD

7. Menyiapkan Unit Layanan TB di fasyankes, termasuk akses pelayanan laboratorium.

8. Gerakan TOSS TB

9. Tatalaksana Pneumonia Balita melalui pendekatan MTBS di Puskesmas 10. Intensifikasi penemuan kasus kusta (termasuk Penemuan kasus secara dini

dengan Pendekatan Keluarga).

(13)

13. Program Posbindu di Desa dan Puskesmas 14. Program PANDU PTM pada Puskesmas

15. Gerakan Deteksi Dini Faktor Risiko PTM oleh Kader bersama Puskesmas 16. Gerakan CERDIK

17. Deteksi dini Gangguan Jiwa di Fasyankes Tingkat Pertama 18. Kegiatan bersih – bersih telingan pada anak sekolah

Laporan kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat atas pelaksanaan tugas dan fungsi selama Tahun 2018. Disamping itu, laporan kinerja ini merupakan pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan terkait, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Pemerintah. Laporan kinerja ini juga sekaligus menjadi alat atau bahan evaluasi guna peningkatan kinerja Kementerian Kesehatan di masa depan.

1.2. Visi dan Misi

Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 mengikuti Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini dilaksanakan melalui 7 misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

(14)

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin diwujudkan yakni:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Kementerian Kesehatan mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya seluruh Nawa Cita terutama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Terdapat dua tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan (life

cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal,

(15)

Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau

outcome) dalam peningkatan status kesehatan masyarakat melalui indikator yang

akan dicapai yakni sebagai berikut:

1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010), 346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).

2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.

4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.

5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.

Peran Ditjen P2P dalam mendukung pencapaian indikator Kementerian Kesehatan yakni menyelenggarakan pencegahan dan pengendalian peyakit secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui kegiatan surveilans dan karantina kesehatan, pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung, pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program P2P.

Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat secara terus menerus mengembangkan peluang dan inovasi agar tetap eksis dan unggul dengan senantiasa mengupayakan perubahan ke arah perbaikan. Perubahan tersebut harus disusun dalam tahapan yang terencana, konsisten dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil (outcomes). Untuk memenuhi harapan tersebut, maka Visi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat adalah “Mewujudkan Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat”.

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dalam penetapan misinya, telah mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi, keinginan dan harapan pelanggan dan stakeholders, serta permasalahan yang akan

(16)

dihadapi/ditangani sehubungan dengan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Karena itu, misi yang telah ditetapkan memungkinkan untuk dilakukan perubahan dan penyesuaian sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan yang signifikan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi, menetapkan Misi sebagai berikut :

1. Terbinanya Keluarga Sehat, Mandiri dan Sadar Gizi Yang Ditunjang Oleh Perilaku Hidup Bersih Sehat.

2. Membuat Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat dan Mandiri di Bidang Kesehatan dengan Pencegahan Penyakit serta Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

3. Meningkatkan Upaya Pelayanan Kesehatan, Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Yang Optimal, Bermutu dan Terjangkau Serta Meningkatnya Upaya Penanggulangan Bencana Bidang.

4. Memantapkan Sumber Daya dan Informasi Kesehatan.

5. Mewujudkan kapasitas Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang Professional.

1.3. Tugas Pokok dan Fungsi

1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi

Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 99 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Kesehatan mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan di bidang kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi: (a) Perumusan program kerja di bidang kesehatan, (b) Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan dan sumber

(17)

daya kesehatan; (d) Pengkoordinasian dan pembinaan teknis di bidang kesehatan; (e) Penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan; (f) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan; (g) Pelaksanaan administrasi Dinas Kesehatan; (h) Pelaksanaan fungsi lain dan tugas pembantuan yang diberikan oleh Gubernur di bidang kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan. 2. Struktur Organisasi.

Struktur organisasi dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 99 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

Gambar 1.3. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

(18)

1.4. Sumber Daya Manusia

Pada tahun 2018, jumlah pegawai di Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dengan distribusi pegawai di seksi surveilans dan imunisasi 7 orang, seksi pengendalian penyakit 8 orang, dan seksi penyakit tidak menular dan keswa 11 orang.

a. Grafik Distribusi Pegawai berdasarkan pendidikan

Sumber: Sub Bagian Umum dan Aparatur

Pejabat struktural dan pegawai pada Bidang P2P sejumlah 30 Orang dengan rincian 1 orang Kepala Bidang, 3 orang Kepala Seksi dan 26 orang staf. Distribusi pegawai berdasarkan pendidikan di Bidang P2P antara lain jenjang S2 sebesar 23% (7 orang), S1 sebesar 37% (11 orang), Diploma IV sebesar 3% (1 orang), Diploma III sebesar 20% (6 orang), Diploma I sebesar 3% (1 orang), SLTA/ sederajat sebesar 7% (2 orang) dan SLTP/ sederajat (2 orang). 23% 37% 3% 20% 3% 7% 7%

Grafik 1.4.a. Distribusi Pegawai Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan

Pendidikan Tahun 2019

Pasca Sarjana (S2) Sarjana (S1) Diploma IV

Diploma III Diploma I SLTA/ Sederajat

(19)

b. Grafik Distribusi Pegawai berdasarkan jabatan fungsional.

Sumber: Sub Bagian Umum dan Aparatur

Dari 30 orang staf yang berada di lingkup Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, ada sebesar 25% (1 orang) yang memegang Jabatan Fungsional Epidemiologi, Jabatan Fungsional Sanitarian sebesar 25% (1 orang) dan Jabatan Fungsional Umum sebesar 50%.

1.5. Sistematika Penulisan

1. Bab I Pendahuluan

Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic

issue) yang sedang dihadapi organisasi.

2. Bab II Perencanaan Kinerja

Bab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2018.

25%

25% 50%

Grafik 1.4.b. Distribusi Pegawai Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan

Jabatan fungsional Tahun 2019

(20)

3. Bab III Akuntabilitas Kinerja a. Capaian Kinerja Organisasi

Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.

b. Realisasi Anggaran

Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan dan telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja

4. Bab IV Penutup

Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

(21)

PERENCANAAN KINERJA

2.1. Perencanaan Kinerja

Perencanaan kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) perencanaan kinerja instansi pemerintah terdiri atas tiga instrumen yaitu Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan perencanaan 5 tahunan, Rencana Kerja (Renja), dan Perjanjian Kinerja (PK). Perencanaan 5 tahunan Ditjen P2P tahun 2018 mengacu kepada dokumen Rencana Aksi Program Ditjen P2P Tahun 2015-2019 yang telah dilakukan revisi pada bulan Desember 2017 dan ditetapkan pada tahun 2018, sehingga untuk Laporan Kinerja Tahun 2018 akan menggunakan indikator yang tertera pada RAP revisi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019.

Rencana Aksi Kegiatan Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengacu pada RAP revisi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019 dengan indikator:

1. Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap

2. Persentase respon penanggulangan terhadap sinyal kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB

3. Jumlah Kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging

4. Persentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar

5. Persentase kabupaten/kota melaksanakan deteksi dini Hepatitis (DDH) pada ibu hamil dan kelompok berisiko

6. Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah

7. Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan kenker leher rahim pada perempuan usia 30 - 50 tahun

8. Jumlah pelayanan kesehatan sebagai institusi penerima wajib lapor (IPWL) yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan rehabilitasi medis pada penyalahgunaan NAPZA

(22)

9. Persentase layanan dukungan manajemen dan pelaporan satker dekonsentrasi

2.2. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja Dinas Kesehatan Provinsi dengan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit merupakan dokumen pernyataan dan kesepakatan kinerja antara Dinas Kesehatan Provinsi dengan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Ditjen P2P pada akhir Tahun 2019. Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi disusun berdasarkan pada indikator yang tertuang dalam RAK dan Renja serta telah mendapat persetujuan anggaran. Target-target kinerja sasaran kegiatan yang ingin dicapai Dinas Kesehatan Provinsi dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2019 adalah sebagai berikut :

Tabel 0.2. Tabel dan Target Indikator Kegiatan

No Sasaran Program Indikator Target

1 Menurunkan angka kesakitan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, peningkatan surveilans dan karantina kesehatan

Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap

93%

2 Persentase respon penanggulangan

terhadap sinyal kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB

80%

3 Jumlah Kabupaten/kota yang mampu

melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging

10 Kab/ Kota

4 Jumlah Kabupaten/ Kota yang

mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

3 Kab/ Kota

6 Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

Persentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar

95%

7 Jumlah Kabupaten/ Kota endemis

Filariasis yang melakukan POPM

8 Kab/ Kota

8 Jumlah Kabupaten/ Kota intervensi

stunting yang melakukan POPM Cacingan dengan cakupan >= 75% dari sasaran minum obat

3 Kab/ Kota

(23)

14 Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular langsung

Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat

91%

15 Persentase kasus TB yang

ditatalaksana sesuai standar

79%

16 Persentase kasus HIV yang diobati 55%

17 Persentase Kabupaten/Kota yang

melaksanakan kegiatan deteksi dini Hepatitis B dan C pada kelompok berisiko

80%

18 Persentase Kabupaten/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tatalaksana standar Pneumonia

60%

25 Menurunnya angka kesakitan dan angka kematian serta meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular

Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM

50%

26 Persentase Kabupaten/Kota yang

melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah

50%

27 Persentase puskesmas yang

melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan kenker leher rahim pada perempuan usia 30 - 50 tahun

50%

28 Persentase Puskesmas yang

melaksanakan pengendalian PTM terpadu

50%

29 Meningkatnya kesehatan jiwa Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di lnstitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

6 Kab/ Kota

31

Meningkatnya Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Persentase layanan dukungan manajemen dan pelaporan satker dekonsentrasi

(24)

Pada Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mendapatkan alokasi data Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp. 7.473.773.000,- (Tujuh Milyar Empat Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tiga Ribu Rupiah)

(25)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

3.1. Capaian kinerja

Pada bab ini disajikan disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian kinerja per setiap indikator:

1. Indikator: Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap 1) Definisi Operasional: Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat

imunisasi dasar lengkap meliputi 1 dosis Hep B pd usia 0-7 hari, 1 dosis BCG, 4 dosis Polio, 3 dosis DPT-HB (atau DPT-HB-Hib), serta 1 dosis campak selama kurun waktu 1 tahun.

2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah bayi 0 -11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah seluruh bayi yang bertahan hidup (surviving infant) di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama di kali 100%.

3) Capaian Indikator

Sumber: Laporan Seksi Survim Tahun 2019

93.00% 82.90% 89.14% 76.00% 78.00% 80.00% 82.00% 84.00% 86.00% 88.00% 90.00% 92.00% 94.00%

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.1. Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap Tahun 2019

(26)

Tahun 2019 capaian indikator persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap adalah sebesar 82,9 %, (dibawah target Nasional 93%), capaian tahun ini meningkat jika dibandingkan capaian 3 tahun kebelakang, hal ini sejalan dengan target tahun 2019.

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

a) Meningkatan kualitas manajement keuangan (pemanfaatan dana operasionl secara efektif dan efisien)

b) Meningkatkan kemampuan menejemen pengelola program Imunisasi melalui konsultasi dan supervisi dan pelatihan

c) Identifikasi peran lintas sektor terkait sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

d) Melaksanakan pertemuan koordinasi/ intregrasi dengan lintas sektor, tokoh masyarakat, dan tokoh agama secara periodik dalam upaya menghilangkan isu haram/halal .

e) Disetiap ada kesempatan berupa pertemuan atau pelatihan selalu mengingatkan petugas agar bekerja sesuai dengan protap, agar kasus KIPI terutama programatic error dapat ditekan sekecil mungkin.

f) Meningkatkan kerja sama lintas program

g) Adanya surat Edaran dari Kemenkes adanya perubahan bisa menggunakan vaksin Td untuk sasaran anak Kelas 2 dan 5 SD (BIAS) h) Dibuat kesepakatan dengan Kab/kota agar setiap tanggal 10 bulan

berikutnya laporan sudah diterima dipropinsi, walaupun data belum lengkap, tetapi masih dapat disusulkan setelah laporan lengkap.

i) Melakukan Pelatihan di tingkat propinsi dengan mengundang petugas puskesmas untuk mengatasi kejenuhan petugas dalam melaksanakan kegiatan rutin

j) Meningkatkan promosi kesehatan terkait pentingnya Imunisasi menurukan kasus PD3I

5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

a) Komitmen stakeholder di Kabupaten Kota masih lemah, masih perlu advokasi yang agar pemahaman stakeholder lebih memadai

(27)

dengan pengetahuan dan motivasi yang baik akan meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, pemberian imunisasi dasar lengkap berguna untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya. Dengan memberikan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal, tubuh bayi dirangsang untuk memiliki kekebalan sehingga tubuhnya mampu bertahan melawan serangan penyakit berbahaya.

6) Kendala/masalah yang dihadapi

a) Penolakan dari masyarakat dengan adanya isu kehalalan vaksin

b) Belum optimalnya pelacakan terhadap sasaran yang belum/ tidak lengkap mendapatkan imunisasi ( Defaulters Tracking)

c) Anti Vaksin

d) Seringnya pergantian petugas 7) Pemecahan Masalah

a) Mengadakan pertemuan dengan Lintas Sektor/Lintas Program (tokoh masyarakat, tokoh agama) terkait penolakan vaksin.

b) Mengadakan Pelatihan Bagi Petugas Puskesmas secara bertahap

c) Melakukan bintek/ Supervisi sampai ke tingkat Puskesmas secara berkesinambungan

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

a) Meningkatkan Kapasitas Petugas Imunisasi

b) Melaksanakan Pertemuan Orientasi Pelaksanaan Imunisasi Rutin c) Melaksanakan Pertemuan Evaluasi Program Imunisasi

2. Indikator: Presentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewapadaan dini kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB di kabupaten/kota

1) Definisi Operasional: Persentase respon atas sinyal kewaspadaan dini pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam kurun waktu satu tahun.

2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah sinyal kewaspadaan dini yang direspon oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dibagi Jumlah sinyal kewaspadaan dini yang muncul pada Sistem

(28)

Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas di kab/kota tersebut di atas di kali 100%.

3) Capaian Indikator

Sumber: Laporan Seksi Survim Tahun 2019

Tahun 2019 capaian indikator Persentase respon atas sinyal kewaspadaan dini kejadian luar biasa adalah sebesar 70,4%, (dibawah target Nasional 80%), capaian tahun ini menurun jika dibandingkan capaian 3 tahun kebelakang, hal ini sejalan dengan target tahun 2019

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indicator

a) Melakukan Pertemuan Evaluasi Tahunan kegiatan surveilans

b) Meningkatkan kemampuan pengelola program Surveilans melalui Bimbingan Teknis ke Kabupaten / Kota.

c) Melakukan Feedback data Laporan Puskesmas tiap minggu. 5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

Komitmen pejabat di Kabupaten/ Kota masih agak lemah, masih perlu advokasi kepada pejabat di kabupaten tentang program surveilans (Respon atas Sinyal

80.00% 70.40% 88.00% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00%

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.2. Presentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewapadaan dini kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB di kabupaten/kota Tahun 2019

(29)

6) Kendala/masalah yang dihadapi

a) Seringnya Mutasi Petugas Pemegang Program Surveilans Baik di Puskesmas maupun di Kabupaten.

b) Sering Terkendala Internet di Puskesmas menyebabkan respon atas sinyal kewaspadaan dini kejadian luar biasa terlambat.

7) Pemecahan Masalah

a) Mengadakan Pelatihan Bagi Petugas Program Surveilans Kabupaten / Kota

b) Melakukan bimtek sampai ke tingkat Puskesmas secara berkesinambungan

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

a) Meningkatkan Kapasitas Petugas Surveilans

b) Melaksanakan Pertemuan Sistem Kewaspadaan Dini & Respon (SKDR)

3. Indikator: Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit lnfeksi Emerging.

1) Definisi Operasional: Jumlah Kabupaten/Kota yang memilki TGC aktif, melakukan pengamatan mingguan dan atau penilaian risiko berkala, memiliki NSPK penanggulangan PIE dan memiliki pembiayaan penanggulangan PIE. 2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan

(30)

3) Capaian Indikator

Sumber: Laporan Seksi Survim Tahun 2019

Tahun 2019 capaian indikator Jumlah Kabupaten / Kota yang mampu melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Emerging. adalah sebesar 8 Kabupaten ( dibawah target Nasional 10 Kabupaten ), capaian tahun ini hampir sama jika dibandingkan capaian 3 tahun kebelakang, hal ini sejalan dengan target tahun 2019

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator Adanya Pertemuan Orientasi Penyakit Infeksi Emerging 5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

Komitmen Pejabat di Kabupaten Kota masih agak lemah, masih perlu advokasi kepada pejabat di kabupaten tentang program Penyakit Infeksi Emerging.

6) Kendala/masalah yang dihadapi

Seringnya Mutasi Petugas Pemegang Program Penyakit Infeksi Emerging di Kabupaten

7) Pemecahan Masalah

Mengadakan Pertemuan Koordinasi Penyakit Infeksi Emerging

10 8 80% 0 2 4 6 8 10 12

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.3 Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit lnfeksi

(31)

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

Melaksanakan Pertemuan Koordinasi Penyakit Infeksi emerging

4. Indikator: Jumlah Kab/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

1) Definisi Operasional: Jumlah Kab/Kota yang menyusun kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah berupa dokumen rencana kontijensi.

2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah Kab/Kota yang menyusun kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah berupa dokumen rencana kontijensi.

3) Capaian Indikator

Sumber: Laporan Seksi Survim Tahun 2019

Tahun 2019 capaian indikator Jumlah Kab/ Kota yang mempunyai Kebijakan Kesiapsiagaan dalam Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang berpotensi Wabah adalah sebesar 3 Kabupaten/ Kota, (sama dengan target Nasional 3 Kabupaten/ Kota), capaian tahun ini sama jika dibandingkan capaian 3 tahun kebelakang, hal ini sejalan dengan target tahun 2019

3 3 100% 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.4. Jumlah Kab/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan

(32)

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

Ada kegiatan Sosialisasi dan Penyusunan Dokumen Rencana Kontigensi di 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Bengkayang

5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

Komitmen Pejabat di Kabupaten Kota belum begitu Aktif dalam Kegiatan Sosialisasi dan Penyusunan Dokumen Rencana Kontigensi, tentang program Karantina Kesehatan.

6) Kendala/masalah yang dihadapi

Masih belum kompak dalam berkoordinasi masalah Karantina Kesehatan antara satu Instansi dengan Instansi yang lain.

7) Pemecahan Masalah

Sering Melakukan Pertemuan Tindak Lanjut dari Pertemuan Sosialisasi dan Penyusunan Dokumen Rencana Kontigensi dengan Instansi yang berkaitan dalam penanggulangan Karantina Kesehatan.

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

Pertemuan Sosialisasi dan Penyusunan Dokumen Rencana Kontigensi di 3 Kabupaten

5. Indikator: Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar

1) Definisi Operasional: Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar program

2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah kasus positif malaria yang diobati sesuai standar program dibagi dengan jumlah seluruh kasus positif malaria dikali 100 persen.

(33)

Sumber: Laporan Seksi P2PTVZ Tahun 2019

Persentase kasus malaria possitif yang diobati sesuai standar adalah 100% , dengan target 95 %.

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

a) Menguatkan sistem kewaspadaan dini dan respon cepat

b) Penanggulangan fokus malaria melalui pendekatan massal setempat dan pengendalian vektor

c) Memastikan ketersediaan dan akses diagnosis dan tatalaksana untuk kasus malaria

5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

a) Didalam RENSTRA Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Kegiatan Pengendalian Malaria masuk dalam indikator sasaran Bidang Bina Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, namun untuk penganggaran tidak teranggarkan dalam DPA APBD.

b) Kasus malaria masih merupakan masalah kesehatan yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa apabila tidak diperhatikan dan dikendalikan secara serius dan berkala.

c) Masyarakat masih menganggap malaria adalah penyakit biasa yang tidak terlalu berbahaya karena mereka masih bisa bekerja seperti biasa, padahal apabila malaria falsifarum dapat menyebabkan malaria serebral dan dapat

95% 100% 100% 92% 93% 94% 95% 96% 97% 98% 99% 100% 101%

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.5. Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar Tahun 2019

(34)

menyebabkan kematian dan apabila ibu hamil terkena malaria dan tidak segera diobati di indikasikan bayi yang lahir akan mengalami stunting. d) Kasus malaria banyak tersebar pada masyarakat yang jauh dari jangkauan

fasilitas layanan kesehatan dasar.

e) Untuk mendapatkan kasus malaria secara efektif harus dilakukan secara aktif melalui survey langsung ke masyarakat.

f) Perlu adanya Monitoring dan Supervisi langsung ke kabupaten/kota.

g) Perlu dilakukan pembinaan baik di tingkat Dinas kabupaten sampai ke tingkat puskesmas.

h) Crosschek laporan di dinas kesehatan kabupaten dengan laporan yang ada di puskesmas.

i) Keseragaman laporan dan tanggal pengiriman laporan setiap bulan yang harus disepakati.

j) Survey langsung ke masyarakat sangat menentukan penemuan kasus secara dini dan early treatment pengobatan sehingga tidak menimbulkan kasus baru dan menekan resiko penyebaran kasus malaria.

k) Monev kegiatan setidaknya 2 kali dalam setahun harus dilakukan oleh provinsi guna mengevaluasi kinerja dan menyusun rencana kegiatan penanggulangan malaria.

l) Edukasi kepada masyarakat hendaknya berkesinambungan. 6) Kendala/masalah yang dihadapi

a) Kasus malaria masih merupakan masalah kesehatan yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa apabila tidak diperhatikan dan dikendalikan secara serius dan berkala.

b) Masyarakat masih menganggap malaria adalah penyakit biasa yang tidak terlalu berbahaya karena mereka masih bisa bekerja seperti biasa, padahal apabila malaria falsifarum dapat menyebabkan malaria serebral dan dapat menyebabkan kematian dan apabila ibu hamil terkena malaria dan tidak segera diobati di indikasikan bayi yang lahir akan mengalami stunting. c) Kasus malaria banyak tersebar pada masyarakat yang jauh dari jangkauan

fasilitas layanan kesehatan dasar. d) Kurang survey langsung ke masyarakat.

(35)

f) Perlu dilakukan pembinaan baik di tingkat Dinas kabupaten sampai ke tingkat puskesmas.

g) Crosschek laporan di dinas kesehatan kabupaten dengan laporan yang ada di puskesmas.

h) Keseragaman laporan dan tanggal pengiriman laporan setiap bulan yang harus disepakati.

i) Survey langsung ke masyarakat sangat menentukan penemuan kasus secara dini dan early treatment pengobatan sehingga tidak menimbulkan kasus baru dan menekan resiko penyebaran kasus malaria.

j) Monev kegiatan setidaknya 2 kali dalam setahun harus dilakukan oleh provinsi guna mengevaluasi kinerja dan menyusun rencana kegiatan penanggulangan malaria.

k) Edukasi kepada masyarakat hendaknya berkesinambungan

l) Tidak teranggarkan dalam DPA APBD Tahun 2020. 7) Pemecahan Masalah

a) Adanya Regulasi berupa Peraturan Daerah dalam pengendalian malaria sangat dibutuhkan dalam mencapai eliminasi malaria.

b) Perlu adanya penganggaran dalam APBD Provinsi untuk pengendalian malaria di kab/kota.

c) Ditunjang dengan adanya supervise dan monitoring langsung ke kabupaten/kota.

d) Untuk Program Malaria Perlu adanya kegiatan Survey langsung di masyarakat.

e) Fasilitasi dalam bentuk Monev di Provinsi dengan mengundang seluruh pengelola malaria Kabupaten/Kota.

f) Pelatihan tenaga mikroskopis malaria dari seluruh puskesmas untuk pemantapan mutu tenaga mikroskopis.

g) Sinkronisasi kegiatan dari Kabupaten/Kota dengan Provinsi perlu ditingkatkan mengingat anggaran dana sudah banyak digelontorkan Pusat ke daerah melalui dana Biaya Operasional Kesehatan.

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

Capaian kinerja 75% dan tingkat efisiensi -14% dikarenakan belum keluarnya hasil dari assesment malaria terhadap Kota Singkawang yang telah dilakukan oleh tim Assesmen Eliminasi Malaria Kementerian Kesehatan, dimana sampai dengan tahun 2019 baru 3 kabupaten yang sudah eliminasi malaria yaitu Kota

(36)

Pontianak, Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Kubu Raya. Apabila Kota Singkawang memperoleh sertipikat eliminasi malaria maka target 4 kab/kota mencapai eliminasi malaria tercapai 100 %.

Ada peningkatan capaian IKP program jika dibandingkan dengan tahun- tahun sebelumnya dimana pada tahun 2017 baru 2 kabupaten yang sudah mencapai elimainasi malaria dan ditahun 2018 dan 2019 meningkat menjadi 3 kabupaten yang sudah eliminasi malaria yaitu Kota Pontianak, Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Kubu Raya.

Kegiatan kab/ kota mencapai eliminasi malaria mengalami peningkatan dari tahun 2017 s/d 2019 terus berjalan walaupun tidak mencapai 100 % dikarenakan Kabupaten/ kota belum melakukan persiapan dalam melakukan rangkaian kegiatan eliminasi malaria yang harus diusulkan ke Kementrian Kesehatan pada tahun sebelumnya.

6. Indikator: Jumlah Kabupaten/ Kota endemis Filariasis yang melakukan POPM 1) Definisi Operasional: Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan POPM ditahun

berjalan

2) Rumus/Cara perhitungan: Akumulasi jumlah Kab/Kota yang melaksanakan POPM ditahun berjalan

3) Capaian Indikator 8 8 100% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.6. Jumlah Kabupaten/ Kota endemis Filariasis yang melakukan POPM Tahun 2019

(37)

Jumlah kabupaten/Kota endemis filaria yang melakukan POPM dengan cakupan 8 Kab/Kota, target 8 Kab/Kota

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator a) Optimalisasi kegiatan POPM

b) Peningkatan sosialisasi ke Masyarakat terkait Pelaksanaan POPM Filariasis

c) Adanya dukungan Dana dari APBN,APBD, dan Dana Desa (ADD) 5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

a) Pengiriman Logistik (Terutama Albendazole) dari Subdit Filariasis ke Provinsi/ Kabupaten memerlukan waktu yang lumayan lama dan dengan rantai pendistribusian sampai ke Puskesmas tidak bisa dilakukan dengan cepat sehingga sebagian Kabupaten memulai kegiatan di Bulan Akhir Oktober-Desember 2019.

b) Kegiatan POPM belum Optimal dilakukan di Pos Minum Obat sehingga sulit memastikan masyarakat benar-benar meminum Obat

c) Masih Kurangnya Sosialisasi ke Masyarakat terkait Pelaksanaan POPM Filariasis

d) Sulitnya Geografis yang harus di Tempuh Petugas dalam Memberikan Obat kepada Masyarakat

e) Angka Cakupan masih merupakan angka Distribusi Obat.

f) Belum semua Kabupaten mendapatkan dukungan Dana dari APBN,APBD, dan Dana Desa (ADD)

g) Lambatnya Penyampaian Laporan dari Kabupaten

h) Belum semua Kabupaten di Sosialisasikan system Pelaporan dengan E-Filca sehingga Penyampaikan Pelaporan masih menggunakan file Exel dan dikirim by email.

6) Kendala/masalah yang dihadapi

a) Pengiriman Logistik (Terutama Albendazole) dari Subdit Filariasis ke Provinsi/ Kabupaten memerlukan waktu yang lumayan lama dan dengan rantai pendistribusian sampai ke Puskesmas tidak bisa dilakukan dengan cepat sehingga sebagian Kabupaten memulai kegiatan di Bulan Akhir Oktober-Desember 2019.

b) Kegiatan POPM belum Optimal dilakukan di Pos Minum Obat sehingga sulit memastikan masyarakat benar-benar meminum Obat

(38)

c) Masih Kurangnya Sosialisasi ke Masyarakat terkait Pelaksanaan POPM Filariasis

d) Sulitnya Geografis yang harus di Tempuh Petugas dalam Memberikan Obat kepada Masyarakat

e) Angka Cakupan masih merupakan angka Distribusi Obat.

f) Belum semua Kabupaten mendapatkan dukungan Dana dari APBN,APBD, dan Dana Desa (ADD)

g) Lambatnya Penyampaian Laporan dari Kabupaten

h) Belum semua Kabupaten di Sosialisasikan system Pelaporan dengan E-Filca sehingga Penyampaikan Pelaporan masih menggunakan file Exel dan dikirim by email.

7) Pemecahan Masalah

a) Pengiriman Logistik di lakukan 3 (Tiga) Bulan sebelum Pelaksanaan POPM Filariasis.

b) Mendekatkan pelayanan ke masyarakat dengan menyiapkan Pos-Pos Minum Obat di setiap desa, dusun, pemukiman, dan lokasi-lokasi strategis lainnya.

c) Menggerakkan masyarakat minum obat d) Minum Obat di depan Petugas

e) Meningkatkan peran lintas sektor dan masyarakat, terutama jajaran Kementerian Pendidikan Dasar/Menengah,Kementerian Agama,TNI/POLRI, Media, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan sebagainya

f) Melakukan Sosialisasi dan Koordinasi dengan Tokoh Masyarakat terkait Kegiatan POPM Filariasis termasuk Pelatihan Kader

g) Melakukan Bimtek dan Supervisi sebelum/sesudah POPM Filariasis h) Melakukan sosialisasi terkait system Pelaporan e- Filca

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

Dari 14 kabupaten/ kota di kalimantan barat, terdapat 9 kabupaten kota yang endemis filariasis. 8 kabupaten kota yang masih melakukan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis dimulai Tahun 2016 dan selesai pengobatan serta dilakukan penilaian pada tahun 2020 (pengobatan selama 5 tahun). Sedangkan 1 kab/ kota yang telah selesai melaksanakan POPM

(39)

angka micro filaria rate (MF Rate) lebih dari 1 % yaitu 1,56 %. Hal ini disebabkan karena kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader berupa pemberian obat massal, dan tidak bisa memastikan masyarakat minum obat.

Kegiatan POPM Filariasis memang telah dilaksanakan dengan realisasi anggaran 92 % untuk 7 kabupaten/ kota. Sedangkan Kabupaten Sanggau mempergunakan APBD II. Capaian kinerja dan tingkat efisiensi 0 (nol) karena 1 Kabupaten (Melawi) sebagai indikator kegiatan program Filariasis yang diharapkan menyumbang angka keberhasilan 11 % tidak berhasil menurunkan dengan hasil MF Rate 1,56 %. Sedangkan target Indikator Kinerja Program (IKP) < 1%.

7. Indikator: Jumlah Kabupaten/ Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan >= 75% dari sasaran minum obat

1) Definisi Operasional: Jumlah Kab/Kota intervensi stunting yang melaksanakan POPM cacingan dengan cakupan >= 75% dari sasaran minum obat

2) Rumus/Cara perhitungan: Akumulasi jumlah Kabupaten/ Kota intervensi stunting yang melaksanakan POPM ditahun berjalan

3) Capaian Indikator

Sumber: Laporan Seksi P2PTVZ Tahun 2019

3 2 100% 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.7. Jumlah Kabupaten/ Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan >= 75% dari sasaran

(40)

Jumlah Kabupaten/Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan > = 75% dari sasaran minum obat dengan capaian 2 Kab/Kota, target 3 Kab/Kota, artinya capaian kinerja hanya 66,7 %, masih dibawah target nasional

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator a) Optimalisasi kegiatan POPM

b) Peningkatan sosialisasi ke Masyarakat terkait Pelaksanaan POPM Filariasis

c) Adanya dukungan Dana dari APBN,APBD, dan Dana Desa (ADD) 5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

a) Pengiriman Logistik (Terutama Albendazole) dari Subdit Filariasis ke Provinsi/ Kabupaten memerlukan waktu yang lumayan lama dan dengan rantai pendistribusian sampai ke Puskesmas tidak bisa dilakukan dengan cepat sehingga sebagian Kabupaten memulai kegiatan di Bulan Akhir Oktober-Desember 2019.

b) Kegiatan POPM belum Optimal dilakukan di Pos Minum Obat sehingga sulit memastikan masyarakat benar-benar meminum Obat

c) Masih Kurangnya Sosialisasi ke Masyarakat terkait Pelaksanaan POPM Filariasis

d) Sulitnya Geografis yang harus di Tempuh Petugas dalam Memberikan Obat kepada Masyarakat

e) Angka Cakupan masih merupakan angka Distribusi Obat.

f) Belum semua Kabupaten mendapatkan dukungan Dana dari APBN,APBD, dan Dana Desa (ADD)

g) Lambatnya Penyampaian Laporan dari Kabupaten

h) Belum semua Kabupaten di Sosialisasikan system Pelaporan dengan E-Filca sehingga Penyampaikan Pelaporan masih menggunakan file Exel dan dikirim by email.

6) Kendala/masalah yang dihadapi

a) Pengiriman Logistik (Terutama Albendazole) dari Subdit Filariasis ke Provinsi/ Kabupaten memerlukan waktu yang lumayan lama dan dengan rantai pendistribusian sampai ke Puskesmas tidak bisa dilakukan dengan cepat sehingga sebagian Kabupaten memulai kegiatan di Bulan Akhir

(41)

b) Kegiatan POPM belum Optimal dilakukan di Pos Minum Obat sehingga sulit memastikan masyarakat benar-benar meminum Obat

c) Masih Kurangnya Sosialisasi ke Masyarakat terkait Pelaksanaan POPM Filariasis

d) Sulitnya Geografis yang harus di Tempuh Petugas dalam Memberikan Obat kepada Masyarakat

e) Angka Cakupan masih merupakan angka Distribusi Obat.

f) Belum semua Kabupaten mendapatkan dukungan Dana dari APBN,APBD, dan Dana Desa (ADD)

g) Lambatnya Penyampaian Laporan dari Kabupaten

h) Belum semua Kabupaten di Sosialisasikan system Pelaporan dengan E-Filca sehingga Penyampaikan Pelaporan masih menggunakan file Exel dan dikirim by email.

7) Pemecahan Masalah

a) Pengiriman Logistik di lakukan 3 (Tiga) Bulan sebelum Pelaksanaan POPM Filariasis.

b) Mendekatkan pelayanan ke masyarakat dengan menyiapkan Pos-Pos Minum Obat di setiap desa, dusun, pemukiman, dan lokasi-lokasi strategis lainnya.

c) Menggerakkan masyarakat minum obat d) Minum Obat di depan Petugas

e) Meningkatkan peran lintas sektor dan masyarakat, terutama jajaran Kementerian Pendidikan Dasar/Menengah,Kementerian Agama,TNI/POLRI, Media, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan sebagainya

f) Melakukan Sosialisasi dan Koordinasi dengan Tokoh Masyarakat terkait Kegiatan POPM Filariasis termasuk Pelatihan Kader

g) Melakukan Bimtek dan Supervisi sebelum/sesudah POPM Filariasis h) Melakukan sosialisasi terkait system Pelaporan e- Filca

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

Dari 14 kabupaten/ kota di kalimantan barat, terdapat 9 kabupaten kota yang endemis filariasis. 8 kabupaten kota yang masih melakukan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis dimulai Tahun 2016 dan selesai pengobatan serta dilakukan penilaian pada tahun 2020 (pengobatan selama 5

(42)

tahun). Sedangkan 1 kab/ kota yang telah selesai melaksanakan POPM Filariasis adalah kabupaten Melawi, namun mengalami kegagalan karena angka micro filaria rate (MF Rate) lebih dari 1 % yaitu 1,56 %. Hal ini disebabkan karena kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader berupa pemberian obat massal, dan tidak bisa memastikan masyarakat minum obat.

Kegiatan POPM Filariasis memang telah dilaksanakan dengan realisasi anggaran 92 % untuk 7 kabupaten/ kota. Sedangkan Kabupaten Sanggau mempergunakan APBD II. Capaian kinerja dan tingkat efisiensi 0 (nol) karena 1 Kabupaten (Melawi) sebagai indikator kegiatan program Filariasis yang diharapkan menyumbang angka keberhasilan 11 % tidak berhasil menurunkan dengan hasil MF Rate 1,56 %. Sedangkan target Indikator Kinerja Program (IKP) < 1%.

8. Indikator: Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar.

1) Definisi Operasional: Semua kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar (penegakan diagnosis dan pengobatan sesuai standar) diantara semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan.

2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar (penegakan diagnosis dan pengobatan sesuai standar) dibagi jumlah semua kasus TB yang ditemukan dan diobati.

(43)

Sumber: Laporan Seksi P2PML Tahun 2019

Persentase kasus TBC yang ditatalaksana sesuai standar tahun 2019 adalah 79 %, capaian ini sama dengan target nasional yaitu 79%.

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

a) PPM berbasis kabupaten/ kota bekerja sama dengan b) Penemuan aktif dan masif melalui pendekatan keluarga

c) Penguatan surveilans aktif (penyisiran kasus, mandatory notification, berbasis it)

d) Perluasan layanan tb melalui sinkronisasi jkn tb dan sinkronisasi laporan (bridging)

e) Perluasan layanan tb melalui sinkronisasi jkn tb dan sinkronisasi laporan (bridging)

f) Pelacakan kontak dan kasus mangkir serta penguatan peran pmo dan keluarga dalam memastikan kepatuhan minum obat

g) Peran kader (peer group dan keluarga) sebagai pendamping minum obat h) Ekspansi layanan TB RO (KMK.RI.No. hk.01.07/menkes/350/2017) dan

desentralisasi layanan ke puskesmas

i) Pengobatan tb ro jangka pendek dari 18-24 bulan menjadi 9-12 bulan

79% 79% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.9. Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar Tahun 2019

(44)

5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

a) Sebagian besar Kabupaten/Kota belum mempunyai komitmen politis (peraturan daerah & anggaran P2TB).

b) Belum terbentuknya PPM (Public Privete Mixe) di tiap Kabupaten/kota sebagai tumpuan Keberhasilan Program TB di Kabupaten/kota.

c) Prevalensi TB dan target yang dibebankan ke Program TB kabupaten/kota serta Provinsi Kalimantan Barat sangat tinggi

d) Notifikasi kasus TB Kalimantan Barat masih rendah yang mampu dijangkau program.

e) Pendekatan penemuan kasus masih bersifat pasif, belum mampu untuk menerapkan secara aktif

f) Rendahnya pengetahuan pengelola Program TB di Layanan/Faskes dan adanya Turn Offer SDM.

g) Sistem Pelaporan Program TB yang sangat menyulitkan Pengelola Program TB dalam penguasaannya (Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu, E-TB Manager, E-TB12 Elektronik), sehingga setiap Pengelola Program TB tidak mampu melaporkan Kasus TB di setiap Faskes.

h) Masih rendahnya akses ke pelayanan TB bagi kelompok-kelompok populasi khusus yang rentan terhadap TB dan daerah yang berisiko tinggi, seperti Lapas/rutan, Pesantren dan tempat khusus lainnya.

i) Lemahnya aspek manajemen program dalam dalam Pendanaan Program TB dengan APBD:

• Sistem Surveilant Program TBC • Perencanaan dan evaluasi program TB

• Jejaring layanan sistem kesehatan di tingkat Puskesmas, RS dll

j) Meningkatnya penyakit TB atau disease burden akibat masalah: TBMDR,TB HIV, TB dengan Diabetes Melitus, dan meningkatnya risiko tertular TB pada perokok

k) Banyak mitra pemain tetapi kurang terintegrasi menjadi kekuatan yang sinergis.

6) Kendala/masalah yang dihadapi a) Belum pernah di latih program TB

(45)

c) Penegakkan Diagnaosa TB belum mengarah ke Permenkes Nomor 67 tahun 2016.

d) Sebagian besar Kabupaten/Kota belum mempunyai komitmen politis (peraturan daerah & anggaran P2TB).

e) Belum terbentuknya PPM (Public Privete Mixe) di tiap Kabupaten/kota sebagai tumpuan Keberhasilan Program TB di Kabupaten/kota.

f) Prevalensi TB dan target yang dibebankan ke Program TB kabupaten/kota serta Provinsi Kalimantan Barat sangat tinggi

g) Notifikasi kasus TB Kalimantan Barat masih rendah yang mampu dijangkau program.

h) Pendekatan penemuan kasus masih bersifat pasif, belum mampu untuk menerapkan secara aktif

i) Rendahnya pengetahuan pengelola Program TB di Layanan/Faskes dan adanya Turn Offer SDM.

j) Sistem Pelaporan Program TB yang sangat menyulitkan Pengelola Program TB dalam penguasaannya (Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu, E-TB Manager, E-TB12 Elektronik), sehingga setiap Pengelola Program TB tidak mampu melaporkan Kasus TB di setiap Faskes.

k) Masih rendahnya akses ke pelayanan TB bagi kelompok-kelompok populasi khusus yang rentan terhadap TB dan daerah yang berisiko tinggi, seperti Lapas/rutan, Pesantren dan tempat khusus lainnya.

l) Lemahnya aspek manajemen program dalam dalam Pendanaan Program TB dengan APBD:

 Sistem Surveilant Program TBC  Perencanaan dan evaluasi program TB

 Jejaring layanan sistem kesehatan di tingkat Puskesmas, RS dll

m) Meningkatnya penyakit TB atau disease burden akibat masalah: TBMDR,TB HIV, TB dengan Diabetes Melitus, dan meningkatnya risiko tertular TB pada perokok

n) Banyak mitra pemain tetapi kurang terintegrasi menjadi kekuatan yang sinergis.

7) Pemecahan Masalah

a) Melakukan analisa situasi /mapping kinerja program di wilayah ditingkat kabupaten/kota serta provinsi.

(46)

b) Mendapatkan komitmen stakeholders (organisasi profesi, NGO, CSR, dll) baik swasta maupun pemerintah .

c) Membentuk PPM (Public Privete Mixe) di tiap Kabupaten/kota sebagai tumpuan Keberhasilan Program TB di Kabupaten/kota.

d) Berjalannya surveilans TB serta Mandatory notification (Wajib Lapor) e) Melakukan On the Job Training dalam rangka Penanganan TB secara

Standart ke kabupaten/kota wilayah Kalimantan Barat.

f) Membuat MoU (Memorandum of Understanding) jejaring layanan (siapa mengerjakan apa dan bagaimana)

g) Memastikan pelayanan TB berjalan di tiap fasyankes (melakukan supervisi):

• Memastikan adanya Tim TB disetiap fasyankes • Adanya Biaya operasional Pengelolaan Program TB.

• Ketersediaan SOP layanan dalam jejaring internal dan jejaring eksternal.

h) Melatih Tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis, petugas administrasi, farmasi (apotek).

i) Menyiapkan Unit Layanan TB di fasyankes, termasuk akses pelayanan laboratorium.

j) Melakukan monitoring dan evaluasi Program TBC dan sekaligus melakukan Laporan umpan balik ditiap Triwulan ke Kabupaten/kota atas keberhasilan Cakupan Program TBC.

k) Penemuan aktif dan masif kasus TB di masyarakat serta Penemuan aktif di tempat khusus (daerah fokus padat penduduk)

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

Dari tahun 2017 sampai tahun 2019 mengalami kenaikan yang signnifican: dimana dari tahun 2017 cakupan selalu naik sampai tahun 2019 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hal ini disebabkan karena adanya Mandatory

Notification (wajib lapor) dari setip Faskes sesuai dengan Permenkes No 67

tahun 2016 sudah mulai dipahami oleh setiap Faskes di Kabupaten/kota wilayah Kalimantan Barat

(47)

9. Indikator: Persentase kasus HIV yang diobati

1) Definisi Operasional: Orang dengan positif HIV dan masih dalam terapi pengobatan ARV.

2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah orang positif HIV dan masih dalam terapi pengobatan ARV dibandingkan dengan jumlah orang positif HIV dan memenuhi syarat untuk memulai terapi pengobatan ARV.

3) Capaian Indikator

Sumber: Laporan Seksi P2PML Tahun 2019

Persentase kasus HIV yang di obati, dengan capaian 100%, dan target 55%

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator 5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

Analisis program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian pernyataan kinerja antara lain terjadi kemajuan yang cukup berarti sehubungan dengan semakin berkembangnya Layanan Konseling Testing HIV AIDS dari 77 layanan menjadi 125 layanan dan Klinik Perawatan, Dukungan dan Pengobatan ARV baru dari 9 layanan menjadi 15 layanan serta semakin banyak layanan yang sudah melakukan pelaporan menggunakan SIHA online.

55% 100% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Target Capaian Kinerja

(48)

Adanya kerjasama yang baik dengan LSM peduli AIDS dan kelompok-kelompok komunitas populasi kunci (WPS, waria, LSL, Penasun) serta kelompok dukungan sebaya (OHIDHA, ODHA).

Analisis program/ kegiatan yang menunjang kegagalan pencapaian pernyataan kinerja :

a) Masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap penderita dan kelompok komunitas populasi kunci di masyarakat.

b) Koordinasi lintas sektor dan lintas program masih lemah. c) Pendanaan yang kurang menunjang di level kabupaten/ kota.

d) Mutasi dan tugas rangkap para pengelola program HIV AIDS di semua level (Provinsi dan kabupaten/ kota

Analisis Program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja, program yang harus lebih dikembangkan kedepan adalah KTHIV, KTIP, PDP dan IMS, kegiatan ini harus terintegrasi baik pada lintas sector maupun program, kegagalan akan terjadi jika implementasi kegiatan yang sudah di inisiasi di tingkat provinsi namun tidak di laksanakan di tingkat Kabupaten /Kota.

6) Kendala/masalah yang dihadapi

a) SDM di level Kabupaten / Kota dan layanan yang sering terjadi pergantian b) Koordinasi lintas sektor dan program yang belum optimal

c) Masih lemahnya pembiayanan APBD di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

d) SIHA online yang sering maintenance/penyesuaiaan. 7) Pemecahan Masalah

a) Adanya peraturan Kepala Dinas Kesehatan yang mewajibkan minimal 5 tahun bagi setiap petugas yang sudah terlatih untuk melaksanakan kegiatan layanan sesuai dengan kompetensi pelatihan masing-masing. b) Memperkuat komitmen KPAP/KPAK dalam memimpin koordinasi lintas

sektor dan lintas program dalam menjalankan kegiatan berbasis tupoksi. c) Pemkab dan pemkot harus mengalokasikan pembiayaan terutama

pengembangan dan support kegiatan layanan perioritas seperti KTHIV/KTIV, IMS dan PDP.

(49)

d) Adanya komitmen petugas SIHA yang ditunjuk mampu menjalankan kegiatan pelaporan menggunakan SIHA secara terus – menerus dan tepat waktu.

e) Pembiayaan tenaga penjangkauan oleh LSM untuk penemuan kasus di tingkat Kabupaten /Kota.

8) Efisiensi penggunaan sumber daya

Dilihat dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi fluktuasi prevalensi HIV AIDS dari 0,22/10.000 penduduk pada tahun 2017, kemudian naik menjadi 0,31/100.000 penduduk dan pada akhirnya ditahun 2019 bisa menekan laju prevalensi menjadi 0,20/100.000 penduduk.

10. Indikator: Persentase kab/kota yang 50% puskesmasnya melakukan tata laksana standar pneumoni.

1) Definisi Operasional: Kab/Kota dengan jumlah minimal 50% Puskesmas yang melaksanakan tatalaksana standar penumonia.

2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah Kab/Kota yang minimal 50% Puskesmasnya melaksanakan tatalaksana standar dibagi jumlah Kab/Kota diwilayah tersebut dikali 100%.

3) Capaian Indikator

Sumber: Laporan Seksi P2PML Tahun 2019

60% 28,57 % 47,61% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Target Capaian Kinerja

Grafik 3.1.10. Persentase kab/kota yang 50% puskesmasnya melakukan tata laksana standar pneumoni Tahun 2019

(50)

Tahun 2019 capaian Persentase Kab/Kota yang Puskesmasnya melakukan tatalaksana standar pneumonia adalah 28,57 %, cakupan tersebut masih rendah dari target 60%, sehingga kinerjanya sebesar 47,61%.

4) Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

a) Strategy manajemen pengendalian ISPA/Pneumonia b) Monitoring kelengkapan laporan ISPA

c) Analisis diagnosa kerja dan Klasifikasi ISPA (Pneumonia,Pneumonia Berat, Batuk Bukan Pneumonia/ISPA biasa), sehingga banyak kasus Pneumonia dimasukan kedalam ISPA biasa.

d) Sumber data pelaporan juga mencakup Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, klinik praktek dan sarana kesehatan lainya.

5) Analisa Penyebab Keberhasilan/Kegagalan

Capaian kinerja mencapai 165%, hal ini dapat dikarenakan target cakupan yang kecil. Target Persentase Cakupan Balita dengan Pneumonia yang di Tangani untuk tahun 2019 sebesar 20%

6) Kendala/masalah yang dihadapi

a) Manajemen Pengendalian ISPA/Pneumonia masih Kurang mendapat perhatian.

b) Dianggap penyakit Biasa

c) Beberapa Puskesmas tidak mengirimkan laporan ISPA

d) Terjadi under reported, karena kerancuan antara diagnosa kerja dan Klasifikasi ISPA (Pneumonia,Pneumonia Berat, Batuk Bukan Pneumonia/ISPA biasa), sehingga banyak kasus Pneumonia dimasukan kedalam ISPA biasa.

e) Sumber data pelaporan masih berbasis Puskesmas, sehingga sumber data kasus Pneumonia belum mencakup RS Pemerintah dan swasta, klinik praktek dan sarana kesehatan lainya.

f) Tidak adanya alokasi anggaran untuk Program ISPA di Kabupaten. 7) Pemecahan Masalah

a) Pengiriman Laporan dari Kabupaten Ke Provinsi dilaksanakan secara Konsisten, sesuai kesepakatan yaitu selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berIkutnya.

Gambar

Gambar 1.3. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan  Provinsi Kalimantan Barat
Grafik 1.4.a. Distribusi Pegawai Bidang P2P Dinas  Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan
Grafik 1.4.b. Distribusi Pegawai Bidang P2P Dinas  Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan
Tabel 0.2. Tabel dan Target Indikator Kegiatan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Poster adalah sebuah media luar ruangan ( outdoor) ataupun dalam ruangan (indoor) media ini biasa dipasang pada dinding pengumuman ataupun dinding yang

Untuk itu, agar mampu membangun preferensi merek yang kuat maka sebaiknya menjalin hubungan intensif dengan pelanggan misalnya dengan memiliki account pada jejaring

Sedangkan orangtua itu sendiri terdiri dari ayah dan ibu, dimana masing-masing akan memiliki perlakuan yang berbeda terhadap anak, tetapi menurut Shihab, (2011) ayah adalah

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Upaya Yang Dilakukan Bank

30 Potensi Penerimaan Retribusi Parkir Kawasan Perbelanjaan Kota Klaten oleh PEMDA yang Hilang Melalui Peraturan Baru. (Kenaikan Setoran dan Perubahan Persentase

2.4.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukabumi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor : KEP- 443/KMK.01/2001 tanggal 23

Dalam perhitungan Nilai Pasar Wajar Surat Berharga Negara yang menjadi Portofolio Efek Reksa Dana Terproteksi, Manajer Investasi dapat menggunakan metode harga

Sebuah sepeda Bosozoku khas disesuaikan biasanya terdiri dari sebuah sepeda jalan rata-rata Jepang yang muncul untuk menggabungkan unsur-unsur seorang Amerika helikopter sepeda