• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monitoring Hemodinamik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Monitoring Hemodinamik"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

MONITORING HEMODINAMIK

Monitoring hemodinamik adalah monitoring aliran darah yang melalui sistem kardiovaskuler.1

Tujuan dilakukannya monitoring hemodinamik adalah untuk mendeteksi insufisiensi kardiovaskuler, mencari faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kelainan dan memnberikan tatalaksana yang tepat.1

Meskipun alat elektronik secara krusial penting untuk memonitor kardiovaskuler, intuisi pemeriksa dan keadaan pasien tetap memperjelas pengertian terhadap konteks klinis yang sedang dihadapi.2,3

A. TEKANAN DARAH ARTERI

Mean Arterial Pressure adalah rata-rata tekanan arteri dalam satu siklus pulsasi. MAP dihitung berdasarkan rumus berikut :2,4,5

(SBP) + 2 (DBP) MAP =

3

Pengukuran tekanan darah arteri sangat dipengaruhi dengan tempat pengukuran. Ketika denyut bergerak ke arah perifer, refleksi gelombang menganggu bentuk gelombang tekanan, sehingga dapat mengubah pola tekanan sistolik dan nadi lebih tinggi. Misalnya, tekanan sistolik arteri radial biasanya lebih tinggi karena letaknya lebih distal.2

Level ketinggian pada tempat pengukuran juga berpengaruh pada hasil pengukuran karena bdapat dipengaruhi gravitasi. Pada pasien dengan penyakit vaskular perifer berat, mungkin saja terdapat hasil pengukuran yang berbeda di tiap tempat pengukuran. Nilai yang tertinggi harus digunakan pada pasien ini.2

(2)

1. Monitoring Tekanan Darah Arteri Non invasif a. Indikasi dan Kontraindikasi

Penggunaan anestesi merupakan salah satu indikasi dari pengukuran tekanan arteri. Namun pada pasien dengan abnormalitas vaskuler pada ekstremitas (dialysis shunts) atau terpasangnya jalur intravena pada ekstremitas, pengukuran menggunakan blood pressure cuff lebih baik dihindari.2

b. Teknik 1) Palpasi

Tekanan darah sistolik dapat ditentukan dengan: a) lokasi terabanya denyut perifer

b) memompa manset tekanan darah, proksimal dari denyut nadi sampai aliran terbendung

c) melepaskan tekanan 2 – 3 mmHg tiap denyut nadi d) mengukur tekanan manset sampai pulsasi teraba lagi.

Metode ini cenderung memperkecil tekanan sistolik dikarenakan tidak sensitifnya palpasi dan penundaan antara aliran dibawah manset dan pulsasi denyut. Palpasi tidak menunjukan tekanan diastolik atau mean arterial pressure.2,4

2) Doppler Probe

Doppler probe cukup sensitif untuk mengukur tekanan darah pada pasien obesitas, anak-anak dan pada pasien dengan syok.2

Efek doppler adalah perubahan pada frekuensi gelombang suara ketika sumber suara bergerak secara relatif terhadap pemeriksa. Probe doppler mentransmisikan sinyal ultrasonik yang dipantulkan oleh jaringan dibawahnya. Ketika sel darah merah bergerak melalui arteri, perubahan frekuensi Doppler akan dideteksi oleh probe. Perbedaan antara frekuensi yang ditransmisikan dan yang diterima ditunjukan oleh karakteristik suara monitor. Udara memantulkan ultrasonik, karena itu jelly (yang tidak korosif) harus dioleskan antara probe dengan kulit. Posisi yang benar dari probe yaitu harus berada tepat diatas arteri, karena sinyal harus melalui dinding pembuluh darah.2

3) Auskultasi

Pengembangan dari manset tekanan darah menciptakan tekanan antara sistolik dan tekanan diastolik sehingga arteri dibawahnya secara parsial akan kolaps,

(3)

menghasilkan aliran turbulen dan suara Korotkoff. Suara ini dapat didengar melalui stetoskop yang diletakkan dibawah distal sepertiga manset tekanan darah yang dikembangkan. Tekanan darah sistolik bertepatan dengan mulai terdengarnya suara korotkoff, tekanan diastolik ditentukan dengan menghilangnya suara korotkoff.2,4 4) Osilometri

Pulsasi arteri menyebabkan osilasi pada tekanan manset. Osilasi akan melemah bila manset dipompa melebihi tekanan sistolik. Ketika tekanan manset diturunkan ke tekanan sistolik, pulsasi diteruskan ke seluruh manset dan osilasi akan meningkat. Osilasi maksimal timbul ketika mean arterial pressure, kemudian osilasi akan menurun. Karena beberapa osilasi ada di atas atau di bawah tekanan darah arteri, manometer aneroid atau raksa dapat memberikan pengukuran yang tidak akurat. Osilometrik tidak seharusnya digunakan pada pasien dengan bypass cardio-pulmonal.2

5) Arterial Tonometri

Tonometri arterial mengukur tekanan darah arteri denyut per denyut dengan merasakan tekanan yang diperlukan untuk menekan sebagian arteri superfisial yang ditunjang oleh struktur tulang (contohnya arteri radialis). Tonometer terdiri dari beberapa transduser independen yang ditaruh di kulit di atas arteri. Stress kontak antara tekanan tranduser yang langsung di atas arteri dan kulit memantulkan tekanan intraluminal. Kekurangan dari pemakaian teknik ini termasuk sensitifitas pada gerakan dan perlu sering dikalibrasi.2

2. Monitoring Tekanan Darah Arteri secara Invasif a. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi pengukuran tekanan darah arteri invasif dengan kateterisasi termasuk hipotensi, antisipasi hipotensi atau deviasi tekanan darah yang besar, penyakit end-organ yang membutuhkan pengaturan tekanan darah denyut per denyut secara tepat dan kebutuhan analisa gas darah arteri.

Bila memungkinkan, kateterisasi seharusnya dihindari pada end artery yang kecil dengan aliran darah kolateral inadekuat dimana ada kecurigaan insufisiensi vaskuler (contohnya fenomena Raynaud’s).2

(4)

b. Pemilihan Arteri untuk Kanulasi 1) Arteri radialis

Sering dikanulasi karena letak yang superfisial dan aliran kolateral.2 2) Arteri ulnaris

Kateterisasi lebih sulit karena arteri lebih dalam dan lebih sulit. 2 3) Arteri brachialis

Besar dan mudah diidentifikasi pada fossa antecubiti. Namun pembuluh darah ini terletak di dekat siku sehingga menyebabkan kateter brachialis akan mudah kinking. 2

4) Arteri femoralis

Rentan pada pseudoaneurisma dan pembentukan atheroma tetapi sering menyediakan akses terakhir bagi pasien trauma atau luka bakar. 2

5) Arteri dorsalis pedis dan tibia posterior

Berada pada jarak tertentu dari aorta dan karena itu mempunya bentuk gelombang yang terganggu. 2

6) Arteri aksilaris

Keuntungannya adalah kenyamanan pasien, mobilitas dan akses ke tekanan arteri sentral. Dikelilingi oleh pleksus aksilaris dan kerusakan saraf dapat disebebkan hematoma atau kanulasi traumatik. Udara atau trombus dapat dengan cepat masuk ke sirkulasi serebral selama pengisian arteri aksilaris kiri. 2,3

c. Teknik dan Komplikasi 1) Kanulasi Arteri Radialis

Supinasi dan ekstensi dari pergelangan tangan memberikan pemaparan yang cukup dari arteri radialis. Sistem pressure tubing transducer harus dekat dan telah diisi dengan cairan salin untuk memastikan terjadinya hubungan yang lebih mudah dan cepat setelah kanulasi. Denyut radialis diraba dan arteri ditentukan dengan menekan perlahan ujung jari tengah dan telunjuk anestesiolog tangan non dominan pada area dengan denyut maksimal.2,3

Setelah diasepsis, 1% lidokain diinfiltrasikan langsung ke kulit dengan sudut 45 derajat, mengarah ke titik yang dipalpasi. Bila ada darah yang tampak, jarum direndahkan membentuk sudut 30 derajat dan dimasukan 1 – 2 mm untuk meyakinkan ujung kateter masuk dengan baik ke lumen pembuluh darah. Memutar kateter kadangkala membantu memasukan kateter melalui dari jarum lalu ditarik. Kencangkan tekanan di atas arteri, proksimal ujung kateter dengan ujung jari tengah

(5)

dan manis mencegah darah menyembur ketika tube dihubungkan. Gunakan selotip tahan air atau jahitan untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya.2,3

Komplikasi monitoring intraarterial termasuk hematoma, perdarahan, vasospasme, arterial thrombosis, embolisasi gelembung udara, nekrosis kulit sekitar kateter, kerusakan saraf, infeksi, kehilangan jari dan injeksi intra arterial yang tak disengaja. Faktor yang berkaitan dengan meningkatnya komplikasi termasuk kanulasi lama, hiperlipidemia, cobaan insersi yang berulang, wanita, sirkulasi ekstrakorporal dan penggunaan vasopresor.2

B. ELEKTROKARDIOGRAFI 1. Indikasi dan Kontraindikasi

Semua pasien seharusnya dimonitor elektrokardiografinya saat operasi. Tidak ada kontraindikasi. 2

2. Teknik dan Komplikasi

Penempatan lead menentukan sensitivitas diagnosis dari EKG. Lead EKG diposisikan di dada dan ekstremitas untuk menyediakan perspektif potensial elektrik yang berbeda. Saat akhir diastol, atrium berkontraksi sehingga menimbulkan gelombang P. Setelah itu, ventrikel terisi dan menunggu untuk terjadinya sistol. Komplek QRS mulai menggambarkan aktivitas elektrik sistol setelah terjadi penundaan atrioventricular node (AV). Depolarisasi ventrikel dari AV node ke sistem intraventrikuler melalui berkas Purkinje. QRS normal bertahan selama 120 milidetik, dan dapat memanjang pada pasien dengan kardiomiopati dan gagal jantung.2

Aksis elektrik dari lead II paralel dengan atrium, menghasilkan gelombang P yang paling besar dari seluruh lead. Hal ini memperjelas diagnosis aritmia dan deteksi iskemia diniding inferior. Lead V5 terletak pada ruang interkostal ke 5 pada garis aksilaris anterior,

posisi ini baik untuk mendeteksi iskemia dinding anterior dan lateral. Lead V5 yang sesungguhnya memungkinkan hanya pada EKG kamar operasi dengan paling sedikit 5 kabel lead, tetapi modifikasi V5 dapat diawasi dengan mengatur lagi peletakan lead standar 3 tungkai. Idealnya karena setiap lead memberikan informasi yang unik, lead II dan V5 harus di monitor secara simultan dengan ECG dengan 2 channel. Bila hanya ada satu channel yang tersedia, lead yang lebih dipilih untuk monitoring tergantung pada lokasi infark atau iskemia yang sebelumnya. 2

(6)

C. KATETERISASI VENA SENTRAL 1. Indikasi dan Kontraindikasi

Kateterisasi vena sentral diindikasikan untuk pengawasan tekanan vena sentral dalam penatalaksanaan cairan pada hipovolemia dan syok, infus obat kaustik dan nutrisi parenteral total, aspirasi emboli udara, insersi lead intrakutaneus dan untuk memperoleh akses vena pada pasien dengan vena perifer yang buruk. 2

Kontraindikasi termasuk tumor, gumpalan atau atau keadaan vegetasi pada katup trikuspid yang dapat menyebabkan embolisasi. Kontraindikasi lain berkaitan dengan tempat kanulasi. 2

2. Teknik dan Komplikasi

Kanulasi vena sentral melibatkan proses memasukkan kateter ke dalam vena sehingga ujung kateter terletak di sistem vena dalam toraks. Karena lokasi ini menghubungkan ujung kateter ke tekanan intrathoraks, inspirasi akan menurunkan atau meningkatkan tekanan vena sentral, tergantung apakah ventilasi dikontrol atau spontan. 2

Kanulasi dapat dilakukan di berbagai tempat. Kateterasi jangka panjang pada vena subklavia dihubungkan dengan resiko nyata dari pneumothoraks selama insersi dan dengan infeksi yang terkait dengan lamanya kateter terpasang. Vena jugularis internal kanan menyediakan kombinasi antara akses dan keamanan. Kateterisasi pada sisi kiri menuingkatkan resiko erosi vaskuler, efusi pleura dan chylothoraks. Paling tidak ada 3 tehnik kanulasi : kateter pada jarum (sama dengan kateter perifer), kateter melalui jarum (membutuhkan tongkat jarum ukuran besar) dan kateter melalui kawat pengarah (Seldinger’s tehnik). 2

Risiko kanulasi vena sentral termasuk infeksi, emboli udara atau thrombus, disritmia (menandakan ujung kateter berada pada atrium kanan atau ventrikel), hematoma, hidrotoraks, chylothoraks, perforasi jantung, tamponade jantung, trauma pada saraf dan arteri yang terdekat dan trombosis. 2

D. KATETERISASI ARTERI PULMONALIS 1. Indikasi dan Kontraindikasi

(7)

Monitoring tekanan arteri pulmonalis dan curah jantung telah berulangkali terbukti memberikan informasi yang lebih akurat tentang kardiovaskular pada pasien yang sakit kritis daripada pemeriksaan klinis. Pada dasarnya, kateterisasi arteri pulmonal seharusnya dipertimbangkan bila sangat perlu untuk mengetahui index jantung, preload, status volume dan derajat pencampuran oksigen darah vena. Hal ini mungkin cukup penting pada pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik atau selama prosedur bedah yang mempunya kemungkinan insiden tinggi komplikasi hemodinamik. 2

Kontraindikasi relatif pada kateterisasi arteri pulmonal termasuk left branch bundle block komplit (karena resiko blok jantung komplit), Wolff-Parkinson-White syndrome dan malformasi Ebstein. Kateter dengan kemampuan pacing lebih baik pada keadaan ini. PAC dapat berfungsi sebagai nidus infeksi pada pasien bakteremia atau pembentukan thrombus pada mereka yang rentan pada hiperkoagulasi. 2

2. Teknik dan Komplikasi

Insersi PAC membutuhkan akses vena sentral, yang dapat dikerjakan dengan tehnik Seldinger. Dari kateter vena sentral, sebuah dilator dan pembungkus di masukkan melalui kawat pengarah. Pembungkus lumen mengakomodasi PAC setelah pencabutan dilator dan kawat pengarah. 2

Setelah diinsersi, kateter dicek dengan mengembangkan dan mengempiskan balonnya dan mengirigasi semua lumen intravaskuler dengan salin yang diheparinisasi. Bagian distal dihubungkan pada tranduser yang dipasang nol pada garis midaksilaris. 2

Kateter dimasukkan melalui pembungkus ke dalam vena juguler interna. Pada kira – kira 15 cm, ujung distal seharusnya memasuki atrium kanan, dan vena sentral melacak variasi respirasi yang memastikan posisi intrathoraks. Balon dikembangkan dengan udara berdasarkan rekomendasi pabrik, (biasanya 1,5 mL) untuk melindungi endokardium dari ujung kateter dan menyebabkan curah jantung ventrikel kanan langsung ke kateter sewaktu migrasi. Sebaliknya balon selalu dikempiskan sewaktu ditarik. Selama memasukkan kateter, EKG dimonitor bila terjadi disritmia. Ektopik sementara akibat iritasi endokardium ventrikel kanan oleh balon dan ujung kateter sering terjadi tetapi jarang membutuhkan terapi dengan lidokain intravena. Peningkatan tiba – tiba pada tekanan sistolik pada pelacak distal mengindikasikan lokasi ujung kateter pada ventrikel kanan . Jalan masuk ke arteri pulmonal biasanya terdapat pada 35 – 45 dan ditandai oleh peningkatan tiba – tiba saat tekanan diastolik.2

(8)

E. CURAH JANTUNG

1. Indikasi dan Kontraindikasi

Pengukuran cardiac output agar dapat memperkirakan perhitungan stroke volume adalah salah satu alasan dilakukannya kateter arteri pulmoner. Penyempurnaan tehnik non invasif dapat membawa ke monitoring curah jantung intraoperatif. Kontra indikasi untuk pengukuran curah jantung dengan thermodilution sama dengan kontraindikasi kateterisasi arteri pulmonalis. 2

2. Teknik dan Komplikasi

a. Thermodilution

Injeksi sejumlah cairan (2,5, 5 atau 10 ml) dengan suhu dibawah suhu tubuh (biasanya pada suhu ruangan atau didinginkan) ke atrium kanan akan mengubah suhu darah yang menyentuh termistor pada ujung PAC. Derajat perubahan akan mencerminkan curah jantung. Perubahan suhu minimal bila ada aliran darah yang tinggi tetapi nyata bila aliran rendah. Setelah injeksi, temperatur dapat dimasukkan ke dalam kurva termodilusi. Curah jantung ditentukan dengan program komputer yang terintegrasi dengan daerah di bawah kurva.2

b. Dye Dilution

Pewarna indosianin hijau (atau indikator lain) disuntikan melalui kateter vena sentral, yang kemudian akan tampak pada sampel arteri yang dianalisa dengan detektor tertentu, sebuah densitometer untuk indosianin hijau. Daerah yang dibawah kurva indikator pewarna dihubungkan dengan curah jantung. Teknik dilusi pewarna tersebut, bagaimanapun juga menggambarkan masalah dari resirkulasi, sampel darah arteri.2

c. Pulse Contour Devices

Pulse contour devices menggunakan pelacakan tekanan arteri untuk memperkirakan cardiac outputdan parameter dinamis lainnya seperti tekanan pulsasi dan variasi stroke volume dengan ventilasi mekanik. Indikasi ini digunakan untuk menentukan apakah hipotensi akan merespon jika diberi terapi cairan.2

(9)

Doppler esofagus berpegang pada prinsip Doppler untuk mengukur velositas aliran darah dari descending thoracic aorta. yang meningkat dengan iskemia miokardium dan interpretasi yang berbeda-beda.2

e. Thoracic Bioimpedance

Perubahan dari volume thoraks menyebabkan perubahan pada resistensi toraks (bioimpedance). Bila perubahan thoracic bioimpedance diukur seletah depolarisasi ventrikel, stroke volume dapat terus ditentukan.2

Tehnik non invasif ini membutuhkan 6 pasang elektroda ECG untuk menginjeksi microcurrent dan untuk merasakan bioimpedance pada kedua sisi dada. Kerugian teknik ini termasuk rentan pada gangguan elektrik dan ketergantungan pada posisi elektroda yang benar.2

Baik dengan cara suprasternal maupun transtracheal Doppler, ketepatan tehnik ini masih dipertanyakan pada beberapa kelompok pasien termasuk yang menderita kelainan katup aorta atau operasi jantung terdahulu.2

f. Prinsip Fick

Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh seorang individual (VO2) sama dengan perbedaan antara oxygen content (C) arteri dengan vena (a-v) dikalikan dengan cardiac output (CO).2

Konsumsi O2 V O2

CO = --- = a-v O2 perbedaan isi Ca O2-Cb O2

Campuran venous dan arterial oxygen content dapat ditentukan dengan mudah jika kateter arteri pulmoner dan arterial line terpasang. Konsumsi oksigen dapat dikalkulasi berdasarkan oxygen content pada udara yang diinspirasi dan diekspirasi. Variasi dari prinsip Fick adalah dasar dari seluruh metode indikator-dilusi dari penentuan curah jantung.2

(10)

Transesophageal echocardiography (TEE) dan transthoracic echocardiography (TTE) merupakan alat yang paling baik dalam mendiagnosis dan memeriksa fungsi kardiovaskuler perioperatif. Kedua pendekatan ini semakin banyak digunakan di kamar operasi. Terbatasnya akses ke dada di kamar operasi menjadikan TEE salah satu pilihan ideal untuk memvisualisasikan jantung. Baik TTE maupun TEE dapat digunakan preoperatif ataupun post-operatif. Disposable TEE probe sekarang tersedia sehingga dapat tetap bersama pasien yang sedang kritis selama beberapa hari. Hal ini memungkinkan pemeriksaan TEE secara intermiten.2

BAB II

MONITORING MIKROSIRKULASI

Terdapat banyak teknik untuk memonitor mikrosirkulasi namun sampai sekarang belum transisi ke tatalaksanan utama perawatan klinis. Secara klinis, terdapat teknik untuk

mengevaluasi perfusi jaringan seperti adanyan mottled skin, akrosianosisi delayed capillary refill time dan meningkatnya gradien temperatur dari sentral ke perifer dapat

mengindikasikan adanya gangguan mikrosirkulasi.1

Biomarker yang mungkin dapat dipakai antara lain seperti laktat dan meningkatnya hialuronan plasma.1

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bersten A.D., Soni N. Haemodynamic Monitoring In Oh’s Intensive Care Manual, 7th

Edition. Elsevier. pp 122-137.

2. Miller D.R., Cohen N.H, Eriksson L.I. 2015. Cardiovascular Monitoring In Miller’s Anesthesia, 8th Edition. Elsevier. pp. 1345-1392.

3. Morgan G.E., Mikhail M.S., Murray M.J. 2013. Airway Management In Clinical Anesthesiology, 5th Edition. McGraw-Hill. pp. 309-329.

4. Latief S.A., Suryadi K.A., Dachlan M.R. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

5. Soenarto. R., Chandra. S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen anestesiologi dan intensive care FKUI –RS Cipto Mangunkusumo. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa peneliti panjatkankehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya,sehingga peneliti dapat

Hal ini dimaksudkan untuk menampung dinamika pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain transfer of development rights (TDR) dan air right

return on asset Bank Sumsel Babel periode 2008-2015 adalah tinggi tapi jika dibandingkan dengan return on asset perbankan secara nasional adalah rendah, (2)inflasi

Pada pertemuan pertama dilakukan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, setelah tes yang diberikan diketahui bahwa hasil nilai pretest siswa masih tergolong

Guru memberikan pendahuluan dengan membicarakan tentang alat peraga seekor kelinci dan wortel misalnya tentang ciri-ciri kelinci 3 Guru merangsang anak untuk mendengarkan

Pengecualian dari instrumen ekuitas AFS, jika, pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara obyektif dengan sebuah peristiwa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subak di perdesaan merupakan subak berkelanjutan berdasarkan kesesuaian lahan potensial pada kelas cukup sesuai (S2) hingga

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan hasil belajar IPA dapat di upayakan melalui penggunaan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT)