• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Data lain. Analisis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Data lain. Analisis"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

Proses dalam melakukan analisis laporan keuangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Input Laporan Keuangan Data lain

Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan

Output Informasi

yang Berguna untuk Pengambilan Keputusan

Gambar 2.1

Proses Analisis Laporan Keuangan Sumber: Harahap (2013 : 191)

(2)

2.1.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil dari proses atau siklus akuntansi. Siklus akuntansi terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap pencatatan, meliputi analisis transaksi dan bukti-bukti transaksi penjurnalan, dan pemindahbukuan (posting) dari jurnal ke akun-akun.

2. Tahap pengikhtisaran, meliputi pembuatan neraca saldo.

3. Tahap pembuatan laporan keuangan (pelaporan), yaitu pembuatan laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan posisi keuangan, dan laporan arus kas.

Laporan keuangan yang telah dibuat oleh perusahaan ditujukan kepada stakeholder atau pihak-pihak yang berkepentingan, yang terdiri atas:

1. Pemakai langsung laporan keuangan: a. Pemilik perusahaan

Laporan keuangan bagi pemilik perusahaan sebagai pihak yang menginvestasikan sumber daya, merupakan suatu alat dalam menilai pencapaian prestasi atau hasil manajemen suatu perusahaan. Karena pemilik perusahaan ingin mendapatkan nilai yang paling ekonomis atas investasi mereka. Apabila perusahaan yang mereka investasikan mampu memperoleh keuntungan maka secara otomatis pemilik perusahaan akan mendapatkan bagian laba dalam bentuk dividen.

Pemilik perusahaan juga dapat menilai posisi keuangan perusahaan dan pertumbuhannya, serta memprediksi kondisi

(3)

perusahaan di masa datang, yang akan digunakan sebagai pertimbangan untuk menambah atau mengurangi investasinya.

Selain itu, jika pada akhirnya pemilik perusahaan ingin menjual kepemilikan sahamnya dalam perusahaan, mereka juga mempunyai kepentingan atas kelayakan ekonomis perusahaan, yang tergambar dari nilai saham dan laba perlembar saham perusahaan. b. Manajer

Merupakan orang yang diberi wewenang oleh pemilik untuk mengoperasikan perusahaan. Tugas utama seorang manajer adalah untuk mengevaluasi kinerja ekonomi melalui laporan keuangan perusahaan, untuk menilai baik dari sisi individu-individu dalam perusahaan maupun dari sisi departemen-departemennya, selain itu juga sebagai media untuk menentukan kebijakan dan perkiraan pengembalian di masa datang.

Laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban pengelolaan kepada pemilik karena apabila seorang manajer memiliki kinerja yang buruk maka biasanya ia akan diberhentikan oleh pemilik perusahaan tersebut.

c. Kreditor

Kreditor menginvestasikan sumber dayanya melalui pemberian kredit. Oleh karena itu, kreditor akan melihat kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya. Kemampuan perusahaan ini terlihat dari laporan keuangan perusahaan yang di dalamnya terdapat

(4)

laporan arus kas, jumlah modal serta asset yang dimiliki. Dengan demikian, kreditor akan merasa lebih aman ketika memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan.

d. Pemerintah

Pemerintah Laporan keuangan perusahaan yang dilaporkan digunakan sebagai dasar untuk perhitungan besarnya pajak yang harus dibayarkan perusahaan kepada pemerintah yang diatur dengan menggunakan peraturan-peraturan perpajakan.

Semakin baik kinerja perusahaan maka semakin besar pula pajak yang akan dibayar. Dengan melihat laporan keuangan, fiskus dapat memperkirakan besarnya pajak yang diterima dari perusahaan sebagai dasar pembuatan perencanaan kebijakan untuk pembangunan. Selain itu juga sebagai dasar dalam penetapan kebijakan baru, menilai keperluan bantuan atau tindakan lain, serta menilai kepatuhan perusahaan terhadap aturan yang ditetapkan.

e. Pemasok (supplier)

Laporan keuangan menjadi informasi untuk mengetahui apakah perusahaan layak mendaptkan fasilitas kredit, lama yang akan diberikan, serta menilai sejauh mana potensi risiko yang dimiliki. f. Pegawai/karyawan perusahaan

Karyawan perlu mengetahui kondisi keungan untuk memutuskan apakah ia masih harus bekerja atau pindah, karena

(5)

kondisi keuangan yang buruk akan menimbulkan kemungkinan pemecatan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mengurangi biaya.

Selain itu dengan mengetahui hasil yang dicapai perusahaan ia dapat menilai apakah balik hasil yang diterimanya sudah adil atau tidak.

g. Pelanggan

2. Pemakai tidak langsung laporan keuangan. a. Konsultan dan analis laporan keuangan b. Bursa efek

c. Penasihat hukum

d. Badan pemerintah terkait e. Asosiasi pengusaha f. Serikat pekerja g. Para pesaing h. Masyarakat umum

Laporan keuangan perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan perusahaan dan memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan proses pembelajaran di bidang keuangan.

(6)

2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan oleh IAI menurut PSAK No. 1 (dalam Ng dkk, 2012 : 120) adalah “untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi beragam pengguna laporan dalam membuat keputusan ekonomi”.

Tujuan laporan keuangan menurut A Statement of Basic Accounting

Theory (ASOBAT) dalam Harahap (2012 : 126), merumuskan empat tujuan

laporan keuangan sebagai berikut :

a. Membuat keputusan yang menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan untuk menetapkan tujuan.

b. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya.

c. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan. d. Membantu fungsi dan pengawasan sosial.

Menurut APB Statement No. 4 dalam Harahap (2012 : 126), tujuan laporan keuangan digolongkan sebagai berikut:

a. Tujuan Khusus

Tujuannya untuk menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan lainnya secara wajar dan sesuai dengan GAAP.

b. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum laporan keuangan disebutkan sebagai berikut:

1. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber - sumber ekonomi, dan kewajiban perusahaandengan maksud: a. untuk menilai kekuatan dan kelemahan perusahaan; b. untuk menunjukkan posisi keuangan dan invesatsinya; c. untuk menilai kemampuannya untuk menyelesaikan

utang-utangnya;

d. menunjukkan kemampuan sumber-sumber kekayaannya yang ada untuk pertumbuhan perusahaan.

2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba dengan maksud:

(7)

a. memberikan gambaran tentang dividen yang diharapkan pemegang saham;

b. menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban kepada kreditor, supplier, pegawai, pajak, megumpulkan dana untuk perluasan perusahaan;

c. memberikan informasi kepada manajemen untuk digunakan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengawasan; d. menunjukkan tingkat kemempuan perusahaan mendapatkan

laba dalam jangka panjang;

3. Menaksir informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.

4. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.

5. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.

c. Tujuan Kualitatif

Adapun tujuan kualitatif yang dirumuskan APB Statement No. 4 adalah sebagai berikut:

1. Relevance

Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam proses pengambilan keputusan.

2. Understandability

Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting tetapi juga harus informasi yang dimengerti para pemakainya. 3. Verifiability

Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak lain yang akan menghasilkan pendapat yang sama.

4. Neutrality

Laporan akuntansi itu netral terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi dimaksudkan untuk pihak umum bukan pihak-pihak tertentu saja.

5. Timeliness

Laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat.

6. Comparability

Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan, artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama baik untuk suatu perusahaan maupun perusahaan lain.

7. Completeness

Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.

(8)

2.1.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan

IAI dalam PSAK No. 1 paragraf 10 (dalam Ng dkk, 2012 : 120) menyatakan bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:

a. laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode; b. laporan laba rugi komprehensif ;

c. laporan perubahan ekuitas; d. laporan arus kas;

e. kebijakan akuntansi beserta catatan atas laporan keuangan;

f. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

1. Laporan Posisi Keuangan

Laporan posisi keuangan (statement of financial position) adalah bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas pada akhir periode tersebut.

Laporan ini merupakan daftar yang mencatat secara sistematis mengenai dari mana perusahaan mendapat uang (berupa utang dan modal) serta bagaimana perusahaan menggunakan uang tersebut. Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, liabilitas, dan ekuitas.

Pada bagian aset dalam neraca biasanya disusun berdasarkan urutan tingkat likuiditas aset tersebut, laibilitas diseusun berdasarkan urutan jatuh temponya, dan ekuitas disajikan berdasarkan sifat kekekalan.

(9)

Menurut IAI dalam PSAK No. 1 paragraf 51 (dalam Ng dkk, 2012 : 127), laporan posisi keuangan minimal mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut:

a. aset tetap;

b. properti investasi; c. aset tidak berwujud; d. aset keuangan;

e. investasi dengan menggunakan metode ekuitas; f. persediaan;

g. piutang dagang dan piutang lainnya; h. kas dan setara kas;

i. total aset yang diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual berdasarkan PSAK 5 Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan;

j. utang usaha dan utang lainnya; k. provisi;

l. laibilitas keuangan;

m. laibilitas dan aset untuk pajak;

n. laibilitas pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan;

o. laibilitas yang termasuk dalam kelompok yang dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58;

p. kepentingan non-pengendali (dalam PSAK 1 yang lama disebut Hak Minoritas);

q. modal saham dan cadangan.

Dalam menyajikan laporan posisi keuangan dapat digunakan: a. Bentuk Staffel atau Report Form

Laporan posisi keuangan ini dilaporkan sacara vertikal. Di sebelah atas dicantumkan total aset dan di bawahnya disajikan pos laibilitas dan pos ekuitas.

(10)

Di sini aset disajikan di sebelah kiri dan laibilitas serta ekuitas sitempatkan di sebelah kanan sehingga penyajiaannya menyebelah.

2. Laporan Laba Rugi Komprehensif

Laporan laba rugi komprehensif adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan tentang kinerja atau kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan pada suatu periode akuntansi.

Laporan laba rugi komprehensif menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih. Laporan tersebut menggunakan konsep perbandingan (matching concept) yaitu dengan membandingkan atau mengaitkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut.

Ada 2 format laporan laba rugi komprehensif menurut Ng dkk (2012 : 129) yaitu

PSAK 1 memberikan dua pilihan dalam format laporan laba rugi komprehensif. Yang pertama adalah laporan laba rugi komprehensif disajikan dalam satu kesatuan. Sedangkan pilihan kedua dalah menyajikan secara terpisah yakni laporan laba rugi dan laporan laba rugi komprehensif lain.

3. Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan perubahan ekuitas merupakan laporan yang menjelaskan perubahan ekuitas yang terjadi setelah perusahaan melakukan kegiatannya selama periode tertentu.

(11)

Laporan ini merupakan jembatan antara laporan laba rugi komprehensif dan laporan posisi keuangan. Karena hasil laba atau rugi dari laporan laba rugi komprehensif akan dipindahkan ke dalam laporan perubahan ekuitas, dan hasil dari laporan perubahan ekuitas yaitu ekuitas akhir akan dipindahkan ke dalam laporan posisi keuangan.

4. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas perusahaan.

Laporan arus kas terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.

b. Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.

c. Aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi kontribusi modal dan pinjaman entitas.

5. Catatan atas Laporan Keuangan

Dalam catatan atas laporan keuangan sesuai dengan IAI dalam PSAK No. 1 paragraf 109 (dalam Ng dkk, 2012 : 140):

(12)

a. menyajikan informasi tentang dasar akuntansi dan kebijakan akuntansi tertentu yang diterapkan;

b. mengungkapkan informasi yang diwajibkan SAK yang tidak disajikan di bagian lian dari laporan keuangan; dan

c. memberikan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi diperlukan untuk penyajian secara wajar.

2.1.4 Analisis Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan adalah suatu proses penjabaran pos-pos laporan keuangan menjadi informasi yang lebih rinci dan melihat hubungannya satu dengan yang lainnya sehingga dapat dipahami lebih mendalam, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan dalam proses pengambilan suatu keputusan.

Menurut Bernstein (dalam Harahap, 2013 : 190) “analisis laporan keuangan mencakup penerapan metode dan teknik analitis atas laporan keuangan dan data lainnya unuk melihat dari laporan itu ukuran-ukuran dan hubungan tertentu yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan”.

Tujuan analisis laporan keuangan menurut Bernstein (dalam Harahap, 2013 : 18) adalah sebagai berikut:

a. Screening

Analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger.

b. Forcasting

Analisis digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang.

c. Diagnosis

Analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain.

(13)

Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efisiensi, dan lain-lain.

2.1.5 Prediksi Kebangkrutan Perusahaan

Kebangkrutan adalah situasi di mana perusahaan mengalami defisit atau kesulitan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan (2000 : 139) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah :

a. Faktor Umum 1. Sektor ekonomi

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

2. Sektor sosial

Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.

3. Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadudan para manajer pengguna kurang profesional.

4. Sektor pemerintah

Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

b. Faktor Eksternal Perusahaan 1. Faktor pelanggan atau nasabah

(14)

Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.

2. Faktor pemasok/kreditur

Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank.

3. Faktor pesaing/bank lain

Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi pendapatan yang diterima.

c. Faktor Internal Perusahaan

Menurut Harnanto dalam Adnan (2000 : 140) faktor-faktor penyebab kebangkrutan secara internal adalah sebagai berikut :

1. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar. 2. Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang

adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari manajemen.

3. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

Menurut Hanafi (2003 : 264) indikator-indikator dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan yaitu :

1. Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.

2. Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada persaingan yang dihadapi oleh perusahaan.

3. Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya. 4. Kualitas manajemen.

(15)

Dalam melakukan prediksi kebangkrutan perusahaan diperlukan analisis rasio melalui laporan keuangan. Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan, yakni model Beaver (1966), Altman (1968), Springate (1978), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983).

2.1.6 Prediksi Kebangkrutan dengan Teknik Model Z-Score Altman Berdasarkan jurnal “Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting the Z- score and Zeta Model” yang ditulis oleh Altman (2000), model Z-Score Altman merupakan model prediksi yang dirumuskan oleh Altman pada tahun 1968, model ini digunakan untuk melakukan prediksi terhadap kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan. Model Z-score Altman menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis (MDA) dimana dalam perhitungannya menggunakan rasio-rasio keuangan.

Dalam jurnal yang sama Altman (2000) menjelaskan pula bahwa rumus perhitungan Z-score Altman telah mengalami perkembangan, pertama adalah rumus yang digunakan untuk perusahaan manufaktur yang telah go

public, yaitu Z-score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 0,999 X5.

Perkembangan selanjutnya ditujukan bagi perusahaan pribadi, telah dilakukan perubahan pada nilai X4 = book value of equity / book value of

total liabilities sehingga rumusnya menjadi Z-score = 0,717 X1 + 0,847 X2 +

(16)

bidang non-manufaktur dan emerging markets, rumusnya dimodifikasi menjadi Z-score = 3,25 + 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4.

Oleh karena PT. Te1komsel Tbk. merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa sehingga penulis akan menggunakan rumus Z-score untuk perusahaan non-manufaktur, yaitu: Z-score = 3,25 + 6,56 X1 + 3,26 X2

+ 6,72 X3 + 1,05 X4.

Penjabaran dari masing-masing variabel X1, X2, X3, X4 yang

berdasarkan pada penjelasan Altman (2000 : 12-13) berikut ini: 1. X1 = Working Capital / Total Assets

Working capital / total assets merupakan rasio yang digunakan

pertama, rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Biasanya apabila sebuah perusahaan mengalami kerugian operasi yang terus menerus maka aset lancar akan mengalami penurunan. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya nilai working capital / total assets karena modal kerja dihitung dengan cara mengurangkan aset lancar dengan utang lancar.

Rasio ini secara lengkap diajabarkan sebagai:

X1 =

𝑾𝒐𝒓𝒌𝒊𝒏𝒈 𝑪𝒂𝒑𝒊𝒕𝒂𝒍 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔

=

𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 − 𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑳𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔

2. X2 = Retained Earnings / Total Assets

Retained earning merupakan akun yang menunjukkan jumlah total

dari laba dan/atau rugi yang ditanamkan kembali dalam perusahaan selama perusahaan beroperasi.

Umur perusahaan dapat dilihat secara tersirat pada rasio ini, hal ini karena pada perusahaan yang muda rasio retained earnings / total assets menunjukkan nilai yang rendah, yang disebabkan oleh keterbatasan waktu dalam pengumpulan keuntungan kumulatifnya.

(17)

Selain itu, rasio retained earnings / total assets juga dapat mengukur leverage dari suatu perusahaan. Perusahaan dengan nilai

retained earnings / total assets yang lebih tinggi dibandingkan dengan total asset menunjukkan bahwa perusahaan membiayai aset-asetnya

dengan menahan keuntungan dan bukannya dengan menggunakan utang untuk membiayainya.

Rasio ini secara lengkap diajabarkan sebagai:

X2

=

𝑹𝒆𝒕𝒂𝒊𝒏𝒆𝒅 𝑬𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈𝒔 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔

3. X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Assets

Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas yang sebenarnya dari aset perusahaan, di luar dari faktor pajak atau leverage.

Rasio ini sangat cocok dalam menentukan kebangkrutan perusahaan karena keberlanjutan perusahaan sangatlah tergantung dari tingkat kemampuan aset perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Selain itu, keadaan bangkrut terjadi saat total laibilitas melebihi penilaian wajar terhadap aset perusahaan yang ditentukan dari kemampuan aset dalam menghasilkan keuntungan.

Rasio ini secara lengkap diajabarkan sebagai:

X3 =

𝑬𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 𝑩𝒆𝒇𝒐𝒓𝒆 𝑰𝒏𝒕𝒆𝒓𝒆𝒔𝒕 𝒂𝒏𝒅 𝑻𝒂𝒙𝒆𝒔 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔

4. X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Liabilities

Dalam rasio ini liabilitas meliputi liabilitas lancar dan liabiltas jangka panjang. Liabilitas merupakan bagian sangat penting untuk diperhatikan karena liablitas yang terlalu besar akan berbahaya bagi keberlangsungan hidup perusahaan, sebab liabilitas akan memunculkan bunga yang harus dibayar. Rasio ini menunjukan seberapa banyak aset perusahaan dapat menurun nilainya sebelum liabilitas melebihi aset dan perusahaan menjadi insolvent.

(18)

X4 =

𝑩𝒐𝒐𝒌 𝑽𝒂𝒍𝒖𝒆 𝒐𝒇 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 𝑩𝒐𝒐𝒌 𝒗𝒂𝒍𝒖𝒆 𝒐𝒇 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑳𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔

Klasifikasi risiko kebangkrutan sebuah perusahaan non manufaktur berdasarkan model Z-score Altman dalam Kpodoh (2009 : 33) adalah :

1. untuk nilai Z-score lebih kecil dari 1,10 berarti perusahaan berada pada distressed zone artinya perusahaan memiliki kesulitan keuangan dan risiko kebangkrutan yang tinggi.

2. untuk nilai Z-score antara 1,10 sampai 2,60 berarti perusahaan dianggap berada pada daerah abu - abu (gray zone). Pada zona ini, perusahaan memiliki kemungkinan bangkrut akan tetapi masalah keuangan yang dihadapi tidaklah separah perusahaan yang berada pada distressed zone, masalah keuangan ini haruslah segera ditangani dengan cara yang tepat. Sehingga pada zona ini peran manajemen sangatlah penting dalam mencegah terjadinya kebangkrutan tersebut.

3. untuk nilai Z-score lebih besar dari 2,60 berarti perusahaan berada pada safe zone sehingga perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat dan tidak bangkrut.

(19)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis prediksi kebangkrutan perusahaan sebagaimana diuraikan berikut ini dan diikhtisarkan pada tabel 2.1.

Haynes dkk (2010) melakukan dengan judul “A Study of the Efficacy of Altman’s Z to Predict Bankruptcy of Specialty Retail Firms Doing Business in Contemporary Times”. Haynes dkk memilih sampel sebanyak 4 pasang perusahaan retail untuk tahun 2007 dan 4 pasang perusahaan retail pada tahun 2008 dan menggunakan financial distress sebagai variable independen dan analisis diskriminan Altman sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan model score Altman untuk perusahaan non-manufaktur yaitu: Z-score = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4, indikatornya adalah

X1= 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 , X2= 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 , X3= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝐸𝐵𝐼𝑇 , X4=

𝐵𝑉 𝑜𝑓 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

𝐵𝑉 𝑜𝑓 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 . Hasil dari penelitian ini adalah bahwa model Z-score Altman

dapat memprediksi bankruptcy filing secara akurat sebesar 94% dan memprediksi

financial distress secara akurat sebesar 90%.

Reddy dkk (2013) melakukan penelitian berjudul “Financial Status of Select Sugar Manufacturing Units-Z Score Model”. Penelitian ini dilakukan dengan sampel sebanyak 3 perusahaan gula di India penelitian yaitu Chittoor Co-Operative Sugars Ltd., Prudential Sugar Corporation Ltd., dan Sri Venkateswara Co-operative Sugar Factory Ltd. dari tahun 2004-2010. Penelitian ini menggunakan financial distress sebagai variabel independen dan analisis

(20)

model Z-score Altman yaitu Z-score = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4

+ 0,998 X5, dan indikatornya adalah X1= 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 , X2= 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 ,

X3= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝐸𝐵𝐼𝑇 , X4= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑢𝑛𝑑𝑠 , X5= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 .Hasil analisis model Z-score

Altman menunjukkan kinerja keuangan dari ketiga perusahaan sampel buruk dan menghadapi financial distress.

Bright Kpodoh (2009) melakukan penelitian dengan judul “Bankruptcy and Financial Distress Prediction in the Mobile Telecom Industry” dengan jumlah sampel sebanyak 3 perusahaan telekomunikasi di Ghana yang yaitu: Mobile Telecommunications Network Ltd (MTN), Millicom Ghana Limited (Tigo), dan Ghana Telecommunication Company Limited. Penelitian ini menggunakan

financial distress sebagai variabel independen dan analisis diskriminan Altman

sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini digunakan analisis statistik deskritif, analisis model Z-score Altman, serta analisis rasio keuangan dan

trending. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keterkaitan antara financial distress, kebangkrutan, kompetisi, dan good governance. Kesimpulan

yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa model Z-score Altman dapat secara akurat memprediksi secara akurat salah satu perusahaan mengalami insolvency dan mengklasifikasikan yang lainnya sebagai kuat secara financial, serta mendukung bahwa terdapat hubungan antara good governance, kinerja perusahaan, atau financial distress.

Siregar (2011) melakukan penelitian dengan judul “Penilaian Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Dengan Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Kontruksi Bangunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode

(21)

2007-2009”, dengan jumlah sampel sebanyak 6 perusahaan kontruksi bangunan dengan menggunakan model Altman. Penelitian ini menggunakan model Z-score = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5, dengan indikator X1= 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 , X2= 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 , X3= 𝐸𝐵𝐼𝑇 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠, X4= 𝑀𝑉 𝑜𝑓 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝐵𝑉 𝑜𝑓 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠, X5= 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠. Hasil penelitian menunjukkan 16.66 % atau 1 perusahaan dikategori

bangkrut pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Sedangkan yang masuk kategori rawan bangkrut sebanyak 66.66 % atau 4 perusahaan pada tahun 2007, 2008 dan 2009, serta 16.66% atau 1 perusahaan pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dikategori perusahaan tidak bangkrut.

Saragih (2010) melakukan penelitian dengan judul “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-score Altman pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian dilakukan terhadap 9 perusahaan yang bergerak di bidang farmasi, menggunakan

financial distress sebagai variabel independen dan analisis diskriminan Altman

sebagai variabel dependen. Peneliti menggunakan model Z-score = 0,717 X1 +

0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5, dengan indikator X1= 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 ,

X2= 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 , X3= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝐸𝐵𝐼𝑇 , X4= 𝐵𝑉 𝑜𝑓 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠𝑀𝑉 𝑜𝑓 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 , X5= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 .

Hasil penelitian menunjukkan model Altman Z-score dapat diimplementasikan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan perusahaan dibidang farmasi.

(22)

Penelitian terdahulu di atas dapat diikhtisarkan pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Penelitian Variabel

Penelitian Hasil Penelitian Haynes dkk (2010) A Study of the Efficacy of Altman’s Z to Predict Bankruptcy of Specialty Retail Firms Doing Business in Contemporary Times Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian menunjukkan model Z-score Altman dapat memprediksi

bankruptcy filing

secara akurat sebesar 94% dan memprediksi

financial distress

secara akurat sebesar 90% Reddy dkk (2013) Financial Status of Select Sugar Manufacturing Units-Z Score Model Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress

Hasil analisis model Z-score Altman

menunjukkan kinerja keuangan dari ketiga perusahaan sampel buruk dan menghadapi

financial distress Bright Kpodoh (2009) Bankruptcy and Financial Distress Prediction in the Mobile Telecom Industry Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Z-score Altman dapat secara akurat memprediksi secara akurat salah satu perusahaan mengalami

insolvency dan

mengklasifikasikan yang lainnya sebagai kuat secara finansial. Putri Nanda Siregar (2011) Penilaian Tingkat Kebangkrutan Perusahaan dengan Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Kontruksi Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian menunjukkan 16.66 % atau 1 perusahaan dikategori bangkrut pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Sedangkan yang masuk kategori rawan bangkrut

sebanyak 66.66 % atau 4 perusahaan pada

(23)

Periode 2007-2009 tahun 2007, 2008 dan 2009, serta 16.66% atau 1 perusahaan pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dikategori perusahaan tidak bangkrut Tommy D. Saragih (2010) Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian menunjukkan model Altman Z-score dapat diimplementasikan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan dibidang farmasi

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menghubungkan antara suatu konsep dengan konsep lain yang akan diamati pada saat penelitian dilakukan. Kerangka konseptual secara teoritis menggambarkan hubungan kausalitas antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah X1, X2, X3, dan X4. Sedangkan variabel terikatnya

merupakan hasil dari nilai Z-score itu sendiri.

Klasifikasi nilai Z-score menurut Kpodoh (2009 : 33), dapat dibagi dalam 3 zona yaitu: nilai Z-score lebih kecil dari 1,10 berarti perusahaan berada pada distressed zone atau bangkrut, nilai Z-score antara 1,10 sampai 2,60 berarti perusahaan dianggap berada pada daerah abu - abu (gray zone),

(24)

dan nilai Z-score lebih besar dari 2,60 berarti perusahaan berada pada safe

zone atau tidak bangkrut.

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Total Z-Score (Y) Z < 1,10 Bangkrut (Distressed Zone) 1,10 < Z < 2,60 Kritis (Gray Zone) X1 X3 X2 X4 Z > 2,60 Tidak Bangkrut (Safe Zone)

(25)

2.3.2 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teoritis dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1: PT.Telkomsel Tbk. diprediksi akan bangkrut berdasarkan analisis model Z-score Altman terhadap laporan tahunan periode 2010-2012.

H2: Tidak terdapat perbedaan signifikan antara nilai Z-Score PT. Telkomsel Tbk. dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012.

H3: Kondisi keuangan PT.Telkomsel Tbk. kurang baik dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012 dilihat dari nilai X1, X2, X3, X4, serta Z-Score.

Referensi

Dokumen terkait

Sisa potongan tali pusat pada bayi harus dirawat, jika tidak dirawat dengan baik maka dapat memperlambat putusnya tali pusat dan menjadi tempat koloni bakteri yang berasal

Jawab :.. Sifat dari gerbang dasar yang dibentuk oleh universal NAND Gate adalah memiliki sifat yang sama dengan gerbang dasar logika itu sendiri. Hanya saja yang membedakan

Pada bagian kedua ini merupakan bagian munculnya buih. Pertama yang memulai tabuhan adalah instrumen Bonang Penerus, jika. pola tersebut memasuki rambahan yang

 Memutuskan bahwa konsep matematika yang digunakan sudah sesuai untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Melaksanakan

Menurut Pasal 1 ayat 2 KUHAP penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari

Sifat ZnO yang mudah bereaksi menjadikan bahan tersebut dapat disintesis menjadi nanopartikel sebagai filler pada pembuatan bio- nanokomposit film berbahan

Gambat elevasi tanah asli dan elevasi

Before computing the correlation map, the sensed image is scaled and aligned to the reference image using the altitude information from the pressure sensor (as for the odometry)