BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan otot dan spasme, Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan otot dan spasme, yang diakibatkan oleh toksin dari Clostridium tetani. Tetanus berasal dari kata yang diakibatkan oleh toksin dari Clostridium tetani. Tetanus berasal dari kata Yunani “tetanos” yang berarti “berkontraksi”. Pada luka dimana
Yunani “tetanos” yang berarti “berkontraksi”. Pada luka dimana terdapat keadaanterdapat keadaan yang anaerob seperti luka kotor dan nekrotik, bakteri ini memproduksi tetanospasmin, yang anaerob seperti luka kotor dan nekrotik, bakteri ini memproduksi tetanospasmin, neurotoksin yang cukup poten. Neurotoksin ini menghambat pengeluaran neurotoksin yang cukup poten. Neurotoksin ini menghambat pengeluaran neurotransmitter inhibisi pada sistem saraf pusat, yang mengakibatkan kekakuan neurotransmitter inhibisi pada sistem saraf pusat, yang mengakibatkan kekakuan otot.
otot.1,21,2
Pada negara maju angka kejadian penyakit tetanus kecil, karena angka Pada negara maju angka kejadian penyakit tetanus kecil, karena angka cakupan imunisasi sudah cukup baik. Namun pada negara yang sedang berkembang, cakupan imunisasi sudah cukup baik. Namun pada negara yang sedang berkembang, tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus pertahun di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 terdapat 1 juta kasus pertahun di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk
penduduk per tahun per tahun serta angka serta angka kematian 300.00kematian 300.000-500.000 0-500.000 pertahun. Spertahun. Sebagian besarebagian besar kasus pada negara berkembang adalah tetanus neonatorum, namun angka kejadian kasus pada negara berkembang adalah tetanus neonatorum, namun angka kejadian tetanus pada dewasa juga cukup tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan program tetanus pada dewasa juga cukup tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan program imunisasi yang tidak adekuat.
imunisasi yang tidak adekuat.33
Tetanus terutama ditemukan pada negara-negara kurang dan sedang Tetanus terutama ditemukan pada negara-negara kurang dan sedang berkembang dengan iklim hangat dan
berkembang dengan iklim hangat dan lembap lembap yang yang padat penduduk misalnya Brazil,padat penduduk misalnya Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan negara-negara di Afrika. Tetanus merupakan salah Filipina, Vietnam, Indonesia, dan negara-negara di Afrika. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang menjadi target program imunisasi World Health Organization. satu penyakit yang menjadi target program imunisasi World Health Organization.11
1.2 Tujuan Penulisan 1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case ini bertujuan untuk memahami dan menambah pengetahuan tentang Penulisan case ini bertujuan untuk memahami dan menambah pengetahuan tentang penyakit tetanus
penyakit tetanus
1.3 Batasan Masalah 1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada case ini membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis, Batasan masalah pada case ini membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan manifestasi klinis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari penyakit tetanus
prognosis dari penyakit tetanus
1.4 Metode Penulisan 1.4 Metode Penulisan
Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan pustaka yang merujuk Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan pustaka yang merujuk pada berbagai literatur.
1.2 Tujuan Penulisan 1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case ini bertujuan untuk memahami dan menambah pengetahuan tentang Penulisan case ini bertujuan untuk memahami dan menambah pengetahuan tentang penyakit tetanus
penyakit tetanus
1.3 Batasan Masalah 1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada case ini membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis, Batasan masalah pada case ini membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan manifestasi klinis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari penyakit tetanus
prognosis dari penyakit tetanus
1.4 Metode Penulisan 1.4 Metode Penulisan
Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan pustaka yang merujuk Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan pustaka yang merujuk pada berbagai literatur.
BAB 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tetanus 2.1 Definisi Tetanus
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang ditandai dengan gangguan Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang ditandai dengan gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot akibat eksotoksi neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot akibat eksotoksi spesifik kuman anaerob
spesifik kuman anaerob Clostridium tetaniClostridium tetani..44 Tetanus didefinisikan sebagai keadaan Tetanus didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah
bawah dan dan leher) leher) dan dan spasme spasme otot otot menyeluruh menyeluruh tanpa tanpa penyebab penyebab lain, lain, dan dan terdapatterdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya.
riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya.22
2.2 Epidemiologi Tetanus 2.2 Epidemiologi Tetanus
Bakteri
Bakteri Clostridium tetaniClostridium tetani ditemukan di seluruh dunia, di tanah, pada benda ditemukan di seluruh dunia, di tanah, pada benda mati, di
mati, di kotoran kotoran hewan, dan terkadang hewan, dan terkadang dalam kotoran manusidalam kotoran manusia. Tetanus merupakana. Tetanus merupakan penyakit
penyakit dominan dominan negara-negara negara-negara belum belum berkembang, berkembang, di di negara-negara negara-negara tanpatanpa program
program imunisasi imunisasi yang yang komprehensif. komprehensif. Tetanus Tetanus terutama terutama terjadi terjadi pada pada neonatus neonatus dandan anak-anak.
anak-anak. Tetanus merupakan penyakit target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)Tetanus merupakan penyakit target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Expanded Program on Immunization
Expanded Program on Immunization..55
Pada negara maju angka kejadian penyakit tetanus kecil, karena angka Pada negara maju angka kejadian penyakit tetanus kecil, karena angka cakupan imunisasi sudah cukup baik. Namun pada negara yang sedang berkembang, cakupan imunisasi sudah cukup baik. Namun pada negara yang sedang berkembang, tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus pertahun di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 terdapat 1 juta kasus pertahun di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk
penduduk per tahun per tahun serta angka serta angka kematian 300.00kematian 300.000-500.000 0-500.000 pertahun. Spertahun. Sebagian besarebagian besar kasus pada negara berkembang adalah tetanus neonatorum, namun angka kejadian kasus pada negara berkembang adalah tetanus neonatorum, namun angka kejadian
tetanus pada dewasa juga cukup tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan program imunisasi yang tidak adekuat. Tidak ada predileksi jenis kelamin secara keseluruhan yang telah dilaporkan, kecuali sejauh bahwa laki-laki mungkin memiliki eksposur tanah lebih dalam beberapa kebudayaan.3
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun,18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi.6
Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut, seperti luka tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma di dalam rumah atau selama bertani, berkebun dan aktivitas luar ruangan yang lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa luka besar tetapi dapat juga berupa luka kecil, sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis, bahkan pada beberapa kasus pasien tidak dapat diidentifikasi adanya trauma. Tetanus dapat pula berkaitan dengan luka bakar, infeksi telinga tengah, pembedahan, aborsi, dan persalinan.4
Di Indonesia sendiri, belum ada jumlah pasti insiden kejadian tetanus. Akan tetapu diperkirakan angka kejadian tetanus di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 1997-2000 di Indonesia, angka kejadian tetanus 1,6-1,8 per 10.000 kelahiran hidup dengan angka kematian akibat tetanus neonatorum sebesar 7,9%.7
2.3 Etiologi
Tetanus dapat diperoleh di luar ruangan serta dalam ruangan. Sumber infeksi biasanya luka (sekitar 65% dari kasus), yang sering adalah luka kecil (misalnya, dari kayu atau logam serpihan atau duri). Tetanus bisa menjadi komplikasi dari kondisi kronis seperti abses dan gangren. Mungkin menginfeksi jaringan yang rusak oleh luka bakar, radang dingin, infeksi telinga tengah, prosedur gigi atau bedah, aborsi, melahirkan, dan intravena (IV) atau subkutan penggunaan narkoba. Selain itu, mungkin sumber biasanya tidak berhubungan dengan tetanus meliputi intranasal dan benda asing lainnya dan lecet kornea.5 Kuman yang menghasilkan toksin adalah
Clostridridium tetani, dengan ciri-ciri:5,6,7
1. Basil Gram-positif dengan spora pada pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran stik drum
2. Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella, dimana menurut antigen flagella nya dibagi menjadi 11 strain. Namum kesebelas strain tersebut menghasilkan neurotoksin yang sama
3. Menghasilkan eksotosin yang kuat.
4. Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan terhadap banyak agen fisik maupun agen kimia, kekeringan dan desinfektans. Spora
C.tetani dapat bertahan pada air mendidih selama beberapa menit (meski hancir pada autoclav pada suhu 121˚C selama 15-20 menit)
5. Kuman hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di daerah pertanian/peternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari
lingkungan secara fisik dan biologik. Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun, dalam lingkungan yang anaerob dapat berubah menjadi bentuk vegetatif yang akan menghasilkan eksotoksin.
6. C. tetani menghasilkan dua eksotoxins, tetanolisin dan tetanospasmin. Fungsi tetanolisin tidak diketahui dengan pasti,diperkirakan Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri.. Tetanospasmin merupakan racun saraf dan menyebabkan manifestasi klinis tetanus. Dosis minimum yang diperkirakan manusia mematikan adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan.
2.4 Patogenesis
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka dapat terinfeksi oleh kuman tetanus, seperti luka laserasi, luka tusuk luka tembak, luka fifit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dan sebagainya. Port d’entrée pada 60% pasien tetanus terdapat pada daerah kaki, terutama luka tusuk. Infeksi tetanus dapat juga terjadi melalui uterus pasca persalinan atau pasca abortus provokatus. Pada bayi baru lahir, C. tetani dapat masuk melalui umbilikus setElah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis-antisepsis. Otitis media atau karies gigi dapat dianggap sebagai port d’entrée bila pada pasien tetanus tidak ditemukan luka yang diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus.4
C.tetani memerlukan oksigen yang rendah untuk berkembang biak dan bermultiplikasi. Pada keadaan dimana jaringan sehat kaya oksigen, pertumbuhan dan
multiplikasi tidak terjadi dan spora dihilangkan oleh fagosit. Bentuk spora akan berubah enjadi vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk
tersebut dan kemudian mengeluarkan eksotoksin. Kuman tetanus sendiri tetap di daerah luka dan tidak menyebar. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.4,7
Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah, tetapi tidak menimbulkan tetanus secara langsung, melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin adalah protein tunggal dengan berat molekul 150kDa, yang terbagi menjadi 2 rantai, rantai berat (100kDa) dan rantai ringan (50 kDa), dihubungkan oleh ikatan disufida, toksin ini ditransportasikan secara intra axonal menuju nuklei motorik dari saraf pusat. Sekuensi asam amino dari
tetanospasmin ini identik dengan toksin yang dihasilkan Clostridium botulism, namun pada C.botulism, toksin tidak ditransportasikan ke susunan saraf pusar sehingga
memiliki gejala klinis berbeda.2
Setelah rantai ringan memasuki motorneuron, senyawa tersebut ditranspor melalui akson secara intraaksonal dan retrograd dari tempat infeksi ke korda spinalis dalam 2-14 hari. Transpor awalnya terjadi pada neuron motorik kemudian pada neuron sensorik dan autonom. Ketika mencapai badan sel toksin dapat berdifusi keluar dan mempengaruhi neuron-neuron lain. Apabila terdapat toksin dalam jumlah besar sebagian toksin akan masuk ke dalam sirkulasi dan berikatan dengan ujung-ujung saraf di seluruh tubuh. Ketika mencapai korda spinalis, rantai ringan memasuki neuron inhibitori sentral kemudian memecah sinaptobrevin, senyawa yang penting dalam pengikatan vesikel neurotransmiter ke membran sel. Tetanospasmin memiliki efek predominan terhadap neuron inhibitori dan yang pertama terkena adalah neuron yang menginhibisi alfa motor neuron. Setelahnya neuron simpatetik preganglionik di kornu lateralis dan pusat parasimpatetik juga terkena. Akibatnya vesikel yang mengandung gamma amino-butyric acid (GABA) dan glisin tidak dilepaskan dan terjadi hilangnya aksi inhibitori pada neuron motorik dan autonomik. Hilangnya inhibisi sentral menimbulkan kontraksi otot yang terus menerus (spasme) yang terjadi sebagai respon terhadap stimuli normal seperti suara atau cahaya dan hiperaktivitas autonomik. Transpor intraneural retrograd yang lebih lanjut terjadi dan toksin mencapai batang otak dan diensefalo.5,8 Efek fisiologis tetanospasmin serupa dengan striknin. 9
Motor neuron juga dipengaruhi oleh tetanospasmin dan pelepasan asetilkolin ke celah neuromuskular menurun. Efek ini serupa dengan efek toksin botulinum yang menimbulkan gejala paralisis flasid. Meskipun demikian, pada tetanus efek disinhibitori motoneuron melampaui penurunan fungsi pada sambungan neuromuskular sehingga yang tampak adalah akibat dari gangguan inhibisi. Efek pre- junctional pada sambungan neuromuskular dapat menyebabkan terjadinya kelemahan
diantara spasme dan dapat merupakan penyebab paralisis nervus kranialis yang ditemukan pada tetanus sefalik dan miopati yang ditemukan setelah penyembuhan.8
Pelepasan impuls eferen yang tidak terkontrol dan tanpa inhibisi dari motoneuron pada medula spinalis dan batang otak menyebabkan rigiditas muskuler dan spasme yang dapat menyerupai konvulsi. Refleks inhibisi dari kelompok otot antagonis hilang sehingga otot-otot agonis dan antagonis berkontraksi secara bersamaan. Spasme otot sangat nyeri dan dapat menyebabkan fraktur serta ruptur tendon. Otot-otot rahang, wajah, dan kepala merupakan yang pertama kali terpengaruh karena jalur aksonal yang lebih pendek kemudian diikuti otot-otot tubuh dan ekstremitas tetapi otot perifer pada tangan dan kaki sering tidak terpengaruh. Pelepasan impuls autonom tanpa inhibisi menyebabkan gangguan kontrol autonomik dengan overaktivitas simpatetik dan kadar katekolamin plasma meningkat. Toksin yang telah terikat pada neuron tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Pengikatan toksin terhadap neuron bersifat ireversibel dan proses penyembuhan memerlukan pertumbuhan ujung saraf yang baru sehingga perbaikan klinis baru terlihat 2-3
2.5 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Secara umum, semakin pendek masa inkubasi angka kematian akibat tetanus kesempatan semakin tinggi. Pada tetanus neonatal, gejala biasanya muncul 4-14 hari setelah lahir, rata-rata sekitar 7 hari.11 Ada beberapa jenis klinis tetanus, biasanya ditunjuk sebagai generalized, local,dan cephalic.
a. Generalized Tetanu s4,5,7
Tetanus ini adalah bentuk paling umum. Mungkin dimulai sebagai tetanus lokal yang menjadi umum setelah beberapa hari, atau mungkin menyebar dari awal. Gejala pertama yang terlihat dan dirasakan pasien adalah kaku otot maseter yang mengakibatkan gangguan membuka mulut (trismus). Selanjutnya timbul episotonus(kekakuan yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan, trunk muscle), yang disebabkan oleh kaku kuduk, kaku leher, dan kaku punggung. Selain dinding perut yang mengeras seperti papan, timbul risus sardonikus (Dahi mengkerut, mata agak tertutup, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah). Karena kaku otot wajah dan kekakuan ekstremitas. Penderita sangat terganggu oleh gangguan menelan.
Keluhan konstipasi, nyeri kepala, berdebar dan berkeringat sering dijumpai. Pada umumnya ditemukan demam dan peningkatan frekuensi napas. Kejang otot yang merupakan kekakuan karena hipertomus dan tidak bersifat klonus dapat timbul hanya karena rangsangan yang lemah, seperti bunyi-bunyian dan cahaya. Selama sakit sensorium tidak terganggu sehingga
gangguan pernapasan yang mengakibatkan anoksia dan kematian. Dalam beberapa kasus didahului oleh rasa kaku pada rahang atau leher, demam, dan gejala umum infeksi. Kekakuan otot lokal dan kejang menyebar dengan cepat ke otot bulbar, leher, batang tubuh, dan anggota badan. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang yang terjadi secara spontan atau direspon terhadap stimulus eksternal.
b. Local Tetanus adalah bentuk yang paling jinak, terutama pada orang yang sudah mendapatkan imunisasi. Gejala awal adalah kekakuan, sesak, dan nyeri di otot-otot sekitar luka, diikuti oleh twitchings dan kejang singkat dari otot yang terkena. Tetanus lokal terjadi paling sering dalam kaitannya dengan luka tangan atau lengan bawah, jarang di perut atau otot paravertebral. Bisa terjadi sedikit trismus yang berguna untuk menegakkan diagnosis. Gejala dapat bertahan dalam beberapa minggu atau bulan. Secara bertahap kejang menjadi
kurang dan akhirnya menghilang tanpa residu. Prognosis tetanus ini baik.4,5,7 c. Cephalic tetanus merupakan bentuk tetanus lokal pada luka pada wajah dan
kepala. Masa inkubasi pendek, 1 atau 2 hari. Dalam hal ini terjadi fenomena motorik sesuai dengan serabut saraf yang terkena (N III, IV, V, VI, VII, IX, dan X). Otot yang terkena (paling sering wajah) menjadi lemah atau lumpuh. Bisa terjadi kejang wajah, lidah dan tenggorokan, dengan disartria, disfonia, dan disfagia. Banyak kasus fatal.4
Klasifikasi tetanus berdasarkan derajat penyakit menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s dapat dibagi menjadi IV diantaranya, yaitu:7
a. Derajat 1 (ringan): Trismus ringan sampai sedang, Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan, tidak dijumpai disfagia atau ringan, tidak dijumpai kejang, tidak dijumpai gangguan respirasi
b. Derajat II (sedang): Trismus sedang, rigiditas/kekakuan yang tampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 x/ menit disfagia ringan.
c. Derajat III (berat): Trismus berat, spastisitas generalisata: otot spastis, kejang spontan,spasme reflex berkepanjangan frekuensi pernafasan lebih dari 40x/ menit, serangan apneu disfagia berat dan takikardia lebih dari 120.
d. Derajat IV (sangat berat): derajat III ditambah dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dengan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
2.6 Diagnosis
Diagnosis tetanus ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. a. Anamnesa12
1. Pertanyaan seputar luka sangat penting, terutama waktu terkena luka serta waktu dari luka sampai munculnya gejala. Selain itu tanyakan lokasi luka, jenis luka (kotor atau bersih)
2. Port d’entrée lain seperti penggunaan jarum suntik, adanya otitis media supuratif kronik berulang, dan lainnya
b. Pemeriksaan fisik 4,7
1. Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar membuka mulut. Pada neonatus kekakuan ini menyebabkan mulut mencucut seperti mulut ikan, sehingga bayi tidak dapat menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar membuka mulut diukur setiap hari.
2. Risus sardonicusterjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung,otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang
sangat berat dapatmenyebabkan tubuh melengkung seperti busur 4. Perut papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang, misalnya dicubit, digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam status konvulsivus.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Pengaruh toksin pada saraf autonom menyebabkan gangguan sirkulasi dan dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak. Kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio
alvi, retentio urinae, atau spasme laring. Patah tulang panjang dan kompresi tulang belakang.
c. Laboratorium7
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas dan biasanya tidak menunjukkan perubahan, yaitu:
1. Lekositosis ringan
2. Trombosit sedikit meningkat
3. Glukosa dan kalsium darah normal 4. Enzim otot serum mungkin
meningkat-5. Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat d. Penunjang lainnya4,5
1. EKG dan EEG normal
2. Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak
ditemukan.
Setelah diagnosis tetanus dibuat harus ditentukan derajat keparahan penyakit. Beberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan, diantaranya adalah skor Phillips, Dakar, Ablett, dan Udwadia. Sistem skoring tetanus juga sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis.
Derajat keparahan penyakit didasarkan pada empat tolak ukur, yaitu masa inkubasi, porte d’entrée, status imunologi dan faktor yang memperberat. Berdasarkan
(skor <9), sedang (skor 9-16), dan tetanus berat (skor >16). Tetanus ringan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan, sedangkan tetanus berat memerlukan perawatan khusus yang intensif.4
Gambar 2.2 Tolak ukur Phillips4 2.7 Diagnosis Banding
Bila gambaran klinis tetanus sudah jelas, biasanya diagnosis pasti mudah ditegakkan. Pada fase awal, kadang keraguan dapat timbul. Infeksi lokal daerah mulut juga sering disertai trismus. Kemungkinan lainnya adalah meningitis dan ensefalitis. Pada kedua diagnosis tersebut diagnosis tersebut tidak dijumpai adanya trismus, rhisus sardonikus, namun dijumpai gangguan kesadaran dan kelainan
cairanserebrospinal Pasien yang menunjukkan gejala histeria mungkin sulit dibedakan dengan pasien tetanus.4
2.8 Tatalaksana
Prinsip pengobatan tetanus terdiri atas tiga upaya, yaitu mengatasi akibat eksotoksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, menetralisir toksin yang masih beredar dalam darah dan menghilangkan kuman penyebab.4,5
Mengatasi kaku otot dan kejang, gangguan pernapasan, pengendalian keseimbangan cairan dan elektrolit, serta perbaikan nutrisi adalah tindakan yang harus dilakukan. Untuk mengatasi kaku otot, berikan obat yang bersifat melemaskan otot dan untuk sedasi, gunakan fenobarbital, klorpromazin, atau diazepam. Sedasi secara efektif mengatasi spasme otot dan rigiditas.4 Benzodiazepin seperti midazolam dan diazepam merupakan obat lini pertama untuk mencapai sedasi. Dosis benzodiazepin yang digunakan dapat mencapai 100 mg/jam intravena.
Antikonvulsan seperti fenobarbital dan secobarbital yang meningkatkan aktivitas GABA juga dapat memberikan efek sedasi dan digunakan dengan dosis awal 1.5-2.5 mg/kgBB untuk anak atau 100-150 mg untuk dewasa diberikan intramuskular. Dosis pemeliharaan harus dititrasi. Apabila spasme menjadi lebih berat atau lebih sering
dapat digunakan fenobarbital 120-200 mg intravena dan ditambahkan diazepam dalam dosis terbagi sampai 120 mg/hari diberikan intravena. Klorpromazin dosis 4-12 mg untuk bayi atau 50-150 mg untuk dewasa diberikan setiap 4-8 jam dapat digunakan untuk mengendalikan kejang tetani.9,13 Pada tetanus berat kadang
alih pernapasan. Pasien dengan kaku laring biasanya memerlukan trakeostomi untuk mengaasi gangguan pernapasan.4
Pada perawatan, harus dilakukan observasi ketat terutama pada jalan napas, perubahan posisi dan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus, serta pengosongan buli. Berikan nutrisi parenteral dan enteral yang adekuat, selama pasase usus baik nutrisi enteral merupakan pilihan, tetapi bila perlu, berikan makanan lewat pipa lambung atau gastrostomi.4
Perawatan pasien tetanus sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan terlinduni dari rangsangan pengelihatan, pendengaran dan perabaan. Ruangan yang gelap tidak diperlukan karena perubahan dari gelap ke terang secara tiba-tiba dapat memicu timbulnya kejang.4
Toksin yang masih beredar dinetralkan melalui pemberian serum antitetanus (ATS) atau imunoglobulin tetanus manusia. ATS diberikan 20.000 IU/hari selama lima hari berturut-turut. Cara pemberiannya yaitu 20.000 IU antitoksin dimasukkan ke dalam 200 ml cairan NaCl fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus selesai dalam 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 IU) diberikan secara intramuskular pada daerah sekitar luka. ATS berasal dari serum kuda sehingga berpotensi besar menimbulkan reaksi hipersensitivitas sehingga pemberiannya harus didahului oleh skin test yaitu 0,1 mL ATS diencerkan menggunakan cairan garam fisiologis dengan perbandingan 1:10 kemudian diinjeksikan intradermal. Pada pemberian ATS harus diingat kemungkinan timbulnya reaksi alergi. Pemberian imunoglobulin tetanus manusia cukup dengan dosis tunggal 3000-6000 unit secara intramuskular. Pemberian tidak perlu diulang karena waktu paruh antibodi ini 3,5-4,5
minggu. HTIG tidak boleh diberikan diberikan lewat jalur intravena karena mengandung anti complementary aggregates of globulin yang dapat mencetuskan reaksi alergi.2,4
Pada perawatan luka dilakukan debridemen luka dengan membuang benda asing, eksisi jaringan nekrotik, serta irigasi luka. Larutan hidrogen peroksida (H2O2) dapat digunakan dalam perawatan luka. Perawatan luka dilakukan 1-2 jam setelah pemberian HTIG atau ATS dan antibiotik. Antibiotik yang dianjurkan dan efektif membunuh C.tetani adalah penisilin. Penisilin G merupakan antagonis reseptor GABA sehingga dapat bekerja secara sinergis dengan tetanospasmin. Saat ini metronidazole merupakan antibiotik pilihan pertama untuk tetanus karena relatif murah dan penetrasi lebih baik ke jaringan anaerobik. Metronidazol lebih efektif menurunkan morbiditas dan mortalitas daripada penisilin. Dosis penisilin yang dianjurkan adalah 3x1,5 juta unit/hari dan metronidazol 3x1gr/hari.2,4
2.9 Pencegahan
Pencegahan sangat penting mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal. Untuk pencegahan, perlu dilakukan:6
a. Perawatan luka. Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan anaerob.
b. Pemberian ATS dan tetanus toksoid pada luka. Profilaksis dengan pemberianATS hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) dan harus
segeradilanjutkan dengan imunisasi aktif.
c. Imunisasi aktif. Imuniasi aktif yang diberikan yaitu DPT, DT, atau tetanustoksoid. Jenis imuniasi tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin. Vaksin DPT diberikan sebagai imunisasi dasar sebanyak 3 kali, DPT IV pada usia 18bulan dan DPT V pada usia 5 tahun dan saat usia 12 tahun diberikan DT. Tetanustoksoid diberikan pada setiap wanita usia subur, perempuan usia 12 tahun dan ibuhamil. DPT atau DT diberikan setelah pasien sembuh dan dilanjutkan imuniasiulangan diberikan sesuai jadwal, oleh karena tetanus tidak menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:6,7 1. sepsis,
2. bronkopneumonia akibat infeksi sekunder bakteri, 3. kekakuan otot laring dan otot jalan nafas,
4. aspirasi lendir/ makanan/ minuman, 5. patah tulang belakang (fraktur kompresi)
2.11 Prognosis
Faktor yang memperngaruhi mortalitas pasien tetanus adalah masa inkubasi, periode awal pengobatan, imuniasi, lokasi fokus infeksi, penyakit lain yang
menyertai, beratnya penyakit dan penyulit yang timbul.4
Gambar 2.3 Skoring Dakar untuk tetanus14
Skor total mengindikasikan keparahan dan prognosis penyakit sebagai berikut:14 a. Skor 0-1 : tetanus ringan dengan tingkat mortalitas < 10%
b. Skor 2-3 : tetanus sedang dengan tingkat mortalitas 10-20% c. Skor 4 : tetanus berat dengan tingkat mortalitas 20-40%
d. Skor 5-6 : tetanus sangat berat dengan tingkat mortalitas > 50%
Gambar 2.4 Klasifikasi prognostik Cole-Spoooner 4
Angka kematian pasien yang termasuk dalam kelompok I lebih tinggi daripada kelompok II dan III. Perawatan intensif menurunkan angka kematian akibat
BAB 3
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
Nama : Tn S Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 39 tahun 3 bulan Tanggal lahir : 22 November 1977
Alamat : Rawang kerinci, Sungai Penuh Pekerjaan : Petani
Suku : Minang
Agama : Islam Nomor MR : 970270
Tanggal Masuk : 13 Februari 2017 Ruang : Isolasi
2.2. Anamnesis 2.2.1.Keluhan Utama
Kejang dan kaku pada seluruh tubuh sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit 2.2.2.Riwayat Penyakit Sekarang
Kejang dan kaku pada seluruh tubuh sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Kejang berulang dengan kedua siku fleksi. Tidak ada penurunan kesadaran. Kaku dan nyeri dirasakan pada kedua lengan dan tungkai
Mulut sulit dibuka sejak 3 hari sebelum masuk Rumah sakit
Perut terasa tegang dan nyeri
Punggung dan leher terasa kaku dan tidak dapat digerakkan sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit
Sulit menelan (+), berkeringat banyak (+)
Tidak BAB sejak 7 hari sebelum masuk Rumah Sakit, Flatus (+) BAK normal
Demam (-), berdebar-debar (-), sulit bernapas (-)
Riwayat tungkai kiri tertusuk kayu 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, luka ukuran 1x1 cm dan tidak dibersihkan hanya diberi plester 2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya tidak ada
Riwayat kejang sebelumnya (-)
Hipertensi (-), DM (-) 2.2.4.Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama atau berhubungan tidak ada2.2.5.Riwayat Pekerjaan, sosial, ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan
Pasien seorang petani
Merokok (+), Alkohol (-), narkoba (-)2.3. Pemeriksaan Fisik 2.3.1.Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang Kesadaran : GCS 15
BB/TB : 66kg/163cm
IMT : 24,9 kg/m2
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 155/80 mmHg Frekuensi nadi : 92x/menit Frekuensi nafas : 25x/menit Suhu : 370C 2.3.2.Status Generalis
Kulit : sawo matang, turgor baik Kepala : normosefal, deformitas (-) Rambut : tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) Telinga : normotia, sekret (-)
Hidung : sekret (-), deformitas (-) Gigi dan mulut : Trismus 2 jari
Leher : Kaku kuduk (+), JVP 5-2, cm H2O, trakea di tengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Paru
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri, otot dada kaku Perkusi : sonor kiri kanan
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada Abdomen
Inspeksi : distensi (-), skar (-),
Palpasi : nyeri tekan (+), nyeri lepas (-),defans muskular (+), massa (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : spasme otot (+), epistotonus (+) Alat Kelamin : Tidak ada kelainan
Anus : Tidak diperiksa Anggota gerak
Look : tampak luka tertutup verban di tungkai kiri
Feel : kaku otot (+), spastik (+), nyeri tekan (+), NVD baik Move : ROM sangat terbatas
2.3.3.Status Lokalis
Pada Wajah : trismus (+), risus sardonikus (+)
Pada Leher : kaku kuduk (+)
Abdomen : perut tegang dan keras seperti papan, nyeri tekan (+)
Punggung : epistotonus (+)
Ekstremitas : kaku otot (+), spastik (+), nyeri (+), terdapat luka tertutup verban pada tungkai kiri2.4. Diagnosis Kerja
Tetanus Phillip Score 15 2.5. Diagnosis Banding Meningitis 2.6. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Kesan : leukositosis 2.7. Tatalaksana
a. Folley catheter dan NGT
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Satuan Hematologi Hemoglobin 14,7 13.0 – 16.0 g/dL Hematokrit 44 40 – 48 % Leukosit 10.970 5.000 – 10.000 /µL Trombosit 245.000 150.000 – 400.000 /µL Hemostasis PT 10,7 9.8 – 12.6 detik APTT 38,1 31.0 – 47.0 detik
b. Debridement, eksisi luka dan pemberian ATS 20.000 IU pada luka
c. Awasi keadaan umum, vital sign dan jalan napas, rawat di ruangan isolasi d. Inj tetagram 3000 unit intramuskular
e. Inj luminal IM selang seling per 4 jam dengan diazepam IV f. Penisilin G procain 15 juta unit intramuskular 3x1
g. Metronidazol 3x500 mg intravema h. IVFD NaCl 0,9% : D5% = 2:1 i. Diet MC per NGT
2.8. Prognosis
Menurut skoring DAKAR
Masainkubasi ≥7 hari = Skor 0
Periode onset ≥2 hari = Skor 0
Tempat masuk luka tertusuk paku di tungkai kiri = Skor 0
Spasme ada = Skor 1
Takikardia Tidak ada = Skor 0Total skor = 1 (tetanus ringan dengan tingkat mortalitas <10%) Menurut Cole-spooner
Periode awal >6jam dengan masa inkubasi >6 hari = Kelompok prognostik II dengan angka kematian pasien sedang
BAB 4 DISKUSI
Seorang pasien, laki-laki datang ke IGD RSUP Dr. M Djamil Padang dengan keluhan kejang dan kaku pada seluruh tubuh sejak 1 hari sebelum masuk Rumah sakit. Kejang berulang dengan kedua siku fleksi. Tidak ada penurunan kesadaran pada pasien. Kaku dan nyeri dirasakan pada kedua lengan dan tungkai, terutama
tungkai kiri. Mulut sulit dibuka sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Perut pasien dirasakan tegang dan nyeri saat dipalpasi. Punggung dan leher terasa kaku dan
tidak dapat digerakkan sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien merasakan sulit menelan dan berkeringat banyak. Pasien tidak BAB sejak 7 hari sebelum masuk Rumah Sakit, Flatus (+), BAK normal.
Pasien memiliki riwayat luka pada tungkai kiri karena tertusuk kayu gerobak sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Luka tidak dibersihkan dan tidak diobati. Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini, riwayat penyakit sistemik disangkal. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis kooperatif dan tanda vital stabil. Dari pemeriksaan fisik umum ditemukan trismus, kaku kuduk, dan perut seperti papan, dan ekstremitas kaku, pasien masih dalam sadar baik. Tidak ditemukan adanya kelainan sistemik pada pasien. Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis dengan kadar leukosit 10.970 /µL Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didagnosis dengan tetanus. Pada pasien ini dengan phillips score 15, dimana pasien dengan masa inkubasi 7 hari, tempat infeksi di ekstremitas bawah distal, dengan tidak pernah imunisasi dan tidak ada trauma yang membahayakan. Pengobatannya adalah netralisasi dari tetanospasmin dengan pemberian antitoksin tetanus, pemberian antibiotik, pemberian obat anti kejangdan debridement. Human tetanus imunoglubulin (HTIG) dengan dosis 3.000-10.000 unit, diberikan secara intramuskular dan dapat diulang bila diperlukan. Tetanus anti toksin tidak akan menetralisir toksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, tetapi hanya menetralisir toksin yang masih beredar. Bila HTIG tidak tersedia maka diberikanantitetanus serum (ATS) dengan dosis 100.000 - 200.000 unit. Untuk mencegah produksi dari toksin, pemberian antibiotiksangat direkomendasikan. Penisilin adalah terapi standar untuk tetanus di sebagian besar negara dengan dosis 100.000- 200.000 IU/Kg/hari intramuskular atau intravena selama 7 sampai 10 hari.
acid(GABA). Metronidazol adalah obat alternatif yang aman, dosinya 400 mg setiap 6 jam. Pemberian cairan nutrisi dengan prinsip kalori yang banyak dengan protein yang sedang. Pada kasus yang ringan boleh diberikan dengan intake oral, sedangkan pada kasus yang sedang sampai berat diberikan dengan nasogastric tube. Pada pasien dipasangan nasogastric tube dengan diet-nutrisi makan cair 6x300 perhari dan pemberian NaCl 0,9%: D5% = 2:1. Diazepam 10-20 mg setiap 4- 6 jam atau
chlorpromazine 100-200 mg setiap 4 jam dapat diberikan. Pada pasien ini diberikan inj luminal IM selang seling per 4 jam dengan diazepam IV.
Daftar Pustaka
1. Current reccomendation for treatment of tetanus during humanitarian emergency, WHO techical note, Januari 2010. World Health Organization. Diakeses dari: http://www.who.int/diseasecontrol_emergencies/who_hse_gar_dce_2010_en.pdf tanggal 19 Februari 2017
2. Thwaites CL, Yen LM. Tetanus in Manson’s Tropical Disease, 22nd Edition. Saunders Elsevier. 2009
3. Afshar M, Raju M, Ansel D, Bleck T. Narrative review : A health threat after natural disaster in developing country. Annal of internal medicine. 2011, 154 (5):329-35
4. Sjamsuhidajat R dan Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.
5. Hinfey PB, co autor Ripper J. Tetanus. Update on 2016 June 16th. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview tanggal 19 Februari 2017.