• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul MPK Agama Islam.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul MPK Agama Islam.pdf"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

1

MATERI PEMBELAJARAN

MATAKULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS INDONESIA

TAHUN 2016 - 2017

(2)

2

Tim Penulis:

Drs. Mujilan, M.Ag.

Dr, Drs. Kaelany HD, M.Ag.

Dr. Drs. Nurwahidin, M.Ag.

Sihabudin Afroni, Lc., MA.

A. Rozaq, SS., M.Hum.

Pepen Apendi, S.Ag., M.Hum.

(3)

3

KATA PENGANTAR

Universitas Indonesia sebagai salah satu Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia memiliki tanggung jawab dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pelaksanaan program akademik berorientasi pada tercapainya sasaran pembelajaran yang berkualitas. Dengan program itu diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas intelektual, spiritual dan kehandalan profesional, memiliki komitmen moral dan kepedulian sosial. Universitas Indonesia membekali mahasiswanya agar berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Karena itu sejak awal proses pembelajarannya, diterapkan suatu kegiatan yang disebut Program Pengembangan Kepribadian Pendidikan Tinggi (PPKPT).

Materi Pembelajaran MPK Agama Islam ini disusun berdasarkan :

1. Agama Islam merupakan realita sejarah yang berkembang dari masa kemasa. Oleh karena itu, tahap pertama dalam proses pembelajaran MPK Agama Islam melakukan kajian sejarah agama Islam, makna agama Islam bagi kehidupan, dan manusia beragama Islam

2. Agama Islam memiliki pokok-pokok ajaran yang mendasari sikap dan perilaku penganutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian tentang pokok-pokok ajaran agama Islam dari Kitab Suci Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw/Hadis.

3. Agama Islam mengandung ajaran dalam dimensi sosial dan budaya Islam. Oleh karena itu, perlu kajian tentang keluarga Islam, masyarakat Islam, kerukunan hidup umat beragama dan hubungan antara agama Islam dengan bangsa dan negara, serta pengembangan budaya, seni, dan iptek berdasar ajaran agama Islam.

Proses pembelajaran dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahapan perolehan pengetahuan, tahapan latihan dan tahapan umpan balik. Mahasiswa melakukan tugas pembelajaran secara berkelompok dan kegiatan mandiri. Kemampuan mahasiswa melakukan tugas membahas pokok bahasan tertentu merupakan komponen keberhasilan yang diharapkan dan pada saat membahas masalah tersebut mereka mengacu pada nilai-nilai ajaran agama Islam dan akademik. Pada setiap pokok bahasan mahasiswa ditugaskan untuk membuat Latihan Tugas Mandiri (LTM) yang kemudian didiskusikan bersama teman dalam kelompoknya agar terjadi proses pembelajaran yang mendalam tentang pokok bahasan itu. Hasil belajar mahasiswa dituangkan dalam bentuk makalah kelompok. Di akhir kegiatan mahasiswa menyampaikan presentasi sebagi hasil belajar mandiri dan kelompoknya. Sampai akhir kegiatan masing-masing mahasiswa memperoleh kesempatan melakukan presentasi sebanyak satu kali. Dengan presentasi mahasiswa diharapkan lebih mampu menyampaikan ide-ide dengan sikap dan bobot ilmiah.

Untuk mendukung tercapainya pengembangan kemampuan intelektual mahasiswa, pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah active learning dengan menggunakan metode collaborative learning (CL) dan problem based learning (PBL). Melalui metode tersebut kemampuan yang diharapkan dapat dicapai mahasiswa adalah kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dalam kelompok, mengelola informasi secara efektif, berpikir kritis dan analitis, bersikap rasional dan mandiri, bertanggung jawab meningkatkan iman, takwa dan akhlak mulia/etika akademik, serta menerapkan langkah-langkah solusi masalah secara ilmiah dan didasari ajaran agama Islam yang dianutnya.

Materi pembelajaran MPK Agama Islam ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan kajian tentang Islam secara komprehensif guna membentuk pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berilmu, beramal, berakhlak mulia, memiliki etos kerja yang tinggi, menjunjung tinggi dan menerapkan nilai-nilai ajaran agama Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, serta menjadikan ajaran agama Islam tersebut sebagai landasan berpikir dan berperilaku dalam pengembangan budaya, seni, iptek, dan profesinya kelak.

(4)

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I SEJARAH DAN MAKNA AGAMA ISLAM 1. Sejarah dan Perkembangan Agama Islam 2. Makna Agama Islam Bagi Kehidupan 3. Manusia Beragama Islam

BAB II POKOK-POKOK AJARAN AGAMA ISLAM 1. Akidah atau Iman

2. Syariah Islam

3. Akhlak Islam atau Ihsan

BAB III DIMENSI SOSIAL DAN BUDAYA ISLAM 1. Keluarga Islam

2. Masyarakat Islam 3. Pranata Sosial Islam 4. Lembaga Ekonomi Islam

5. Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

6. Pengembangan Budaya, Seni dan Iptek Berdasar Ajaran Agama Islam

(5)

5

BAB I

SEJARAH DAN MAKNA AGAMA ISLAM

1. Sejarah dan Perkembangan Agama Islam

1.1. Sejarah Turun dan Perkembangan Agama Islam Pada Masa Nabi Muhammad saw.

1.1.1. Geografis dan Sejarah Masyarakat Arab

Jazirah Arab hanya dikelilingi padang sahara dan gurun pasir dari seluruh sisinya. Penduduk Arab hidup bebas dalam segala urusan semenjak zaman dahulu. Padahal mereka bertetangga dengan dua imperium raksasa yaitu Rum di utara dan Parsi di selatan. Sebaliknya kebebasan itu telah menempatkan kehidupan bangsa Arab terutama yang berada di Mekkah dan sekitarnya dalam kehidupan yang dikenal dengan zaman Jahiliah. Masyarakat Arab ketika itu hidup berdasarkan kesukuan. Wilayahnya kebanyakan terdiri dari padang pasir dan stepa. Mayoritas penduduknya adalah suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan padang pasir dan nomadik, berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari air dan padang rumput bagi hewan-hewan gembala mereka. Sebagian lainnya adalah penduduk yang menetap di kota-kota, seperti Mekah dan Madinah.

Diantara suku-suku yang hidup dan berpengaruh di jazirah Arab adalah suku Quraisy, dan suku Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah, diantaranya yang terkenal adalah Jumh, Sham, Ady, Makhzum, Taim, Zuhroh, dan marga-marga Qushay bin Kilab, yaitu: Abdud Dar bin Qushay, Asad bin Abdul Uzza bin Qushay dan Abdu Manaf bin Qushay.

Abdu Manaf memiliki 4 anak: Abdu Syams, Naufal, al-Muththalib, dan Hasyim. Dari keluarga Hasyim inilah Muhammad saw lahir. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai.

1.1.2. Latar Belakang dan Tujuan Turunnya Agama Islam Kepada Nabi Muhammad saw.

Di zaman Jahiliyah, kebebasan dan dekadensi moral melampau batas kemanusiaan. Dalam kondisi seperti itu Muhammad saw diutus menjadi Rasulullah. Beliau lahir di kota Mekah pada 12 Rabi’ul Awal, atau 20 April 570, dan wafat di Madinah pada 13 Rabi’ul Awal 11 H, atau 8 Juni 632M. Muhammad saw adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah, putra Abdul Muttalib, seorang Kepala Suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibu Muhammad adalah Aminah binti Abdul Wahhab dari Bani Zuhrah.

Sejak masih muda Muhammad saw telah menunjukkan sifat yang istimewa. Umur 6 tahun menjadi yatim piatu, dia dipelihara oleh kakeknya, Abdul Mutthalib. Dua tahun kemudian kakeknya meninggal, dan dia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika umur 12 tahun, Muhammad dibawa pamannya turut serta dengan kafilah dagang ke Syam (Suriah). Seorang pendeta Kristen bernama Buhairah, bergetar hatinya ketika memandang dari atas biaranya. Awan yang bergumpal menaungi seorang anak muda mengendarai unta di dalam kafilah yang sedang menuju kota, Inilah roh kebenaran yang dijanjikan itu, pikirnya. Berdasarkan petunjuk Taurat dan Injil, Pendeta itu mengetahui ciri-ciri seorang Nabi yang akan datang di akhir zaman. Maka ia berpesan kepada Abu Talib agar menjaga anak tersebut, jangan sampai diketahui orang-orang yang dengki.

Umur 25 tahun Muhammad saw menikah dengan Khadijah dan dikaruniai 6 orang anak: 2 putra: Qasim dan Abdullah, dan 4 putri: Zainab, Ruqaiyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Pada umur 35 tahun Muhammad saw dapat menyelesaikan suatu peristiwa yang hampir

(6)

6

menimbulkan perselisihan di antara suku, ketika para suku itu masing-masing merasa lebih berhak untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Muhammad saw mengambil surbannya dan meletakkan batu itu di atasnya, dan mempersilakan secara bersama setiap kepala suku membawanya. Atas keputusannya yang melegakan semua pihak itu ia dijuluki Al-Amin, artinya orang yang terpercaya. Menjelang umur 40 tahun ia sering mengasingkan diri ke Gua Hira', sekitar 6 km dari Kota Mekah.

1.1.3. Proses Turunnya Agama Islam Kepada Nabi Muhammad saw.

Pada tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya terang benderang memenuhi ruang gua Hira'. Tiba-tiba suatu makhluk unik berada di depannya lalu memerintah: “Iqra’”! (bacalah). Muhammad menjawab, “Saya tak pandai membaca.” Setelah tiga kali diulang, dan Muhammad menjawab serupa, makhluk unik yang kemudian diketahui sebagai Jibril itu memeluk Muhammad saw erat-erat, lalu menyampaikan wahyu sebagaimana tertera dalam QS. 96 (Al-'Alaq) : 1-5 yang artinya :

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manu-sia) dengan perantaraan qalam. Dan yang mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”. (QS.96 :1-5).

Dengan turunnya wahyu pertama ini resmilah Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul. Beberapa minggu kemudian Jibril datang kembali dan menyampaikan wahyu sebagaimana tertera dalam QS. 68 (Al-Qalam) : 1-7 yang artinya:

“Nun…demi kalam dan apa yang mereka tulis, demi nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukanlah orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan (orang-orang kafir)pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. 68:1-7).

1.1.4. Hubungan Agama Islam Dengan Agama Para Nabi Sebelumnya.

Para Nabi dan Rasul sepanjang sejarah kehidupan manusia dari manusia pertama, Adam as sampai ke nabi terakhir, Muhammad saw cukup banyak. Namun secara pasti jumlahnya tidak diketahui. Dalam QS. 35 (Fathir) : 24 Allah berfirman yang artinya :

Tidak satu umat (kelompok masyarakat) pun kecuali telah pernah diutus kepadanya seorang pembawa peringatan”. (QS. 35:24).

Sedangkan dalam QS. 16 (al-Nahl) : 36 Allah berfirman yang artinya :

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya….” (QS 16:36).

(7)

7

Ada Nabi-nabi yang diceritakan dalam Al-Qur'an, tetapi ada lagi yang tidak. Dalam QS. 40 (Ghafir) : 78 Allah berfirman yang artinya:

“Kami telah mengutus nabi-nabi sebelummu, di antara mereka ada yang telah Kami sampaikan kisahnya, dan ada pula yang tidak kami sampaikan kepadamu” (QS. 40:78). Sedangkan dalam QS. 4 (al-Nisa') : 163 Allah berfirman yang artinya :

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. 4:163)

Pada dasarnya setiap manusia telah ada hidayah yang menyertai kelahirannya, yaitu instink (naluri) untuk mempertahankan hidupnya, kemudian dilengkapi dengan panca-indera, akal atau fitrah dan qolbu untuk menerima kebenaran. Dan dengan akal sehatnya seseorang akan memahami apa yang baik dan apa yang buruk. Dalam QS. 17 (al-Isra') : 15 Allah berfirman yang artinya :

“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri.” (QS 17:15).

1.1.5. Methode Dakwah Nabi Muhammad saw.

Wahyu yang turun berikutnya dan mengandung pemantapan aqidah Islam adalah QS. 73 (Al-Muzammil) :1-8 yang atinya:

“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit dari padanya, (yaitu) seperdua atau kuranglah dari seperdua itu sedikit atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untukmu khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (QS Al-Muzammil, 73:1-8).

Wahyu-wahyu pertama sampai ketiga di atas turun dengan tema-tema yang sesuai dengan masa pemantapan, yaitu perintah:

1. Membaca, iqra’ (sebagai sarana yang paling penting dalam menuntut ilmu)

2. Dalam menuntut (mencari dan menggali ilmu pengetahuan) hendaklah atas dasar iman kepada Pencipta, sehingga segala ilmu yang diperoleh senantiasa berorientasi untuk mengabdi kepada-Nya, dan untuk menggapai keridhaan-Nya.

3. Pentingnya alat (sarana) mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuan: Iqra’ (membaca), perlunya menulis dan alat tulis (‘allama bil-qalam) dan Nun (ada yang menafsirkan dengan tinta).

4. Sebelum adanya kewajiban shalat 5 waktu, telah ada perintah kepada Nabi shalat malam (tahajud), dan agar Nabi banyak membaca Al-Qur'an.

5. Keseimbangan antara memperbanyak ibadah (di waktu malam) dan bekerja keras (di siang hari) untuk kehidupan dan perjuangan di jalan Allah.

(8)

8

Wahyu ke empat adalah QS. 74 (Al-Muddatstsir) : 1-7 yang memerintah Nabi untuk bangkit menyampaikan dakwah, yang artinya :

“Hai orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringa-an! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan bermaksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (QS Al-Mudatstsir, 74:1-7)

Dengan turunnya Surah Al-Muddatstsir ayat 1-7 tersebut, mulailah Rasulullah saw berdakwah. Pertama-tama, ia melakukannya secara diam-diam di lingkungan rumah dan keluarganya sendiri serta di kalangan rekan-rekannya. Dengan demikian, maka orang yang pertama kali menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah wanita yang pertama kali masuk Islam, menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, dialah pemuda muslim pertama. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Ia merupakan pria dewasa yang pertama masuk Islam. Lalu menyusul Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi Muhammad saw sejak ibunya masih hidup.

Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa teman dekatnya, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdur Rahman bin ‘Auf, Sa’d bin Abi Waqqas, dan Talhah bin Ubaidillah. Mereka diajak Abu Bakar langsung menemui Nabi saw. Dengan cara dakwah diam-diam ini, belasan orang telah masuk Islam.

Setelah beberapa lama Nabi saw menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah agar Nabi saw melakukan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula dia mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Dalam kesempatan itu Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya orang yang menjadi mata-mata musuhnya sekalipun, tidak akan sampai hati berdusta kepada kaum kerabatnya sendiri. Demi Allah, kalau saya berdusta kepada orang ramai, saya tidak akan berdusta kepada kaum kerabatku.”

Setelah cukup mendapat perhatian, ia meneruskan: “Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, saya adalah utusan Allah kepada kalian dan kepada manusia umumnya.” Ada sebagian kerabatnya yang menolak dengan cara yang lemah-lembut dan ada pula yang menolaknya secara kasar. Salah seorang yang menolak secara kasar adalah Abu Lahab. Langkah dakwah selanjutnya yang diambil Nabi Muhammad saw adalah pertemuan yang lebih besar. Nabi saw pergi ke Bukit Safa, dekat Ka’bah. Di atas bukit itu, Nabi saw berdiri dan berteriak memanggil orang banyak. Penduduk segera berkumpul di sekitar Nabi saw. Karena Nabi Muhammad adalah orang yang terpercaya dan belum pernah berbuat seperti itu, maka penduduk berpendapat bahwa pastilah terdapat masalah yang penting. Untuk menarik perhatian mereka, Nabi saw pertama-tama berkata, “Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di belakang bukit ini ada musuh yang besar siap menyerang kalian, percayakah kalian?” Dengan serentak mereka menjawab, “Percaya! Kami tahu, saudara belum pernah bohong. Kejujuran saudara tidak ada duanya, saudaralah yang mendapat gelar Al-Amin.” Kemudian Nabi saw meneruskan, “Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang pemberi peringatan (nadzir). Allah memerintahkanku agar aku memperingatkan saudara-saudara. Hendaknya kamu hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena azab-Nya dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan di kemudian tiada gunanya.”

Khutbah Nabi saw tersebut membuat orang marah. Sebagian yang hadir ada yang berteriak-teriak marah dan ada yang mengejeknya gila. Namun ada pula yang diam saja. Pada

(9)

9

kesempatan itu Abu Lahab berteriak, ”Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?” Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab ini turunlah ayat yang membalas Abu Lahab, QS. Al-Lahab, 111: 1-5).

Reaksi-reaksi keras yang menentang dakwah Nabi saw bermunculan. Namun, usaha-usaha dakwahnya tetap dilanjutkan terus tanpa mengenal lelah, sehingga hasilnya mulai nyata. Jumlah pengikut Nabi saw yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Hampir setiap hari ada yang bergabung ke dalam barisan pemeluk Islam. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, kaum budak, pekerja, dan orang-orang miskin serta lemah, namun semangat yang mendorong mereka beriman sangat membaja.

Tantangan yang paling keras terhadap dakwah Nabi saw datang dari para penguasa dan pengusaha Mekah, kaum feodal, dan para pemilik budak. Mereka menyusun siasat untuk dapat melepaskan hubungan antara Abu Talib dan Nabi Muhammad saw. Mereka meminta agar Abu Talib memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad saw agar berhenti dari dakwah atau menyerahkan keponakannya itu kepada mereka. Abu Talib terpengaruh dengan ancaman tersebut dan dia minta agar Nabi Muhammad saw menghentikan dakwahnya, tetapi Nabi Muhammad saw menolak permintaan pamannya itu, dan bersabda yang artinya: “Demi Allah, saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya.” Mendengar jawaban kemenakannya itu, Abu Talib kemudian berkata: “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu.”

Gagal dengan cara ini, mereka kemudian mengutus Walid bin Mughirah dengan membawa seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan Muhammad saw. Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan. Walid bin Mughirah berkata: “Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan kepada kami Muhammad untuk kami bunuh, karena dia telah menentang kami dan memecah belah kita.” Usul Quraisy itu langsung ditolak keras oleh Abu Talib dengan berkata: ”Sungguh jahat pikiran kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan, dan saya serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh. Sungguh suatu saran yang tak mungkin bisa saya terima.”

Setelah orang-orang Quraisy kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka meng-hadapi Nabi Muhammad saw secara langsung. Orang Quraisy mengutus Utbah bin Rabi’ah seorang ahli retorika untuk membujuk Nabi Muhammad saw. Mereka menawarkan takhta, wanita, dan harta yang diduga diinginkan oleh Nabi Muhammad saw asalkan Nabi Muhammad saw bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Nabi Muhammad saw dengan mengatakan:

“Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya.”

Setelah gagal membujuk Nabi Muhammad saw dengan diplomatik dan bujuk rayu, kaum Quraisy mulai melakukan tindakan kekerasan. Mereka mempergunakan kekerasan fisik setelah mengetahui bahwa rumah tangga mereka sendiri, para budak mereka juga sudah banyak yang telah pemeluk agama Islam. Setiap suku menghukum dan menyiksa anggota keluarganya yang masuk Islam sampai dia murtad kembali. Usman bin Affan, misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan dipukuli sampai babak belur oleh anggota keluarganya sendiri. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin itu mendorong Nabi Muhammad saw untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar Mekah. Dengan pertimbangan yang mendalam, pada tahun kelima kerasulannya, Nabi Muhammad saw menetapkan Abessinia atau Habasyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian, karena raja negeri itu adalah seorang yang adil, lapang hati, dan suka menerima tamu. Ia

(10)

10

merasa pasti bahwa pengikutnya akan diterima dengan terbuka. Rombongan pertama yang terdiri dari 10 orang pria dan 5 orang wanita berangkat. Di antara anggota rombongan terdapat Usman bin Affan beserta isterinya Ruqaiyah, (putri Rasulullah SAW), Zubair bin Awwam, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Kemudian menyusul rombongan kedua dipimpin oleh Ja’far bin Abi Talib. Ada yang mengatakan rombongan ini terdiri dari 80 pria. Sumber lain menyebutkan mereka terdiri dari 83 pria dan 18 wanita.

Berbagai usaha dilakukan orang-orang Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habasyah ini, termasuk membujuk raja agar menolak kehadiran umat Islam di sana. Namun berbagai usaha itu gagal juga. Semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakin bertambah jumlah yang memeluknya. bahkan di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, yakni Hamzah bin Abdul Muttalib dan Umar bin Khattab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki “Singa Arab” itu, semakin kuatlah posisi umat Islam dan dakwah Nabi Muhammad saw pada waktu itu.

Menguatnya posisi Nabi Muhammad saw dan umat Islam tersebut membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras. Karena mereka berpendapat bahwa kekuatan Nabi Muhammad saw terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka berusaha melumpuhkan Bani Hasyim secara keseluruhan dengan melaksanakan blokade. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pun penduduk Mekah boleh melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang mereka buat dalam bentuk piagam itu mereka tandatangani bersama-sama dan mereka gantungkan di atas Ka’bah. Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan.

Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian ini berlangsung selama tiga tahun dan merupakan tindakan yang paling menyiksa. Pemboikotan itu baru berhenti karena terdapat beberapa pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa tindakan pemboikotan itu sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Kesadaran itulah yang kemudian mendorong mereka untuk melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri. Dengan demikian, Bani Hasyim seakan dapat bernapas kembali dan pulang ke rumah masing-masing.

Setelah Bani Hasyim sampai di rumah masing-masing, Abu Talib, paman Nabi Muhammad saw yang selalu membelanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah, istri Nabi yang tercinta dan teman seperjuangan yang selalu mendampinginya, juga meninggal. Tahun ke-10 dari kenabian ini benar-benar merupakan tahun kesedihan (‘Am al-Huzn) bagi Nabi Muhammad saw. Apalagi, sepeninggal dua pendukung itu, orang Quraisy tidak segan-segan melampiaskan kebencian kepada Nabi Muhammad saw.

1.1.6. Nabi Muhammad saw Diutus Untuk Seluruh Umat Manusia

Ada sementara orientalis menduga bahwa Nabi Muhammad saw mulanya hanya bermaksud mengajarkan agamanya kepada orang-orang Arab, tetapi setelah beliau berhasil di Madinah, beliau memperluas dakwahnya untuk seluruh manusia. Pendapat ini keliru, karena Allah dalam QS. 34 (Saba') : 28 telaf berfirman yang artinya:

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS 34:28).

1.2. Sejarah Masuk dan Perkembangan Agama Islam di Indonesia 1.2.1. Asal Mula Islam Masuk ke Indonesia

(11)

11

Para sejarawan berbeda pendapat tentang awal mula masuknya Islam ke Indonesia. Pendapat yang umum mengatakan Islam baru berkembang di nusantara pada abad ke 13 M. Mereka berpatokan pada bukti-bukti keberadaan pemerintahan Islam. Bukti perkembangan Islam di Indonesia yang cepat pada abad ke 15-16 M dan pendapat yang menyatakan bahwa Islam baru ada di Indonesia pada abad ke 13, bukan berarti sebelum itu Islam belum masuk ke Indonesia. Di Jawa Timur, Leran (Gresik), telah ditemukan batu nisan bertanggal 1082 M dari Fatimah Binti Maimun yang menunjukkan adanya penganut Islam pada abad ke 11 M. Selain itu, catatan perjalanan yang dibuat orang Cina dari zaman dinasti T’ang, menunjukkan bahwa telah ada komunitas muslim, khususnya di Utara Sumatera, pada abad ke 7 Masehi (Thomas W. Arnold, tt.) Ironisnya, tidak ada catatan dari orang Arab tentang komunitas mereka di Asia Tenggara. Catatan orang Arab tentang Islam di Indonesia baru ada pada abad ke 14 M dari Ibnu Batutah.

Di samping perdebatan soal waktu, sejarawan juga memperdebatkan dari mana asal Islam dan siapa yang menyebarkannya. Ada yang mengatakan Islam di Indonesia berasal langsung dari Arab. Akan tetapi, kultur dan struktur Islam di Indonesia nampaknya lebih dekat dengan Persia atau India. Inilah yang menjadi dasar argumen bahwa Islam di Indonesia tidak langsung dari Arab. Mengenai siapa yang menyebarkan, pendapat yang paling umum adalah bahwa para penyebar Islam itu adalah para pedagang. Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat-tarekat sufi berperan dalam percepatan Islamisasi di Indonesia.

1.2.2. Kegiatan Dakwah di Indonesia

Dakwah artinya mengajak atau menyerukan orang untuk mentaati ajaran Islam dengan berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dakwah ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim, sebagaimana dijelaskan dalam QS. 16 (Al-Nahl) : 125 yang artinya:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS.16:125).

Allah menegur Nabi Muhammad saw agar berlaku lembut kepada setiap orang, dan perlakuan lemah lembut itulah yang melapangkan jalan serta membukakan hati orang untuk menerima Islam, sebagaimana dinyatakan dalam QS. 3 (Ali Imran) : 159 yang artinya:

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”(QS.3:159).

Dakwah yang dilakukan oleh para ulama' di Indonesia sangat memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia. Karena itu metode yang dipergunakan dalam berdakwah adalah :

a. Keteladanan

Para ulama' menunjukkan contoh yang konkrit dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai manusia teladan. Praktik kehidupan yang mereka tampilkan menjadi daya tarik betapa indahnya hidup dalam Islam, seperti kesantunan dalam berbicara, kejujuran, murah hati dengan suka menolong orang yang kesusahan, dll.

b. Ceramah

Ceramah agama Islam merupakan dakwah model klasik dengan mengajak orang untuk diberikan pencerahan tentang ajaran Islam.

(12)

12 c. Perkawinan

Perkawinan menjadi metode dakwah yang sangat efektif dalam berdakwah hingga saat ini, hanya saja jangkauannya yang sangat terbatas, biasanya terbatas pada istri dan keluarganya.

d. Menggunakan kesenian sebagai daya tarik massa;

Pada masa awal perkembangan Islam di Indonesia ketika media massa belum berkembang seperti saat ini, kesenian mempunyai daya tarik yang kuat untuk memanggil massa. Melalui pagelaran kesenian tersebut dakwah dimasukkan dalam substansi kesenian atau disajikan disela-sela pagelaran kesenian.

e. Pendekatan tasawuf (mistik Islam).

Ketika Islam masuk ke Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Hindu dan Buddha. Titik temu antara ajaran agama Islam dengan ajaran Hindu dan Buddha adalah melalui ajaran tasawuf, seperti dzikir, doa, i'tikaf, dll.

Diantara para ulama' yang sangat berperan dalam dakwah Islam di Indonesia adalah yang dikenal dengan sebutan Wali Songo, artinya wali yang jumlahnya ada sembilan orang, yaitu :

a. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim b. Sunan Ampel atau Raden Rahmat

c. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim d. Sunan Drajat atau Raden Qasim

e. Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq

f. Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin g. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said

h. Sunan Muria atau Raden Umar Said

i. Sunan Gunung Jati atau Syarif hidayatullah. 1.2.3. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

Kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di Indonesia adalah di Aceh pada abad ke 13 M, yaitu kerajaan Samudera Pasai. Posisi Aceh sangat strategis karena menjadi pelabuhan persinggahan dalam pelayaran antara India dengan Cina, antara Timur dengan Barat, sejak abad ke 5 M, yang dikenal dengan jalur emas; satu posisi strategis yang saat ini diambil alih Singapura.

Berikutnya adalah kerajaan Malaka yang berdiri pada abad ke 15 M. Pendiri kerajaan Malaka adalah Paramisora, orang Jawa Timur yang mulanya beragama Hindu. Kerajaan Islam Malaka mencapai puncak kejayaannya pada pertengahan abad ke 15 M. Runtuhnya Malaka karena ditaklukkan Portugis tahun 1511 M di bawah pimpinan Laksamana Alfonso D’ Albuquerque.

Kerajaan Islam di Jawa pertama kali berdiri pada abad ke 16 M, yaitu Kerajaan Demak, dengan Raden Patah sebagai raja pertamanya. Demak berupaya untuk merebut Malaka dari Portugis pada masa Pati Unus, namun gagal. Dari 1000 perahu yang dikirim untuk menyerang Portugis, hanya 2 yang kembali ke Demak. Namun Demak berhasil menggagalkan upaya Portugis untuk menguasai pelabuhan Sunda Kalapa. Kerajaan Islam lainnya yang ada di Jawa, dan lebih besar wilayah kekuasaannya adalah Mataram. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Munculnya Mataram mengubah struktur politik dan masyarakat di Jawa. Terjadi sentralisasi kekuasaan di zaman Mataram, khususnya zaman Amangkurat I, suatu hal yang berbeda dengan masa Kerajaan Demak. Di samping itu, wajah Islam di Jawa menjadi semakin mistik; penuh takhyul, khurafat dan bid’ah.

(13)

13

Pada abad ke 15 M, berdiri kerajaan Islam di Kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore). Walaupun pulau Ternate dan Tidore termasuk pulau kecil di Maluku, tetapi kekuasaannya meliputi seluruh kepulauan Maluku, sebagian Sulawesi dan Irian. Dari Ternate dan Tidore Islam berkembang ke Sulawesi, dan kemudian di Sulawesi Selatan berdiri sebuah kerajaan Islam yang besar yaitu Goa, dengan rajanya yang terkenal Sultan Hasanuddin. Pada awal abad ke 17 M, Makassar, ibukota kerajaan Goa, menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur.

1.2.4. Umat Islam Indonesia Zaman Kolonial

a. Kontak Ekonomi, Eksploitasi dan Kolonialisme Eropa

Terdapat sejumlah faktor yang menjadi pemicu kedatangan bangsa Barat ke Indonesia dan kemudian melakukan penjajahan. Pertama, pengalaman perjalanan Marcopolo yang dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul Le Livre de Marco Polo. Di dalam buku tersebut Marcopolo menceritakan keindahan Dunia Timur dan menyatakan bahwa Dunia Timur lebih maju dari Dunia Barat. Kedua, sebagai dampak renaissans, Eropa mengalami kemajuan dalam sains dan teknologi. Orang Barat tidak percaya lagi pada dogma gereja bahwa dunia ini seperti meja, mereka mulai percaya bahwa bumi ini bulat seperti bola. Oleh karena itu, mereka berani berlayar di lautan yang sebelumnya tidak pernah mereka jelajahi. Ketiga, suplai kebutuhan Eropa dari Timur berupa rempah-rempah menjadi berkurang dan mahal sebagai dampak lanjut dari penaklukan Turki terhadap Konstantinopel. Hal ini memicu mereka untuk mendapatkan kebutuhannya langsung dari sumbernya.

Awal kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke nusantara adalah untuk berdagang. Bangsa Portugis adalah bangsa Eropa yang pertama kali sampai di Asia Tenggara. Di samping berdagang, Portugis juga menyebarkan agama Kristen dengan seorang pendeta yang terkenal bernama Fransiscus Xaverius. Mereka berhasil menaklukkan ibukota kerajaan Islam Malaka dan mendirikan benteng di sana. Namun, mereka gagal menaklukkan Sunda Kalapa, yang sekarang bernama Jakarta. Di bawah pimpinan Fatahillah, Demak berhasil mengalahkan Portugis di Sunda Kalapa tahun 1527 M. Portugis juga dipacu oleh semangat reconquesta, artinya semangat menaklukkan kembali wilayah yang dianggap mereka dulunya milik kerajaan Romawi Kristen.

Bangsa Eropa berikutnya yang datang adalah Belanda dan kemudian Inggris. Belanda dan Inggris adalah pesaing utama Portugis dan Spanyol di lautan lepas. Persaingan itu selain dipicu oleh kepentingan ekonomi, khususnya rempah-rempah, juga karena adanya perbedaan aliran antara Katolik yang dianut Portugis dan Spanyol dengan Protestan yang dianut Balanda dan Inggris. Inggris tidak banyak pengaruh kolonialismenya terhadap Indonesia dibandingkan dengan Belanda karena hanya menduduki Indonesia selama 5 tahun. Di samping itu, Inggris hanya menguasai sebagian kecil wilayah Indonesia, yaitu Bengkulu, dan itu pun kemudian ditukar dengan koloni Belanda di Semenanjung Malaysia.

Pada tahun 1596 M, Cornelis de Houtman, pelaut Belanda pertama tiba di Banten. Berdasarkan laporannya, dibentuklah Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dan menetapkan Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal pertama Belanda di Indonesia. Tahun 1621 M Belanda berhasil menduduki Jayakarta (sekarang Jakarta) dan mengubah namanya menjadi Batavia. Tahun 1641 M, Belanda menduduki Malaka. Jan Pieter Zoon Coen memulai proyek kolonialisme dengan Maluku sebagai pilot project nya, khususnya pulau Banda yang penduduk aslinya dimusnahkan Belanda.

Taktik devide et impera (mengadu-domba) dilakukan Belanda di Banten dan Mataram. Dua kerajaan besar di Jawa (H.J. De Graaf dan Th.G.Th. 1986). ini pada akhirnya berhasil dikuasai Belanda. Di Banten, Belanda berhasil memprovokasi Sultan Haji untuk memerangi ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam peperangan itu, pasukan Sultan Haji yang didukung

(14)

14

Belanda berhasil mengalahkan dan memenjarakan Sultan Ageng Tirtayasa serta membuang Syekh Yusuf, ulama besar kerajaan Banten ke Afrika Selatan, sehingga Banten kemudian menjadi wilayah jajahan Belanda.

Sementara di Mataram, Belanda agak mengalami kesulitan karena Kerajaan Mataram adalah sebuah negara dengan penduduk yang besar dan wilayah pedalaman yang luas. Di zaman Sultan Agung, Mataram dua kali menyerang benteng Batavia, yaitu tahun 1627 M dari arah laut dan 1628 M dari arah darat, walaupun tidak berhasil karena bocornya rencana penyerangan. Keberhasilan Belanda mengendalikan Mataram bermula dari kebijakan ambisius Susuhunan Amangkurat I yang ingin memusatkan seluruh kekuasaan di tangannya. Orang-orang kuat kerajaan Mataram dan daerah-daerah penting yang menentang kebijakan raja dikucilkan dan diasingkan. Hal ini memicu timbulnya pemberontakan. Dia tidak segan-segan membantai lebih dari 5.000 orang terdiri dari ulama, pria, wanita dan anak-anak. Bahkan pada tahun 1659 M, Pangeran Pekik, ayah mertuanya sendiri, dibunuh. Tahun 1675 M muncul pemberontakan besar menentang Raja Amangkurat I. Tahun 1676 M Belanda membantu Amangkurat I menghadapi pemberontakan.

b. Perlawanan Kaum Muslimin Indonesia

Bentuk perlawanan kaum muslimin Indonesia terhadap kolonialisme Belanda terbagi menjadi 2, yaitu: sebelum abad ke 20 yang berbentuk perlawanan fisik dan perlawanan pada abad ke 20 dengan menggunakan metode baru.

(a). Perlawanan Awal, Sebelum Abad ke 20

Sebenarnya perlawanan-perlawanan kaum muslimin Indonesia terhadap kolonialisme sudah berlangsung sejak awal kedatangan bangsa Barat di nusantara. Terdapat perbedaan bentuk perlawanan muslim Indonesia abad ke 19 dengan abad sebelumnya. Sebelum abad ke 19, yang berperang adalah kerajaan Islam di Indonesia menghadapi persekutuan para pedagang Belanda yang dipersenjatai (VOC). Sedangkan pada abad ke19, kerajaan-kerajaan Islam di nusantara tidak lagi memerangi Belanda karena sudah di taklukkan, jadi yang berperang terhadap Belanda adalah rakyat muslim menghadapi pemerintah kolonial Belanda.

Pada Abad ke 19, seluruh wilayah Indonesia sudah ditaklukkan dan dikuasai Belanda, kecuali Aceh. Pada masa ini muncul pertempuran-pertempuran besar di berbagai wilayah. Di Sumatera muncul perang Paderi (1821-1838), Perang Aceh (1873-1912); di Jawa timbul perang Diponegoro (1825-1830); di Kalimantan ada perang Banjar (1859-1862); di Indonesia Timur berkobar perang yang dipimpin Patimura (1817) Di samping perang besar, muncul pula perlawanan dengan skala kecil seperti: pemberontakan petani Cilegon di Banten (1888), gerakan Baujaya di Semarang (1841), gerakan Haji Jenal Ngarip di Kudus (1847), Peristiwa Ciomas, Bogor (1886), gerakan Cikandi Udik (1845) yang kesemuanya bertujuan melenyapkan orang-orang Eropa. Namun, semua itu dapat dipatahkan Belanda.

Bagaimanapun, Islam menjadi inspirator munculnya perlawanan itu. Setidaknya ada 5 aspek dari Islam yang mendorong munculnya semangat perlawanan yaitu: 1) izin berperang (QS, 22:39), 2) ideologi Jihad, 3) cinta tanah air, 4) pekikan takbir, 5) doktrin amar ma’ruf nahi munkar.

Berkaitan dengan belum ditaklukkannya Aceh hingga awal abad ke 20, maka ditugaskanlah Christian Snouck Hurgronje untuk menyelidiki kekuatan dan kelemaham umat Islam. Dalam kerangka tugas tersebut, Dr. Snouck pergi ke Mekah dan mengaku telah beragama Islam dengan nama Abdul Gafar. Dia sempat meneliti pola perilaku orang Indonesia yang bermukim di Mekah selama 6 bulan hingga akhirnya diusir setelah terbukti hanya berpura-pura Islam. Dari hasil pengamatan Snouck, kemudian menjadi buku berjudul

(15)

15

De Atjehers, dia menasehatkan Belanda jika ingin memenangkan pertempuran dengan kaum Muslim Aceh adalah: 1) dirikan sekolah sekuler sebanyak mungkin, 2) adu domba antara muslim abangan dengan putihan, 3) adu domba antara tokoh adat dengan ulama, 4) tindas gerakan politik Islam, 5) bantu umat Islam dalam melaksanakan ritual agama.

Awal Pembaharuan Islam di Indonesia bermula pada abad ke 19. Fenomena dan dampak pembaharuan Islam ini muncul pertama kali di Minangkabau (Sumatera Barat). Perang Paderi (Paderi sebutan Belanda terhadap perang tersebut yang berasal dari bahasa Portugis, Pader yang berarti Bapak/ Pendeta) adalah konsekwensi logis dari adanya pembaharuan pemikiran tentang Islam. Kaum Paderi adalah orang-orang Minang yang bermukim di Mekah dan belajar Islam dari kaum Wahabi (pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahab). Mereka membawa paham Wahabi ke Indonesia. Oleh karena itu, kaum Adat yang juga beragama Islam, dianggap oleh kaum paderi tidak melaksanakan Islam dengan sungguh-sungguh. Hal itu terlihat dari peri kehidupan mereka sehari-hari yang suka mengadu ayam, berjudi dan mabuk-mabukan. Persoalan itulah yang kemudian menimbulkan perang besar di Minangkabau.

Dari Minangkabau muncul pembaharu bernama Syekh Ahmad Khatib yang kemudian berpengaruh pada gerakan pembaharuan Islam di abad ke 20. Puncak karirnya adalah menjadi imam mazhab Syafii di Masjidil Haram. Ia dikenal sebagai tokoh yang menentang pola pembagian waris di Minangkabau yang berdasarkan keturunan dari pihak Ibu dan tarekat Naqsabandiyah. Walaupun menjadi imam mazhab Syafii, tetapi ia tidak pernah melarang murid-muridnya membaca tulisan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Murid-muridnya tidak hanya dari orang Minang seperti Mohammad Jamil Jambek, Haji Abdul Karim Amrullah (Ayahnya Hamka, Ketua MUI pertama), tetapi ada juga orang Jawa seperti KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Di tanah Jawa juga muncul pembaharuan Islam. Di belahan Barat Jawa terdapat Syekh Nawawi Banten. Di bawah pengaruh dan bimbingannya makin banyak orang Sunda, Jawa dan Melayu yang memperdalam agama Islam. Sementara itu, di Jawa Tengah ada Ahmad Ripangi. Ia mengarang buku dalam bahasa Jawa dalam bentuk puisi yang meliputi ushuluddin, fikih dan tasawuf. Ia sangat militan dalam mengritik perilaku umat Islam di Jawa yang dianggapnya tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Oleh karena para pemimpin agama di Jawa yang diangkat Belanda merasa terganggu dengan ajaran Ahmad Ripangi, maka kemudian Belanda mengasingkannya ke Ambon.

(b). Perlawanan Lanjutan pada Abad ke 20

Pada awal abad ke 20, perlawanan kaum muslimin terhadap penjajahan tidak lagi dalam bentuk militer, walaupun masih ada sejumlah pemberontakan bersenjata. Para tokoh perlawanan menyadari perlunya pengorganisasian dalam melawan kolonialisme, sehingga pertumpahan darah sia-sia dapat dihindarkan. Oleh karena itu, muncullah pada masa ini organisasi-organisasi yang bergerak menyadarkan umat tentang pentingnya kemerdekaan dan bebas dari penjajahan. Akan tetapi, sayangnya di antara organisasi itu sebagiannya tidak mendasarkan perjuangannya kepada Islam walaupun tokoh-tokohnya adalah muslim.

Bentuk perlawanan terhadap penjajah pada abad 20 memperlihatkan adanya perubahan paradigma, yaitu tidak menekankan unsur militer saja, tetapi memanfaatkan hampir semua aspek yang ada seperti partai politik, organisasi sosial dan pendidikan, media massa untuk membentuk opini, lobi dengan kaum oposisi di Parlemen Belanda dsb. Inilah yang kemudian menuai hasilnya dalam bentuk kemerdekaan Indonesia kemudian.

Unsur yang menjadi perhatian utama gerakan Islam pada awal abad ke 20 adalah pendidikan dengan menggunakan sistem organisasi moderen. Di samping itu, pengajaran agama Islam umumnya masih menggunakan bahasa atau tulisan Arab tanpa memperdulikan apakah masyarakat umum dapat mengerti dan memahaminya. Pada masa ini Al-Quran

(16)

16

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga lebih dipahami. Bahkan, khutbah Jumat yang pada abad sebelumnya menggunakan bahasa Arab, diganti dengan bahasa Indonesia kecuali dalam menukil ayat Al-Quran atau Hadis. Hal lain yang menambah kemajuan umat Islam Indonesia pada masa ini adalah adanya kajian fiqih kontemporer yang sesuai dengan perkembangan yang ada.

Di bidang ekonomi dan politik, pada masa ini muncul Sarekat Islam tahun 1911 M. Organisasi ini awalnya bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi. Sejarawan berbeda pendapat mengenai tahun berdirinya. Deliar Noer menyebut tahun 1911; Ahmad Mansur Suryanegara menyebut tahun 1906. Warna politik organisasi ini semakin kental dengan masuknya tokoh yang bernama HOS Cokroaminoto tahun 1912. Pada tahun 1915 Haji Agus Salim ikut menjadi aktivis organisasi tersebut. Organisasi ini berhasil merekrut anggota dalam jumlah yang besar hingga diproklamasikannya kemerdekaan RI.

Di bidang sosial dan pendidikan muncul organisasi Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Al Irsyad, Sumatra Thawalib, Jamiatul Wasshliyah dan Persatuan Umat Islam (PUI). Muhammadiyah berdiri tahun 1912 yang pendiriannya sebagai reaksi atas gerakan kristenisasi. Aktivitas kristenisasi yang meningkat dengan banyak dibangunnya sekolah dan rumah sakit, merangsang tokoh-tokoh agama di Yogya melakukan hal serupa.

Berdirinya NU adalah reaksi dari berkuasanya kaum Wahabi di bawah Ibnu Sa’ud di Jazirah Arab. Para Ulama yang berpegang pada mazhab Syafii cemas jika penguasa Haramain tidak mengizinkan dipraktekkannya ibadah yang berdasarkan mazhab, khususnya Syafii. Di samping itu, NU juga menjadi sarana kaum Tua (tradisional) membendung berkembangnya pembaharuan Islam yang diprakarsai kaum muda (modernis).

Persatuan Islam (Persis) dan Al Irsyad sebenarnya juga termasuk ke dalam kelompok pembaharu, namun fokus kerja mereka berbeda. Persis cenderung lebih menekankan pada pemurnian ibadah (khas) sesuai dengan sunnah Nabi tanpa harus berpegang kaku pada mazhab. Sementara Al Irsyad cenderung khusus untuk memperbaiki stratifikasi kelompok orang Arab di Indonesia.

1.2.5. Dakwah di Era Kemerdekaan

Awalnya, Kerajaan Jepang berjanji akan membantu Indonesia bebas dari penjajahan Belanda. Akan tetapi, yang terjadi kemudian adalah eksploitasi Indonesia untuk kepentingan industri Jepang dan Perang Dunia II dimana Jepang terlibat di dalamnya. Setelah Jepang mengalami kekalahan dalam PD II, mereka menjajikan kemerdekaan Indonesia dan mewadahinya dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) dan Dokuritsu Zyunbi Inkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan). Badan tersebut menghasilkan Konstitusi (UUD) yang di dalamnya ada peraturan tentang “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Peraturan ini disepakati tanggal 22 Juni 1945 dan dikenal dengan Piagam Jakarta. Akan tetapi, sayangnya peraturan tersebut dihapus dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa pada tanggal 18 Agustus 1945 atas desakan dan tekanan kaum Nasrani.

Betapapun ada perbedaan antara kaum tradisional dengan modernis dalam masalah fiqih, namun sikap mereka terhadap kolonialisme Belanda sama. Hal ini terbukti setelah proklamasi kemerdekaan 1945, mereka bahu-membahu berjihad mempertahankan kemerdekaan. Tokoh dan pendiri NU, KH. Hasyim Asy‘ari, bahkan mengeluarkan fatwa yang menyatakan wajib hukumnya memerangi Belanda, dan kalau mati termasuk syahid. Sementara itu, Sudirman, salah seorang anggota Muhammadiyah dan mantan komandan tentara Pembela Tanah Air (PETA, semacam milisi bentukan Jepang untuk melawan sekutu) Jawa Tengah, diangkat menjadi panglima angkatan bersenjata Indonesia.

(17)

17 1.2.6. Dakwah di Era Demokrasi Liberal

Awal keterlibatan kaum muslimin dalam mengelola pemerintahan Indonesia merdeka sebenarnya telah dimulai sejak terbentuknya Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) pada bulam November 1945. Tokoh-tokoh Masyumi pada revolusi fisik telah turut dalam pemerintahan seperti M. Natsir yang menjabat Menteri Penerangan dan Moh. Roem yang terlibat perundingan dengan Belanda (yang terkenal dengan perundingan Roem-Rojen).

M. Natsir berperan penting dalam mengembalikan bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi negara kesatuan dengan mosi integralnya. Peran itulah yang kemudian menjadi sebab dipercayanya M. Natsir oleh Presiden Sukarno untuk menjadi Perdana Menteri dan membentuk kabinet pada tahun 1950; kabinet pertama yang dipercayakan kepada tokoh dari partai politik Islam. Peran Kabinet Natsir (1950-1951) yang penting adalah menjadikan Indonesia sebagai anggota PBB yang ke-60. Di samping itu, Natsir mencoba mengupayakan jalan damai dalam kasus Darul Islam pimpinan Kartosuwirjo.

Setelah jatuhnya kabinet Natsir akibat mosi Hadikusumo, dibentuklah kabinet Sukiman (1951-1952). Sukiman, dokter medis, juga merupakan tokoh partai Masyumi. Ia berhasil dalam menjalankan program untuk menempatkan eks pejuang pada posisi non militer. Sukiman juga mengupayakan jalan damai dalam kasus Darul Islam.

Kabinet berikutnya yang dipimpin tokoh Masyumi adalah Burhanudin Harahap (1955-1956). Burhanudin berhenti menjadi Perdana Menteri bukan karena mendapatkan mosi tidak percaya dari anggota parlemen ataupun karena kesalahan dalam keputusan politik, tetapi justru karena sukses menjalankan program utama kabinet yaitu Pemilihan Umum 1955, yang dinilai paling berkualitas sepanjang abad ke 20. Dalam pemilu pertama itu, partai-partai politik Islam menguasai lebih dari 40% kursi parlemen.

Pada masa ini pula muncul Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Barat, yang dikenal umum sebagai pemberontakan dan sering dikaitkan dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara. Sebenarnya PRRI adalah sebuah gerakan yang timbul karena kekecewaan sejumlah tokoh politik terhadap presiden Sukarno yang semakin menunjukkan kediktatorannya. Sejumlah tokoh partai Masyumi terlibat dalam kasus tersebut seperti M. Natsir dan Syafrudin Prawiranegara. “Pemberontakan” PRRI akhirnya ditumpas Sukarno dan tokoh-tokohnya dipenjarakan.

Pada masa yang bersamaan, tahun 1956-1957, gerakan Darul Islam mencapai puncak kekuatannya. Hampir sebagian besar wilayah Indonesia berada di dalam pengaruh gerakan tersebut. Dapat dikatakan kalau siang Indonesia dipimpin Sukarno, sementara di malam hari Indonesia di pimpin Kartosuwiryo. Berbeda dengan Darul Islam, pemberontakan yang dilakukan sebagian tokoh Masyumi dalam kasus PRRI walaupun menggunakan kekerasan namun dimaksudkan untuk melunakkan pemberontakan petinggi militer di daerah terhadap pemerintah pusat. Pada akhirnya, Sukarno berhasil menumpas gerakan Darul Islam dengan menangkap Kartosuwiryo dan menjatuhkan hukuman mati terhadapnya.

1.2.7. Dakwah di Era Demokrasi Terpimpin

Era ini dimulai pada tanggal 5 Juli 1959, yaitu sesaat setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden yang membubarkan parlemen. Zaman ini diwarnai dengan pembubaran partai politik yang menentang kebijakan Presiden Sukarno, termasuk di dalamnya partai Masyumi. Partai Islam yang bertahan di masa ini dan ikut terlibat dalam pemerintahan Sukarno adalah Nahdhatul Ulama. Kehadiran NU sangat dibutuhkan Sukarno dalam rangka mendukung konsepsinya, sebuah sinkretisme: Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom).

Pada tingkat massa, terjadi pemiskinan luar biasa. Masyarakat kesulitan untuk mendapatkan makanan pokok seperti beras dan obat-obatan. Inflasi meroket hingga mencapai

(18)

18

600%. Bahkan sebagian masyarakat ada yang kesulitan untuk mendapatkan bahan pakaian. Walaupun di tingkat elit nasional terjadi kerjasama antara tokoh NU yang dipimpin KH Idham Khalid dengan petinggi PKI, akan tetapi di tingkat desa banyak terjadi pertikaian antara santri dengan aktivis komunis; beberapa kyai bahkan diberitakan dibunuh oleh komunis. Zaman ini diakhiri dengan munculnya pemberontakan yang didukung Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 30 September 1965.

1.2.8. Dakwah di Era Orde Baru

Presiden Sukarno akhirnya harus turun dari kursi kekuasaan dan kemudian digantikan Suharto. Pertama karena Sukarno memberikan mandat politis kepada Suharto dalam bentuk Super Semar (Surat Perintah Sebelas Maret) tahun 1966 M. Kedua karena Suharto dianggap sebagai pemimpin yang berhasil menumpas gerakan komunis. Pada mulanya, perubahan rezim kekuasaan dari Sukarno ke Suharto dianggap sebagai peluang untuk berperannya kembali Islam dalam panggung politik. Hal ini dibuktikan dengan dibebaskannya tokoh-tokoh penentang Sukarno dari penjara seperti Natsir, Hamka dsb.

Kebijakan Suharto setelah resmi diangkat sebagai Presiden tahun 1967, adalah mengorbitkan Golongan Karya (Golkar) sebagai mesin politiknya. Pada tahun 1970-an, kebijakan deislamisasi politik yang dilakukan Suharto mendapat dukungan tidak langsung dari tokoh intelektual Nurcholis Madjid. Nurcholis, pernah menjabat sebagai ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), mengeluarkan slogannya yang terkenal: “Islam Yes. Partai Islam No”; dia tetap teguh pada pendapatnya walaupun mendapat kritik dari Prof. Dr. HM. Rasjidi. Slogan tersebut, sedikit banyak berpengaruh dalam mengeliminir Islam dari pentas politik nasional.

Pada pemilu pertama zaman Orde Baru tahun 1971, terdapat sepuluh partai yang bersaing berebut kursi parlemen; 4 diantaranya adalah partai Islam, yaitu: NU, PSII, Perti dan Parmusi. Akan tetapi pada pemilu berikutnya tahun 1977, terjadi penggabungan partai sehingga hanya ada tiga partai yang bersaing yaitu: 1. PPP, yang dianggap mewakili Islam 2. Golkar, partainya pemerintah yang berkuasa dan 3. PDI, yang dianggap mewakili nasionalis. Pada pemilu 1987, tidak ada lagi partai Islam. PPP telah mengubah simbol partai dari Ka’bah menjadi Bintang dan mengganti asasnya dari Islam menjadi Pancasila.

Dekade 1980-an terjadi fenomena deislamisasi politik dan kampanye negatif terhadap Islam yang dilakukan besar-besaran oleh pemerintah. Tahun 1982, Pancasila ditetapkan sebagai satu-satunya azas (atau dikenal juga dengan azas tunggal) yang dianggap sebagian tokoh Muslim sebagai kampanye anti Islam.

1.2.9. Dakwah di Era Reformasi

Munculnya kembali peran Islam, terutama di lapangan politik, pada masa reformasi bermula dari kebijkan depolitisasi Islam pada zaman Suharto. Ketika Islam dilarang dijadikan label politik tahun 1980-an, sebagaimana air yang dibendung, ia mencari format dan bentuk baru sebagai manifestasinya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an muncul gerakan mengartikulasikan Islam dalam kehidupan sehari-hari yang lebih personal seperti: semangat mengkaji Islam dalam bentuk grup-grup halaqoh, penerjemahan dan penerbitan buku-buku dan majalah-majalah yang lebih komprehensif dan mendetil dalam membahas Islam, fenomena semakin banyaknya wanita yang menggunakan jilbab, dsb. Disamping itu, gerakan Islam tahun 1990-an mempunyai perhatian dan keterkaitan dengan perkembangan isu-isu Islam internasional seperti Palestina, Afghanistan dan Irak.

Krisis moneter yang terjadi tahun 1997, menyebabkan dasar-dasar ekonomi yang menjadi legitimasi orde baru menjadi rapuh. Ketika krisis moneter itu berkembang menjadi

(19)

19

krisis ekonomi yang menyebabkan inflasi hingga 150%, dan kemudian berkembang lagi menjadi krisis multi dimensi, maka pemerintahan Suharto tidak dapat dipertahankan lagi. Peristiwa Trisakti tahun 1998, yang menyebabkan tewasnya 4 mahasiswa akibat peluru yang dilepaskan aparat keamanan menjadi pemicu kerusuhan yang timbul di mana-mana.

Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa dengan mengepung dan menduduki gedung parlemen untuk menuntut adanya reformasi, yang artinya menuntut mundurnya Suharto dari kursi kekuasaan. Organisasi kepemudaan yang terlibat dalam peristiwa itu antara lain HMI, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia); saat ini beberapa tokohnya duduk di parlemen. Pada akhirnya gerakan reformasi mencapai puncaknya tanggal 20 Mei 1998. Pada tanggal tersebut, Suharto menyatakan mundur sebagai Presiden RI di Istana Negara dan posisinya digantikan oleh BJ. Habibie.

Dalam masa pemerintahannya yang singkat, Habibie (yang juga pendiri dan ketua ICMI [Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia] pertama) berhasil menurunkan inflasi dan menstabilkan nilai tukar rupiah dari Rp 17.000 per 1 dolar AS menjadi Rp 7.000. Pada masa pemerintahanya muncul banyak partai politik baru berbasis Islam seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan (PK). Pemilu yang diadakan oleh Presiden Habibie tahun 1999 dianggap lebih berkualitas dibandingkan dengan pemilu di zaman Orde Baru. Dari 550 kursi parlemen, kira-kira 40%nya diduduki oleh partai berbasis Islam.

1.2.10. Islam Sebagai Inspirasi Pembebasan

Dalam uraian terdahulu telah tergambarkan bagaimana Islam menjadi inspirasi perlawanan terhadap muncul dan berkembangnya kezaliman dan ketidakadilan. Kolonisasi dan eksploitasi yang dilakukan bangsa Barat (Portugis, Inggris dan Belanda) mendapatkan perlawanan sengit dari kerajaan-kerajaan Islam di nusantara. Bahkan pada abad ke 19, perlawanan semakin meluas dan tidak hanya dilakukan oleh elit kerajaan tetapi juga dilakukan oleh rakyat jelata di pelosok pedesaan. Jutaan Gulden dan ribuan nyawa telah diderita Belanda sebagai dampak perlawanan muslim Indonesia.

Pada abad ke 20, perlawanan bangsa Indonesia tidak hanya dalam bentuk perlawanan militer, tetapi meluas ke dalam hampir semua bidang kehidupan seperti politik, ekonomi dan sosial. Pada masa ini muncul sejumlah organisasi Islam moderen yang menerapkan prinsip pengetahuan rasional dan memanfaatkan perkembangan teknologi. Jika pada masa sebelumnya banyak digunakan jimat-jimat kekebalan untuk melawan Belanda, sementara teknologi dianggap sebagai produk kafir yang harus dihindari; maka pada abad ke 20 metode atau cara-cara Barat yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam banyak dimanfaatkan. 1.2.11.Masalah Mentalitas dan Mistisisme

Berdirinya negara Indonesia bukan akhir dari dakwah Islam di Indonesia, walaupun sebagian ulama ada yang membuat pernyataan bahwa negara Indonesia adalah final atau akhir dari perjuangan. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan sehingga mendekati model Islam yang ideal sebagaimana yang terwujud dalam generasi para sahabat Nabi.

Dilihat dari berbagai aspek dan sudut pandang, masih banyak hal yang perlu dikerjakan. Dari segi pendidikan, baru terdapat sekitar 4 juta sarjana dari 200 juta lebih penduduk, atau 2% dari populasi; belum dukurangi sarjana yang non-muslim. Dari segi ekonomi, lebih dari 40 juta rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Kombinasi antara rendahnya pendidikan dan kemiskinan pada akhirnya mendorong orang untuk percaya kepada hal-hal mistik. Masih

(20)

20

banyak dijumpai orang Islam yang ingin cepat kaya dengan mengikuti ritual mistik di kuburan orang saleh yang dianggap keramat.

1.2.12.Pengalaman Bernegara

Umat Islam di Indonesia setidaknya mengalami dua masa terlibat dalam mengelola negara. Pertama, pada dekade 1950-an yang dikenal dengan zaman demokrasi liberal. Pada masa ini, elit politik Masyumi memanfaatkan peluang sebagai pembuat kebijakan. Natsir misalnya, berperan dalam menjaga keutuhan Indonesia dengan mosi integralnya. Syafrudin Prawiranegara, seorang tokoh Masyumi lainnya, berperan dalam mengatasi persoalan moneter Indonesia pasca revolusi. Selain itu, Burhanudin Harahap berperan meletakkan dasar-dasar pemilu yang demokratis. Mereka memberikan keteladanan tentang kesederhaan dan komitmen dalam melayani rakyat. Oleh karena itu, diantatara mereka ada yang wafat tanpa memiliki rumah. Kedua, pada zaman pemilihan presiden langsung oleh rakyat. Pada zaman ini, pola keterlibatan dalam politik nampaknya justru lebih menguntungkan perkembangan Islam di Indonesia; di samping itu, menumbuhkan citra Islam yang damai dan demokratis pada dunia. Terlibatnya sejumlah tokoh partai Islam dalam pemerintahan justru semakin memperbesar akses dakwah kedalam bidang publik.

2. Makna Agama Islam Bagi Kehidupan 2.1. Pengertian Agama Islam

Secara etimologi, kata Islam berasal dari bahasa Arab, diambil dari derivasi kata dasar salima-yaslamu-salamatan wasalaman, yang artinya “ selamat, damai, tunduk, patuh, pasrah, menyerahkan diri, rela, puas , menerima, sejahtera dan tidak cacat” (Al-Munawir, 1984 : 669). Dari ilmu morfologi, kata Islam diambil dari aslama-yuslimu-islaman, memiliki beragam makna, antara lain dijelaskan dalam Al-Qur'an :

1. Ketaatan, dijelaskan, QS.72 (Al-Jin) : 14 2. Menyerahkan diri, QS.2 (Al-Baqarah) : 112 3. Tunduk dan patuh, QS.3 (Ali Imran) : 85.

Pengertian Islam secara terminologis atau istilah adalah agama atau peraturan-peraturan Allah yang diwahyukan kepada Nabi dan Rasul-Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. (Zakky Mubarak Syamrakh, 2010 : 51). Jadi, kata agama dalam bahasa Indonesia mempunyai pengertian sama dengan kata al-dien dalam bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa-bahasa Eropa sama dengan religion (Inggris), la religion (Perancis), de religie (Belanda), die religion (Jerman).

Secara bahasa, perkataan agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. Sedang kata dien mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, atau kebiasaan. Dien juga mengandung pengertian peraturan-peraturan, berupa hukum yang harus dipatuhi, baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan berikut balasan dan ganjarannya.

Kata dien dan kata jadiannya dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 94 kali dalam berbagai makna dan konteks, antara lain berarti pembalasan (QS 1:4); undang-undang duniawi atau peraturan yang dibuat (QS 12:76); agama yang datang dari Allah: Dienullah (QS 3:83). Bila Dien dirangkaikan dengan kata al-haq sehingga membentuk kata Dienulhaq, maknanya adalah agama yang dibawa Rasulullah saw sebagai agama yang benar, yakni Islam (QS 9:33). Pada ayat lain, kata din menunjukkan arti bukan hanya agama Islam saja, tetapi juga selain Islam, seperti ayat Al-Qur’an yang berbunyi Lakum dienukum wa liya dien. (bagimu agamamu dan bagiku agamaku) (QS 109:6 dan QS 61:9).

(21)

21

Inti agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang berimplikasi pada kepercayaan kepada aturan Tuhan bagi manusia. Kepercayaan tersebut tumbuh dalam kehidupan manusia sejak pertama manusia diciptakan. Kepercayaan manusia kepada ajaran agama, khususnya Tuhan, dilandasi oleh:

1. Adanya kepercayaan bahwa di luar kekuatan manusia ada kekuatan yang lebih perkasa yaitu kekuatan Ghaib. Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan ghaib itu sebagi tempat memohon pertolongan. Manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan Ghaib tersebut dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan kebahagiaan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubunan baik dengan kekuatan Ghaib tersebut.

3. Adanya respon yang bersifat emosional dari manusia, baik dalam bentuk perasaan takut atau perasaan cinta. Selanjutnya respons itu mengambil bentuk pemujaan atau penyembahan dan tatacara hidup tertentu bagi masyarakat yang besangkutan.

4. Paham adanya yang kudus (the sacred) dan suci, seperti kitab suci, tempat ibadah, dan sebagainya.

Suatu kepercayaan dikategorikan sebagai sebuah agama apabila memenuhi empat kriteria berikut:

1. Adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi asal dari segala yang ada;

2. Adanya ajaran ibadah yang mengatur pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa tersebut;

3. Adanya Nabi yang menerima wayu Tuhan Yang Maha Esa, yang berisi ajaran-ajaran Tuhan dalam sebuah Kitab Suci;

4. Adanya ajaran akhlak/moral untuk berbuat baik, yang berisi nilai-nilai kebaikan dan bersumber pada nilai ke-Tuhanan yang Maha Esa tersebut.

Orang Islam, dalam bahasa Arab disebut muslim/muslimat, yaitu orang yang selamat hidupnya di dunia dan di akhirat, yang hidup damai dan sentosa serta menyebarkan keduanya dalam kehidupan bermasyarakat, yang tunduk, patuh, taat, dan berserah diri kepada Allah sebagai Pencipta melalui ketundukan, ketaatan, dan kepatuhan kepada ajaran agama Islam yang diturunkan Allah. Dalam sebuah Hadis, Rasulullah Muhammad saw bersabda yang artinya :

Artinya: Orang Islam adalah orang yang menyebabkan orang lain selamat melalui ucapan dan perbuatannya.

Keselamatan, kedamaian, dan kesentosaan hidup manusia merupakan wujud rahmat, kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Karena itu agama Islam yang diturunkannya kepada manusia melalui Rasulullah Muhammad saw merupakan rahmat, kasih sayang Allah yang harus diterima sebagai wujud rasa syukur manusia kepada Allah. Kerasulan Muhammad saw yang menerima agama Islam untuk disampaikan kepada umat manusia, juga disebut sebagai rahmat bagi manusia, dan bahkan bagi semua alam ini, seperti yang difirmankan oleh Allah dalam QS. 21 (Al-Anbiya’) : 107 yang artinya:

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam"(QS.21 : 107)

Dalam ajaran agama Islam, Allah hanya menurunkan satu agama saja, yaitu Islam. Karena itu sekalipun di dunia ini banyak sekali agama yang berkembang, Allah hanya

(22)

22

mengakui kebenaran satu agama saja, yaitu Islam, seperti dinyatakan dalam QS. 3 (Ali Imran) : 19 yang artinya :

"Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya" (QS. 3 : 19)

Dalam QS. 5 (Al-Maidah): 3 Allah juga berfirman yang artinya :

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" (QS.5:3)

Allah juga mengingatkan agar umat manusia tidak mencari agama selain Islam, karena usaha tersebut justru akan merugikan manusia itu sendiri, seperti yang difirmankan dalam QS. 3 (Ali Imran): 85 yang artinya:

"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" (QS.3:85). 2.2. Fungsi agama Islam

Pernyataan yang pada dewasa ini mengganggu pikiran kita ialah, apakah agama itu benar-benar diperlukan oleh manusia? Jika kita mau meninjau sejenak sejarah peradaban manusia, kita akan tahu, bahwa agama adalah kekuatan raksasa yang telah mewujudkan perkembangan manusia seperti sekarang ini. Bahkan semua yang baik dan mulia dalam diri manusia itu dilandasi oleh iman kepada Allah. Ini adalah kebenaran yang tak dapat dibantah sekalipun oleh orang atheis (orang yang tak percaya kepada Allah). Para nabi, seperti: Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad, telah mengubah sejarah manusia dan mengangkat derajat mereka dari lembah kehinaan menuju puncak ketinggian akhlak yang tak pernah diimpikan.

Fungi utama agama Islam dalam kehidupan umat manusia secara umum adalah:

a. Sebagai hidayah, yaitu petunjuk kebenaran sehingga manusia mengetahui jalan kehidupan yang benar, yang mengantarkannya pada kehidupan yang damai, yang menjaga keselamatan agar tidak tersesat pada kehidupan yang menyengsarakannya. Dalam QS. 2 (Al-Baqarah): 185 Allah berfirman yang artinya:

"(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)" (QS.2: 185)

b. Sebagai aturan atau jalan kehidupan yang menjaga manusia dari kesesatan, seperti dinyatakan dalam QS. 45 (Al-Jatsiyah): 18 yang artinya :

"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui" (QS.45:18).

c. Sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit hati, seperti pemarah, dengki, kikir, malas, dsb. Dalam QS. 10 (Yunus): 57 Allah berfirman yang artinya:

Referensi

Dokumen terkait

Menurut teori pertama (Gujarat), Islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang Gujarat (India) yang beragama Islam pada sekitar abad ke-13 Md. Teori kedua (Persia)

Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan

Di wilayah Kalimantan, Islam mulai masuk pertama kali di Kalimantan Barat (Sukadana) pada awal abad ke 16 yang dibawa oleh pedagang muslim dari wilayah Sumatera. Di Kalimantan

Mulai tahun 1830, setelah pemerintah Belanda menguasai kepulauan Indonesia, pengadilan Agama yang telah ada di Jawa sejak abad ke-16 itu ditempatkan di bawah pengawasan

Jadi dalam proses pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 orang tua lah yang sangat berperang penting dan berperang aktif dalam mengarahkan, membimbing serta

Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran, diawal abad ke-15 Masehi kota-kota seperti Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat penyebaran agama Islam, yang mempunyai

Berdasarkan kajian naskah kuno di Maluku, dapat disimpulkan dua hal penting yang berkaitan dengan perkembangan Islam di Wilayah Kerajaan Hitu pada abad 16-19

Pada abad ke-19, pemikiran pembaruan Islam di Mesir memengaruhi Indonesia, memunculkan kebangkitan intelektual dalam Islam, seperti yang terlihat dalam organisasi Islam seperti