• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS DAN KARAKTERISTIK KOLONI KUTUDAUN (HEMIPTERA: APHIDIDAE) PADA TANAMAN SAYURAN DI BOGOR DAN CIANJUR MUHAMMAD KEVIN BRAMANTYO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JENIS DAN KARAKTERISTIK KOLONI KUTUDAUN (HEMIPTERA: APHIDIDAE) PADA TANAMAN SAYURAN DI BOGOR DAN CIANJUR MUHAMMAD KEVIN BRAMANTYO"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS DAN KARAKTERISTIK KOLONI

KUTUDAUN (HEMIPTERA: APHIDIDAE)

PADA TANAMAN SAYURAN DI BOGOR DAN CIANJUR

MUHAMMAD KEVIN BRAMANTYO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Jenis dan Karakteristik Koloni Kutudaun (Hemiptera:Aphididae) pada Tanaman Sayuran di Bogor dan Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Muhammad Kevin Bramantyo

(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD KEVIN BRAMANTYO. Jenis dan Karakteristik Koloni Kutudaun (Hemiptera:Aphididae) pada Tanaman Sayuran di Bogor dan Cianjur. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT.

Kutudaun merupakan hama penting pertanaman sayuran. Informasi mengenai taksonomi dan karakteristik kutudaun pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur masih sangat sedikit. Penelitian tentang kutudaun di Pulau Jawa banyak dilakukan oleh ilmuwan Belanda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan karakter koloni kutudaun pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur. Kutudaun diperoleh dari 20 jenis tanaman sayuran. Pengamatan koloni kutudaun meliputi jumlah individu dalam koloni, ukuran koloni, jumlah kutudaun bersayap dan tidak bersayap, serta identifikasi semut yang berasosiasi dengan koloni kutudaun. Tujuh spesies kutudaun yang ditemukan pada tanaman sayuran yaitu Aphis gossypii, A. craccivora, A.nasturtii, Myzus persicae, Semiaphis dauci,

Lipaphis pseudobrassicae, dan Toxoptera aurantii. Sebagian besar kutudaun yang

ditemukan tidak bersayap. A. gossypii merupakan kutudaun yang paling sering ditemukan pada tanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur. Solanaceae merupakan famili tanaman yang paling banyak terserang oleh kutudaun. Tujuh spesies semut yang berasosiasi dengan kutudaun pada pertanaman sayuran telah diidentifikasi yaitu Anoplolepis gracilipes, Dolichoderus thoracicus, Lepisiota sp.,

Meranoplus sp., Myrmicaria brunnea, Monomorium sp.,dan Pheidole sp.. Kunci identifikasi bergambar dibuat sebagai alat identifikasi kutudaun yang ditemukan berasosiasi pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur.

Kata kunci: kutudaun, identifikasi, karakter morfologi, kunci bergambar kutudaun, tanaman sayuran

(4)

ABSTRACT

MUHAMMAD KEVIN BRAMANTYO. Species and Colony Characteristic of Aphids (Hemiptera: Aphididae) Associated with Vegetable Crops in Bogor and Cianjur. Supervised by PURNAMA HIDAYAT.

Aphids are important pests of vegetable crops. Information on taxonomy and colony characteristics of aphids associated with vegetable crops in Bogor and Cianjur is very limited. Many taxonomical works on aphids in Java were done by scientists from Netherland. The purpose of this research is to study the diversity and colony characteristic of aphids associated with vegetable crops in Bogor and Cianjur. Aphids were collected from 20 species of vegetable crops. Ants associated with aphid colonies were collected for identification. Observation to the aphid colonies were done including the size of colonies and the numbers of winged and wingless aphids. Identification of aphids and ants was based on morphological characters. There were 7 aphid species identified on vegetable crops in Bogor and Cianjur, they were Aphis gossypii, Aphis craccivora, Aphis nasturtii, Myzus

persicae, Semiaphis dauci, Lipaphis pseudobrassicae, and Toxoptera aurantii.

Most of aphids found in the colonies were in the wingless form. A. gossypii was the most abundant species collected from vegetable crops in Bogor and Cianjur. Solanaceae was the most frequent family of vegetable crops attacked by aphids. Seven species of ants associated with aphids in the vegetable crops were identified. They were Anoplolepis gracilipes, Dolichoderus thoracicus, Lepisiota sp., Meranoplus sp., Myrmicaria brunnea, Monomorium sp., Pheidole sp.. A pictorial key was constructed as an identification tool for the aphid species associated with vegetable crops in Bogor and Cianjur.

Key words: aphids, identification, morphological characters, pictorial key of aphids, vegetables crops

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

JENIS DAN KARAKTERISTIK KOLONI

KUTUDAUN (HEMIPTERA: APHIDIDAE)

PADA TANAMAN SAYURAN DI BOGOR DAN CIANJUR

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Jenis dan Karakteristik Koloni Kutudaun (Hemiptera:Aphididae) pada Tanaman Sayuran di Bogor dan Cianjur

Nama : Muhammad Kevin Bramantyo NIM : A34090078

Disetujui oleh

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya sampai akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan penjelasan dalam penyelesaian tugas akhir ini; Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, M.S selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi; Dra. Dewi Sartami, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama ini; Bapak, Ibu dan keluarga, serta Seluruh Staff Departemen Proteksi Tanaman IPB baik Dosen Pengajar, Laboran, dan yang lainnya. Kepada teman-teman Laboratorium Biosistematika Serangga dan Laboratorium Pengendalian Hayati (Dony, Zulfahmi, Mansyur, Suryadi, Desy, Fathur, Winda, dan Mas Jalu), dan Enie Setyo yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama melakukan penelitian, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan pengendalian kutudaun pada tanaman sayuran.

Bogor, November 2013

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan 3 Alat 3 Pengambilan Sampel Kutudaun dan Semut 3 Analisis Data 4

Pembuatan Preparat Slide Kutudaun 4

Identifikasi Morfologi Kutudaun 4

Pembuatan Kunci Identifikasi Bergambar 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel 6 Hasil Pengambilan Sampel Kutudaun 6 Karakteristik Koloni Kutudaun 7

Deskripsi Morfologi Kutudaun 10

Tribe Aphidini 10

Tribe Macrosiphini 13

Kunci Identifikasi Bergambar 15

KESIMPULAN DAN SARAN 17 Kesimpulan 17 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Karakter identifikasi kutudaun pada bagian dorsal dan ventral 5 2 Jumlah kutudaun bersayap dan tidak bersayap yang ditemukan

pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur 7

3 Persentase ukuran koloni kutudaun yang ditemukan pada

tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur 8

4 Jumlah sampel tanaman sayuran yang menjadi inang kutudaun

di Bogor dan Cianjur 8

5 Semut yang berasosiasi dengan koloni kutudaun pada tanaman

sayuran di Bogor dan Cianjur 9

6 Karakter identifikasi A. gossypii 10

7 Karakter identifikasi A. nasturtii 11

8 Karakter identifikasi A. craccivora 12

9 Karakter identifikasi T. aurantii 12

10 Karakter identifikasi L. pseudobrassicae 13

11 Karakter identifikasi M. persicae 14

12 Karakter identifikasi S. dauci 14

13 Kunci identifikasi bergambar kutudaun tribe Aphidini

dan Macrosiphini 15

14 Kunci identifikasi bergambar kutudaun tribe Macrosiphini

yang ditemukan pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur 15 15 Kunci identifikasi bergambar kutudaun tribe Aphidini yang

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kutudaun merupakan salah satu hama penting tanaman sayuran. Serangga ini termasuk kedalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, famili Aphididae. Kutudaun dapat dikenali dengan bentuk seperti persik yang khas dengan sepasang kornikel pada ujung posterior abdomen. Kornikel kutudaun berupa struktur seperti tabung timbul dari sisi dorsal abdomen ruas kelima dan keenam (Borror et al. 2005). Kutudaun memiliki ukuran, bentuk, dan warna tubuh yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi faktor inang dan lingkungan (Irsan 2004). Kutudan juga memiliki siklus hidup yang singkat dan tingkat keperidian yang tinggi. Siklus hidup kutudaun berkisar 7 sampai 20 hari, dengan tingkat keperidian dari satu betina mencapai 140 kutudaun dalam seminggu (Kranz et al. 1978).

Kutudaun telah lama diteliti karena menyebabkan kerugian ekonomi yang besar serta memiliki peran yang sangat tinggi dan efisien sebagai vektor virus tanaman (Brault et al. 2010). Kerugian yang ditimbulkan oleh kutudaun sebagai hama berkisar 6-25%, sedangkan sebagai vektor dapat mencapai lebih dari 80% (Miles 1987). Kepadatan populasi kutudaun juga berpengaruh terhadap perubahan fisiologis tanaman seperti kelayuan, perubahan bentuk daun, matinya pucuk tanaman, gugur daun, dan kematian tanaman (Darsono 1991).

Kepadatan populasi kutudaun dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah fertilitas yang tinggi dengan sistem reproduksi yang efisien (partenogenesis), jumlah populasi kutudaun sebelumnya, dan perpindahan tempat ke inang lainnya ( Matis et al. 2008). Populasi kutudaun juga dipengaruhi oleh simbiosis dengan semut. Simbiosis ini bersifat saling menguntungkan, eksresi embun madu yang dikeluarkan kutudaun merupakan sumber makanan semut dan kehadiran semut memberikan perlindungan bagi kutudaun dari serangan predator dan parasitoid (Goggin 2007).

Kepadatan kutudaun dalam suatu koloni juga berpengaruh terhadap pembentukan kutudaun bersayap (alate) dan tidak bersayap (aptera). Kutudaun tidak bersayap pergerakannya terbatas di tumbuhan inang, sebaliknya kutudaun bersayap dapat berpindah tempat dari satu tumbuhan inang ke tumbuhan inang yang lain (Irsan et al. 2010).

Kutudaun sangat mudah berkembangbiak pada dataran rendah tropika, dan beberapa tanaman dengan cepat terserang kutudaun tersebut. Menurut Kalshoven (1981) reproduksi kutudaun di Indonesia (daerah tropis) selalu partenogenetik dan vivipar, sehingga nimfa yang baru dilahirkan dapat berkembang cepat menjadi imago dan siap melahirkan nimfa baru. Di pulau Jawa kutudaun dijumpai dalam jumlah besar pada awal musim kemarau, kerusakan berat terutama disebabkan oleh adanya embun madu yang dikeluarkan kutudaun sehingga timbulnya embun jelaga. Di seluruh dunia terdapat lebih dari 4000 spesies kutudaun, 300 diantaranya dapat menjadi vektor 300 jenis virus tanaman berbeda (Eastop 1977). Jenis-jenis kutudaun di pulau Jawa sudah pernah dilaporkan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Van der Goot (1914) melaporkan 180 spesies kutudaun dan hanya 82 spesies kutudaun yang berhasil diidentifikasi. Noordam (1986, 1991, 1994, 2004) melaporkan 56 spesies Hormaphidinae, 33 spesies greenideinae, dan 85 spesies

(12)

2

Aphidinae. Di Jawa Barat, Irsan (1997) melaporkan 22 spesies kutudaun dari 14 genus berbeda pada 15 tanaman famili Solanaceae.

Informasi mengenai taksonomi, keanekaragaman, semut yang berasosiasi dan kepadatan populasi kutudaun pada tanaman sayuran, khususnya di daerah Bogor dan Cianjur masih sangat terbatas. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang jenis kutudaun dan inangnya pada tanaman sayuran, jenis semut yang berasosiasi, serta pembuatan kunci identifikasi kutudaun yang ditemukan di Bogor dan Cianjur.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman spesies kutudaun, tanaman inang, kepadatan populasi, ukuran koloni, dan semut yang berasosiasi dengan kutudaun pada pertanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur dengan cara identifikasi morfologi.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang keanekaragaman spesies kutudaun, tanaman inang, kepadatan populasi, ukuran koloni dan semut yang berasosiasi dengan kutudaun pada pertanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur.

(13)

3

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada berbagai macam lahan pertanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur. Lokasi pengambilan sampel di sepuluh kecamatan yang terletak di Kabupaten dan Kota Bogor serta dua kecamatan yang terletak di Kabupaten Cianjur. Identifikasi kutudaun dan semut dilakukan di Laboratorium Taksonomi dan Biosistematika Serangga serta Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Agustus 2013.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kutudaun dari tanaman inang, alkohol 50%, 80%, 95%, 100%, akuades, larutan KOH 10% untuk memudarkan warna kutudaun yang terlalu pekat, minyak cengkeh untuk menghilangkan kadar air yang masih tersisa, serta kanada balsam sebagai media perekat untuk pembuatan preparat slide permanen.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, tabung reaksi, cawan sirakus, kaca objek, penutup preparat, kantung plastik, kompor listrik, mikroskop stereo Olympus® SZ-ST, mikroskop cahaya Olympus® model CX21FS1 yang dihubungkan dengan kamera (DinoEye ocular lens camera) dan langsung terhubung ke komputer, perangkat lunak Dinocapture, perangkat lunak

GPS (Global Positioning System) Compass and Altitude pada Smartphone

Samsung® Galaxy Tab-P-1000, dan kamera digital Canon® PowerShot A800. Pengambilan Sampel Kutudaun dan Semut

Pengambilan sampel dilakukan pada pertanaman sayuran di Bogor dan Cianjur. Wilayah yang dijadikan pengambilan sampel mewakili sepuluh Kecamatan yang berada di Bogor; Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Ciampea, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Parung, dan Kecamatan Tenjolaya. Serta dua Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur; Kecamatan Cipanas dan Kecamatan Pacet. Posisi lintang geografis dan ketinggian tempat lokasi survey diukur dengan menggunakan bantuan program GPS. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2013. Identifikasi kutudaun dilakukan di Laboratorium Taksonomi dan Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi semut dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari setiap pertanaman sayuran yang dituju. Sampel kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik dan diberi label lokasi dan tanggal pengambilan sampel. Jumlah individu dalam satu koloni kemudian dihitung dan dipisahkan berdasarkan kategori kutudaun bersayap dan tidak bersayap.

(14)

4

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan Microsoft® Excell 2013. Analisis menggunakan tabel, grafik, dan diagram berdasarkan beberapa karakter koloni kutudaun. Karakter yang diamati adalah perbandingan kutudaun bersayap dan tidak bersayap, ukuran koloni kutudaun, jenis tanaman inang, dan keberadaan semut.

Pembuatan Preparat Slide Kutudaun

Pembuatan preparat slide kutudaun dilakukan dengan membuat preparat permanen yang bertujuan mengidentifikasi dan menyimpan dalam waktu yang lama. Pembuatan preparat permanen kutudaun didasarkan pada prosedur Blackman dan Eastop (2000). Spesimen yang umumnya digunakan dalam pembuatan preparat mikroskop kutudaun adalah imago.

Pembuatan preparat melalui 3 tahapan. Tahap pertama adalah perebusan dan pengeluaran isi tubuh kutudaun. Kutudaun imago dipilih berdasarkan kelengkapan karakter morfologi (antena, kepala, tungkai, siphunculi dan kauda) dan direbus pada tabung reaksi berisi alkohol 95% selamat 3 menit. Spesimen yang telah direbus diletakkan pada cawan sirakus, dan ditusuk bagian abdomennya menggunakan jarum mikro. Penusukan ini bertujuan untuk mengeluarkan isi tubuh saat proses perebusan. Spesimen kemudian direbus kembali menggunakan tabung reaksi yang berisi larutan KOH 10% hingga transparan. Spesimen yang telah transparan dituang kembali pada cawan sirakus dan dilakukan proses pengeluaran isi tubuh dengan cara menekan bagian abdomen.

Tahap kedua adalah proses pencucian dan pengawetan kutudaun. Kutudaun yang telah bersih kemudian dicuci menggunakan akuades sebanyak dua kali. Selanjutnya proses pengawetan kutudaun menggunakan alkohol bertingkat (50%, 80%, 95%, dan 100%) selama masing-masing 10 menit. Penggunaan alkohol bertingkat bertujuan untuk menghindari mengkerutnya spesimen. Spesimen kemudian direndam kembali dalam minyak cengkeh selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang masih tersisa.

Tahap terakhir adalah proses penataan dan pengeringan preparat kutudaun. Spesimen yang telah direndam minyak cengkeh kemudian dikeluarkan dan diletakkan pada kaca objek untuk direntang. Setelah itu spesimen dibubuhi balsam kanada dan ditutup menggunakan cover glass. Preparat kutudaun yang telah selesai dibuat, kemudian dikeringkan pada Hotplate Fischer Scientific Slider Warmer selama 2 minggu.

Identifikasi Morfologi Kutudaun dan Semut

Identifikasi kutudaun berdasarkan pengamatan karakter morfologi imago yang disusun oleh Blackman dan Eastop (2000, 2006). Identifikasi hanya dapat diamati pada stadia imago karena memiliki bentuk morfologi yang telah sempurna. Karakter umum yang menjadi ciri identifikasi adalah bentuk antenna, abdomen, siphunculi, dan kauda.

Identifikasi semut berdasarkan pengamatan karakter antena, kepala, toraks, dan abdomen. Karakter identifikasi diamati menggunakan buku Hashimoto (2003)

“Identification Guide to the Ant Genera of Borneo” dan dilakukan pada

(15)

5

Gambar 1 Karakter identifikasi kutudaun pada bagian dorsal dan ventral (Blackman dan Eastop 2006)

Pembuatan Kunci Identifikasi Bergambar

Kunci identifikasi bergambar (pictorial key) kutudaun yang ditemukan pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur dibuat dengan menggunakan gambar karakter morfologi. Karakter morfologi tersebut didapatkan dari mikroskop digital model Olympus CX21FS1 dan Dino-eye AM432U yang dihubungkan dengan sebuah komputer PC.

Kunci identifikasi dibuat berasarkan karakter Sub famili, tribe, dan spesies. Sub famili Aphidinae memiliki ukuran terminal proses yang lebih panjang dari bagian dasar segmen antena terakhir. Setelah itu identifikasi dilakukan berdasarkan perbedaan karakter tribe. Tribe Aphidini memiliki bentuk tuberkel antena yang tidak berkembang dan ukuran siphunculi yang lebih panjang dari kauda. Sedangkan Tribe Macrosiphini memiliki bentuk yang bervariasi mulai dari bentuk tuberkel antena maupun panjang siphunculi dan kauda.

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan mulai bulan Februrari hingga Juli 2013. Jumlah populasi kutudaun yang ditemukan sangat sedikit pada bulan Februari hingga April 2013 karena masih pada musim penghujan, sedangkan cuaca pada bulan Mei hingga Juli 2013 sudah mulai mendukung karena memasuki musim kemarau. Menurut Susniati et al. (2005) hujan secara langsung dapat mempengaruhi populasi serangga, apabila hujan besar serangga banyak yang mati, berpengaruh terutama pada pertumbuhan dan keaktifan serangga.

Hasil Pengambilan Sampel Kutudaun

Berdasarkan hasil pengambilan sampel kutudaun di Bogor dan Cianjur, kutudaun yang diperoleh dari tanaman sayuran sebanyak 7 spesies yaitu: A.

craccivora, A. gossypii. A. nasturtii, M. persicae, S. dauci, L. pseudobrassicae, dan T. aurantii. Spesies kutudaun yang paling sering ditemukan adalah A. gossypii.

Lokasi pengambilan sampel kutudaun memiliki ketinggian yang berbeda. Berdasarkan data ketinggian tempat, lokasi dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu daerah rendah (1 - 500 m dpl), daerah sedang (501 - 1000 m dpl), dan daerah tinggi (>1000 m dpl) (Karami 2012). Dari keseluruhan kutudaun yang ditemukan, 848 kutudaun ditemukan pada daerah rendah, 448 kutudaun ditemukan pada daerah sedang, dan 141 kutudaun ditemukan pada daerah tinggi. Banyaknya kutudaun yang ditemukan pada daerah rendah diduga karena pengaruh suhu dan keanekaragaman sayuran yang lebih banyak ditemukan.

Kutudaun yang ditemukan pada daerah rendah (1 - 500 m dpl) adalah A.

gossypii, A. craccivora, M. persicae, dan A. nasturtii. Spesies A. gossypii

ditemukan pada 15 kali pengambilan sampel di tanaman bayam tanah, cabai merah, cabai rawit, daun katuk, ketumbar, terong ungu, timun, timun suri, paria, dan oyong.

A. craccivora ditemukan pada tujuh kali pengambilan sampel di tanaman kacang

panjang. M. persicae ditemukan pada dua kali pengambilan sampel pada tanaman kubis dan kangkung. A. nasturtii ditemukan pada dua kali pengambilan sampel pada tanaman daun katuk. Hasil pengambilan di daerah sedang (501 - 1000 m dpl) ditemukan spesies A. gossypii pada tujuh kali pengambilan sampel di tanaman cabai rawit, timun, terong hijau, oyong, dan leunca. Sedangkan T. aurantii, M. persicae,

A. nasturtii, L. pseudobrassicae, dan S. dauci hanya ditemukan pada satu tanaman

inang. Hasil di daerah tinggi (>1000 m dpl) ditemukan dua spesies kutudaun, yaitu

A. gossypii pada tanaman leunca dan M. persicae pada tanaman brokoli dan pak

choi (Lampiran 2).

Berdasarkan data yang diperoleh (Lampiran 1), A. gossypii memiliki kisaran inang paling luas. Dari 20 tanaman inang yang didapat, A. gossypii dapat menyerang 11 spesies tanaman pada 23 kali pengambilan sampel. Jumlah kutudaun yang didapat cukup tinggi yaitu 766 kutudaun dan dapat ditemukan pada daerah rendah, sedang, dan tinggi. Famili Solanaceae merupakan tanaman yang paling banyak menjadi inang kutudaun tersebut. Herlinda et al. (2009) melaporkan bahwa peningkatan populasi A. gossypii pada suatu tanaman terjadi pada fase generatif berhubungan dengan semakin banyak dan semakin rimbun daun tanaman tersebut.

(17)

7 Karakteristik Koloni Kutudaun

Pengamatan koloni kutudaun dibedakan berdasarkan 4 karakter koloni. Karakter koloni pertama berdasarkan jumlah kutudaun bersayap dan tidak bersayap. Hasil pengambilan sampel didapat kutudaun tidak bersayap lebih banyak ditemukan daripada kutudaun bersayap (Gambar 2). Kutudaun tidak bersayap dominan ditemukan pada spesies A. gossypii, A. craccivora, M. persicae, A.

nasturtii, S. dauci, dan L. pseudobrassicae. Kutudaun tidak bersayap dominan

ditemukan karena jumlah individu dalam suatu koloni relatif kecil. Ukuran koloni berhubungan dengan ketersediaan makanan dan nutrisi bagi koloni kutudaun. Ketersediaan makanan menyebabkan kutudaun imago tidak melahirkan kutudaun bersayap pada suatu generasi. Selain itu, pembentukan kutudaun bersayap banyak dipengaruhi oleh kerapatan individu, persaingan ruang, dan makanan (inang) (Dixon 1971).

Gambar 2 Jumlah kutudaun bersayap dan tidak bersayap yang ditemukan pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur

Karakter koloni kedua adalah ukuran koloni kutudaun. Menurut Szpeiner (2008), ukuran koloni kutudaun dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu koloni kecil (1 - 10 individu), koloni sedang (11 - 50 individu), dan koloni besar (>50 individu). Dari 41 sampel yang ditemukan, 46.35% koloni termasuk kedalam koloni kecil, 31.70% koloni termasuk kedalam koloni sedang, dan 21.95% koloni termasuk kedalam koloni besar (Gambar 3). Ukuran koloni dapat dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik tersebut yaitu tanamang inang (nutrisi), musuh alami (predator dan parasitoid), dan genetik. Faktor abiotik yang mempengaruhi ukuran koloni kutudaun yaitu lingkungan (suhu dan curah hujan) serta pengaruh pestisida.

644 468 118 14 13 3 0 122 52 0 1 0 1 1 0 100 200 300 400 500 600 700 Juml ah kutudaun Spesies kutudaun Tidak bersayap Bersayap

(18)

8

Gambar 3 Persentase ukuran koloni kutudaun yang ditemukan pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur

Karakter koloni ketiga adalah tanaman inang kutudaun. Berdasarkan data yang diperoleh (Gambar 4), ditemukan 20 jenis tanaman sayuran yang tergolong kedalam 8 famili tanaman berbeda (cabai merah, cabai rawit, kacang panjang, kubis, oyong, daun katuk, terong hijau, terong ungu, timun, sawi, wortel, leunca, tomat, caisin, kangkung, ketumbar, bayam hijau, timun suri, dan paria) yang menjadi inang tujuh spesies kutudaun di Bogor dan Cianjur. Dari delapan famili tanaman sayuran yang ditemukan (Amaranthaceae, Apiaceae, Brassicaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, dan Solanaceae), Solanaceae merupakan famili tanaman sayuran yang paling banyak ditemukan koloni kutudaun. Hal ini dikarenakan tanaman Solanaceae dapat tumbuh pada kisaran ketinggian yang lebar (daerah rendah, sedang, dan tinggi).

Gambar 4 Jumlah sampel tanaman sayuran yang menjadi inang kutudaun di Bogor dan Cianjur

Karakter koloni keempat adalah jenis semut yang berasosiasi dengan koloni kutudaun. Dari hasil pengambilan sampel, ditemukan tujuh spesies semut yang berasosiasi dengan kutudaun yaitu Anoplolepis gracilipes, Dolichoderus thoracicus,

Lepisiota sp., Meranoplus sp., Myrmicaria brunnea, Monomorium sp., dan

46.35%

31.70% 21.95%

Koloni kecil (1-10 individu) Koloni sedang (11-50 individu) koloni besar >50 individu

7 15 3 7 5 1 2 1 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Fabaceae Solanaceae Euphorbiaceae Cucurbitaceae Brassicaceae Convolvulaceae Apiaceae Amaranthaceae

Jumlah sampel tanaman yang menjadi inang kutudaun

Famili

T

ana

ma

(19)

9

Pheidole sp. (Tabel 1). Semut ditemukan pada tiga spesies kutudaun, yaitu A. craccivora, A. gossypii, dan S. dauci. Semut yang paling sering ditemukan dan

dapat berasosiasi dengan tiga spesies kutudaun adalah A. gracilipes dari subfamili Formicinae. Menurut Drescher (2011) A. gracilipes memiliki pola penyebaran yang luas dan dapat masuk ke habitat yang berbeda dengan sangat cepat.

Semut ditemukan pada sembilan kali pengambilan sampel pada daerah rendah dan sedang. Keberadaan semut pada koloni kutudaun dipengaruhi oleh ukuran koloni tersebut. Ukuran koloni sedang dan besar cenderung ditemukan keberadaan semut. Hal ini berhubungan dengan jumlah komposisi dan jumlah embun madu yang dikeluarkan kutudaun tersebut (Fischer et al. 2002).

Tabel 1 Spesies semut yang ditemukan pada koloni kutudaun No Jenis Semut Subfamili Kutudaun Ketinggian

(mdpl)/ Kecamatan

Tanaman Inang 1 M. brunnea Myrmicinae A. gossypii 683/Pamijahan Cabai rawit

2 Pheidole sp. Myrmicinae A. gossypii 172/Bogor

barat

Terong ungu 3 Meranoplus sp. Myrmicinae A. gossypii 110/Parung Cabai rawit 4 A. gracilipes Formicinae A. gossypii 788/Cisarua Cabai rawit 5 Lepisiota sp. Formicinae A. gossypii 287/Tenjolaya Timun 6 D. thoracicus Dolichoeinae A. gossypii 649/Tenjolaya Oyong 7 Monomorium sp. Myrmicinae A. craccivora 251/Ciampea Kacang panjang 8 A. gracilipes Formicinae A. craccivora 300/Tenjolaya Kacang panjang 9 A. gracilipes Formicinae S. dauci 938/Cisarua Wortel

Gambar 5 Semut yang berasosiasi dengan koloni kutudaun pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur: D. thoracicus (a), A. gracilipes (b), M. brunnea (c), Pheidole sp. (d), Meranoplus sp. (e), Monomorium sp. (f)

(c)

(a) (b)

(d) (e) (f)

1 cm 1 cm 1 cm

(20)

10

Deskripsi Morfologi Kutudaun Tribe Aphidini

Aphis gossypii (Glover). Kutudaun ini memiliki sinonim Aphis malvae, A.

cucurbiti, A. citrifolii, A. citrulii, A. cucumeris (Goot 1914). Serangga ini memiliki

warna tubuh yang bervariasi, diantaranya kuning dan hijau dengan panjang 1.7 - 1.9 mm (Gambar 6 a,b). Karakter identifikasi A. gossypii adalah tuberkel antena tidak berkembang (Gambar 15a), kauda berbentuk seperti lidah, berwarna pucat dengan 4 - 7 rambut (Gambar 6e). Abdomen bagian dorsal tidak memiliki pola tempelan hitam luas (Gambar 6d) dan rambut femur tungkai belakang lebih pendek dari diameter basal (Gambar 6f).

Kutudaun ini ditemukan pada daerah rendah, sedang, dan tinggi di 12 tanaman sayuran yaitu cabai merah (C. annuum) di desa Babakan (Dramaga) dan Cinangka (Ciampea); cabai rawit (C. frutescens) di desa Waru jaya (Parung), Babakan (Dramaga), Cikarawang (Ciampea), Gunung Bunder dan Gunung Picung (Pamijahan), dan Jogjogan (Cisarua); daun katuk (S. androgynus) di desa Situ Gede (Bogor barat); bayam tanah (A. blithum) di desa Cijujung (Cibungbulang); terong ungu (S. melongena) di desa Semplak (Bogor barat) dan Cinangneng (Tenjolaya); timun (C. sativus) di desa Cinangneng (Tenjolaya) dan Gunung picung (Pamijahan); timun suri (C. melo var conomon) di desa Pasir jambu (Cibinong) dan Situ gede (Bogor barat), terong hijau (S. melongena) di desa Gunung picung (Pamijahan); oyong di desa Neglasari (Dramaga) dan Tapos 1 (Tenjolaya); paria (M. charantia) di desa Cinangka (Ciampea), ketumbar (C. sativum) di desa Cijujung (Cibungbulang); dan Leunca (S. nigrum) di desa Ciloto dan Cipanas (Cipanas). Kutudaun dapat menyerang tajuk tanaman, daun, dan batang. Selain itu, ditemukan 5 spesies semut yang berasosiasi dengan kutudaun ini, yaitu M. brunnea,

Pheidole sp., Meranoplus sp., A. gracilipes, Lepisiota sp., dan D. thoracicus.

Gambar 6 Karakter identifikasi A. gossypii. Berwarna kuning dan hijau (a,b), slide mikroskop A. gossypii (c), abdomen bagian dorsal tidak memiliki pola tempelan hitam(d), kauda berwarna pucat dengan 4-7 rambut (e), panjang rambut femur tungkai belakang tidak melebihi diamter bagian basal (f)

1 mm 1 mm

(d) (e) (f)

(21)

11

Aphis nasturtii (Kaltenbach). Kutudaun ini memiliki sinonim Aphis

abbreviata, A. acetosella, A. cathartica, A. githaginella, A. linguae, A. mathiolae, A. neopolygoni, A. pedicularis dan A. polygoni (Eastop et al. 1997). Ciri morfologi

kutudaun ini adalah tubuh berwarna kuning kehijauan dan berukuran 1.5 - 1.7 mm. Kauda dan siphunculi berwarna lebih gelap dari abdomen bagian drosal (Gambar 7a). Karakter identifikasi A. nasturtii menyerupai A. gossypii, kecuali panjang rambut femur tungkai belakang yang melebihi diameter basal (Gambar 7e).

Kutudaun ini ditemukan pada daun katuk (S. androgynus) di desa Cijujung (Cibungbulang) dengan ketinggian 197 m dpl, dan Gunung picung (Pamijahan) dengan ketinggian 690 m dpl. Serangga ini ditemukan pada tajuk tanaman muda dan bawah daun. Saat pengambilan sampel, tidak ditemukan keberadaan semut pada koloni kutudaun.

Gambar 7 Karakter identifikasi A. nasturtii. Berwarna hijau kekuningan (a), slide mikroskop A. nasturtii (b), abdomen bagian dorsal tidak memiliki pola tempelan hitam(c), kauda berwarna pucat dengan 4 - 7 rambut (d), panjang rambut femur tungkai belakang melebihi diameter bagian basal (e)

Aphis craccivora (Koch). Kutudaun ini memiliki sinonim Aphis medicaginis

(Noordam 2004). Ciri morfologi yaitu tubuh berukuran 1.7 - 1.9 mm, berwarna hitam, dan terdapat sedikit lapisan lilin putih pada abdomen bagian dorsal (Gambar 8a). Karakter identifikasi A. craccivora adalah tuberkel antena tidak berkembang, kauda berbentuk seperti lidah, berwarna hitam dengan 4 - 7 rambut (Gambar 8d). Panjang kauda tidak melebihi siphunculi dan abdomen bagian dorsal dengan pola tempelan hitam yang luas (Gambar 8c).

Serangga ini hanya ditemukan pada tanaman kacang panjang (V. Sinensis) dari 6 pengambilan sampel di daerah rendah (76 – 300 m dpl), yaitu desa Cibentang (Ciseeng), Situ gede (Bogor barat), Babakan (Dramaga), Cikarawang dan Cinangka (Ciampea), serta Cinangneng (Tenjolaya). Saat pengambilan sampel, ditemukan keberadaan semut yang berasosiasi dengan kutudaun ini, yaitu spesies A. gracilipes dan Monomorium sp. Kutudaun ini dapat ditemukan pada tajuk tanaman muda, permukaan bawah daun, batang, dan polong.

(d) (e)

1 mm

(c)

(22)

12

Gambar 8 Karakter identifikasi A. craccivora. Berwarna hitam dengan sedikit lapisan lilin pada abdomen bagian dorsal (a), slide mikroskop A.

craccivora (b), abdomen bagian dorsal terdapat pola tempelan hitam

luas (c), kauda berwarna hitam dengan 4-7 rambut (d)

Toxoptera aurantii (Boyer de Fonscolombe). Kutudaun ini memiliki sinonim

Aphis aurantii, A. camelliae, A. coffeae, Ceylonia theaecola, dan Toxoptera theobromae (Goot 1914). Ciri morfologi kutudaun ini adalah tubuh berukuran 2

mm dan berwarna hijau kehitaman (Gambar 9a). Karakter identifikasi kutudaun ini yaitu abdomen tanpa tempelan hitam, kauda berwarna pucat dengan 10 - 24 rambut (Gambar 9d) dan terdapat stridulatory apparatus di dekat Siphunculi (Gambar 9e). Serangga ini hanya ditemukan pada tanaman tomat (L. esculentum) di desa Cipanas (Cipanas) dengan ketinggian 905 m dpl. Selain itu tidak ditemukan keberadaan semut yang berasosiasi dengan kutudaun ini.

Gambar 9 Karakter identifikasi T. aurantii. Berwarna hijau kehitaman (a), preparat

T. aurantii (b), abdomen bagian dorsal tidak memiliki pola tempelan

hitam(c), kauda berwarna pucat dengan 10 - 24 rambut (d), terdapat

stridulatory apparatus pada abdomen ruas ke 5 dan 6 (dekat siphunculi)

(e) (b) (b) (a) (a) 1 mm 1 mm (c) (d) (e) (c) (d)

(23)

13 Tribe Macrosiphini

Lipaphis pseudobrassicae (Davis). Kutudaun ini memiliki sinonim Lipaphis

erysimi (Blackman dan Eastop 2006). Ciri morfologi kutudaun ini adalah tubuh

bagian abdomen berwarna kuning pucat dan berukuran 1.8 mm (Gambar 10a). Karakter pada tuberkel antena tidak berkembang (Gambar 10c), siphunculi agak kehitaman, dengan ukuran kurang dari 1.5 kali panjang kauda (Gambar 10d).

Serangga ini hanya ditemukan pada tanaman sawi putih (B. chinensis) di desa Cibereum (Cisarua) pada ketinggian 938 m dpl. Selain itu tidak ditemukan adanya gejala kerusakan dan keberadaan semut yang berasosiasi dengan kutudaun ini.

Gambar 10 Karakter identifikasi L. pseudobrassicae. Berwarna kuning pucat pada bagian abdomen (a), slide mikroskop L. pseudobrassicae (b),tuberkel antena tidak berkembang (c), siphunculi tidak melebihi 1.5 kali panjang kauda(d), kauda berwarna pucat dan berbentuk seperti lidah (e)

Myzus persicae (Sulzer). Kutudaun ini memiliki sinonim Aphis persicae, A.

dianthi, Rhopalosiphum persicae, R. dianthi, Megoura solani, Siphonophora achyranthes, Myzus malvae, dan Myzoides persicae (Goot 1914). Ciri morfologi

serangga ini adalah tubuh berwarna hijau muda, berukuran 1.7 - 1.8 mm, dengan antena melebihi panjang tubuh. (Gambar 11a). Karakter identifikasi M. persicae adalah tuberkel antena sangat berkembang dengan penampakan yang paralel (Gambar 13b). Siphunculi berwarna pucat dengan ukuran sedikit ramping pada bagian tengah dan kauda bagian ujung biasanya mengalami penyempitan (Gambar 11c, d).

Kutudaun ini ditemukan pada daerah rendah, sedang, dan tinggi. Pada daerah rendah, kutudaun ditemukan pada tanaman Kubis (B. oleracea var. capitata) di desa Babakan (Dramaga) pada ketinggian 170 m dpl, dan Kangkung (I. aquatica) di desa Cijujung (Cibungbulang) pada ketinggian 192 m dpl. Di daerah sedang dan tinggi, kutudaun ditemukan pada tanaman Brokoli (B. oleracea var. italica) di desa Cipanas dan Ciloto (Cipanas) pada ketinggian 905 dan 1137 m dpl, dan tanaman Pak choi (B. Rapa) di desa Ciherang (Pacet) pada ketinggian 1137.

(c) (d) (e)

(b) (a)

(24)

14

Gambar 11 Karakter identifikasi M. persicae. Berwarna hijau muda (a), slide mikroskop M. persicae (b), siphunculi berukuran 2.5 kali panjang kauda (c), kauda mengalami penyempitan pada bagian ujung (d)

Semiaphis dauci (Fabricius). Kutudaun ini memiliki sinonim Aphis carotae

dan A. dauci (Ide et al. 2011). Ciri morfologi kutudaun ini adalah tubuh berwarma hijau atau coklat dengan sedikit lapisan lilin putih pada abdomen bagian dorsal (Gambar 12a, b). Tubuh berukuran 1.7 - 1.8 mm dengan antena tidak melebihi panjang tubuh. Ukuran siphunculi lebih pendek dari kauda (Gambar 12e). Karakter yang digunakan untuk mengidentifikasi S. dauci adalah antena, siphunculi, dan kauda. Siphunculi dengan ukuran 0.67 kali panjang kauda dan 1.5 kali lebar basal (gambar 12d) dan tidak terdapat suprakauda proses (Gambar 12f).

Kutudaun ini hanya ditemukan pada tanaman wortel (D. carota) di desa Cibereum (Cisarua) pada ketinggian 938 m dpl. Saat pengambilan sampel, ditemukan keberadaan semut spesies A. gracilipes yang berasosiasi dengan kutudaun S. dauci. Serangga ini hanya ditemukan pada tajuk tanaman muda, dan tidak terdapat adanya gejala kerusakan yang ditimbulkan.

Gambar 12 Karakter identifikasi S. dauci. Berwarna hijau atau coklat dengan sedikit lapisan lilin pada abdomen bagian dorsal (a,b), preparat S.

dauci (c), tuberkel antena tidak berkembang (c), siphunculi berukuran

0.67 kali panjang kauda (d), tidak terdapat suprakaudal proses (e)

(b) (a) (d) (e) (f) (a) (c) (d) (b) (c) 1 mm 1 mm 1 mm

(25)

15 Kunci Identifikasi Bergambar

a Terminal proses melebihi panjang bagian basal

b c

Siphunculi sedikit mengerucut Siphunculi berbentuk tubular (Tribe Aphidini) (Tribe Macrosiphini) Gambar 13 Kunci identifikasi bergambar kutudaun tribe Aphidini dan

Macrosiphini

a b

Tuberkel antena Tuberkel antena tidak berkembang sangat berkembang

c d e

Siphunculi kurang dari Siphunculi 0.67 Siphunculi melebihi 1.5 panjang kauda kali panjang kauda 2 kali panjang kauda

f g h Kauda berbentuk Tidak terdapat Kauda mengalami seperti lidah suprakaudal proses penyempitan

i j k

Lipaphis pseudobrassicae Semiaphis dauci Myzus persicae

Gambar 14 Kunci identifikasi bergambar kutudaun tribe Macrosiphini yang ditemukan pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur

(26)

16

a

Tuberkel antena tidak berkembang

b

Siphunculi lebih panjang dari kauda

c d

Abdomen bagian dorsal Abdomen bagian dorsal dengan tempelan hitam yang luas tidak memiliki tempelan hitam

e f g Kauda hitam Kauda pucat Kauda pucat

dengan 4-7 rambut dengan 4-7 rambut dengan 10-26 rambut

h i j Panjang rambut Panjang rambut Terdapat Stridulatory femur tungkai belakang femur tungkai belakang apparatus kurang dari lebar basal lebih dari lebar basal

k l m n

Aphis craccivora Aphis gossypii Aphis nasturtii Toxoptera aurantii

Gambar 15 Kunci identifikasi bergambar kutudaun tribe Aphidini yang ditemukan pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur

(27)

17

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tujuh spesies kutudaun yang ditemukan pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur adalah A. gossypii, A. craccivora, A. nasturtii, M. persicae, S. dauci, L.

pseudobrassicae, dan T. aurantii. Sebagian besar kutudaun yang ditemukan tidak

bersayap. Spesies A. gossypii merupakan kutudaun yang paling banyak ditemukan. Delapan famili tanaman sayuran ditemukan menjadi inang kutudaun, famili Solanaceae merupakan tanaman yang paling banyak terserang oleh kutudaun. Jenis semut yang berasosiasi dengan kutudaun pada tanaman sayuran adalah A. gracilipes,

D. thoracicus., Lepisiota sp., Meranoplus sp., M. brunnea, Monomorium sp., dan Pheidole sp.

Saran

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui berbagai aspek tentang simbiosis antara semut dan kutudaun. Selain itu perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat kerusakan, baik kerusakan langsung maupun tidak langsung, yang disebabkan oleh kutudaun pada tanaman sayuran.

(28)

18

DAFTAR PUSTAKA

Borror DJ, Charles AT, Norman FJ. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the

Study of Insects. 7th ed. Ohio (US): The Ohio State University.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crops. Chicester (GB): John Wiley & Sons.

Blackman RL, Eastop VF. 2006. Aphids on the World’s Herbaceous Plants and

Shrubs. Chicester (GB): John Wiley & Sons.

Braendle C, Davis GK, Brisson JA, Stern DL. 2006. Wing dimorpism in aphids.

Heredity. 97(2006):192-199. doi:10.1038/sj.hdy.6800863.

Brault V, Uzest M, Monsion B, Jacquot E, Blanc S. 2010. Aphids as transport devices for plant viruses. Comptes Rendus Biologies. 333(2010):524-538. doi:10.1016/j.crvi.2010.04.001.

Darsono S. 1991. Biologi dan perkembangan Aphis craccivora Koch. (Homoptera:Aphididae) pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dixon AFG. 1971. The life-cycle and host preferences of the bird cherry-oat aphid

Rhopalosiphum padi L. and their bearing on the theories oh host alternation

in aphids. Ann. Appl. Biol. 68(2):135-147.

Drescher J. 2011. The ecology and population structure of the invasive yellow crazy ant Anoplolepis gracilipes [disertasi]. Wuzburg (DE): Julius Maximillians University.

Eastop VF. 1977. Worldwide Importance of Aphids as virus vectors. Harris KF, Maramorosch K, editor. Aphids as Virus Vectors. New York (US): Academic Press.

Eastop VF, Heie OE, Contreras EF, Pettersson J, Niemeyer HM. 1997. Notes on two new aphid species (Hemiptera: Aphididae) detected in Chile. Rev.

Chilena Ent. 24(1997):81-84.

Fischer MK, Volkl W, Schopf R, Hoffmann KH. 2002. Age-specific patterns in honeydew production and honeydew composition in the aphid Metepeurum

fuscoviridae: implications for ant-attendance. Journal of Insect Physiology.

48(2002):319-326.

Goggin FL. 2007. Plant-aphid interactions: molecular and ecological perspectives.

Plant Biology. 10(2007):399-408. doi:10.1016/j.pbi.2007.06.004.

Goot VD. 1914. Zur Kenntnis Der Blattlause Java’s. Contributions a la Faune des Indes Neerlandaises. Vol ke-1, Fasc. I. Inst. Sci. Buitenzorg (ID): Instituts Scientifiques de Buitenzorg Lands Platentuin.

Ide S, Yuki VA, Takada HM, Delfino MA, Hojo H, Peront ALBG, Silva CRS, Kuniyuki H, Bueno SCS, Yamakawa W. 2011. Semiaphis dauci (Fabricius) (insecta, hemiptera, aphididae)-formal record of occurrence on arracacha (Arracacia xanthorrhiza Bancr.) (Apiaceae) in Brazil, morphological characterization, description of damages and arthropods associated to the culture. Arq. Inst. Biol. 78(1):53-61.

Irsan C. 1997. Keragaman spesies kutudaun (Homoptera:Aphidoidea) pada beberapa tumbuhan famili solanaceae di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(29)

19 Irsan C. 2004. Tumbuhan inang parasitoid dan hiperparasitoid kutudaun Myzus

persicae (Sulzer) (Homoptera: Aphididae) di sekitar Bogor dan Cianjur, Jawa

Barat [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Irsan C, Wati C, Herlinda S, Pujiastuti Y. 2010. Biologi kutudaun Lipaphis erysimi Kalt (Hemiptera: Aphididae) di tumbuhan inang yang berbeda. Seminar

Nasional PEI, 2010 Okt 2; Jogjakarta, Indonesia.

Hashimoto Y. 2003. Identification guide to the ant genera of borneo. Di dalam: Hashimoto Y, Rahman H (editor). Inventory and collection. Kota kinabalu (Mal). UMS-BBEC. hal 95-162.

Herlinda S, Irwanto T, Adam T, Irsan C. 2009. Perkembangan populasi Aphis

gossypii Glover (Homoptera: Aphididae) dan kumbang lembing pada

tanaman cabai merah dan rawit di inderalaya. Seminar Nasional

Perlindungan Tanaman; 2009 Agu 5-6; Bogor, Indonesia.

Karami M. 2012. Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman hortikultura di wilayah bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kranz J, Schmutter H, Koch W. 1978. Disease, pest and weeds in tropical crops. Chichester (GB). John Wiley & Sons.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De

Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Matis JH, Kiffe TR, Matis TI, Chattopadhyay C. 2008. Generalized aphid population growth models with immigration and cumulative-size dependent dynamics. Mathematical Biosciences. 215(2008):137-143. doi: 10.1016/j.mbs.2008.07.007.

Miles PW. 1987. Feeding process of Aphidoidea in relation of effects on their food plants. Di dalam: Minks AK, Harrewijn P, editor. Aphids: Their Biology,

Natural Enemies and Control. Vol 2A. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm

321-340.

Noordam D. 1986. Aphids of Java. Part II: Sinomegoura Takahashi, 1960 (Homoptera:Aphididae), with a new species from Coffea. Zoologische

Verhandelingen Leiden. 296:1-284.

Noordam D. 1991. Hormaphidinae from Java (Homoptera: Aphididae).

Zoologische Verhandelingen Leiden. 270:1-525.

Noordam D. 1994. Greenideinae from Java (Homoptera: Aphididae). Zoologische

Verhandelingen Leiden. 296:1-284.

Noordam D. 2004. Aphids of Java. Part V: Aphidini (Homoptera: Aphididae).

Zoologische Verhandelingen Leiden. 346:7-83.

Susniati N, Sumeno H, Sudarjat. 2005. Bahan ajar ilmu hama tumbuhan. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.

Szpeiner A. 2008. Aphididae (Hemiptera) on ornamental plants in Cordoba (Argentina). Rev. Soc. Entomol. Argent. 67(1-2):49-56.

(30)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil pengambilan kutudaun pada tanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur No Spesies Kutudaun Desa/ Kecamatan/Kabupaten Altitude (m dpl) Nama Umum Tanaman Inanga Nama Ilmiah; Famili Tanaman Inang

Koordinat Lokasi 1 A. gossypii Waru jaya/

Parung/Bogor

110 Cabai rawit (6) Capsicum frutescens;

Solanaceae

6°46' 1.34"S 107°3'23.46"E Semplak/Bogor Barat/

Bogor

172 Terong ungu (83) Solanum melongena;

Solanaceae

6° 32’ 5.55”S 106°45’ 39.78”E Babakan/

Dramaga/Bogor

174 Cabai merah (37) Capsicum annuum; Solanaceae

6° 33’ 4.17”S 106°42’ 50.99”E Babakan/

Dramaga/Bogor

174 Cabai rawit (23) Capsicum frutescens;

Solanaceae

6° 33’ 4.17”S 106°42’ 50.99”E Pasir Jambu/

Cibinong/Bogor

190 Timun suri (1) Cucumis melo var. conomon;

Cucurbitaceae

6° 32’ 11.55”S 106°48’ 43.58”E Situ gede/

Bogor Barat/Bogor

194 Daun katuk (1) Sauropus androgynus;

Euphorbiaceae,

6° 33’ 21.27”S 106°44’ 44.53”E Situ gede/

Bogor Barat/Bogor

194 Timun suri (1) Cucumis melo var. conomon;

Cucurbitaceae

6° 33’ 21.27”S 106°44’ 44.53”E Cijujung/

Cibungbulang/Bogor

197 Ketumbar (1) Coriandrum sativum;

Apiaceae

6° 33’ 8.13”S 106°39’ 39.25”E Cijujung/

Cibungbulang/Bogor

211 Bayam tanah (1) Amaranthus blitum;

Amaranthaceae

6° 33’ 13.67”S 106°39’ 30.79”E Babakan/

Dramaga/Bogor

213 Cabai merah (34) Capsicum annuum;

Solanaceae

(31)

21 Lanjutan lampiran 1 Hasil pengambilan kutudaun pada tanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur

No Spesies Desa/

Kecamatan/Kabupaten

Altitude

(m dpl)

Tanaman Inanga Nama Ilmiah; Famili

Koordinat Lokasi Neglasari/

Dramaga/Bogor

225 Oyong (1) Luffa acutangula;

Cucurbitaceae

6° 34’ 41.76”S 106°43’ 52.39”E

Cikarawang/

Ciampea/Bogor

251 Cabai rawit (16) Capsicum frutescens;

Solanaceae

6° 34’ 42.18”S 106°42’ 1.47”E Cinangka/

Ciampea/Bogor

262 Cabai merah (1) Capsicum annuum;

Solanaceae

6° 35’ 18.89”S 106°41’ 51.44”E Cinangka/

Ciampea/Bogor

262 Paria (8) Momordica charantia;

Cucurbitaceae

6° 35’ 18.89”S 106°41’ 51.44”E Cinangneng/

Tenjolaya/Bogor

287 Timun (86) Cucumis sativus;

Cucurbitaceae

6° 36’ 06.01”S 106°42’ 09.01”E Cinangneng/

Tenjolaya/Bogor

336 Terong ungu (1) Solanum melongena;

Solanaceae

6° 36’ 32.66”S 106°41’ 55.50”E Tapos 1/

Tenjolaya/Bogor

649 Oyong (7) Luffa acutangula;

Cucurbitaceae

6° 39’ 44.83”S 106°41’ 30.74”E Gunung Bunder/

Pamijahan/Bogor

683 Cabai rawit (117) Capsicum frutescens; Solanaceae

6° 40’ 57.07”S 106°40’ 23.23”E Gunung Picung/

Pamijahan/Bogor

685 Cabai rawit (46) Capsicum frutescens;

Solanaceae,

6° 40’ 14.1”S 106°40’ 24.4”E Gunung Picung/

Pamijahan/Bogor

685 Timun (156) Cucumis sativus;

Cucurbitaceae

6° 40’ 14.1”S 106°40’ 24.4”E Gunung Picung/

Pamijahan/Bogor

690 Terong hijau (7) Solanum melongena;

Solanaceae

6° 40’ 12.1”S 106°40’ 39.9”E Jogjogan/

Cisarua/Bogor

788 Cabai rawit (31) Capsicum frutescens;

Solanaceae

6° 39’ 49 .22”S 106°55’ 50.36”E

(32)

22

Lanjutan lampiran 1 Hasil pengambilan kutudaun pada tanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur

No Spesies Desa/

Kecamatan/Kabupaten

Altitude

(m dpl)

Tanaman Inanga Nama Ilmiah; Famili

Koordinat Lokasi Cipanas/

Cipanas/Cianjur

905 Leunca (1) Solanum nigrum;

Solanaceae

6° 42’ 53.52”S 107°4’ 2.77”E Ciloto/

Cipanas/Cianjur

1137 Leunca (101) Solanum nigrum;

Solanaceae 6° 42’ 35.07”S 107°1’ 18.82”E 2 A. craccivora Cibentang/ Ciseeng/Bogor 76 Kacang panjang (20) Vigna sinensis; Fabaceae 6° 26’ 29.83”S,106°40’ 53.89”E Situ Gede/ Bogor Barat/Bogor 186 Kacang panjang (13) Vigna sinensis; Fabaceae 6° 33’ 6.35”S 106°44’ 36.68”E Babakan/ Dramaga/Bogor 213 Kacang panjang (21) Vigna sinensis; Fabaceae 6° 33’ 50.15”S 106°43’ 31.63”E Cikarawang/ Ciampea/Bogor 251 Kacang panjang (83) Vigna sinensis; Fabaceae 6° 34’ 42.18”S 106°42’ 1.47”E Cinangka/ Ciampea/Bogor 262 Kacang panjang (287) Vigna sinensis; Fabaceae 6° 35’ 18.89”S 106°41’ 51.44”E Tapos/ Tenjolaya/Bogor 300 Kacang panjang (95) Vigna sinensis; Fabaceae 6° 39’ 4.25”S 106°41’ 45.6”E 3 A. nasturtii Cijujung/ Cibungbulang/Bogor

197 Daun katuk (3) Sauropus androgynus;

Euphorbiaceae

6° 33’ 8.13”S 106°39’ 39.25”E Gunung picung/

Pamijahan/Bogor

690 Daun katuk (11) Sauropus androgynus;

Euphorbiaceae 6° 40’ 12.1”S 106°40’ 39.9”E 4 L. pseudobra ssicae Cibeureum/ Cisarua/Bogor

938 Sawi putih (4) Brassica chinensis;

Brassicaceae 6° 41’ 33.8”S 106°55’ 44.01”E 5 M. persicae Babakan/ Dramaga/Bogor

170 Kubis (23) Brassica oleracea var. capitata;

Brassicaceae

6° 41’ 33.8”S 106°55’ 44.01”E

(33)

23 Lanjutan lampiran 1 Hasil pengambilan kutudaun pada tanaman sayuran di wilayah Bogor dan Cianjur

No Spesies Desa/

Kecamatan/Kabupaten

Altitude

(m dpl)

Tanaman Inanga Nama Ilmiah; Famili

Koordinat Lokasi Cijujung/

Cibungbulang/ Bogor

192 Kangkung (1) Ipomoea aquatica;

Convolvulaceae

6° 32’ 59.78”S 106°39’ 50.68”E Ciherang/

Pacet/Cianjur

1060 Pak choi (1) Brassica rapa subsp. chinensis;

Brassicaeceae

6° 46’ 54.39”S 107°2’ 35.42”E Ciloto/

Cipanas/Cianjur

1137 Brokoli (39) Brassica oleracea var. italica;

Brassicaceae

6° 42’ 35.07”S 107°1’ 18.82”E Cipanas/

Cipanas/Cianjur

905 Brokoli (54) Brassica oleracea;

Brassicaceae

6° 42’ 53.52”S 107°4’ 2.77”E 6 S. dauci Cibeureum/

Cisarua/Bogor

938 Wortel (13) Daucus carota;

Apiaceae

6° 41’ 33.8”S 106°55’ 44.01”E 7 T. aurantii Cipanas/

Cipanas/Cianjur

905 Tomat (1) Lycopersicum esculentum;

Solanaceae

6° 42’ 53.52”S 107°4’ 2.77”E

a angka dalam tanda kurung merupakan jumlah individu kutudaun yang ditemukan pada setiap inang.

(34)

24

Lampiran 2 Hasil pengambilan sampel kutudaun berdasarkan ketinggian tempat Ketinggian Tempat

(m dpl) Spesies Kutudaun Tanaman Inang

1-500 A. gossypii Bayam tanah, cabai merah, cabai rawit, daun katuk, ketumbar, terong ungu, timun, timun suri, paria, oyong

A. craccivora Kacang panjang

A. nasturtii Daun katuk

M. persicae Kubis, kangkung

501-1000 A. gossypii Cabai rawit, timun, terong hijau, oyong, leunca

A. nasturtii Daun katuk

T. aurantii Tomat

L. pseudobrassicae Sawi putih

M. persicae Brokoli

S. dauci Wortel

>1000 A. gossypii Leunca

M. persicae Pak choi, brokoli

(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Juni 1993, sebagai putra dari Ayah Ir. H. M. Deddy Pratopo, M.Ba. dan Hj. Sri Lestari Widihastuti, S.H. penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitiaan. Kegiatan kemahasiswaan yang pernah diikuti dari Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), termasuk menjadi Ketua divisi Eksternal Komunikasi dan Informasi (EKSINFO) periode 2012-2013 dan Ketua Club Capung pada tahun 2012. Penulis juga mengikuti beberapa kepanitian, salah satunya sebagai Ketua National Plant Protection Event (NPV) 2012 dan beberapa pengurus kepanitian lainnya. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Hama Tumbuhan Dasar pada tahun 2011 dan Hama Penyakit Tanaman Setahun pada tahun 2012.

(36)
(37)

Gambar

Gambar  1    Karakter  identifikasi  kutudaun  pada  bagian  dorsal  dan  ventral  (Blackman dan Eastop 2006)
Gambar  2    Jumlah  kutudaun  bersayap  dan  tidak  bersayap  yang  ditemukan  pada  tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur
Gambar 4  Jumlah sampel tanaman sayuran yang menjadi inang kutudaun di Bogor  dan Cianjur
Tabel 1  Spesies semut yang ditemukan pada koloni kutudaun  No  Jenis Semut  Subfamili  Kutudaun  Ketinggian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah

Matriks segitiga bawah adalah matriks persegi dengan elemen-elemen yang berada dibawah diagonal utama semuanya bernilai nol.. Berikut ini akan diuraikan beberapa contoh soal

Menurut Edward K Morlok, Pemilihan moda itu adalah apabila jumlah dari total masing-masing tempat asal ke setiap tujuan telah diperkirakan untuk setiap maksud perjalanan,

power otot tungkai pada siswa putra kelas IV dan V SDN Sumberadi Tahun 2010. Pengaruh yang lebih baik antara latihan dengan metode distributed practice dan massed.. practice

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu, bagaimana kreativitas dan fungsi grup musik keroncong Kasela Bergema dalam membawakan lagu - lagu yang mereka bawakan

Pendapatan yang diperoleh oleh bapak Rutawan yaitu diantaranya dari upah harian sebagai petani tembakau di lahan milik orang lain. Namun jika musim panen telah usai, maka

Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Al-Islah Muncar Banyuwangi adalah sekolah swasta yang pada bulan Januari 2018 mulai menerapkan kegiatan ekstrakurikuler tari tradisional

Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagai berikut : Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek