• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

135 BAB V PENUTUP

Dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.

V.1 Kesimpulan

Pertama, pembangunan karakter (character building) bersifat kompleks, di mana pembangunan tersebut diperlukan kesadaran dari pihak penyelenggara, dan melewati suatu proses yang tidak pendek serta tidak mudah. Pembangunan karakter lebih efektif dan efisien ketika melaksanakannya melalui pendidikan sebab, pendidikan dapat diberikan kapan dan dimanapun tanpa mengenal waktu. Di dalam proses tersebut membutuhkan keikut-sertaan dari penyelenggara, pendidik, dan naradidik, serta kemitraan dari pihak yang terkait lainnya. Di samping itu membutuhkan strategi yang tepat untuk mewujudkan visi dan peran dari penyelenggara.

Kedua, dalam tulisan ini, yang menjadi penyelenggara pembangunan karakter adalah komunitas iman atau gereja. Gereja merupakan bagian integral dalam masyarakat, sehingga tidak dapat terpisahkan dari perannya untuk mendidik para generasi muda menjadi generasi yang berkualitas dengan spiritual dan karakter baik yang kuat tertanam dalam diri. Oleh karena itu, gereja harus mengambil bagian dalam membangun karakter bagi para taruna dan pemuda sebagai generasi penerus gereja dan bangsa. Sebagai gereja maka nilai karakter yang diajarkan adalah menggunakan nilai-nilai Kristen yang bersumber dari narasi-narasi Kristus yang juga ditulis dalam Alkitab. Melalui tindakan tersebut memperlihatkan bahwa gereja ikut bekerjasama dengan pilar-pilar pendidikan lainnya dalam perbaikan dan peningkatan kualitas hidup para generasi muda. Hal ini penting sebab, meningkatnya persoalan sosial yang terjadi pada bangsa ini, yaitu meningkatnya tindakan-tindakan amoral yang banyak dilakukan oleh kaum muda. Dengan demikian, melalui pembangunan yang

(2)

136

dilakukan oleh gereja terhadap karakter Kristen bagi para taruna dan pemuda adalah bentuk nyata dari gereja untuk mengambil bagian dalam pembebasan generasi muda dari hal-hal yang negatif.

Ketiga, dari hasil analisa ditemukan bahwa peran yang selama ini dijalankan oleh gereja yaitu: a) sebagai pelaksana asas presbiterial sinodal dengan melibatkan seluruh unsur jemaat serta presbiter sebagai penetap melalui persidangan yang musyawarah, b) memfasilitasi persekutuan maupun kegiatan-kegiatan lainnya, c) sebagai pencerita narasi Kristus kepada jemaat, khususnya para taruna dan pemuda, serta d) sebagai pendukung dan yang mengkonfirmasi penggunaan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda. Peran gereja masih sangat minim dalam hal pembangunan karakter taruna dan pemuda sebab, gereja belum menjalankan peran khusus dalam membangun karakter Kristen. Peran yang dimaksud ialah menjadi komunitas teladan dengan cara gereja menjadi komunitas karakter Kristen. Penyebab gereja belum menjalankan perannya sebagai komunitas teladan adalah kurangnya keteladanan yang baik yang ditunjukan oleh gereja, khususnya dari kelompok kepemimpinan serta para orang-orang yang lebih tua. Hal ini tentunya berdampak pada diri para taruna dan pemuda. Dampak secara nyata yang ditunjukan ialah masih nampaknya tindakan-tindakan buruk yang dilakukan oleh sebagian taruna dan pemuda. Peran sebagai komunitas teladan dengan cara menjadi komunitas karakter Kristen ditambah dengan peran sebagai pencerita narasi Kristus, menurut Hauerwas adalah peran utama gereja sebagai komunitas agama Kristen dalam membangun karakter Kristen.

Keempat, melalui studi ini juga ditemukan hasil bahwa selama ini gereja tidak memiliki strategi khusus yang digunakan untuk pembangunan karakter bagi para taruna dan pemuda. Yang mana strategi khusus tersebut dikondisikan dengan keadaan jemaat, khususnya pada taruna dan pemuda Jemaat Bukit Sion. Hasil tersebut muncul dengan melihat realita bahwa gereja selama ini hanya menggunakan pemberian doktrin dan ajaran Kristen melalui khotbah, pembinaan, serta penggunaan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda sebagai

(3)

137

sarana dalam mendidik para taruna dan pemuda. Strategi yang demikian masih-lah kurang dalam memperoleh taruna dan pemuda yang berkualitas dalam hal karakter. Gereja seharusnya mengadopsi strategi yang terdapat dalam teori enam model pendekatan pembangunan karakter melalui pendidikan. Adapun keenam model pendekatan yang berfungsi sebagai strategi tersebut yaitu pembiasaan, keteladanan, pembinaan disiplin, CTL (Contextual Teaching and Learning), dan pembelajaran. Selain itu juga, gereja dapat memahami dan melakukan sebelas strategi yang diadopsi dari teori yang diusung oleh Lickona, antara lain: mendorong kesadaran gereja atas karakter, bertekad untuk menjadi komunitas yang karakter, gereja mengenali karakter yang baik dan memberi penghargaan, mengenali kebajikan–kebajikan yang ditargetkan, menjalin kemitraan antara gereja dengan keluarga, memperkuat keluarga, menciptakan suatu kelompok kepemimpinan, gereja memberikan pelatihan kepemimpinan, gereja memberi peran kepemimpinan pada taruna dan pemuda, memberi kesempatan bagi setiap anggota jemaat untuk memberi masukan, memadukan karakter ke dalam semua program gereja. Dalam realita, gereja telah melakukan beberapa hal, diantara kesebelas strategi tersebut, namun gereja kurang memahami bahwa tindakan-tindakan yang selama ini dilakukan termasuk dalam strategi pembangunan karakter. Oleh karena itu, tindakan-tindakan yang pada dasarnya adalah strategi, seakan kurang memiliki signifikansi. Tindakan-tindakan tersebut dianggap hanya sebagai tindakan yang umum dilakukan oleh gereja-gereja.

Kelima, jika hasil penelitian ditinjau dari teori pembangunan karakter Kristen yang digunakan maka ditemukan beberapa kekurangan dan kelebihan dari jemaat ini. Kekurangan dan kelebihan tersebut antara lain:

A. Kekurangan:

1. Gereja kurang memberikan teladan yang baik. Hal ini berdampak pada ketidak-mampuan gereja menjadi komunitas teladan. Padahal, gereja seharusnya meneladani Yesus, dan keteladanan tersebut diwujud-nyatakan dalam tindakan yang benar.

(4)

138

Dengan demikian, orang lain akan mampu meneladani gereja, dan pada akhirnya gereja menjadi komunitas teladan.

2. Gereja hanya sebatas mengetahui, namun kurang memahami tentang karakter dan pembangunan karakter. Hal ini menjadi salah satu penyebab gereja tidak memiliki strategi khusus untuk membangun karakter. Melihat keadaan jemaat, seharusnya gereja dapat bertindak konkret, seperti: Melakukan berbagai seminar dan pelatihan sebagai tindak lanjutnya, yang berkaitan dengan pembangunan karakter.

3. Strategi dan metode, baik yang digunakan dalam menyampaikan materi Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda maupun dalam mendidik masih bersifat monoton, kurang kreatif dan inovatif.

4. Masih adanya beberapa pelayan dan pengajar yang tidak lagi mampu dalam menghasilkan ide-ide yang kreatif. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab kurangnya kreatif dan inovatif dalam strategi dan metode yang digunakan dalam menyampaikan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda.

5. Kurikulum khusus yang digunakan untuk mendidik para taruna dan pemuda (dalam Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda) terkadang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan, khususnya para taruna. Selain itu, juga tidak sesuai dengan teori kurikulum (kesesuaian antara komponen yang ada).

6. Tidak tersedianya alat atau dasar yang digunakan untuk menilai keefektivan strategi maupun metode dan menilai keberhasilan dari pembangunan karakter yang dilakukan oleh gereja.

7. Kemitraan yang terjalin selama ini pada dasarnya bukan secara khusus dalam kaitannya untuk membangun karakter. Kemitraan tersebut adalah keharusan bagi gereja sebagai tindakanya nyata yang menunjukan keesistensian gereja di dunia, terlebih khusus di masyarakat.

(5)

139

8. Kurangnya fasilitas yang dapat membantu dalam membangun karakter, seperti: lapangan olahraga, alat pemutar video dan film.

B. Kelebihan:

1. Gereja sadar akan pentingnya pembangunan karakter bagi para taruna dan pemuda. Oleh karena itu, gereja melaksanakan beberapa kegaiatan positif untuk para taruna dan pemuda, seperti olahraga, latihan musik, paduan suara.

2. Gereja memiliki kurikulum khusus yang digunakan untuk mendidik para taruna dan pemuda. Kurikulum yang dimaksud ialah Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda. 3. Memiliki program kerja dan anggaran yang tertuang dalam suatu buku per tahunnya.. 4. Telah terjalin kemitraan yang baik antara gereja dengan keluarga. Tidak hanya itu,

kemitraan juga terjalin dengan satuan pendidikan formal, bidang kesehatan, dan beberapa ormas yang ada.

V.2 Saran

Setelah menemukan hasil penelitian serta menganalisanya maka dalam tulisan ini disertakan beberapa saran praktis yang dapat diimplementasikan oleh gereja dalam hal ini para pendeta dan majelis, para pelayan dan pengajar, dan keluarga. Beberapa saran tersebut yaitu:

A. Para Pendeta dan Majelis:

1. Para Pendeta dan Majelis bekerjasama dengan para pelayan, pengajar, dan keluarga bersama-sama harus memberikan teladan yang baik bagi jemaatnya, khususnya para taruna dan pemuda. Dengan mampu memberikan teladan yang baik maka gereja akan mampu melaksanakan perannya yang selama ini belum dapat dilaksanakan yaitu sebagai komunitas teladan.

2. Gereja harus berani menyampaikan dengan tegas, lantang serta terus menerus tentang nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Penyampaian nilai-nilai tersebut harus

(6)

140

diintegrasikan dalam seluruh kegiatan. Dalam contoh yang sederhana gereja berani dengan tegas, lantang serta terus menerus, namun dengan sopan dan penuh kasih memperingatkan mereka yang merokok di lingkungan gereja, menegur mereka yang meninggalkan tempat duduk saat doa syafaat, serta mereka yang berkumpul hingga larut malam di lingkungan gereja.

3. Gereja harus memiliki cara alternatif ketika poin di atas tidak dipedulikan oleh seluruh unsur dalam gereja. Cara yang dimaksud ialah dengan membuat peraturan tertulis yang dirancang bersama dalam program kerja tiap tahun. Peraturan tersebut kemudian dipublikasikan, baik melalui media audio (melalui khotbah maupun sosialisasi) dan visual (dengan menempatkan tanda no smoking di area gereja maupun menempatkan aturan-aturan lain dalam bentuk karikatur ataupun yang lainnya).

4. Mengimplementasikan secara nyata keenam model pendekatan yang berfungsi sebagai strategi, yaitu pembiasaan, keteladanan, pembinaan disiplin, CTL (Contextual Teaching and Learning), dan pembelajaran. Selain itu juga memahami dan menerapkan kesebelas strategi yang diadopsi dari teori Lickona.

5. Gereja harus membentuk tim khusus pembangunan karakter. Dalam tim tersebut terdiri dari pendeta, majelis, dan jemaat yang memiliki motivasi dalam menghasilkan generasi penerus yang berkarakter Kristen. Kandidat yang masuk dalam tim ini ialah memiliki kompetensi dalam bidang kehidupan yang berbeda-beda (misal, pendidikan, agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, kesehatan), memahami pendidikan karakter, serta mampu mengikuti perkembangan dalam kehidupan sekuler.

6. Gereja harus mememulai membuat kriteria terhadap mereka yang berkeinginan untuk menjadi pelayan atau pengajar. Selanjutnya, gereja harus berani memilih pelayan dan pengajar yang seseuai dengan kriteria yang telah disepakati bersama dalam persidangan majelis. Contoh, usia minimal 20 tahun dan maksimal 40 tahun, telah dibabptis dan disidi.

(7)

141

7. Gereja bekerjasama dengan para pelayan, pengurus, orang tua, serta kemitraan lainnya dalam melaksanakan tindakan atau strategi khusus sebagai wujud nyata dari strategi untuk membangun karakter para taruna dan pemuda. Misal, mengadakan seminar dan pelatihan untuk menggunakan komputer atau laptop serta mengakses internet. Dari seminar dan pelatihan ini maka gereja tidak hanya bekerjasama dengan pelayan, pengurus, orang tua, namun juga dengan ahli Tekhnologi Informatika (TI).

8. Dalam rangka membangun karakter bagi para taruna dan pemuda, gereja dapat menerapkan strategi dan metode berikut ini: a) melaksanakan seminar penggunaan Tekhnologi Informatika (TI) dan pelatihan mengakses internet melalui media tekhnologi. Seminar dan pelatihan ini bekerjasama dengan seluruh unsur dalam gereja serta mendatangkan ahli Tekhnologi Informatika (TI) sebagai narasumber. b) Mengadakan seminar tentang pembangunan karakter serta dilanjutkan dengan pelatihan membangun karakter yang kreatif. Serupa dengan seminar dan pelatihan pada poin pertama, pada seminar dan pelatihan ini gereja harus bekerjasama dengan ahli pendidikan, khususnya pembangunan karakter; pakar psikologi; pihak kepolisian, dan tim medis. Hal ini dimaksudkan agar jemaat dapat mengetahui dengan benar tentang pembangunan karakter. c) Melaksanakan seminar dan pelatihan bagi para taruna dan pemuda yang berkaitan dengan mendorong keberanian mereka dalam mengambil peran serta tanggungjawab yang lebih sesuai dengan kemampuan mereka. d) Menempatkan di lingkungan gereja baik itu karikatur, logo, semboyan, simbol, tulisan, aturan, maupun memutar video atau film pendek yang terkait dengan pembangunan karakter. Hal ini bertujuan agar tidak hanya para taruna dan pemuda, namun seluruh unsur dalam gereja dapat mengetahui, mengingat, dan sadar untuk selalu melakukan dan terbiasa dalam bertindak sesuai dengan nilai-nilai karakter Kristen. Strategi dan metode ini sebagai praksis atas keadaan buruk yang terjadi pada

(8)

142

kaum muda serta kekurangan berkaitan dengan pembangunan karakter, yang ditemukan dalam GPIB Jemaat Bukit Sion.

9. Harus menyediakan beberapa fasilitas penting yang digunakan untuk pembangunan karakter, seperti lapangan olahraga, alat pemutar video atau film pendek, dan lainnya. 10. Merumuskan dan menyepakati bersama tentang alat atau dasar penilaian untuk

menilai keberhasilan pembangunan karakter.

B. Para Pelayan, Pengajar, dan Pengurus PT dan GP:

1. Mengupayakan strategi dan metode yang kreatif, yang tidak hanya terpaku pada strategi yang terdapat dalam Sabda Bina Taruna maupun yang digunakan dalam penyampaian Sabda Bina Pemuda. Para pelayan dan pengurus harus mengembangkan wawasan mereka dengan mencarinya di buku atau di internet.

2. Berkaitan dengan kebingungan para pelayan taruna dalam hal strategi maupun metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan para taruna, para pelayan dapat menerapkan beberapa metode dan strategi berikut ini: a) memberikan ice breaker (pemanasan atau pemecah suasana). Metode ini dapat merangsang pikiran sebab, metode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan atau meminta para taruna melakukan tindakan tertentu (permainan). Contohnya, melakukan gerak dan nyanyi. b) Brain Storming adalah tekhnik yang digunakan untuk meningkatkan ide atau gagasan para taruna. Contoh, meminta para taruna menyebutkan 10 cara untuk tidak terjerumus dalam narkoba. c) Mewajibkan para taruna untuk melakukan sesuatu secara langsung, seperti mengumpulkan uang pribadi (menabung) dan bersama para pelayan membelikan barang-barang yang dapat digunakan. Selanjutnya, bersama-sama menyalurkan barang-barang tersebu pada pihak yang membutuhkan. Dengan metode ini, para taruna dapat langsung terlibat dalam melakukan nilai-nilai karakter Kristen. d) Human Modeling yaitu mendemonstrasikan, memeragakan, ataupun mengkomunikasikan

(9)

143

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh figur-figur yang mereka sukai, kagumi, hormati. Model dapat diperankan oleh orang tua, pelayan, pendeta, majelis, maupun orang-orang tertentu yang dapat memerankan dengan sesuai akan figur-figur yang dipilih.

3. Bagi pengurus GP harus menyelidiki akar yang menyebabkan turunnya tingkat keaktifan anggota. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berdiskusi secara langsung dengan anggota-anggota yang tidak aktif lagi. Selain itu juga, pengurus dapat melakukan konsultasi kepada para tua-tua gereja, yang mampu memberikan informasi tentang penyebab turunnya tingkat keaktifan serta mengetahui cara untuk mengatasinya.

4. Mempersiapkan dengan benar seluruh komponen kurikulum, khususnya yang terdapat dalam Sabda Bina Taruna. Sehingga, ketika menyampaikan materi, antara komponen satu dengan lainnya memiliki keterkaitan, juga keterkaitan dengan tingkat perkembangan para taruna.

C. Keluarga:

1. Menjalin, terus memperkuat kemitraan dengan gereja, serta mendukung bahkan membantu memfasilitasi kegiatan yang dilaksanakan oleh gereja. Keluarga dapat melaksanakannya dengan terlibat aktif baik sebagai pelaksana maupun peserta dalam kegiatan-kegiatan gereja.

2. Tetap terus menjalankan perannya sebagai pembentuk karakter yang utama bagi anak-anak di dalam keluarga. Hal ini harus dilakukan oleh keluarga dengan memberikan teladan yang baik dan melibatkan anak-anak untuk langsung melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan karakter Kristen. Tindakan-tindakan-tindakan tersebut harus dilakukan berulang-ulang secara terus menerus, sehingga menjadi suatu pola yaitu kebiasaan bertindak baik.

Referensi

Dokumen terkait

Daryanto (2008: 100-125) mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan untuk memenuhi tiga aspek, yaitu aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Dalam upaya memenuhi tujuan

4) Tangki, waduk, pipa-pipa, batako. Tipe II: Semen ini digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan, seperti sistim drainase dengan sifat kadar

Hal ini dapat memperkuat bahwa model pembelajaran berbasis proyek dengan memanfaatkan lingkungan sekitar dapat melatih aktivitas siswa karena indikator dalam penilaian

menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: ”PREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN GO-PUBLIC DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MULTINOMIAL LOGIT” tidak terdapat karya yang

Setelah proses pewarnaan dilakukan sealing yaitu proses pencucian logam dengan menggunakan air panas yang bertujuan untuk menutup pori-pori benda kerja sehingga warna

yang penting karena memungkinkan pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar hipofisis , sehingga memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis.

Fan ini mampu menghasilkan tekanan tinggi yang cocok untuk kondisi operasi yang kasar, seperti sistim dengan suhu tinggi, aliran udara kotor atau lembab, dan handling bahan.. Fan

Kasus kedua adalah parameter ICA yang diperoleh dari kasus pertama digunakan pada sistem IEEE 14, 26 dan 30 bus, selanjutnya hasil simulasi ICA dibandingkan dengan metode