• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUSIA DAN SIFAT-SIFATNYA

E. Akal

Seorang Sahabat bernama W☼bi☺ah bin Ma„bad al-Asadi, Sesung- guhnya Rasulullah berkata kepada W☼bi☺ah, kamu bertanya tentang kebaikan dan kejahatan atau dosa. W☼bi☺ah menjawab: Ya, Maka Nabi menjawab sambil merapatkan jari-jari tangannya dan meletakkan di atas dadanya bersabda; “Tanya jiwamu sendiri, Tanya pada hati- nuranimu Hai W☼bi☺ah ! diulang sebanyak 3 kali. Kebaikan itu ialah yang meneteramkan diri dan tenang pulalah perasaan hatimu. Sedang kan dosa dan kejahatan, ialah apa yang meresahkan hati, menimbulkan sifat ragu-ragu dalam dada, meskipun orang lain memberimu pendapat dan mereka membenarkanmu”. (Riwayat A♥mad dari W☼bi☺ah bin Ma„bad)

1. Akal tercela, jika tidak digunakan secara optimal,

Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)?

Tidakkah kamu mengerti? (al-Baqarah/2: 44)

2. Akal digunakan untuk tadabur ayat-ayat kauniyyah,

Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu, dan bin-tang-bintang dikendalikan dengan perintah-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti. (an-Na♥l/16: 12)

3. Akal kaitannya dengan Sopan santun,

Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. (al-♦ujur☼t/49: 4) 4. Akal dan penglihatan,

Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (Al-Qur'an), dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan. (al-An„☼m/6: 110)

5. Akal dan pendengaran,

Dan di antara mereka ada yang mendengarkan engkau (Muhammad).

Tetapi apakah engkau dapat menjadikan orang yang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti? (Yūnus/10: 42)

Yastami„ūna dimaksudkan: Artinya mereka terlihat mem- perhatikan apa yang dibaca oleh Rasulullah dan apa yang diajarkannya, padahal hati mereka tidak menerimanya.

6. Akal dan pengetahuan,

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu. (al-

„Ankabūt/29: 43) 7. Akal dan hati,

Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (al-♦ajj/22: 46)

8. Akal dan ucapan,

Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti. (al-Anf☼l/8: 22)

9. Akal dan kesatuan,

Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti. (al-♦asyr/59: 14)

10. Akal dan taqwa,

Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau.

Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti? (al-An„☼m/6: 32)

Secara etimologi, akal memiliki arti al-ims☼k (menahan), al-rib☼• (ikatan), al-♥ajr (menahan), an-nahyu (melarang), dan al- man„u (mencegah).37 Berdasarkan makna bahasa ini maka yang disebut orang yang berakal (al-„☼qil) adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka jiwa rasionalitasnya mampu berinteraksi.

Akal merupakan bagian dari fitrah nafsani manusia yang memiliki dua makna:

1. Akal jasmani, yaitu salah satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini lazimnya disebut dengan otak (ad-dim☼g).

2. Akal rohani, yaitu cahaya (an-nūr) nurani dan daya nafsani yang dipersiapkan dan mampu memperoleh pengetahuan (al-ma„rifah) dan kognisi (al-mudrik☼t).38

Akal juga diartikan sebagai energi yang mampu mem- peroleh, menyimpan dan mengeluarkan pengetahuan. Akal mampu menghantarkan manusia pada subtansi humanistik (♣at ins☼niyah).39 Atau kesehatan fitrah yang memiliki daya-daya pembeda antara hal-hal yang baik dan yang buruk, yang ber- guna dan yang membahayakan.40 Pengertian di atas dapat dipa- hami bahwa akal merupakan daya berpikir manusia untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat rasional dan dapat me- nentukan eksistensi manusia.

Al-Gaz☼l◄ menggunakan empat pengertian pada akal, yaitu (1) sebutan yang membedakan antara manusia dan hewan; (2) ilmu yang lahir di saat anak mencapai usia akil balig, sehingga mampu membedakan perbuatan yang baik dan yang buruk; (3) ilmu yang didapat dari pengalaman, sehingga dapat dikatakan

“siapa yang banyak pengalaman maka ialah orang yang berakal”;

(4) kekuatan yang dapat menghentikan naluriah untuk menerawang jauh ke angkasa, mengekang dan menundukkan syahwat yang selalu menginginkan kenikmatan.41

Akal merupakan lawan dari tabiat (at-◘ab„u) dan kalbu (al- qalb). Akal mampu memperoleh pengetahuan melalui daya nalar (al-nazhar), sedang tabiat memperoleh pengetahuan melalui daya naluri atau daya alamiah (a○-○arūriyat). Akal mampu memperoleh pengetahuan melalui daya argumentatif (al-istidl☼liyyah), sedang kalbu mampu memperoleh pengetahuan melalui daya citra-rasa (a♂-♂auqiyyah). Akal juga menunjukkan subtansi berfikir, akunya pribadi, mampu berpendapat, memahami, menggambarkan, menghafal, menemukan, dan mengucapkan sesuatu.42 Karena

itulah maka natur akal adalah kemanusiaan (ins☼niyyah), sehingga ia disebut juga fi•rah ins☼niyyah.

Akal memiliki banyak nama. Di antara nama-nama itu adalah:

(1) al-Lubb, karena ia cerminan kesucian dan kemurniah Tuhan.

Aktivitasnya adalah berzikir (mengingat keagungan Tuhan) dan berfikir (memikirkan makhluk-makhluk dan sunnah- sunnah-Nya); (Surah ►li „Imr☼n: 190-191).

(2) al-♦ujjah, karena ia mampu memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan dan mampu mengaktualisasikan hal-hal yang abstrak.

(3) al-♦ijr, karena ia mampu menahan diri dari melakukan sesuatu yang dilarang.

(4) an-Nuh☼, karena ia menjadi puncak kecerdasan, pengetahuan dan penalaran. Ungkapan dari redaksi ini terulang dalam Surah ◘☼h☼/20: 54, dan 128 Kecerdasan yang dimaksud di sini, yaitu membaca, memperhatikan dan meneliti ayat-ayat kauniyah berupa: bumi dijadikan seperti tikar yang diham- parkan, menurunkan hujan dari langit, menumbuhkan ber- macam-macam flora, mengembangbiakkan bermacam- macam fauna dan sebagian untuk digembalakan dan sebagi- an untuk dimakan. Ungkapan redaksi ini terurai dengan jelas dalam Surah ◘☼h☼/20: 53 dan 54. Sedang pada ayat 128 dari Surah yang sama, yaitu kecerdasan membaca, meneliti dan menjadikan i„tib☼r (pelajaran) kehidupan sejarah kemanusia- an generasi – generasi sebelum kita, dimana mereka dihan- curkan dan dibinasakan, kemudian ditumbuhkan lagi gene- rasi-generasi baru.

Puncak ini mampu menghantarkan manusia pada per- buatan yang positif yang menyelamatkan kehidupan di dunia dan di akhirat.43

Nama-nama akal di atas dialamatkan pada akal rohani yang selalu berhubungan dengan kalbu manusia, namun jika ia beraktivitas sebagaimana adanya, tanpa melibatkan daya kalbu,

maka ia hanya mampu berfikir secara rasional belaka, tanpa disertai berzikir atau perbuatan spiritual lainnya.

Dari sudut pandang psikologi, Akal memiliki fungsi kog- nisi (daya cipta). Kognisi adalah suatu konsep umum yang men- cakup semua bentuk pengalaman kognisi, mencakup meng- amati, melihat, memperhatikan, memberikan pendapat, meng- asumsikan, berimajinasi, memprediksi, berfikir, mempertim- bangkan, menduga, dan menilai.44

Akal disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 49 kali.

Jumlah ini tidak termasuk sinonimnya, seperti al-Lubb dan seba- gainya. Akal diuangkap hanya dalam bentuk kata kerja (fi„il) dan satu pun tidak disebutkan dalam bentuk kata benda (isim). Hal ini menujukkan bahwa akal bukanlah satu subtansi (jauhar) yang bereksistensi, melainkan aktivitas subtansi tertentu.

Komponen nafsani yang mampu berakal adalah kalbu.

Firman Allah sub♥☼nahū wa ta„☼l☼:

Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (al-♦ajj/22 : 46)

Berdasarkan ayat tersebut, para mufasir berbeda penda- pat sebagaimana yang diulas oleh al-Gaz☼l◄45 dan Wahbah az- Zuhail◄46. Sebagian ada yang berpendapat bahwa kalbulah yang berakal, sedang sebagian yang lain menyebutnya “otak” (ad- dim☼g) yang berakal. Alasan yang mendasari kelompok pertama adalah (1) akal sering disebut dengan nama kalbu (Surah al-

♦ajj/22: 46, al-A„r☼f/7: 179, dan Q☼f/50: 37); (2) tempat kebo-

tempat berakal dan pemahaman (Surah al-Baqarah/2: 7, 10, an- Nis☼╨/4: 155, at-Taubah/9: 64, al-Fat♥/48: 11, al-Mu•affif◄n /83: 14, Mu♥ammad/47: 29, dan al-♦ajj/22: 46); (3) apabila manusia berfikir secara berlebihan maka kalbunya terasa sesak dan jenuh, sehingga ia seperti terkena penyakit; (4) kalbu meru- pakan organ yang pertama dan terakhir ada, sehingga ia ber- sinonim dengan akal.

Bagi kelompok kedua beralasan (1) otak merupakan sistem pengingat manusia. Ia mampu menggerakan dan menen- tukan pilihan manusia; (2) alat yang dapat dicapai daya kognisi adalah otak; (3) apabila sistem otak ini rusak maka terjadilah apa yang disebut dengan “gila”; (4) dalam bahasa sehari-hari, orang yang sedikit kecerdasannya disebut dengan “ringan otak- nya” (khaf◄fud-dim☼g) atau “ringan kepalanya” (khaf◄fur-ra╨s); dan (5) akal mampu mencapai puncak kemuliaan. Oleh sebab itulah maka ia menempati tempat yang mulia, yaitu berada di dalam kepala.

Az-Zu♥ail◄ lebih lanjut mejelaskan bahwa pendapat yang valid adalah pendapat kedua, yakni otak yang berakal bukan kalbu. Adapun maksud dari Surah al-♦ajj/22 ayat 46 tersebut adalah bahwa tradisi kebahasaan, seseorang sering mengguna- kan kalbu untuk menyebutkan akal, sehingga dalam Al-Qur'an menggunakan kalbu untuk berakal. Pendapat ini senada dengan pendapat Plato. Bagi Plato, jiwa rasional itu bertempat di kepa- la (otak) manusia, sehingga yang berpikir adalah akal dan bukan kalbu.47 Sementara itu, Ibnu Maskawaih menyatakan bahwa jiwa berakal (n☼•iq) itu berkedudukan di otak manusia, jiwa syahwat berkedudukan di hati, sedang jiwa ga○ab berkedudukan di jantung.48

Al-Gaz☼l◄ berpendapat bahwa akal memiliki banyak aktivitas. Aktivitas itu adalah an-na♂ar (melihat dengan memper- hatikan), at-tad☼bur (memperhatikan secara seksama), at-ta╨am- mul (merenungkan), al-istib☺☼r (melihat dengan mata batin), al- I„tib☼r (menginterprestasikan), at-tafk◄r memikirkan), dan at-

ta♣akkur (mengingat)49 semua itu merupakan aktivitas akal.

Akal mampu menangkap pengetahuan melalui bantuan indra seperti mata untuk melihat dan memperhatikan. Apabila mencapai puncaknya, akal tidak lagi membutuhkan indra, sebab indra membatasi ruang lingkup pengetahuan aqliyyah. Karena itu maka pengetahuan yang di hasilkan oleh akal dibagi menjadi dua bagian; pertama, pengetahuan rasional empiris, yaitu pengeta- huan yang diperoleh melalui pemikiran akal dan hasilnya dapat diverifikasi secara inderawi, sebab perolehannya juga dengan ban- tuan indra; kedua, pengetahuan rasional idealis, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui pemikiran akal, namun hasilnya tidak dapat diverifikasi dengan indra. Bagian pertama menghasilkan “ilmu”, sedang bagian kedua menghasilkan “filsafat”.

Dari sisi lain, manusia dianugerahi akal oleh Allah sub♥☼- nahū wa ta„☼l☼. Dengan akal itulah manusia dapat memiliki ilmu, membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mem- bedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan akal pula manusia bisa unggul dalam pendidikan, belajar, mendapat- kan ilmu dan menguasai teknologi. Bahkan dengan akal itulah manusia beragama, karena hanya orang yang berakal sajalah yang beragama. Sebagaimana Hadis Nabi:

50

Agama seseorang tergantung akalnya, barang siapa yang tidak ada akalnya, maka tidak ada agama baginya. (Riwayat Ibnu Najj☼r dari J☼bir)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa akal (fi•rah ins☼niyah) memiliki hal-hal sebagai berikut:

1. Daya-daya kognisi yang mampu menangkap hal-hal yang masuk akal (al-ma„qūl☼t). Daya ini menghasilkan tingkatan pengetahuan rasional.

2. Daya-daya yang mampu menalar hal-hal yang dapat diindra dan dipikirkan, seperti daya intelejensi, apersepsi, reproduksi,

imajenasi, fantasi, mengamati, menghayati, menaggapi, aso- siasi, dan mengingat.

3. Natur akal adalah ins☼niyah (antroposentris) yang dapat meng- hantarkan manusia pada tingkat “kesadaran” dari kepriba- diannya, seperti moralitas, sosialitas, dan sebagainya51.

Dalam konsep pendidikan, akal dan itelektual inilah yang perlu dikembangkan, melalui kurikulum yang bercam-macam, agar ia mampu mengembangkan potensi akalnya ke jenjang yang lebih tinggi, yang pada gilirannya akan menjadi manusia cerdas, pintar dan kreatif.