• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alterasi Hidrotermal

Dalam dokumen Buku Ajar Endapan Mineral (Halaman 53-71)

C. POKOK BAHASAN III : ALTERASI HIDROTERMAL

1. Pendahuluan 1.1. Deskripsi Singkat

pembelajaran endapan mineral, Memahami (C3) berbagai sifat dan bentuk endapan mineral, hubungan serta perbedaan secara umum antara endapan yang satu dengan endapan mineral lainnya sehingga dapat sekaligus Menganalisa (C4) karakteristik dari masing-masing endapan mineral serta dapat mengklasifikasifikasikan endapan mineral berdasarkan karakteristik dan perbedaan tersebut

1.3.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK) 1. Mampu menjelaskan pengertian dan faktor yang

mempengaruhi dari hidrotermal

2. Mampu memahami hubungan antara hidrotermal dan alterasi hidrotermal

3. Mampu memahami hubungan antara proses hidrotermal dengan mineralisasi mineral logam ekonomis

1.4. Petunjuk Pembelajaran

Mahasiswa dapat melakukan pembelajaran terstruktur maupun mandiri. Buku ajar ini memuat materi dan tes formatif yang mendukung setiap kompetensi. Sumber pustaka yang lebih mendalam mengenai tiap materi disebutkan dan dapat dibaca lebih lanjut. Studi kasus yang relevan dapat dipelajari melalui artikel penelitian terpublikasi yang berkaitan dengan endapan mineral.

2. Penyajian 2.1. Uraian A. Hidrotermal

Endapan mineral logam sangat erat kaitannya dengan proses hidrotermal. Hal ini dikarenakan beberapa tipe endapan mineral logam terbentuk akibat adanya proses yang erat kaitannya dengan hidrotermal. Sistem hidrotermal dapat didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° sampai >500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem tersebut terdiri dari dua komponen penting yaitu sumber sebagai penyuplai energi yang diperlukan (magmatik, gradien geotermal, peluruhan radiogenik, metamorfisme), dan fluida hidrotermal. Adanya sistem hidrotermal akan berkaitan dengan mineralisasi bijih. Mineralisasi disebut juga sebagai fosil dari sistem hidrotermal lampau. Sedangkan larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan membawa komponen-komponen pembentuk mineral bijih.

Proses mineralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya fluida hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral, adanya permeabilitas atau zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat fluida hidrotermal, adanya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal, terjadinya reaksi kimia yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral, dan adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral. Secara umum fluida pembawa bijih (fluida hidrotermal)

dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu fluida magmatik, meteorik, air laut, connate water, dan fluida metamorfik (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Fluida hidrotermal (Robb, 2005)

1. Fluida Magmatik (magmatic water / juvenile water)

Proses diferensiasi magma hingga menghasilkan beraneka ragam batuan beku, diyakini sangat kompleks. Sebagian besar magma mempunyai komposisi yang tidak homogen, sebagian dapat mengandung sebagian sesar komponen ferromagnesian, yang lain kaya akan silika, sodium dan potasium, unsur volatil, xenolith yang reaktif, dan sebagainya. Beberapa magma didominasi komponen oksida dan sulfida (disebut ore magmas), yang dapat mengkristal langsung membentuk endapan bijih. Dalam sejarah kristalisasi magma (magma mafik), fraksi-fraksi volatil hidrous yang

belum pernah muncul di permukaan. Komposisi utama jenis air ini adalah CO2 dan NaCl serta H2O terlarut dalam larutan silika yang akan mengalami peningkatan konsentrasi apabila magma tersebut membeku. Jenis air ini mempunyai kisaran suhu 600-800oC.

2. Air Meterorik

Air meteorik merupakan air yang berasal dari hasil presipitasi atau penyerapan air yang ada di permukaan bumi (air hujan, air sungai, air danau, air tanah, dan hasil pencairan es / gletser). Studi isotopil menunjukkan peranan air meterorik yang sangat besar pada proses pembentukan bijih. Air selama bersentuhan dengan atmosfer akan melarutkan komponen komponen yang ada, seperti N2, O2, CO2 dan lain-lain. CO2 dengan H2O akan dapat menghasilkan (HCO3)- disertai H+. Air meteorik mungkin juga mengandung sejumlah unsur yang dominan di kerak, seperti Na, Ca, Mg, SO4, dan CO3.

3. Air laut

Air laut sangat terkait dengan proses-proses endapan evaporit, fosforit, submarine exhalites, nodul mangan, serta endapan-endapan lain pada kerak samudera. Karakteristik air laut sebagai fluida pembentuk bijih adalah dalam konteks evaporit, fosforit, submarine exhalites, nodul mangan, dan endapan kerak samudera. Air laut diasumsikan dapat berperan pasif sebagai medium dispersi untuk pelarutan ion, molekul, dan partikel suspensi serta berperan aktif dalam melarutkan ion dalam batuan di lantai dasar samudera.

4. Air Konat (Connate Water) atau Air Formasi (Formation Water)

Air konat atau air formasi adalah air yang terperangkap dalam batuan sedimen bersamaan dengan pengendapan material sedimen sehingga pada dasarnya air ini adalah merupakan fosil air.

Air ini sangat umum dijumpai di lapangan hidrokarbon. Air konat sangat banyak mengandung sodium (Na), klorida (Cl), kalsium (Ca), magnesium (Mg), bikarbonat (HCO3), strontium (Sr), barium (Ba), dan nitrogen (N). Air tidak mempunyai peran secara langsung dalam pembentukan mineral bijih, kecuali apabila lapisan batuan tempat air konat tersimpan mengalami proses metamorfisme yang menyebabkan air tersebut teraktivasi dan menjadi pelarut (solvent) yang kuat untuk logam akibat tingginya klorin.

5. Fluida Metamorfik

Fluida metamorfik adalah air yang dihasilkan atau berasosiasi dengan proses metamorfisme. Pada kondisi tertentu, air meteorik dan air konat yang terdapat di dalam batuan yang jauh dari permukaan akan dapat menjadi lebih reaktif bersamaan dengan adanya proses metamorfisme regional atau kontak. Air metamorfik mengandung unsur seperti H2O, CO2, CH4, S dan bahan volatil lainnya.

B. Alterasi Hidrotermal

Pirajno (1992) mendefinisikan alterasi hidrotermal sebagai suatu proses yang kompleks, karena meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi fisika- kimia tertentu. Secara umum alterasi merupakan perubahan mineral primer penyusun batuan dinding (wall rock) mejadi mineral ubahan/mineral alterasi dikarenakan fluida hidrtotermal melewati batuan dinding (wall rock) dinding tersebut.

Menurut Corbett dan Leach (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi proses alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut:

1. Temperatur.

2. Komposisi kimia fluida.

3. Komposisi batuan induk.

4. Permeabilitas.

Peningkatan temperatur akan membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil. Temperatur juga mempengaruhi kristalinitas mineral, pada temperatur yang lebih tinggi akan terbentuk suatu mineral menjadi lebih kristalin. Menurut Lawless dkk (1998), kondisi temperatur dan pH dapat ditentukan berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk (Tabel 3.1).

Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi batuan yang terrekahkan dibandingkan dengan batuan masif. Kondisi permeabel pada batuan akan memudahkan pergerakan fluida yang selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antara fluida dengan batuan. Derajat dan lamanya proses ubahan akan menyebabkan

perbedaan intensitas ubahan (total, sangat kuat, kuat, sedang, lemah hingga tak terubah) dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Menurut Corbett dan Leach, 1996, pada kesetimbangan tertentu proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai mineral assemblage (Tabel 3.2).

Tabel 3.1. Mineralogi Alterasi pada Sistem Hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)

Tabel 3.2. Mineralogi Alterasi pada Sistem Hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)

Guilbert dan Park (1986) membagi zona alterasi menjadi 5 bagian berdasarkan keterdapatan mineral alterasi akibat pengaruh, penurunan temperatur, variasi pH larutan hidrotermal, dan pengaruh air meteorik. Zona alterasi tersebut yaitu:

1. Potasik

Alterasi ini dicirikan dengan kehadiran biotit sekunder dan K-feldspar sekunder, serta magnetit, serisit, anhidrit, dan sedikit mineral sulfida (kalkopirit, bornit, pirit, dan molibdenit) yang berada di dalam veinlets dan tersebar dalam zona K-silikat. Zona potasik terbentuk pada saat awal terbentuk tubuh intrusi porfiri.

Himpunan mineral pada alerasi potasik terbentuk pada suhu

>300oC.

2. Filik

Alterasi ini dicirikan dengan rangkaian mineral serisit, kuarsa, dan pirit. Mineral bijih yang dijumpai terdiri dari kalkopirit, molibdenit, kasiterit, native gold (Au). Zona ini mengandung banyak pirit paling banyak, sehingga sering disebut zona pirit.

Zona ini terbentuk akibat hadirnya influks air yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan pH yang lebih asam. Himpunan mineral terbentuk pada suhu 230-400oC.

3. Argilik

Alterasi ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan monmorilonit (Gambar 3.2). Kehadiran zona ini diakibatkan karena makin intensifnya influks air meteorik yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan nilai pH yang lebih

rendah. Himpunan mineral tipe alterasi argilik terbentuk pada suhu 100 – 300o C.

Gambar 3.2. Kenampakan kaolin pada alterasi argilik (Ali dkk, 2020)

4. Alterasi Argilik Lanjut (Advanced Argilic)

Alterasi ini terbentuk dari hasil pencucian alkali dan kalsium dari fase alumina seperti feldspar dan mika, tetapi hanya hadir jika aluminium tidak bersifat mobile, apalagi aluminium bergerak lagi diikuti dengn bertambahnya serisit dan terjadi alterasi serisit (Evans, 1992). Alterasi advanced argilic ini dicirikan oleh hadirnya mineral yang terbentuk pada kondisi asam yaitu piropilit, diaspor, andalusit, kuarsa, turmalin, enargit dan luzonit (untuk suhu tinggi, 250-350oC) atau himpunan mineral kaolinit, alunit, kalsedon, kuarsa dan pirit (untuk suhu rendah, <180oC) (Gambar 3.3).

Gambar 3.3. Kenampakan kaolin dan alunit pada alterasi argilik lanjut (Ali dkk, 2020)

5. Propilitik

Alterasi ini memiliki penyebaran yang luas dan sangat sedikit yang berhubungan langsung dengan mineralisasi, dicirikan dengan kehadiran klorit, kalsit, epidot, dan pirit (Gambar 3.4). Pada zona propilitik ini penurunan temperatur memegang peranan dominan dalam kondisi pH netral sampai alkali. Himpunan mineral pada tipe alterasi propilitik terbentuk pada suhu 200- 300oC.

Gambar 3.4. Kenampakan biotit pada alterasi propilitik (Ali dkk, 2020)

C. Mineralisasi

Proses hidrotermal sangat erat kaitannya dengan proses mineralisasi mineral logam ekonomis (Gambar 3.5). Mineralisasi adalah suatu proses introduksi atau masuknya mineral ke dalam batuan yang kemudian membentuk mineral bijih dan mineral penyertanya (gangue) sehingga terbentuk endapan mineral (Gambar 3.6). Endapan mineral adalah akumulasi atau konsentrasi dari satu atau beberapa mineral yang berguna, baik berupa logam maupun nonlogam, yang terdapat di dalam kerak bumi bagian luar.

Gambar 3.5. Ilustrasi mineralisasi pada urat kuarsa (Klein dan Philpotts, 2013)

Gambar 3.6. Kenampakan mineralisasi spalerit dan galena pada urat kuarsa

(Klein dan Philpotts, 2013)

Boyle (1970) mengemukakan bahwa terdapat 4 kemungkinan asal mineral bijih dalam cebakan hidrotermal, yaitu:

1. Unsur yang berasal dari hasil proses kristalisasi magma.

2. Unsur yang berasal dari batuan samping (wall rock) yang melingkari cebakan bijih tersebut.

3. Unsur yang berasal dari sumber keterdapatannya yang jauh di bawah permukaan bumi kemungkinan berasal dari mantel atau dari bagian yang lebih dalam lagi.

4. Unsur yang mungkin berasal dari permukaan yang mengalami proses pelapukan.

Menurut Hedenquist dan Reid (1984), daerah kelurusan tinggi seperti zona sesar, tubuh breksiasi dan litologi dengan rekahan yang intensif merupakan syarat dalam pembentukan tubuh bijih. Hal-hal pokok yang menentukan pembentukan mineral hasil proses mineralisasi adalah:

1. Adanya larutan hidrotermal sebagai pembawa mineral 2. Adanya celah batuan sebagai jalan bagi lewatnya larutan

hidrotermal

3. Adanya tempat pengendapan mineral

4. Terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan mineral

5. Konsentrasi larutan yang cukup tinggi bagi terendapkannya mineral

2.2. Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan hidrotermal?

2. Jelaskan hubungan antara hidrotermal dan mineralisasi!

3. Sebutkan hal pokok yang menentukan pembentukan mineral hasil mineralisasi!

3. Penutup 3.1. Rangkuman

Hidrotermal merupakan sebuah proses yang erat kaitannya dengan pembentukan endapan mineral logam. Sistem hidrotermal dapat didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° sampai

>500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992).

Sedangkan larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas yang

mineralisasi.Mineralisasi tersebut membentuk mineral bijih ekonomis ataupun mineral gangue (pengotor).

3.2. Test Formatif

Lengkapilah kalimat dibawah ini dengan jawaban singkat!

1. Jelaskan hubungan antara hidrotermal dan alterasi hidrotermal?

2. Jelaskan kaitan antara hidrotermal dan endapan mineral logam!

3. Sebutkan ciri-ciri alterasi argilik!

4. Apa perbedaan mineral bijih dan mineral gangue/pengotor?

3.3. Umpan Balik

Mahasiswa dianggap mampu memahami pengertian hidrotermal, alterasi hidrotermal dan hubungan antara hidrotermal dengan mineralisasi mineral bijih paling tidak 80% benar.

3.4. Tindak Lanjut

Mahasiswa dapat melanjutkan ke materi selanjutnya jika mampu menjawab tes formatif dan latihan dengan benar minimal 80% dari keseluruhan soal.

3.5. Kunci Jawaban Test Formatif Jawaban test Formatif :

1. Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan dinding (wall rock) yang dilewatinya mengakibatkan batuan dinding

(wall rock) tersebut berubah secara mineralogi, kimia dan tekstur. Perubahan tersebut yang dikenal sebagai alterasi hidrotermal

2. Selama proses interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan dinding (wall rock) yang dilewatinya, maka terjadi mineralisasi atau suatu proses introduksi atau masuknya mineral ke dalam batuan yang kemudian membentuk mineral bijih ekonomis/endapan mineral logam ekonomis dan mineral penyertanya (gangue)

3. Alterasi ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan monmorilonit, memiliki temperatur yang lebih rendah dan nilai pH yang lebih rendah. Himpunan mineral tipe alterasi argilik terbentuk pada suhu 100 – 300o C.

4. Mineral bijih merupakan mineral logam yang bersifat ekonomis atau yang menjadin target penambangan sedangkan mineral gangue atau juga disebut mineral pengotor merupakan mineral tidak berharga secara ekonomis yang hadir bersamaan dengan mineral ekonomis yang dicari dalam deposit mineral bijih.

Daftar Pustaka

Ali, R.K., Winarno, T., dan Jamalullail, M.A., 2020, Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur, Jurnal Eksplorium, 41(1): 1-14

Boyle, R., 1970, The Source of Metal and Gangue Elements in Hydrothermal Deposits, Stuttgart : International Union Geology Science.

Corbett, G.J., dan Leach, T.M., 1997, Southwest Pacific Gold – Copper Systems: Structure, Alteration and Mineralization, Auckland: CMS New Zealand Ltd, Short Course Manual.

Corbett, G.J., dan Leach, T.M., 1998, Southwest Pacific Rim Gold- Copper Systems: Structure, Alteration, and Mineralization, Southwest Pacific: SEG Special Publication No.6: p236.

Guilbert, J.M., & Park, C.F., 1986, The Geology of Ore Deposits, New York: W.H. Freeman.

Hedenquist, J.W., dan Reid, F., 1984, Epithermal Gold Models For Exploration, Australia: The Earth Resource Foundation, The University of Sydney.

Klein, C., Philpotts, A.R., 2017, Earth Material: Introduction to Mineralogy and Petrology, UK: Cambridge University Press.

Lawless, J.V., White, P.J., Bogie, I., Paterson, L.A., dan Cartwright, A.J., 1998, Hydrothermal Mineral Deposits in The Arc Setting : Exploration Based on Mineralization Models, United Kingdom: Kingston Morrison Mineral

Service.

Pirajno, F., 2009, Hydrothermal Processes and Mineral Systems, East Perth : Springer.

Robb, L.J., 2005, Introduction to ore-forming processes, UK:

Blackwell Publishing

Senarai Gradien Geotermal

: Laju peningkatan suhu seiring bertambahnya kedalaman bumi. dalamnya semakin meningkat kedalaman bumi.

Kenaikan suhu tiap bertambahnya kedalaman sebesar 1 km adalah 25-30° C Metamorfisme : Perubahan mineralogi, tesktur maupun

struktur batuan akibat adanya penambahan tekanan dan suhu. Metamorfisme terjadi sampai keadaan kesetimbangan pada batuan asal (protolit) mengalami dengan lingkungan baru tercapai

Dispersi : sebuah pencampuran di satu zat dengan zat lain yang pada saat ini akan dicampur, mengalami pemerataan antara zat di dalam zat lain.

D. POKOK BAHASAN IV : ENDAPAN MINERAL LOGAM TIPE PORFIRI

1. Pendahuluan 1.1. Deskripsi Singkat

Pokok bahasan ini menjelaskan tentang pengertian endapan porfiri, proses pembentukan endapan mineral logam tipe porfiri, alterasi yang dihasilkan serta mineralisasi yang dihasilkan dari endapan porfiri tersebut.

1.2. Relevansi

Endapan porfiri merupakan salah satu tipe endapan mineral logam tipe magmatik. Endapan mineral logam tipe porfiri merupakan salah satu tipe endapan yang banyak terdapat di dunia dan banyak menghasilkan mineral ekonomis seperti Cu, Au dan Ag. Pembahasan mengenai endapan mineral logam tipe porfiri merupakan penjabaran lebih rinci salah satu dari tipe endapan mineral logam yang telah di bahas di bab sebelumnya.

1.3. Capaian Pembelajaran

1.3.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat Menjelaskan (C2) mengenai pengertian dan ruang lingkup pembelajaran endapan mineral, Memahami (C3) berbagai sifat dan bentuk endapan mineral, hubungan serta perbedaan secara umum

POKOK

BAHASAN IV:

Endapan Mineral

Dalam dokumen Buku Ajar Endapan Mineral (Halaman 53-71)

Dokumen terkait