ISBN: 978-979-097-834-8
BUKU AJAR
ENDAPAN MINERAL
Mata Kuliah : Endapan Mineral Program Studi : Teknik Geologi
Fakultas : Teknik
Disusun oleh:
Tri Winarno, S.T., M.Eng.
Rinal Khaidar Ali, S.T., M.Eng.
BUKU AJAR
ENDAPAN MINERAL
Disusun oleh:
Tri Winarno, S.T., M.Eng.
Rinal Khaidar Ali, S.T., M.Eng.
Mata Kuliah : Endapan Mineral
SKS : 3 SKS
Semester : 5
Program Studi : Teknik Geologi
Fakultas : Teknik
Hak cipta © 2021 pada penulis
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sengaja menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa seizin tertulis dari Penulis.
Diterbitkan oleh:
UNDIP PRESS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Jl. Prof. Sudarto, SH – Kampus Tembalang, Semarang 263 hal + xvi
ISBN: 978-979-097-834-8 Revisi 0, Tahun 2021
PERSEMBAHAN
Buku ini kami dedikasikan untuk mahasiswa dan seluruh civitas akademika Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
ANALISIS PEMBELAJARAN
Mata Kuliah : Endapan Mineral Kode MK : PTGL6032
Kelompok MK : Geologi Sumber Daya Mineral SKS : 3 SKS
KATA PENGANTAR
Buku ini merupakan naskah lengkap dari materi pengajaran matakuliah Endapan Mineral untuk mahasiswa S1-Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Salah satu tujuan pembelajaran di departemen ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang profesional. Endapan Mineral termasuk salah satu ilmu paling penting dalam mempelajari ilmu kebumian secara menyeluruh.
Menjawab tantangan kebutuhan ekonomi dan pembangunan di Indonesia yang makin meningkat, tentunya diperlukan sumber daya manusia yang memahami ilmu dasar ini untuk dapat berkontribusi di bidang pemanfaatan sumber daya geologi, terutama pertambangan mineral dan batuan.
Buku ini disusun dengan runut dan komprehensif berdasarkan capaian pembelajaran matakuliah yang diinginkan. Secara garis besar, buku ini menjelaskan tentang konsep pembentukan endapan mineral baik logam maupun non logam yang mempunyai nilai penting sebagai bahan galian. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya yang mempunyai peminatan di bidang sumber daya mineral.
Semarang, 2021 Tri Winarno (email: [email protected]) Rinal Khaidar Ali (email: [email protected])
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN ... iii
ANALISIS PEMBELAJARAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
TINJAUAN MATA KULIAH ... 1
I. DESKRIPSI SINGKAT ... 1
II. RELEVANSI ... 1
III. CAPAIAN PEMBELAJARAN ... 1
1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) ... 1
2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK) .. 2
3. Indikator ... 3
A. POKOK BAHASAN I : KONSEP DASAR ENDAPAN MINERAL ... 5
1. Pendahuluan ... 5
2. Penyajian ... 7
3. Penutup ... 14
Daftar Pustaka... 17
B. POKOK BAHASAN II : KLASIFIKASI ENDAPAN
MINERAL LOGAM ... 19
1. Pendahuluan ... 19
2. Penyajian ... 21
3. Penutup ... 30
Daftar Pustaka... 33
Senarai ... 34
C. POKOK BAHASAN III : ALTERASI HIDROTERMAL... 35
1. Pendahuluan ... 35
2. Penyajian ... 37
3. Penutup ... 48
Daftar Pustaka... 51
Senarai ... 52
D. POKOK BAHASAN IV : ENDAPAN MINERAL LOGAM TIPE PORFIRI ... 53
1. Pendahuluan ... 53
2. Penyajian ... 55
3. Penutup ... 69
Daftar Pustaka... 72
Senarai ... 73
E. POKOK BAHASAN V : ENDAPAN MINERAL
LOGAM TIPE EPITERMAL ... 75
1. Pendahuluan ... 75
2. Penyajian ... 77
3. Penutup ... 91
Daftar Pustaka... 95
Senarai ... 95
F. POKOK BAHASAN VI : ENDAPAN MINERAL LOGAM TIPE SKARN ... 97
1. Pendahuluan ... 97
2. Penyajian ... 99
3. Penutup ... 112
Daftar Pustaka... 115
Senarai ... 116
G. POKOK BAHASAN VII : ENDAPAN MINERAL LOGAM TIPE RESIDUAL (NIKEL LATERIT) ... 117
1. Pendahuluan ... 117
2. Penyajian ... 119
3. Penutup ... 131
Daftar Pustaka... 133
Senarai ... 134
H. POKOK BAHASAN VIII: ENDAPAN MINERAL
BUKAN LOGAM ... 135
1. Pendahuluan ... 135
2. Penyajian ... 137
3. Penutup ... 144
Daftar Pustaka... 147
Senarai ... 148
I. POKOK BAHASAN IX: MINERAL LEMPUNG (KAOLIN DAN BENTONIT)... 149
1. Pendahuluan ... 149
2. Penyajian ... 150
3. Penutup ... 161
Daftar Pustaka... 163
Senarai ... 164
J. POKOK BAHASAN X: MINERAL INDUSRI UNTUK PERTANIAN DAN PUPUK ... 165
I. Sub-Pokok Bahasan X Ke-1 ... 165
1. Pendahuluan ... 165
2. Penyajian ... 166
3. Penutup ... 173
Daftar Pustaka... 175
Senarai ... 176
II. Sub-Pokok Bahasan X Ke-2 ... 176
1. Pendahuluan ... 176
2. Penyajian ... 178
3. Penutup ... 183
Daftar Pustaka... 185
Senarai ... 186
K. POKOK BAHASAN XI: MINERAL INDUSTRI UNTUK REFRAKTORI DAN ABRASIF... 187
I. Sub-Pokok Bahasan XI Ke-1 ... 187
1. Pendahuluan ... 187
2. Penyajian ... 188
3. Penutup ... 195
Daftar Pustaka... 197
Senarai ... 197
II. Sub-Pokok Bahasan XI Ke-2 ... 197
1. Pendahuluan ... 197
2. Penyajian ... 199
3. Penutup ... 202
Daftar Pustaka... 204
Senarai ... 204
L. POKOK BAHASAN XII: MINERAL INDUSTRI UNTUK BAHAN KERAMIK DAN SEMEN ... 205
I. Sub-Pokok Bahasan XII Ke-1 ... 205
Daftar Pustaka... 214
Senarai ... 214
II. Sub-Pokok Bahasan XII Ke-2 ... 215
1. Pendahuluan ... 215
2. Penyajian ... 216
3. Penutup ... 221
Daftar Pustaka... 223
Senarai ... 224
M. POKOK BAHASAN XIII: MINERAL INDUSTRI BATU MULIA ... 225
1. Pendahuluan ... 225
2. Penyajian ... 226
3. Penutup ... 243
Daftar Pustaka... 245
Senarai ... 246
N. POKOK BAHASAN XIV: MINERAL INDUSTRI DALAM INDUSTRI FARMASI DAN KOSMETIK ... 247
1. Pendahuluan ... 247
2. Penyajian ... 248
3. Penutup ... 257
Daftar Pustaka... 259
Senarai ... 260
INDEX ... 261
BIOGRAFI PENULIS ... 263
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Contoh mineral atau unsur dan penggunaannya
dalam kehidupan ... 12
Tabel 3.1. Mineralogi Alterasi pada Sistem Hidrotermal ... 42
Tabel 3.2. Mineralogi Alterasi pada Sistem Hidrotermal ... 42
Tabel 5.1. Karakteristik endapan epithermal sulfida rendah ... 81
Tabel 5.2. Karakteristik himpunan mineral alterasi endapan epitermal sulfidasi rendah Thompson dan Thompson (1996) ... 83
Tabel 5.3. Karakteristik himpunan mineral alterasi endapan epitermal sulfidasi tinggi Thompson dan Thompson (1996) ... 87
Tabel 10.1 Mineral zeolit yang banyak dijumpai ... 170
Tabel 11.1. Mineral refraktori dan titik leburnya ... 190
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Kenampakan mineral hematit dan kondisi
tambang hematit ... 8
Gambar 1.2. Kenampakan mineral bentonit ... 8
Gambar 1.3. Metoda geolistrik dalam eksplorasi endapan mineral ... 13
Gambar 2.1. Kenampakan intan pada kimberlit (Klein dan Philpotts, 2013) ... 25
Gambar 2.2. Kenampakan mineral kromit (Klein dan Philpotts, 2013) ... 26
Gambar 2.3. Endapan mineral logam yang terebntuk oleh proses hidrotermal ... 26
Gambar 2.4. Proses pembentukan emas placer ... 27
Gambar 2.5. Profil nikel laterit didaerah Pomala, Sulawesi ... 29
Gambar 2.6. Profil deposit VMS ... 29
Gambar 3.1. Fluida hidrotermal ... 38
Gambar 3.2. Kenampakan kaolin pada alterasi argilik ... 44
Gambar 3.3. Kenampakan kaolin dan alunit pada alterasi argilik lanjut ... 45
Gambar 3.4. Kenampakan biotit pada alterasi propilitik ... 45
Gambar 3.5. Ilustrasi mineralisasi pada urat kuarsa ... 46
Gambar 3.6. Kenampakan mineralisasi spalerit dan galena pada urat kuarsa ... 47
Gambar 4.1. Skema Sistem Endapan Porfiri ... 56
Gambar 4.2. Evolusi Sistem Porfiri Cu-Au... 59
Gambar 4.3. Model alterasi endapan porpiri menurut Lowell dan Guilbert (1970) ... 62
Gambar 4.4. Kenampakan stockwork ... 63
Gambar 4.5. Lokasi Batu Hijau ... 65
Gambar 4.6. Kenampakan areal tambang di Batu Hijau ... 67
Gambar 5.1. Model endapan mineral logam tipe epitermal ... 79
Gambar 5.2. Kenampakan tekstur urat colloform pada endapan mineral logam tipe sulfida rendah di Bulgaria ... 82
Gambar 5.3. Vuggy quartz pada endapan tipe epitermal sulfida tinggi ... 86
Gambar 5.4. Mineral alunit pada alterasi endapan tipe epitermal sulfida tinggi ... 87
Gambar 5.5. Lokasi daerah prospek Martabe ... 89
Gambar 5.6. Model alterasi prospek Martabe ... 90
Gambar 5.7. (A) Keterdapatan mineral barit pada kuarsa masif, (B) Keterdapatan mineral barit pada vuggy quartz ... 90
Gambar 6.1 Tahapan pembentukan dari endapan mineral logam tipe skarn yang terbagi menjadi tiga tahapan ... 103 Gambar 6.2 Tahapan pembentukan dari endapan mineral
logam tipe skarn yang terbagi menjadi tiga
Gambar 6.4. Kenampakan batuan jenis meta-batugamping yang teralterasi (a), tampilan mineral garnet dengan struktur keliptik pada sayatan tipis (b), singkapan batulanau tersilifikasi dengan kandungan wolastonit (c); dan kenampakannya dalam sayatan tipis (d) ... 111 Gambar 7.1 Gambaran umum profil vertical dari regolit pada
endapan laterit (a) dan komposisi unsur penyusun yang umum ditemukan pada tiap
zona/profil (b) ... 121 Gambar 7.2 Kenampakan profil tanah laterit pada endapan
New Caledonia ... 123 Gambar 7.3. Zona laterit dan proses yang bekerja ... 124 Gambar 7.4. Kenampakan peta tektonik Indonesia bagian
timur dan sebaran keterdapatan kompleks
ofiolitnya ... 127 Gambar 7.5. Kondisi tektonostratigrafi Sulawesi ... 129 Gambar 7.6. Kondisi geologi regional Polawa ... 129 Gambar 7.7. Kenampakan profil laterit pada blok utara
Polawa ... 130 Gambar 7.8. Kenampakan profil laterit pada blok tengah
Polawa ... 130 Gambar 7.9. Kenampakan profil laterit pada blok selatan
Polawa ... 130 Gambar 9.1 Kaolin ... 152 Gambar 9.2 Struktur kaolin bertipe 1:1 ... 153
Gambar 9.3 Bentonit ... 157
Gambar 9.4 Struktur bentonit ... 158
Gambar 10.1 Zeolit ... 168
Gambar 10.2. Batuan fosfat ... 179
Gambar 12.1. Macam-macam feldspar a. Ortoklas b. Albit c. Anortit ... 209
Gambar 12.2. a. Aragonit. b. Kalsit c. Dolomit ... 218
Gambar 12.3. Cangkang organisme penyusun batuan karbonat . 219 Gambar 13.1. Intan ... 231
Gambar 13.2. Pembentukan intan di lapisan mantel bumi ... 232
Gambar 13.3. Pembentukan intan pada zona subduksi ... 233
Gambar 13.4. Pembentukan intan pada zona impact ... 233
Gambar 13.5. Pembentukan intan pada zona impact ... 234
Gambar 13.6. Amethyst ... 235
Gambar 13.7. a. Rubi dan b. Safir ... 237
Gambar 13.8. a. Lapis lazuli yang sudah diasah dan b. lapis lazuli dengan lapisan kalsit dan pirit ... 240
Gambar 13.9. Amber ... 241
Gambar 13.10. Jet ... 242
Gambar 13.11. Mutiara ... 242
TINJAUAN MATA KULIAH
I. DESKRIPSI SINGKAT
Endapan Mineral Materi mata kuliah ini meliputi pemahaman dasar tentang endapan mineral, sifat dan bentuk endapan mineral, mendala dan periode metalogenik, klasifikasi endapan mineral, proses pembentukan dan keberadaan endapan mineral logam maupun non logam serta dasar-dasar eksplorasinya.
II. RELEVANSI
Pembelajaran matakuliah endapan Mineral menjadi dasar utama, terutama di bidang mineral logam dan mineral non logam (bahan galian industri). Pengetahuan mengenai karakteristik dan asosiasi mineral dalam batuan dapat diterapkan dalam kegiatan eksplorasi sumber daya mineral dan batuan pada sektor pertambangan.
III. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat menjelaskan (C2) pengertian endapan mineral dan jenis- jenis endapan mineral, baik logam maupun non-logam beserta karakteristik dan genesisnya, hubungan mendala dan periode metalogenik dengan keberadaan endapan mineral, serta menganalisis (C4) proses pembentukan endapan mineral logam dan mineral non-logam dan memiliki pengetahuan tentang tahap, metode dan perencanaan eksplorasi endapan mineral tersebut.
TINJAUAN
MATA KULIAH
2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK) Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu:
a. Sub CPMK 1 : Mampu menjelaskan (C2) mengenai definisi endapan mineral, batasan/ruang lingkup pembelajaran endapan mineral, memahami (C3) aspek ekonomi dan peran ahli geologi dalam pemanfaatan endapan mineral.
b. Sub CPMK 2 : Mampu menjelaskan (C2) pengertian dari klasifikasi serta dasar klasifikasi endapan mineral logam, memahami (C3) klasifikasi Lindgren (1933) dan klasifikasi Evans (1993).
c. Sub CPMK 3 : Mampu menjelaskan (C2) mengenai pengertian dan faktor yang mempengaruhi dari hidrotermal, memahami (C3) hubungan antara hidrotermal dan alterasi hidrotermal serta hubungan antara proses hidrotermal dengan mineralisasi mineral logam ekonomis.
d. Sub CPMK 4 : Mampu menjelaskan (C2) pengertian dari endapan mineral logam tipe porfiri, memahami (C3) genesa pembentukan endapan mineral logam tipe porfiri, (C4) menganalisis karakteristik endapan mineral logam tipe porfiri meliputi alterasi maupun mineralisasi pada tipe porfiri.
e. Sub CPMK 5 : Mampu menjelaskan (C2) pengertian dari endapan mineral logam tipe epitermal, memahami (C3) genesa pembentukan endapan mineral logam tipe epitermal, (C4) menganalisis karakteristik endapan mineral logam tipe epitermal meliputi alterasi maupun mineralisasi pada tipe epitermal serta menganalisa (C4) perbedaan antara epitermal sulfida rendah dan epitermal sulfida tinggi.
f. Sub CPMK 6 : Mampu menjelaskan (C2) pengertian dari
menganalisis karakteristik endapan mineral logam tipe skarn meliputi alterasi maupun mineralisasi pada tipe skarn.
g. Sub CPMK 7 : Mampu menjelaskan (C2) pengertian dari endapan mineral logam tipe laterit, memahami (C3) genesa pembentukan endapan mineral logam tipe nikel laterit, (C4) menganalisis karakteristik endapan mineral logam tipe nikel laterit.
h. Sub CPMK 8 : Mampu menjelaskan (C2) mengenai pengertian endapan mineral non logam, memahami (C3) aspek ekonomi mineral non logam.
i. Sub CPMK 9 : Mampu menjelaskan (C2) definisi mineral lempung kaolin dan bentonit (C4) menganalisis genesis mineral lempung kaolin dan bentonit.
j. Sub CPMK 10 : Mampu menjelaskan (C2) definisi mineral lempung zeolit dan fosfat (C4) menganalisis genesis mineral zeolit dan fosfat serta manfaatnya di bidang pertanian.
k. Sub CPMK 11 : Mampu menjelaskan (C2) definisi mineral untuk refraktori dan abrasif (C4) menganalisis genesis mineral untuk refraktori dan abrasif.
l. Sub CPMK 12 : Mampu menjelaskan (C2) definisi mineral untuk keramik dan semen (C4) menganalisis genesis mineral untuk keramik dan semen.
m. Sub CPMK 13 : Mampu menjelaskan (C2) definisi mineral gemstone (C4) menganalisis genesis mineral gemstone.
n. Sub CPMK 14 : Mampu menjelaskan (C2) definisi mineral untuk industri kosmetik dan farmasi (C4) menganalisis industri kosmetik dan farmasi.
3. Indikator
Mahasiswa dinyatakan mampu menguasai materi dari buku ajar ini apabila mahasiswa mampu:
a. Menjelaskan konsep dasar endapan mineral, ruang lingkup dan peran ahli geologi dalam memperoleh endapan mineral dengan kebenaran minimal 80%.
b. Menjelaskan klasifikasi endapan mineral dengan kebenaran minimal 80%.
c. Menjelaskan tentang konsep alterasi hidrotermal dan peranannya dalam pembentukan endapan mineral logam dengan kebenaran minimal 80%..
d. Menjelaskan tentang endapan porfiri dengan kebenaran minimal 80%.
e. Menjelaskan tentang endapan epitermal dengan kebenaran minimal 80%.
f. Menjelaskan tentang endapan skarn dengan kebenaran minimal 80%.
g. Menjelaskan tentang endapan laterit dengan kebenaran minimal 80%.
h. Menjelaskan tentang pengertian bahan galian industri/
endapan mineral non-logam dengan kebenaran minimal 80%.
i. Menjelaskan tentang mineral industri jenis lempung (kaolin dan bentonit) dengan kebenaran minimal 80%.
j. Menjelaskan tentang mineral industri dalam bidang pertanian dan pupuk dengan kebenaran minimal 80%.
k. Menjelaskan tentang mineral industri untuk bahan refraktori dan bahan abrasif dengan kebenaran minimal 80%.
l. Menjelaskan tentang mineral industri untuk bahan keramik dan semen dengan kebenaran minimal 80%.
m. Menjelaskan tentang mineral industri dalam bidang batu mulia dengan kebenaran minimal 80%.
n. Menjelaskan tentang mineral industri dalam bidang farmasi
A. POKOK BAHASAN I : KONSEP DASAR ENDAPAN MINERAL
1. Pendahuluan 1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang pengertian endapan mineral baik endapan mineral logam ataupun endapan mineral non logam (industri), lingkup pembahasan endapan mineral, serta pentingnya mempelajari endapan mineral sebagai kemampuan dasar ahli geologi.
1.2. Relevansi
Ilmu endapan mineral merupakan salah satu ilmu tingkat lanjut dari pengetahuan geologi yang membahas mengenai proses geologi pembentukan serta karakteristik dari endapan mineral logam maupun non logam (industri). Ilmu endapan mineral sangat penting kegunaannya bagi kegiatan eksplorasi ataupun eksploitasi sumber daya mineral.
1.3. Capaian Pembelajaran
1.3.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat Menjelaskan (C2) mengenai pengertian dan ruang lingkup pembelajaran endapan mineral, Memahami (C3) berbagai sifat dan bentuk endapan mineral, hubungan serta perbedaan secara umum
POKOK BAHASAN I:
Konsep Dasar
Endapan Mineral
antara endapan yang satu dengan endapan mineral lainnya sehingga dapat sekaligus Menganalisa (C4) karakteristik dari masing-masing endapan mineral serta dapat mengklasifikasifikasikan endapan mineral berdasarkan karakteristik dan perbedaan tersebut
1.3.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK) 1. Mampu menjelaskan mengenai definisi endapan mineral 2. Mampu menjelaskan batasan/ruang lingkup pembelajaran
endapan mineral
3. Mampu memahami aspek ekonomi dan peran ahli geologi dalam pemanfaatan endapan mineral
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Mahasiswa dapat melakukan pembelajaran terstruktur maupun mandiri. Buku ajar ini memuat materi dan tes formatif yang mendukung setiap kompetensi. Sumber pustaka yang lebih mendalam mengenai tiap materi disebutkan dan dapat dibaca lebih lanjut. Studi kasus yang relevan dapat dipelajari melalui artikel penelitian terpublikasi yang berkaitan dengan endapan mineral.
2. Penyajian 2.1. Uraian
A. Definisi Endapan Mineral Logam dan Endapan Mineral Non Logam
Seiring dengan perkembangan jaman dan perkembangan pembangunan, kebutuhan akan sumber daya mineral semakin meningkat. Kegiatan eksplorasi maupun ekspoitasi dari masa ke masa semakin meningkat. Berbicara masalah sumber daya mineral maka tidak lepas dari pembahasan mengenai endapan mineral.
Endapan mineral dapat diartikan sebagai kumpulan mineral yang memiliki ukuran, kadar maupun jumlah yang dianggap memiliki potensi ekonomi (Cox dan Singer, 1998 dalam Moon dkk, 2006). Sedangkan istilah mineral mempunyai arti padatan yang terbentuk di alam dalam suatu susunan atom yang teratur dan komposisi kimia tertentu Klein (2001). Jika melihat definisi tersebut, maka istilah endapan mineral merupakan istilah lebih khusus dari istilah mineral.
Endapan mineral menurut kandungan mineralnya bisa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu endapan mineral logam (ore mineral) dan endapan mineral non logam atau endapan mineral industri.
Mineral logam dapat diartikan sebagai mineral yang dapat diekstrasi unsur logamnya dan hasil ekstraksi tersebut memiliki nilai yang ekonomis. Sebagai contoh mineral hematit (Fe2O3) dapat diekstraksi sehingga mendapatkan unsur logam Fe (Gambar 1.1).
Sedangkan seperti mineral hornblenda
((Ca,Na)2(Mg,Fe,Al)5(Al,Si)8O22 (OH)2)) walaupun mengandung
unsur logam Fe tetapi tidak bisa diekstrak untuk mendapatkan Fe tersebut maka mineral horblenda tidak termasuk dalam mineral bijih.
Mineral non logam atau mineral industri dapat diartikan sebagai setiap batuan atau mineral yang bersifat ekonomis selain dari mineral logam, bahan bakar fosil dan batumulia (Noetstaller, 1988 dalam Moon dkk, 2006). Sebagai contoh mineral non logam seperti batu gamping, kaolin, zeolit, bentonit (Gambar 1.2), dll.
Berbeda dengan mineral logam, mineral non logam dapat langsung digunakan tanpa di ekstrak terlebih dahulu.
Gambar 1.1. Kenampakan mineral hematit dan kondisi tambang hematit (Pohl, 2011)
Walapun antara endapan mineral logam dan endapan mineral non logam berbeda secara komposisi penyusunnya, tetapi kedua endapan tersebut memiliki persamaan sehingga bisa dimasukan sebagai endapan mineral. Endapan mineral logam maupun non logam harus bersifat ekonomis. Sisi ekonomis dari mineral dapat diartikan bahwa mineral logam maupun non logam tersebut memiliki nilai jual yang menguntungkan dan proses eksploitasi mineral mampu memberikan keuntungan finansial bagi penambang.
Sisi ekonomis mineral juga tergantung dari harga jual mineral tersebut. Semakin banyak dibutuhkan atau semakin langka keterdapatan mineral tersebut maka akan semakin mahal harga mineral tersebut. Sebagai contoh mineral emas dan perak yang keterdapatannya di alam sangat jarang memiliki harga yang mahal, bahkan disebut sebagai logam mulia. Besi, nikel dan tembaga merupakan mineral yang sangat banyak dibutuhkan untuk memproduksi berbagai macam peralatan, sehingga mineral-mineral tersebut juga memiliki harga yang cukup tinggi.
B. Lingkup Endapan Mineral
Endapan mineral dalam konteks salah satu ilmu di bidang geologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai genesa, tipe, karakteristik serta kerterdapatan dari kumpulan mineral yang dianggap ekonomis baik berupa mineral logam maupun non logam.
Cakupan studi dari ilmu endapan mineral antara lain :
1. Endapan mineral logam mencakup pembelajaran mengenai mineral yang dapat diekstrasi unsur logamnya dan hasil ekstraksi tersebut memiliki nilai yang ekonomis
2. Endapan mineral non logam mencakup pembelajaran mengenai batuan atau mineral yang bersifat ekonomis selain dari mineral logam, bahan bakar fosil dan batumulia 3. Hidorotermal mencakup pembelajaran mengenai proses
serta faktor hidrotermal yang mempengaruhi pembentukan endapan mineral
4. Klasifikasi tipe endapan mineral logam yang mempelajari mengenai berbagai tipe termasuk genesa, karateristik mineralogi, kimia dan fisik dari tipe-tipe tersebut.
5. Keterdapatan endapan mineral logam dari berbagai tipe di Indonesia maupun di dunia
6. Klasifikasi tipe endapan mineral non logam mencakup genesa, karakteristik dan berbagai tipenya.
7. Keterdapatan endapan mineral non logam dari berbagai tipe di Indonesia maupun di dunia
C. Aspek Ekonomi dari Endapan Mineral dan Peran Ahli Geologi
Melihat arti dari endapan mineral yang menjadikan faktor ekonomis mineral sebagai salah satu ciri dari endapan mineral,
No 4 Tahun 2009 diartikan sebagai sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Meihat pengertian tersebut maka sudah jelas endapan mineral merupakan sumber atau target utama dari kegiatan pertambangan.
Pertambangan memiliki beberapa aspek penting bagi kesejahteraan penduduk disebuah negara. Berikut ini merupakan aspek penting pertambangan bagi perekonomian :
1. Pendapatan negara bertambah dengan mengekspor hasil tambang
2. Menarik investor asing untuk melakukan usaha pertambangan di dalam negeri
3. Keberadaan kegiatan pertambangan dapat menambah lapangan pekerjaan
4. Bahan tambang dapat digunakan untuk menunjang pembangunan di dalam negeri.
5. Kegiatan pertambangan dapat memicu tumbuhnya kegiatan perekonomian berskala besar lainnya seperti pengadaan alat berat, proses pengangkutan bahan tambang yang membutuhkan alat angkut seperti dump truck ataupun kapal, pembangunan pabrik peleburan/smelter
6. Kegiatan penambangan dapat memicu tumbuhnya kegiatan perekonomian berskala kecil/lokal. Hal ini dikarenakan
daerah sekitar pertambangan dilakukan akan menjadi daerah yang ramai, sehingga kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) akan meningkat
Peralatan penunjang kebutuhan manusia sangat banyak menggunakan bahan baku dari bahan hasil tambang (Tabel 1.1).
Sehingga bahan hasil tambang menjadi salah satu bahan yang mutlak diperlukan bagi kesejahteraan hidup manusia. Dengan adanya perkembangan jaman maka kebutuhan manusia akan peralatan penunjang semakin meningkat, berbagai alat terus bermunculan akibat adanya inovasi manusia untuk menemukan berbagai peralatan yang dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia sehari-hari. Maka tidak heran bila usaha untuk mencari bahan tambang (eksplorasi) dan mengambil bahan tambang (eksploitasi) makin tahun semakin meningkat. Harga bahan tambangpun dari masa ke masa semakin melambung.
Tabel 1.1 Contoh mineral atau unsur dan penggunaannya dalam kehidupan (Casper, 2007).
Mineral/Unsur Kegunaan
Aluminium Kaleng dan bahan industri yang ringan Asbes Insulator tahan api dan suara, material atap, pipa
Batumulia Perhiasan dan seni
Besi Konstruksi dan baja
Emas Elektronik, perhiasan, dan seni
Gipsum Semen, dinding, dan konstruksi lain
Grafit Pensil, cat, elektronik
Merkuri Termostat, lampu, elektronik
Potasium Pupuk, industri obat dan kimia
Keberadaan mineral sebagai bahan tambang tidak serta merta dapat ditemukan secara mudah di alam. Sehingga proses untuk mencari bahan tambang (eksplorasi) dan mengambil bahan tambang (eksploitasi) tidak lepas dari peran ahli geologi. Penemuan bahan tambang harus dicari secara cermat dalam sebuah rangkaian eksplorasi. Ahli geologi memiliki kemampuan untuk menemukan berbagai macam tanda-tanda keberadaan bahan mineral ekonomis.
Proses eksplorasi bukan merupakan sebuah proses yang singkat. Berbagai macam penelitian dan metoda banyak diterapkan pada tahap ini. Mulai dari tahapan eksplorasi langsung yang berkaitan dengan pengambilan data gelogi, data alterasi dan data mengenai karakteristik tipe endapan mienral yang nampak dilapangan sampai tahapan eksplorasi tidak langsung seperti metode geolistrik (Gambar 1.3), geokima ataupun penginderaan jarak jauh. Kesemua proses tersebut harus dilakukan oleh ahli yang selalu melibatkan ahli geologi. Sehingga bisa disimpulkan bahawa untuk mencari bahan tambang/mineral ekonomis atau biasa disebut eksplorasi, peran ahli geologi sangatlah penting dan peran tersebut tidak bisa digantikan oleh ahli yang lain.
Gambar 1.3. Metoda geolistrik dalam eksplorasi endapan mineral
2.2. Latihan
1. Apakah perbedaan dari endapan mienral logam dan endapan mineral non logam?
2. Jelaskan keterkaitan antara endapan mineral dan proses pertambangan!
3. Jelaskan peran ahli geologi dalam pertambangan!
3. Penutup 3.1. Rangkuman
Endapan mineral dapat diartikan sebagai kumpulan mineral yang memiliki ukuran, kadar maupun jumlah yang dianggap memiliki potensi ekonomi. Endapan mineral menurut kandungan mineralnya bisa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu endapan mineral logam (ore mineral) dan endapan mineral non logam atau endapan mineral industri. Mineral logam dapat diartikan sebagai mineral yang dapat diekstrasi unsur logamnya dan hasil ekstraksi tersebut memiliki nilai yang ekonomis mineral yang bersifat ekonomis selain dari mineral logam, bahan bakar fosil dan batumulia.
Endapan mineral logam maupun non logam harus bersifat ekonomis. Contoh dari endapan mineral logam antara lain emas, perak, besi, tembaga dll. Contoh dari endapan mineral non logam/endapan mineral industri antara lain batugamping, talk, gipsum, kaolin, bentonit dll.
3.2. Test Formatif
Lengkapilah kalimat dibawah ini dengan jawaban singkat!
1. Mineral yang dapat diekstrak unsur logamnya dan bersifat ekonomis disebut dengan endapan ...
2. Endapan mineral yang dapat langsung dimanfaatkan tanpa diekstrak terlebih dahulu adalah endapan ...
3. Endapan mineral harus bersifat ... bagi yang melakukan penambangan/ekspolitasi
4. Salah satu contoh pertambangan dapat memicu kegiatan perekonomian berskala besar adalah dibangunnya pabrik ...
5. Peran ahli geologi sangat penting dalam tahapan pertambangan, terutama dalam tahapan ...
3.3. Umpan Balik
Mahasiswa dianggap mampu memahami konsep dasar endapan mineral apabila mampu menjelaskan tentang pengertian endapan mineral, lingkup endapan mineral, serta aspek ekonomi dan peran ahli geologi dalam pemanfaatannya paling tidak 80%
benar.
3.4. Tindak Lanjut
Mahasiswa dapat melanjutkan ke materi selanjutnya jika mampu menjawab tes formatif dan latihan dengan benar minimal 80% dari keseluruhan soal.
3.5. Kunci Jawaban Test Formatif Jawaban test Formatif : 1. Mineral logam
2. Mineral non logam/mineral industri 3. Ekonomis
4. Peleburan/smelter 5. Eksplorasi
Daftar Pustaka
Casper, J.K., 2007, Minerals: Gifts from The Earth, USA: Chelsea House
Klein, C., 2001, Manual of Mineral Science 22nd Edition, USA:
Wiley.
Moon, C.J., Whateley, M.E.G., dan Evans, A.M., 2006, Introduction Mineral Exploration, USA: Blackwell Publishing.
Pohl, W.L., 2011, Economic Geology Principles and Practice, USA: Wiley-Blackwell
Senarai Eksplorasi mineral
: salah satu rangkaian dari kegiatan pertambangan berupa penyelidikan terhadap keberadaan prospek mineral hingga evaluasi kelayakan ekonominya untuk dapat ditambang.
Eksploitasi mineral
: Salah satu rangkaian kegiatan pertambangan yang mencakup proses pengambilan bahan tambang hingga pengolahan material hasil tambang menjadi material setengah jadi ataupu materian bahan baku.
Dump Truck : merupakan alat berat yang berfungsi untuk mengangkut atau memindahkan material pada jarak menengah sampai jarak jauh (>
500m) dan pengosongan muatan bisa dilakukan tanpa penanganan.
Smelter : fasilitas yang berfungsi untuk mengelola hasil pertambangan logam yang berguna untuk meningkatkan kadar logam agar memenuhi standar bahan baku
Ekstrak : Rangkaian proses untuk mengambil salah satu senyawa atau unsur khusus dari material tertentu
B. POK OK BAHA SAN II : KLA SIF IKA SI ENDAPAN MIN ERAL LOG AM
1. Pendahuluan 1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang klasifikasi endapan mineral logam yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Klasifikasi objek-objek pada geologi merupakan pengelompokkan beberapa objek yang memiliki kemiripan sifat. Perbedaan klasifikasi endapan mineral yang satu dengan yang lain merupakan penitik beratan pada salah satu faktor geologi, seperti klasifikasi berdasarkan kedalaman pembentukan, suhu pembentukan, factor pembentukan dan lain sebagainya. Klasifikasi tersebut memiliki beberapa parameter klasifikasi yang berbeda-beda. Klasifikasi yang akan dijelaskan adalah klasifikasi dari Lindgren (1933) dan Evans (1993).
1.2. Relevansi
Klasifikasi merupakan pengelompokan beberapa obyek berdasarkan kesamaan parameter. Klasifikasi sangat penting guna mempermudah memahami obyek-obyek tertentu. Begitu juga dengan endapan mineral logam yang sangat banyak sekali tipenya.
Untuk emmpermudah dalam pemahaman mengenai berbagai macam tipe dari endapan mienral logam maka beberapa ahli membuat klasifikasi endapan mineral logam.
POKOK BAHASAN II:
Klasifikasi Endapan
Mineral Logam
1.3. Capaian Pembelajaran
1.3.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat Menjelaskan (C2) mengenai pengertian dan ruang lingkup pembelajaran endapan mineral, Memahami (C3) berbagai sifat dan bentuk endapan mineral, hubungan serta perbedaan secara umum antara endapan yang satu dengan endapan mineral lainnya sehingga dapat sekaligus Menganalisa (C4) karakteristik dari masing-masing endapan mineral serta dapat mengklasifikasifikasikan endapan mineral berdasarkan karakteristik dan perbedaan tersebut
1.3.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK) 1. Mampu menjelaskan pengertian dari klasifikasi
2. Mampu menjelaskan dasar klasifikasi endapan mineral logam
3. Mampu memahami klasifikasi Lindgren (1933) dan klasifikasi Evans (1993)
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Mahasiswa dapat melakukan pembelajaran terstruktur maupun mandiri. Buku ajar ini memuat materi dan tes formatif yang mendukung setiap kompetensi. Sumber pustaka yang lebih
2. Penyajian 2.1. Uraian
A. Klasifikasi Lindgren (1933)
Lindgren (1933), membagi tipe endapan bijih berdasarkan temperatur (termasuk kedalaman) dan mineral penciri yang terbentuk pada tiap-tiap tipe endapan, menjadi :
1. Endapan Epitermal
Merupakan endapan yang terbentuk pada kedalaman dangkal di bawah permukaan bumi sekitar < 1 km dengan temperatur berkisar antara 50-200°C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dicirikan oleh melimpahnya mineral klorit.
2. Endapan Mesotermal
Merupakan endapan yang terbentuk pada kedalaman menengah yaitu berkisar antara 1-2 km dari permukaan dan temperatur 200-300°C, dicirikan oleh melimpahnya mineral serisit. Mineral lain yang sering dijumpai antara lain kuarsa, dolomit, ortoklas, klorit, mineral lempung, pirit dan arsenopirit.
3. Endapan Hipotermal
Merupakan endapan yang terbentuk pada kedalaman di bawah 2-4 km dari permukaan bumi dengan temperatur sekitar 400°C yang dicirikan dengan terbentuknya mineral muskovit, kuarsa dan topas.
Seiring dengan perkembangan jaman, maka kalsifikasi Lindgrend Evans (1993), memperbaharui kalsifikasi Lindgren banyak diperbaharui oleh beberapa ahli, diantaranya oleh Evans (1993). Klasifikasi Lindgren tersebut diperbaharui oleh Evans dengan menambahkan beberapa parameter diantaranya adalah kenampakan fisik dari zona bijih, mineral bijih yang dihasilkan, mineral gangue dan tekstur serta struktur urat. Pembagian tipe endapan bijih menurut Evans (1993) adalah sebagai berikut : 1. Endapan Teletermal
Teletermal memiliki ciri sebagai berikut :
Kedalaman : Endapan yang terdekat dengan permukaan
Suhu : 100°C
Keterdapatan : keberadaan di batuan sedimen, aliran lava. Zona bijih mempunyai kenampakan rekahan terbuka (open fracture), cavities, joint tidak ada replacemen
Unsur bijih : Pb, Zn, Cd, Ge
Mineral bijih : Galena (rendah Ag), spalerit (rendah Fe), banyak terdapat pirit
Mineral pengotor : kalsit dan dolomit rendah Fe
Alterasi : Dolomitisasi dan chertification 2. Endapan Epitermal
Endapan epitermal memiliki ciri sebagai berikut :
Keterdapatan : Pada batuan sedimen ataupun batuan beku, khususnya yang berasosiasi dengan batuan ekstrusif atau batuan intrusi dangkal/permukaan
Unsur bijih : Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Mineral bijih : Natif Au kaya Ag, natif Aq, Cu, Bi, pirit, markasit, spalerit, galena, kalkopirit, sinabar, jamesonit, stibnit, realgar, orpimen, rubi perak, agenit, selenida, telurida
Mineral pengotor : Si02 sebagai rijang, kalsedon atau ametis, serisit, klorit rendah Fe, epidot, karbonat, fluorit, barit, adularia, alunit, dikit, rodokrosit, zeulile
Alterasi : sering tidak mengalami alterasi yang berarti, biasanya membentuk alterasi chertification, kaolinisasi, piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi
3. Endapan Mesotermal
Endapan mesotermal memiliki ciri sebagai berikut :
Kedalaman : 1.200-4.500 m
Suhu : 200-300C
Keterdapatan : Berada sekitar batuan intrusif, terkadang berhubungan dengan proses tektonik regional yang membentuk sesar normal atau sesar geser
Unsur Bijih : Au, Ag, Cu, As, Pb, Zn, Ni, Co, W, Mo, U, etc.
Mineral Bijih : Natif Au, kalkopirit, bornit, pirit, spalerit, galena, enargit, kalkosit, bournonit, argenit, pitchblende, niccolite, cobaltite, tetrahedrite, sulphosalts
Mineral Pengotor : Sangat sedikit mineral dengan temperatur tinggi (garnet, tourmalin, topa sdsb.), albite, kuarsa, serisit, klorit, carbonates, siderit, epidote, monmorilonit
Alterasi : Kloritisasi intens, karbonisasi dan serisitisasi 4. Endapan Hipotermal
Endapan Hipotermal memiliki ciri sebagai berikut :
Kedalaman : 3.000-15.000 m
Temperatur : 300-600C
Keterdapatan : Pada batuan plutonik
Unsur bijih : Au, Sn, Mo, W, Cu, Pb, Zn, As
Mineral Bijih : Magnetit, specularit, pirhotit, kasiterit, arsenopirit, molibdenit, bornit, kalkopirit, Aq miskin Au, wolframite, scheefile. pirit, galena, spalerit kaya Fe (marmatit)
Mineral Pengotor : Garnet, plagioklas, biotit, muskovit, topas, turmalin, epidot, kuarsa, klorit (variasi kaya Fe), carbonates
Alterasi : Albitisasi, turmalinisasi, perkembangan rutil, serisitsasi pada batuan tersilisifikasi, kloritisasi
B. Klasifikasi Evans (1993)
Evans (1993) mengklasifikasikan endapan mineral logam menjadi 2 (dua) klasifikasi besar yaitu endapan mineral yang terbentuk akibat proses internal dan endapan mineral yang terbentuk akibat proses eksternal. Masing – masing endapan tersebut memiliki perbedaan masing-masing. Perbedaan yang menjadi dasar klasifikasi tersebut adalah proses pembentukan dari setiap endapan mineral.
1. Pembentukan Akibat Proses Internal a. Kristalisasi Pada Magma
Terbentuk karena proses kristalisasi magma akibat pendinginan
Berbentuk mineral yang terdiseminasi
Contoh : Diseminasi intan pada kimberlit (Gambar 2.1), REE pada karbonatit, Li-Sn-Cs atau U pada pegmatit
Gambar 2.1. Kenampakan intan pada kimberlit (Klein dan Philpotts, 2013)
b. Segregasi Magma
Pembentukan mineral bijih karena adanya segregasi magma selama proses diferensiasi magma
Segregasi magma akan mengendapkan logam sulfida yang lebih berat dibandingkan Mineral Pembentuk Batuan pada bagian dasar
Contoh : kromit (Gambar 2.2), nikel sulfida
Gambar 2.2. Kenampakan mineral kromit (Klein dan Philpotts, 2013)
c. Hidrotermal
Pengendapan dari larutan air panas, yang melalui permukaan tubuh magma atau batuan metamorf atau sumber lainnya
Adanya kontak antara batuan dinding (wall rock) dengan fluida hidrotermal (Gambar 2.3).
Contoh : endapan porfiri, epitermal, Massive Sulphide Volcanogenic
d. Sekresi Lateral
Difusi material bijih atau pengotor dari batuan asal ke suatu patahan atau celah
Biasanya terbentuk di batuan metamorf sebagai lensa urat
Silika pada sekresi lateral dapat berasal dari : - Larutan magma yang terdifusi pada batuan
- Silika yang berasal dari batuan samping yang terkumpul dan menjadi urat
e. Metamorfisme
Umumnya terjadi pada metamorfisme kontak atau regional
Merupakan deposit pyrometasomatic (skarn), yang ditandai adanya perubahan dinding batuan disekitar intrusi
Contoh : Endapan Skarn pada batuan korbonatan
2. Pembentukan Akibat Proses Eksternal a. Akumulasi Mekanis
Konsentrasi dari mineral berat dan lepas menjadi endapan placer (Gambar 2.4)
Mengalami proses abrasi dan transportasi baik jauh maupun dekat dari tubuh bijih (ore body)
Gambar 2.4. Proses pembentukan emas placer (www.britanica.com)
b. Presipitasi Sedimenter
Presipitasi unsur-unsur tertentu pada suatu lingkungan sedimen tertentu, baik dengan atau tanpa intervensi organisme tertentu
Contoh : Banded iron formation c. Proses Residual
Adanya proses pencucian dimana proses tersebut
menghilangkan sebagian beberapa elemen non logam dan menyisakan beberapa elemen logam
Contoh : endapan nikel laterit (Gambar 2.5) d. Pengkayaan Sekunder/Supergene
Pelepasan unsur-unsur bernilai dari bagian atas dari suatu endapan mineral dan terpresipitasi kembali di bagian yang lebih dalam, sehingga membentuk konsentrasi yang lebih tinggi.
Contoh : bagian atas dari beberapa deposit porfiri Cu e. Ekshalasi volkanik
Ekshalasi larutan hidrothermal pada permukaan, biasanya di bawah kondisi laut/submarine.
Contoh: Volcanogenic Massive Sulphide (VMS) di Kuroko, Jepang dan Pulau Wetar, Indonesia (Gambar 2.6)
Gambar 2.5. Profil nikel laterit didaerah Pomala, Sulawesi (Kamaruddin dkk, 2018)
Gambar 2.6. Profil deposit VMS (Hannington, 2014)
2.2. Latihan
Berdasarkan klasifikasi pembagian endapan mineral logam, buatlah poster mengenai klasifikasi pembagian endapan mineral logam tersebut. Poster tersebut memuat dasar klasifikasi, pembagian endapan mineral logam menurut klasifikasi, contoh endapan mineral logam dan keterdapatan endapan mineral logam baik di Indonesia maupun luar negeri.
3. Penutup 3.1. Rangkuman
Klasifikasi menegnai pembagian dari endapan mineral logam banyak dikemukanan oleh para ahli. Klasifikasi tersebut berdasarkan dari beebrapa meter seperti parameter kedalaman, kenampakan fisik dari zona bijih, mineral bijih yang dihasilkan, mineral pengotor dan lain sebagainya. Lindgren (1933) mengklasifikasikan endapan mineral menjadi Endapan Epitermal, Endapan Mesotermal dan Endapan Hipotermal. Sedangkan Evans (1993) membagi endapan mineral logam berdasarkan proses terjadinya yaitu Endapan Mineral Akibat Proses Internal dan Endapan Mineral Akibat Proses Eksternal
3.2. Test Formatif
Lengkapilah kalimat dibawah ini dengan jawaban singkat!
2. Modifikasi Klasifikasi Lindgren (1993) oleh Evans (1993) menambahkan parameter ..., ... dan ...
3. Pada sistem emas placer bijih yang ditemukan merupakan bijih yang terdapat pada tubuh bijih (ore body) yang sudah mengalami ... dan ...
4. Contoh endapan mineral logam residual yang banyak terdapat di bagian timur Indonesia adalah ...
5. Tipe endapan emas yang berada di Pulau Wetar, Indonesia adalah ...
3.3. Umpan Balik
Mahasiswa dianggap mampu memahami kalsifikasi endapan mineral logam apabila mampu menjelaskan tentang pengertian klasifikasi, pentingnya klasifikasi, serta kalsifikasi endapan mineral logam menurut Lindgren (1933) dan Evans (1993) paling tidak 80% benar.
3.4. Tindak Lanjut
Mahasiswa dapat melanjutkan ke materi selanjutnya jika mampu menjawab tes formatif dan latihan dengan benar minimal 80% dari keseluruhan soal.
3.5. Kunci Jawaban Test Formatif Jawaban test Formatif : 1. Temperatur dan kedalaman
2. Kenampakan fisik dari zona bijih, mineral bijih yang dihasilkan, dan mineral gangue
3. Transportasi dan abrasi 4. Nikel laterit
5. Volcanogenic Massive Sulphide (VMS)
Daftar Pustaka
Britannica, The Editors of Encyclopaedia, 2010, Placer deposit, https://www.britannica.com/science/placer-deposit, diakses pada 23
Augustus 2021.
Evans, A.M., 1993, Ore Geology and Industrial Minerals, UK : Blackwell Science.
Hannington, M.D., 2014. Volcanogenic massive sulphide deposits, Treatise on Geochemistry (Second Edition), 13: 463–488 Kamaruddin, H., Ardiansyah, R., Rosana, M.F., Sulaksana, N dan
Tintin, E., 2018, Profil Endapan Laterit Nikel di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara., Buletin Sumber Daya Geologi, 13(2): 84-105.
Klein, C., Philpotts, A.R., 2013, Earth Material: Introduction to Mineralogy and Petrology, UK: Cambridge University Press.
Lindgren, W., 1933, Mineral Deposits, USA: McGraw-Hill
Pirajno, F., 2009, Hydrothermal Processes and Mineral Systems, East Perth : Springer.
Senarai Mineral gangue
: Disebut juga mineral pengotor merupakan mineral tidak berharga secara ekonomis
yang hadir bersamaan
dengan mineral ekonomis yang dicari dalam deposit mineral bijih.
Batuan Intrusif : batuan beku yang berasal dari pendinginan magma dan mengalami pembekuan di dalam permukaan bumi, dalam proses pembekuannya magma tersebut menerobos batuan samping
Batuan Ekstrusif
: batuan beku yang berasal dari pendinginan magma dan mengalami pembekuan di atas permukaan bumi
Banded Iron Formation
: merupakan batuan hasil sedimentasi kimia yang berlapis terdiri dari lapisan kuarsa berbutir halus, oksida besi, karbonat, dan/atau silikat yang berurutan, biasanya mengandung 20–40% besi dan 40–50%
silika
Nikel Laterit : mineral logam Nikel (Ni) yang berasal dari hasil proses pelapukan dan pengkayaan mineral pada batuan ultramafik
C. POKOK BAHASAN III : ALTERASI HIDROTERMAL
1. Pendahuluan 1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang pengertian hidrotermal, faktor yang mempengaruhi hidrotermal juga keterkaitan antara hidrotermal dengan keterbentukan endapan mineral logam serta menjelaskan mengenai alterasi hidrotermal yang merupakan salah satu penciri berlangsungnya proses hidrotermal pada sebuah daerah.
1.2. Relevansi
Hidrotermal erat kaitannya dengan keberadaan endapan mineral logam. Proses hidrotermal merupakan salah satu elemen dari sebuah rangkaian proses pembentukan endapan mineral logam.
Proses hidrotermal dipengaruhi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat dari hidrotermal itu sendiri. Alterasi hidrotermal merupakans alah satu manifestasi yang membuktikan adanya proses hidrotermal bekerja pada sbeuah daerah.
1.3. Capaian Pembelajaran
1.3.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat Menjelaskan (C2) mengenai pengertian dan ruang lingkup
POKOK
BAHASAN III:
Alterasi
Hidrotermal
pembelajaran endapan mineral, Memahami (C3) berbagai sifat dan bentuk endapan mineral, hubungan serta perbedaan secara umum antara endapan yang satu dengan endapan mineral lainnya sehingga dapat sekaligus Menganalisa (C4) karakteristik dari masing-masing endapan mineral serta dapat mengklasifikasifikasikan endapan mineral berdasarkan karakteristik dan perbedaan tersebut
1.3.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK) 1. Mampu menjelaskan pengertian dan faktor yang
mempengaruhi dari hidrotermal
2. Mampu memahami hubungan antara hidrotermal dan alterasi hidrotermal
3. Mampu memahami hubungan antara proses hidrotermal dengan mineralisasi mineral logam ekonomis
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Mahasiswa dapat melakukan pembelajaran terstruktur maupun mandiri. Buku ajar ini memuat materi dan tes formatif yang mendukung setiap kompetensi. Sumber pustaka yang lebih mendalam mengenai tiap materi disebutkan dan dapat dibaca lebih lanjut. Studi kasus yang relevan dapat dipelajari melalui artikel penelitian terpublikasi yang berkaitan dengan endapan mineral.
2. Penyajian 2.1. Uraian A. Hidrotermal
Endapan mineral logam sangat erat kaitannya dengan proses hidrotermal. Hal ini dikarenakan beberapa tipe endapan mineral logam terbentuk akibat adanya proses yang erat kaitannya dengan hidrotermal. Sistem hidrotermal dapat didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° sampai >500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem tersebut terdiri dari dua komponen penting yaitu sumber sebagai penyuplai energi yang diperlukan (magmatik, gradien geotermal, peluruhan radiogenik, metamorfisme), dan fluida hidrotermal. Adanya sistem hidrotermal akan berkaitan dengan mineralisasi bijih. Mineralisasi disebut juga sebagai fosil dari sistem hidrotermal lampau. Sedangkan larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan membawa komponen-komponen pembentuk mineral bijih.
Proses mineralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya fluida hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral, adanya permeabilitas atau zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat fluida hidrotermal, adanya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal, terjadinya reaksi kimia yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral, dan adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral. Secara umum fluida pembawa bijih (fluida hidrotermal)
dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu fluida magmatik, meteorik, air laut, connate water, dan fluida metamorfik (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Fluida hidrotermal (Robb, 2005)
1. Fluida Magmatik (magmatic water / juvenile water)
Proses diferensiasi magma hingga menghasilkan beraneka ragam batuan beku, diyakini sangat kompleks. Sebagian besar magma mempunyai komposisi yang tidak homogen, sebagian dapat mengandung sebagian sesar komponen ferromagnesian, yang lain kaya akan silika, sodium dan potasium, unsur volatil, xenolith yang reaktif, dan sebagainya. Beberapa magma didominasi komponen oksida dan sulfida (disebut ore magmas), yang dapat mengkristal langsung membentuk endapan bijih. Dalam sejarah kristalisasi magma (magma mafik), fraksi-fraksi volatil hidrous yang
belum pernah muncul di permukaan. Komposisi utama jenis air ini adalah CO2 dan NaCl serta H2O terlarut dalam larutan silika yang akan mengalami peningkatan konsentrasi apabila magma tersebut membeku. Jenis air ini mempunyai kisaran suhu 600-800oC.
2. Air Meterorik
Air meteorik merupakan air yang berasal dari hasil presipitasi atau penyerapan air yang ada di permukaan bumi (air hujan, air sungai, air danau, air tanah, dan hasil pencairan es / gletser). Studi isotopil menunjukkan peranan air meterorik yang sangat besar pada proses pembentukan bijih. Air selama bersentuhan dengan atmosfer akan melarutkan komponen komponen yang ada, seperti N2, O2, CO2 dan lain-lain. CO2 dengan H2O akan dapat menghasilkan (HCO3)- disertai H+. Air meteorik mungkin juga mengandung sejumlah unsur yang dominan di kerak, seperti Na, Ca, Mg, SO4, dan CO3.
3. Air laut
Air laut sangat terkait dengan proses-proses endapan evaporit, fosforit, submarine exhalites, nodul mangan, serta endapan-endapan lain pada kerak samudera. Karakteristik air laut sebagai fluida pembentuk bijih adalah dalam konteks evaporit, fosforit, submarine exhalites, nodul mangan, dan endapan kerak samudera. Air laut diasumsikan dapat berperan pasif sebagai medium dispersi untuk pelarutan ion, molekul, dan partikel suspensi serta berperan aktif dalam melarutkan ion dalam batuan di lantai dasar samudera.
4. Air Konat (Connate Water) atau Air Formasi (Formation Water)
Air konat atau air formasi adalah air yang terperangkap dalam batuan sedimen bersamaan dengan pengendapan material sedimen sehingga pada dasarnya air ini adalah merupakan fosil air.
Air ini sangat umum dijumpai di lapangan hidrokarbon. Air konat sangat banyak mengandung sodium (Na), klorida (Cl), kalsium (Ca), magnesium (Mg), bikarbonat (HCO3), strontium (Sr), barium (Ba), dan nitrogen (N). Air tidak mempunyai peran secara langsung dalam pembentukan mineral bijih, kecuali apabila lapisan batuan tempat air konat tersimpan mengalami proses metamorfisme yang menyebabkan air tersebut teraktivasi dan menjadi pelarut (solvent) yang kuat untuk logam akibat tingginya klorin.
5. Fluida Metamorfik
Fluida metamorfik adalah air yang dihasilkan atau berasosiasi dengan proses metamorfisme. Pada kondisi tertentu, air meteorik dan air konat yang terdapat di dalam batuan yang jauh dari permukaan akan dapat menjadi lebih reaktif bersamaan dengan adanya proses metamorfisme regional atau kontak. Air metamorfik mengandung unsur seperti H2O, CO2, CH4, S dan bahan volatil lainnya.
B. Alterasi Hidrotermal
Pirajno (1992) mendefinisikan alterasi hidrotermal sebagai suatu proses yang kompleks, karena meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi fisika- kimia tertentu. Secara umum alterasi merupakan perubahan mineral primer penyusun batuan dinding (wall rock) mejadi mineral ubahan/mineral alterasi dikarenakan fluida hidrtotermal melewati batuan dinding (wall rock) dinding tersebut.
Menurut Corbett dan Leach (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi proses alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut:
1. Temperatur.
2. Komposisi kimia fluida.
3. Komposisi batuan induk.
4. Permeabilitas.
Peningkatan temperatur akan membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil. Temperatur juga mempengaruhi kristalinitas mineral, pada temperatur yang lebih tinggi akan terbentuk suatu mineral menjadi lebih kristalin. Menurut Lawless dkk (1998), kondisi temperatur dan pH dapat ditentukan berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk (Tabel 3.1).
Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi batuan yang terrekahkan dibandingkan dengan batuan masif. Kondisi permeabel pada batuan akan memudahkan pergerakan fluida yang selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antara fluida dengan batuan. Derajat dan lamanya proses ubahan akan menyebabkan
perbedaan intensitas ubahan (total, sangat kuat, kuat, sedang, lemah hingga tak terubah) dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Menurut Corbett dan Leach, 1996, pada kesetimbangan tertentu proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai mineral assemblage (Tabel 3.2).
Tabel 3.1. Mineralogi Alterasi pada Sistem Hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)
Tabel 3.2. Mineralogi Alterasi pada Sistem Hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)
Guilbert dan Park (1986) membagi zona alterasi menjadi 5 bagian berdasarkan keterdapatan mineral alterasi akibat pengaruh, penurunan temperatur, variasi pH larutan hidrotermal, dan pengaruh air meteorik. Zona alterasi tersebut yaitu:
1. Potasik
Alterasi ini dicirikan dengan kehadiran biotit sekunder dan K-feldspar sekunder, serta magnetit, serisit, anhidrit, dan sedikit mineral sulfida (kalkopirit, bornit, pirit, dan molibdenit) yang berada di dalam veinlets dan tersebar dalam zona K-silikat. Zona potasik terbentuk pada saat awal terbentuk tubuh intrusi porfiri.
Himpunan mineral pada alerasi potasik terbentuk pada suhu
>300oC.
2. Filik
Alterasi ini dicirikan dengan rangkaian mineral serisit, kuarsa, dan pirit. Mineral bijih yang dijumpai terdiri dari kalkopirit, molibdenit, kasiterit, native gold (Au). Zona ini mengandung banyak pirit paling banyak, sehingga sering disebut zona pirit.
Zona ini terbentuk akibat hadirnya influks air yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan pH yang lebih asam. Himpunan mineral terbentuk pada suhu 230-400oC.
3. Argilik
Alterasi ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan monmorilonit (Gambar 3.2). Kehadiran zona ini diakibatkan karena makin intensifnya influks air meteorik yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan nilai pH yang lebih
rendah. Himpunan mineral tipe alterasi argilik terbentuk pada suhu 100 – 300o C.
Gambar 3.2. Kenampakan kaolin pada alterasi argilik (Ali dkk, 2020)
4. Alterasi Argilik Lanjut (Advanced Argilic)
Alterasi ini terbentuk dari hasil pencucian alkali dan kalsium dari fase alumina seperti feldspar dan mika, tetapi hanya hadir jika aluminium tidak bersifat mobile, apalagi aluminium bergerak lagi diikuti dengn bertambahnya serisit dan terjadi alterasi serisit (Evans, 1992). Alterasi advanced argilic ini dicirikan oleh hadirnya mineral yang terbentuk pada kondisi asam yaitu piropilit, diaspor, andalusit, kuarsa, turmalin, enargit dan luzonit (untuk suhu tinggi, 250-350oC) atau himpunan mineral kaolinit, alunit, kalsedon, kuarsa dan pirit (untuk suhu rendah, <180oC) (Gambar 3.3).
Gambar 3.3. Kenampakan kaolin dan alunit pada alterasi argilik lanjut (Ali dkk, 2020)
5. Propilitik
Alterasi ini memiliki penyebaran yang luas dan sangat sedikit yang berhubungan langsung dengan mineralisasi, dicirikan dengan kehadiran klorit, kalsit, epidot, dan pirit (Gambar 3.4). Pada zona propilitik ini penurunan temperatur memegang peranan dominan dalam kondisi pH netral sampai alkali. Himpunan mineral pada tipe alterasi propilitik terbentuk pada suhu 200- 300oC.
Gambar 3.4. Kenampakan biotit pada alterasi propilitik (Ali dkk, 2020)
C. Mineralisasi
Proses hidrotermal sangat erat kaitannya dengan proses mineralisasi mineral logam ekonomis (Gambar 3.5). Mineralisasi adalah suatu proses introduksi atau masuknya mineral ke dalam batuan yang kemudian membentuk mineral bijih dan mineral penyertanya (gangue) sehingga terbentuk endapan mineral (Gambar 3.6). Endapan mineral adalah akumulasi atau konsentrasi dari satu atau beberapa mineral yang berguna, baik berupa logam maupun nonlogam, yang terdapat di dalam kerak bumi bagian luar.
Gambar 3.5. Ilustrasi mineralisasi pada urat kuarsa (Klein dan Philpotts, 2013)
Gambar 3.6. Kenampakan mineralisasi spalerit dan galena pada urat kuarsa
(Klein dan Philpotts, 2013)
Boyle (1970) mengemukakan bahwa terdapat 4 kemungkinan asal mineral bijih dalam cebakan hidrotermal, yaitu:
1. Unsur yang berasal dari hasil proses kristalisasi magma.
2. Unsur yang berasal dari batuan samping (wall rock) yang melingkari cebakan bijih tersebut.
3. Unsur yang berasal dari sumber keterdapatannya yang jauh di bawah permukaan bumi kemungkinan berasal dari mantel atau dari bagian yang lebih dalam lagi.
4. Unsur yang mungkin berasal dari permukaan yang mengalami proses pelapukan.
Menurut Hedenquist dan Reid (1984), daerah kelurusan tinggi seperti zona sesar, tubuh breksiasi dan litologi dengan rekahan yang intensif merupakan syarat dalam pembentukan tubuh bijih. Hal-hal pokok yang menentukan pembentukan mineral hasil proses mineralisasi adalah:
1. Adanya larutan hidrotermal sebagai pembawa mineral 2. Adanya celah batuan sebagai jalan bagi lewatnya larutan
hidrotermal
3. Adanya tempat pengendapan mineral
4. Terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan mineral
5. Konsentrasi larutan yang cukup tinggi bagi terendapkannya mineral
2.2. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan hidrotermal?
2. Jelaskan hubungan antara hidrotermal dan mineralisasi!
3. Sebutkan hal pokok yang menentukan pembentukan mineral hasil mineralisasi!
3. Penutup 3.1. Rangkuman
Hidrotermal merupakan sebuah proses yang erat kaitannya dengan pembentukan endapan mineral logam. Sistem hidrotermal dapat didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° sampai
>500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992).
Sedangkan larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas yang
mineralisasi.Mineralisasi tersebut membentuk mineral bijih ekonomis ataupun mineral gangue (pengotor).
3.2. Test Formatif
Lengkapilah kalimat dibawah ini dengan jawaban singkat!
1. Jelaskan hubungan antara hidrotermal dan alterasi hidrotermal?
2. Jelaskan kaitan antara hidrotermal dan endapan mineral logam!
3. Sebutkan ciri-ciri alterasi argilik!
4. Apa perbedaan mineral bijih dan mineral gangue/pengotor?
3.3. Umpan Balik
Mahasiswa dianggap mampu memahami pengertian hidrotermal, alterasi hidrotermal dan hubungan antara hidrotermal dengan mineralisasi mineral bijih paling tidak 80% benar.
3.4. Tindak Lanjut
Mahasiswa dapat melanjutkan ke materi selanjutnya jika mampu menjawab tes formatif dan latihan dengan benar minimal 80% dari keseluruhan soal.
3.5. Kunci Jawaban Test Formatif Jawaban test Formatif :
1. Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan dinding (wall rock) yang dilewatinya mengakibatkan batuan dinding
(wall rock) tersebut berubah secara mineralogi, kimia dan tekstur. Perubahan tersebut yang dikenal sebagai alterasi hidrotermal
2. Selama proses interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan dinding (wall rock) yang dilewatinya, maka terjadi mineralisasi atau suatu proses introduksi atau masuknya mineral ke dalam batuan yang kemudian membentuk mineral bijih ekonomis/endapan mineral logam ekonomis dan mineral penyertanya (gangue)
3. Alterasi ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan monmorilonit, memiliki temperatur yang lebih rendah dan nilai pH yang lebih rendah. Himpunan mineral tipe alterasi argilik terbentuk pada suhu 100 – 300o C.
4. Mineral bijih merupakan mineral logam yang bersifat ekonomis atau yang menjadin target penambangan sedangkan mineral gangue atau juga disebut mineral pengotor merupakan mineral tidak berharga secara ekonomis yang hadir bersamaan dengan mineral ekonomis yang dicari dalam deposit mineral bijih.
Daftar Pustaka
Ali, R.K., Winarno, T., dan Jamalullail, M.A., 2020, Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur, Jurnal Eksplorium, 41(1): 1-14
Boyle, R., 1970, The Source of Metal and Gangue Elements in Hydrothermal Deposits, Stuttgart : International Union Geology Science.
Corbett, G.J., dan Leach, T.M., 1997, Southwest Pacific Gold – Copper Systems: Structure, Alteration and Mineralization, Auckland: CMS New Zealand Ltd, Short Course Manual.
Corbett, G.J., dan Leach, T.M., 1998, Southwest Pacific Rim Gold- Copper Systems: Structure, Alteration, and Mineralization, Southwest Pacific: SEG Special Publication No.6: p236.
Guilbert, J.M., & Park, C.F., 1986, The Geology of Ore Deposits, New York: W.H. Free