• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.7 Kedalaman rendaman dan kecepatan aliran berdasarkan analisis probabilistik

6.7.5 Amplitudo tsunami lepas pantai

1. Membagi lagi probabilitas kejadian secara sistematis untuk memperhitungkan

variasi parameter magnitudo, kedalaman patahan, geometri, lokasi, distribusi slip, dan luas rupture kejadian yang konsisten dengan magnitudo maksimum, dan variasi pasang surut mempertimbangkan setidaknya muka laut acuan.

2. Untuk memperluas pemakaiannya secara praktis dan agar dapat dikuantifikasi, ikuti pendekatan logic tree yang serupa untuk menentukan sampel sumber tsunami seperti gempa zona non-subduksi, tanah longsor, dan letusan gunung berapi.

Ketidakpastian yang tidak disengaja, seperti variabilitas alami dalam proses sumber, ketidakpastian pemodelan, dan variasi pasang surut karena berkaitan dengan proses dekat pantai dan gelombang runup, harus dimasukkan dalam analisis probabilistik.

Ketika menghitung durasi gelombang panjang dengan beberapa maxima dalam deret waktu tsunami, diizinkan untuk mempertimbangkan variabilitas pasang surut dengan memilih elevasi pasang surut rasional secara independen dari distribusi probabilistik tahap pasang surut untuk setiap gelombang maksimum. Pemotongan distribusi ketidaksengajaan harus dipilih pada tingkat yang sesuai untuk periode ulang tetapi tidak boleh kurang dari satu standar deviasi berdasarkan analisis regresi dari hasil komputasi versus data pangamatan pada Pasal 6.7.6.7.2.

6.7.5 Amplitudo tsunami lepas pantai

Analisis probabilistik harus dilakukan baik dengan perhitungan langsung sesuai dengan Pasal 6.7.5.2 atau dengan melakukan analisis probabilistik bahaya tsunami untuk suatu daerah ditinjau untuk menghasilkan peta bahaya amplitudo tsunami lepas pantai sesuai kekhususan lokasi dan perioda gelombang pradominan pada kedalaman 328 ft (100 m) sesuai dengan berikut ini:

1. Model Elevasi Digital (DEM) dari kumpulan data global, regional, dan pesisir harus digunakan untuk mencakup domain komputasi dari sumber tsunami ke lokasi yang ditinjau. Grid batimetri untuk samudera harus memiliki resolusi DEM lebih halus dari 4,35 mi (7000 m), dan rezim model lepas pantai dengan kedalaman lebih dari 656 ft (200 m) harus memiliki resolusi DEM lebih halus dari 3281 ft (1000 m).

2. Deformasi permukaan bumi harus ditentukan dari parameter sumber seismik menggunakan model patahan planar dengan menperghitung perubahan vertikal terhadap dasar laut.

6.7.5.1 Amplitudo tsunami lepas pantai untuk sumber-sumber seismik jauh Amplitudo tsunami lepas pantai harus ditentukan secara probabilistik sesuai dengan hal-hal berikut:

1. Kombinasi terbobot bentuk gelombang tsunami yang ditentukan untuk setiap unit segmen patahan sesuai dengan distribusi slip harus digunakan untuk penjalaran tsunami di laut dalam menggunakan persamaan gelombang panjang linear, juga disebut persamaan gelombang perairan dangkal, di mana kedalaman air jauh lebih kecil dari panjang gelombang, untuk memperhitungkan variasi spasial pada kedalaman dasar laut.

2. Distribusi amplitudo gelombang lepas pantai dan terkait dengan parameter gelombang termasuk periode, harus ditentukan untuk tingkat terlampaui desain (design exceedance rate) sebesar Tsunami yang Dipertimbangkan Maksimum 2.475 tahun dengan mempertimbangkan ketidakpastian menurut Pasal 6.7.4

3. Analisis harus mencakup pemilahan sumber seismik dan kaitannya dengan nilai momen yang bersama-sama berkontribusi paling tidak 90 % terhadap bahaya neto

Standardisasi Nasional, copy standar ini dibuat untuk Sub KT 91-01-S4 Bahan, Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan tidak untuk dikomer 4. Nilai amplitudo gelombang tsunami lepas pantai tidak boleh kurang dari 80 % dari

nilai yang diberikan oleh Buku Peta Tsunami Indonesia untuk amplitudo lepas pantai di luar Tsunami yang Dipertimbangkan Maksimum.

6.7.5.2 Perhitungan langsung dari probabilistik rendaman dan runup

Diizinkan untuk menghitung probabilistik rendaman dan runup secara langsung dari probabilistik sekumpulan sumber, karakterisasi sumber, dan ketidakpastian yang konsisten dengan Pasal 6.7.2, Pasal 6.7.4, dan kondisi perhitungan yang ditentukan dalam Pasal 6.7.6. Amplitudo gelombang lepas pantai yang dihitung tidak boleh lebih rendah dari 80 % dari amplitudo gelombang yang diberikan pada Buku Peta Tsunami Indonesia.

6.7.6 Prosedur untuk menentukan rendaman dan runup tsunami 6.7.6.1 Parameter rendaman desain representatif

Setiap peristiwa tsunami terpilah harus dianalisis untuk menentukan parameter desain representatif yang terdiri dari runup maksima, kedalaman rendaman, kecepatan aliran, dan fluks momentum.

6.7.6.2 Subsiden seismik sebelum kedatangan tsunami

Jika sumber seismik adalah kejadian subduksi lokal, rendaman Tsunami yang Dipertimbangkan Maksimum harus ditentukan untuk keseluruhan nilai elevasi subsiden harus langsung dihitung untuk mekanisme sumber seismik.

6.7.6.3 Parameter kekasaran makro model

Diizinkan untuk melakukan pemetaan rendaman di bawah kondisi permukaan tanah kosong dengan kekasaran makro. Kekasaran dasar diizinkan untuk ditetapkan menggunakan koefisien Manning, n. Kecuali, jika ditentukan lain untuk suatu lokasi, nilai yang ditetapkan awal sebesar 0,025 atau 0,030 harus digunakan untuk dasar laut dan di darat. Penggunaan nilai-nilai lain berdasarkan analisis terrain harus berdasarkan literatur yang diakui atau secara khusus model rendaman harus divalidasi dengan mengacu pada nilai acuan lapangan historis tsunami. Jika nilai yang digunakan selain yang ditetapkan awal, efek degradasi kekasaran karena merusak karakteristik aliran harus dipertimbangkan dalam pemilihan koefisien Manning.

6.7.6.4 Pemodelan rendaman nonlinier

Persamaan gelombang perairan dangkal nonlinier atau teknik pemodelan yang sepadan, harus digunakan untuk mentransformasi amplitudo gelombang lepas pantai dari kedalaman 328 ft (100 m) ke arah pantai, ke amplitudo tsunami dekat pantai dan rendaman maksimum. Efek berikut harus dimasukkan sebagaimana berlaku untuk batimetri:

1. Shoaling, refraksi, dan difraksi untuk menentukan amplitudo tsunami dekat pantai;

2. Efek dispersi dalam kasus sumber gelombang pendek, seperti tanah longsor dan sumber vulkanik;

3. Gelombang yang dipantulkan;

4. Kanalisasi di teluk;

5. Gelombang tepi, dan resonansi di paparan dan teluk;

6. Formasi bore dan penjalaran; dan

7. Pelabuhan, pemecah gelombang dan tanggul.

Standardisasi Nasional, copy standar ini dibuat untuk Sub KT 91-01-S4 Bahan, Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan tidak untuk 6.7.6.5 Resolusi spasial model

Model Elevasi Digital (DEM) untuk kedalaman batimetri dekat pantai kurang dari 656 ft (200 m) harus memiliki resolusi tidak lebih kasar dari 295 ft (90 m). Pada kedalaman batimetri kurang dari 32,8 ft (10 m) dan di darat, DEM harus memiliki resolusi yang tidak lebih kasar daripada resolusi tertinggi yang tersedia dari elevasi digital model elevasi tsunami. Jika pendekatan grid bersarang digunakan, pengurangan spasi grid antara grid berurutan tidak boleh lebih dari faktor 5. Jika model tersebut tidak tersedia, penggunaan data Model Elevasi Digital Terpadu Indonesia yang tersedia terbaik harus diizinkan setelah disetujui oleh pihak yang berwenang.

6.7.6.6 Lingkungan terbangun

Jika bangunan dan struktur lain disertakan untuk keperluan analisis aliran yang lebih rinci, resolusi Model Elevasi Digital (DEM) harus memiliki resolusi minimum 10 ft (3,0 m) untuk menangkap perlambatan dan percepatan aliran di sekitar bangunan.

6.7.6.7 Validasi model rendaman

6.7.6.7.1 Data Historis atau rendaman paleotsunami

Hasil skenario model harus divalidasi dengan catatan sejarah dan/atau paleotsunami yang tersedia.

6.7.6.7.2 Validasi model dengan uji tolok ukur

Model rendaman harus divalidasi dengan menggunakan kriteria sertifikasi dari pihak yang berwenang dengan memberikan kinerja yang memuaskan dalam serangkaian uji tolok ukur dalam 10 % dari set data yang dikenal yang ditentukan oleh kelompok penasehat validasi model tsunami, standar, kriteria, dan prosedur untuk evaluasi model numerik tsunami, yang dimodifikasi oleh pihak yang berwenang.

6.7.6.7.3 Formasi bore tsunami atau fisi soliton

Di daerah di mana formasi bore dapat terjadi, model harus divalidasi dengan skenario independen menggunakan literatur yang diakui, dan penerimaannya harus ditentukan menggunakan model runup.

6.7.6.8 Menentukan parameter aliran rendaman sesuai kekhususan lokasi

Parameter rendaman untuk skenario dari masing-masing wilayah sumber terpilah akan ditentukan. Parameter aliran probabilistik harus dikembangkan untuk lokasi dari sampel tsunami yang dihitung dan probabilitas kejadiannya. Setiap kejadian tsunami harus dianalisis untuk menentukan parameter yang representatif seperti runup maksimum, kedalaman rendaman, kecepatan aliran, dan/atau fluks momentum spesifik dengan salah satu teknik berikut:

1. Mengambil pembobotan rata-rata dari skenario dijalankan yang mengelompokkan amplitudo gelombang lepas pantai untuk periode ulang untuk menentukan skenario bahaya-konsisten tsunami. Batas rendaman harus ditentukan melalui wilayah yang direndami oleh gelombang skenario bahaya-konsisten tsunami dari zona sumber utama seismik yang terpilahkan yang mempengaruhi lokasi tersebut sesuai dengan periode ulang tsunami maksimum.

Standardisasi Nasional, copy standar ini dibuat untuk Sub KT 91-01-S4 Bahan, Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan tidak untuk dikomer statistik aliran seperti kedalaman rendaman, kecepatan, dan fluks momentum

khusus di lokasi dari skenario yang dihitung untuk setidaknya tiga kasus beban, sebagaimana ditunjukkan dalam Pasal 6.8.10.

Di lingkungan perkotaan, hasil dari kecepatan aliran pada lokasi struktur tertentu tidak boleh direduksi dari 90 % dari yang ditentukan sesuai dengan Pasal 6.6 sebelum penyesuaian kecepatan berapapun yang disebabkan oleh amplifikasi aliran. Untuk kondisi kekasaran terrain lainnya, kecepatan aliran yang dihasilkan pada lokasi struktur tertentu tidak boleh diambil kurang dari 75 % dari yang ditentukan sesuai dengan Pasal 6.6 sebelum penyesuaian kecepatan berapapun yang disebabkan oleh amplifikasi aliran.

6.7.6.9 Parameter desain tsunami untuk aliran di atas tanah

Parameter aliran dari kedalaman rendaman, kecepatan aliran, dan/atau fluks momentum spesifik tertentu pada lokasi yang ditinjau harus diambil dari analisis rendaman riwayat waktunya. Kedalaman rendaman dan kecepatan tsunami harus dievaluasi untuk lokasi pada tahap rendaman yang didefinisikan oleh Kasus Beban pada Pasal 6.8.3.1. Jika fluks momentum maksimum yang didapatkan terjadi pada kedalaman rendaman berbeda dari Kasus Beban 2, kondisi aliran yang sesuai dengan fluks momentum maksimum harus diperhitungkan sebagai tambahan pada Kasus Beban yang didefinisikan pada Pasal 6.8.3.1.