• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelaksanaan Perubahan Perjanjian Bagi Hasil Lahan

BAB III ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK YANG

A. Analisis Pelaksanaan Perubahan Perjanjian Bagi Hasil Lahan

Pada dasarnya peranjian merupakan hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat meliputi segala sektor sosial, baik itu dalam kegiatan ekonomi, bisnis, tempat pendidikan, kehidupan sosial, dunia pekerjaan sampai pada proses pernikahan.

Secara umum, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu sebagaimana telah disepakati sebelumnya.

Namun dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Mujur Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, yang perjanjian awalnya adalah perjanjian bagi hasil dan sudah disepakati secara bersama-sama antara pihak pemilik lahan dengan pihak penggrap. Kemudian dalam proses berjalannya perjanjian ini, terjadi kecurangan yang dalam hal ini dilakukan oleh pihak penggarap terhadap pihak pemilik lahan.

Dalam perjanjian ini awalnya pihak pemilik lahan tidak mengetahui tentang perubahan perjanjian itu, namun berdasarkan informasi yang diperoleh pemilik lahan dari masyarakat yang ada di sekitar lahan pertaniannya tersebut, juga diperkuat dengan adanya informasi dari para pegawai yang bekerja di lahan itu maka pihak pemilik mengetahui tentnag perubahan perjanjian tersebut. Namun pihak pemilik lahan tidak melakukan tindakan apapun untuk memberikan sanksi kepada pihak penggarap, karena ingin memberikan kesempatan kepada pihak penggarap untuk memperbaiki i‟tkikad tidak baiknya itu.

56

Perjanjian bagi hasil atau dalam Islam disebut dengan mudharabah adalah akad antara dua pihak, pihak pertama sebagai pemilik modal dan pihak lain sebagai pelaksana modal atau seseorang yang ahli dalam perdagangan untuk mengoperasikan modal secara produktif, kemudian keuntungan dari bisnis dibagi dua menurut kesepakatan. Dan apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemberi modal, sedangkan bagi pihak pelaksana kerugian modal adalah kerugian waktu, pikiran dan tenaga yang telah dicurahkan dan bersifat manajerial.68

Pasal 1320 KUHPer yang menjelaskan bahwa perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.69 Dalam Pasal tersebut ditegsakan ada empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu sebagai berikut:

1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan kehendak dalam hal ini dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap sah oleh hukum, maka kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsurunsur sebagai berikut:

a. Paksaan (dwaang, duress);

b. Penipuan (bedrog, fraud);

c. Kesilapan (dwaling, mistake).

Sebagaimana pada Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

68 Ibrahim, Khudari, Ibid, hlm. 42.

69 Sitti Nurjannah, “Lembaga Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen”, Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Vol. 3, Nomor 1, 2016, hlm. 119-125.

57

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Syarat kecakapan yang dimaksud adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana dalam Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap.

kemudian dijelaskan batasan umur mengenai cakap hukum dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menjelaskan batasan usia cakap seseorang yakni berumur 18 Tahun atau telah menikah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Pasal 47. Sebelumnya usia cakap dewasa dalam KUHPerdata adalah 21 tahun, dan saat ini sudah tidak berlaku lagi karena diatur dalam perundang-undangan yang baru yaitu UU No.1/1974.70

3. Suatu hal tertentu

Dengan syarat suatu hal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan dengan hal tertentu. Mengenai hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 1332 KUHPerdata yang menentukan bahwa: “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian.” Sedangkan Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya” Hal tersebut menunjukkan tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu,asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

70 Istiqamah, Hukum Perdata: Hukum Orang dan Keluarga, (Makassar: Alauddin University Press, 2014), hlm. 41.

58 4. Suatu sebab (causa) yang halal

Suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku, Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dalam isi perjanjian ini tidak dilarang oleh Undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Para ahli hukum telah sepakat bahwa yang dijadikan syarat umum yang sifatnya mendasar terhadap sahnya suatu perjanjian adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 BW.71

Berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan semua orang berhak diakui serta mendapat jaminan perlindungan hukum yang sama di mata hukum, untuk mendapatkan perlindungan hukum itu seseorang dapat melaporkan segala bentuk tindakan pidana atau perbuatan yang merugikan kepada polisi. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Pasal 5 ayat (1) UU Kepolisian yang menerangkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.72

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

71 Marilang, Hukum Perikatan; Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Makassar: Alauddin University Press, 2013), hlm. 186.

72 Sukoharjo, “Pengertian Perlindungan Hukum dan Cara Memperolehnya”, https://jdih.sukoharjokab.go.id/informasi/detail/90, diakses tanggal 14 Desember 2022, pukul 19.50.

59

Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum, sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai berikut:

1. Perlindungan Hukum Preventif. Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa perlindungan hukum tidak hanya memberikan perlindungan terhadap individu sebagai bentuk pemenuhan hak dan kewajiban melainkan juga terhadap hak dan kewajiban masyarakat secara keseluruhan, atau dengan kata lain perlindungan hukum memberikan jaminan dari hukum untuk manusia dalam rangka memenuhi kepentingan untuk dirinya sendiri dan hubungannya dengan pihak lain. Perlindungan hukum juga memberikan solusi dalam memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum sehingga dapat tercipta ketertiban dan keteraturan.73

73 Dyah Permata Budi Asri, “Perlindungan Hukum Preventif Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Di Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”, Journal of Intellectual Property Vol. 1, Nomor 1, Agustus 2018, hlm. 16-18.

60

B. Analisis Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Pihak yang Beri’tikad Baik

Dokumen terkait