BAB V PEMBAHASAN
A. Analisis Asuhan keperawatan
1. Analisis Pengkajian Keperawatan
Pada kasus laporan akhir ners ini dilakukan pengkajian pada tanggal 10 Juni 2021 pada Ny R berusia 47 tahun, pasien datang masuk tanggal 7 juni 2021 dengan diagnosa medis Kista Ovarium dengan tindakan medis yang telah dilakukan Salpingooferektomi sejak tanggal 8 juni 2021 di Ruangan Baji Gau RSUD Labuang Baji.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada keadaan umum pasien baik, Kesadaran Composmentis dan Koperatif, BB: 55 Kg , TB :150 cm, TD : 90/63 mmHg, N : 61 x/i, P : 22 x/i, S : 36,5 celcius CRT : ≥ 2 detik.
hasil pengkajian didapatkan dengan keluhan utama Nyeri Post op, Ny R mengatakan nyeri saat bergerak seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 6 (sedang) dengan durasi ± 1 menit dengan hilang timbul nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) dibuktikan dengan klien mengeluh nyeri, dan tampak meringis. Masalah ini ditemukan pada hari pertama pasien saat post operasi diruang perawatan. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menejelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tri
& Niken, 2019).
90
Dari hasil pengkajian pasien Ny R berumur 47 tahun yang merupakan usia menopause, Pada usia 40-50 tahun siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur, dan ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus terhenti sama sekali. Periode ketika siklus terhenti dan hormon-hormon kelamin wanita menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause. Penyebab menopause adalah matinya (burning out) ovarium. Ketika produksi estrogen turun di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi menghambat produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi estrogen oleh ovarium turun secara nyata menjadi nol (Guyton, 2011 dalam Saraniga, 2017).
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Savitri et al., 2020) Pada penelitian ini, didapatkan kejadian kista ovarium paling banyak pada kelompok usia 40 – 47 tahun. Dengan hasil penelitian mengenai karakteristik penderita kista ovarium didapatkan distribusi frekuensi kista ovarium tertinggi pada kelompok usia 40 – 47 tahun (23,52%), pendidikan terakhir SMA (51,96%), pekerjaan lain-lain (30,39%), ukuran diameter kista
≥ 10 cm (72, %), keluhan utama perut membesar ( 8,82%), status haid teratur (59,8%), terapi pembedahan (82,35%), dan tidak mencantumkan hasil pemeriksaan histopatologi (47,06%).
91
Adapun faktor lain dari kista ovarium yaitu pola makan yang tidak sehat dari hasil pengkajian pasien Ny R mengatakan sebelum sakit pasien suka makan yang cepat saji dan makanan yang berlemak seperti coto, salah satu faktor mengalami kista ovarium terdapat pada pola makan, Hal tersebut di jelaskan dari penelitian yang dilakukan Widyarni (2020) mengatakan bahwa hubungan pola makan dengan kejadian kista ovarium menunjukan adanya hubungan dengan antara pola makan dengan kejadian kista ovarium.
Hal ini berarti responden dengan pola makan kurang sehat berpeluang mengalami kista ovarium. Berdasarkan analisis dari penelitian ini didapatkan bahwa kejadian kista ovarium dengan pola makan kurang mempunyai resiko lebih besar mengalami kista ovarium dibandingkan responden dengan pola makan yang baik.
Kolcaba menyatakan kenyamanan adalah konsep yang erat kaitannya dengan ilmu keperawatan, kata Kolcaba. Perawat memberikan kenyamanan kepada pasien dan keluarganya melalui intervensi yang dipandu oleh tindakan kenyamanan. Hubungan antara intervensi dengan teori yang diajukan adalah dengan memberikan intervensi tindakan keperawatan yang menurunkan nyeri akut pada pasien dengan menekan nilai-nilai Islam, terdapat kepastian dan kenyamanan dalam menghadapi ketidaknyamanan pasien.
Pendekatan teori kenyamanan yang dikembangkan oleh Kolcaba menawarkan kenyamanan sebagai bagian utama dari proses keperawatan.
Kolcaba menganggap kenyamanan holistik sebagai kenyamanan
92
komprehensif yang mencakup kenyamanan fisik, psiko-spiritual, lingkungan dan psikososial. Tingkat kenyamanan dibagi menjadi tiga, yaitu relief dimana pasien membutuhkan kebutuhan kenyamanan yang sangat spesifik, reassurance yaitu menghilangkan rasa tidak nyaman atau meningkatkan rasa nyaman, dan transendensi yaitu mampu menoleransi atau mampu beradaptasi dengan ketidaknyamanan.. (Kolcaba & Marco, 2005); (Tomey & Alligood, 2006)
Dalam penelitian ini (Ilmiasih et al, 2016) menjelaskan pendekatan teori kenyamanan kolcaba dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah. Teori kenyamanan efektif dalam mengatasi nyeri yang dipengaruhi oleh faktor psikospiritual seperti kecemasan. Kepuasan keluarga meningkat dengan keikutsertaan keluarga dalam pengobatan nonfarmakologis untuk manajemen nyeri.
ٌةَْحَْرَو ٌءٓاَفِش َوُه اَم ِناَءْرُقْلٱ َنِم ُلِّزَ نُ نَو اًراَسَخ الِۡإ َينِمِلهاظلٱ ُديِزَي َلَۡو ۙ َينِنِمْؤُمْلِّل
Artinya : “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an ini tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS.al-Isra/17:82)
Tafsir QS. Al-Isra/17: 82: Dan kami turunkan Al-Qur'an wahai Nabi Muhammad sebagai obat penawar berbagai macam penyakit hati dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan mengamalkan petunjuknya, sedangkan bagi orang-orang yang zalim, Al-Qur'an hanya menambah kerugian karena kekafirannya. Setiap kali dia mendengar Al-Qur'an dibaca, kekafirannya bertambah. Dan jika kita memberikan kesenangan kepada manusia, seperti kesehatan atau kekayaan, mereka akan berhenti
93
bersyukur kepada Allah; Dan jika dia ditimpa kesulitan, seperti penyakit atau kemiskinan, dia pasti akan putus asa dari rahmat Allah (Kementerian Agama RI, 2022).
Dalam pandangan ( M. Quraish Shihab, 2002 dalam Nurul hikmah, 2010) telah berpandangan, ketika menafsirkan kata syifa dalam tafsir al- Misbah, yaitu biasa diartikan kesembuhan atau obat, dan dapat digunakan juga, dalam arti keterbatasan dari kekurangan, atau ketiadaan aral dalam memperoleh manfaat.
Dan juga (Quraish Shihab, 2002) telah berpandangan, ketika sedang mengomentari pendapat para ulama yang memahami bahwa ayat- ayat al-Qur’an itu tersebut, dapat mengobati atau menyembuhkan segala sesuatu penyakit jasmani, Menurutnya bukan penyakit jasmani, melainkan ia adalah sesuatu penyakit ruhani (jiwa) yang berdampak pada jasmani.
Menurutnya tidak jarang seseorang merasa sesak napas atau dada bagaikan tertekan karena adanya ketidakseimbangan ruhani.
Jadi, kesimpulan dari ayat diatas tersebut bahwa kitab al-Qur’an ini adalah merupakan sebagai suatu rahmat petunjuk dan penawar (obat penyembuh) bagi orang-orang mukmin.