BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.3.1 Balanced Scorecard
1. Pengertian Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan perspektif yang saling berhubungan untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard menekankan perspektif keuangan dan non keuangan, kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan (Kaplan dan Norton, 2001).
Mulyadi (2001) mendefinisikan Balanced Scorecard berdasarkan asal katanya yaitu Balanced (seimbang) dan scorecard (kartu skor).
Pengertian Balanced Scorecard menurut asal katanya adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya.
Pengertian Balanced Scorecard menurut Kaplan & Norton (2001), adalah suatu kumpulan dari empat ukuran yang berkaitan langsung dengan strategi suatu perusahaan, yaitu: (1) kinerja keuangan, (2) pengetahuan mengenai pelanggan, (3) proses bisnis internal, serta (4) pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipat gandakan kinerja keuangan atau contemporary management tool (Prayogi, 2013)
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Balanced Scorecard merupakan suatu kerangka kerja pengukuran kinerja yang menyatakan visi dan strategi organisasi dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2. Konsep Balanced Scorecard
Balance scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi ke dalam sasaran- sasaran strategik. Sasaran strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard, karena Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan yang merupakan indikator pengukur kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab-akibat (Mulyadi, 2001).
Balanced Scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategis Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran keuangan dan nonkeuanganharus menjadi bagian dari sistem informasi untuk seluruh karyawan pada semua tingkat organisasi berdasarkan visi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi itu diterjemahkan ke dalam empat perspektif yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan pada masayang akan datang, serta program-program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan strategis. Laporan akuntansi yang di susun berdasarkan keempat persepektif tersebut disebut kartu skor berimbang (Balanced Scorecard - BSC).
Konsep keseimbangan menampung maksud dari cakupan luas,keungan dan nonkeungan, yaitu seluruh faktor yang berkonstribusi terhadap kesuksesan perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuan
strateginya. BSC menyediakan dasar analisis yang lengkap dibandingkan dengan analisis yang hanya menggunakan data keuangan. Oleh karena itu, penggunaan BSC merupakan unsur terpanting dari seluruh pendekatan yang di gunakan oleh perusaah agar menjadi dan tetap kompetitip (Sinaga, 2004).
Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh, memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis. Jika visi dan strategi dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, kemudian dikomunikasikan kepada setiap anggota organisasi, sehingga diharapkan setiap anggota organisasi dapat mengerti dan melaksanakannya agar visi dan strategi organisasi tercapai.
Sinaga (2004), mengemukakan bahwa Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, diantaranya :
a. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi;
b. Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis;
c. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis;
d. Meningkatkan pembelajaran strategis.
Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran (budgets), sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada anggaran yang tersedia. Sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control reporting), sedangkan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada proses-proses manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan yang terarah dan sistem manajemen strategis.
3. Tolak Ukur Balanced Scorecard
Kemampuan perusahaan dalam menciptakan keunggulan kompetitif merupakan tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap perusahaan untuk bisa bertahan dalam jangka panjang. Konsep Balanced Scorecard (BSC) telah lama dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton (Mulyadi, 2005).
Konsep Balanced Scorecard adalah sistem manajemen srategis yang mendefenisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi.
Konsep menerjemahkan misi dan strategi organisasi kedalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu : 1) Perspektif Keuangan, menjelaskan konsekuensi ekonomi tindakan yang diambil dalam tiga perspektif lain. 2) Perspektif Pelanggan, mendefinisikan segmen pasar dan pelanggan dimana unit bisnis akan bersaing. 3) Perspektif proses bisnis internal, menjelaskan proses internal yang diperlukan untuk memberikan
nilai pada pelanggan dan pemilik. 4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Infrastruktur), mendefinisikan kemampuan yang diperlukan oleh organisasi untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan. Perspektif ini mengacu pada tiga faktor utama yang memungkinkannya yaitu, Kemampuan pegawai, Kemampuan sistim informasi, dan Perilaku pegawai (motivasi, pemberdayaan, dan pensejajaran).
Dalam Balanced Scorecard, keempat perspektif tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja perusahaan yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat.
a. Perspektif Keuangan (finansial)
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam Balanced Scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil.
Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap :
1.) Growth (Berkembang). Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan
potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah.
Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas.
Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
2.) Sustain Stage (Bertahan). Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin.
Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi
bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
3.) Harvest (Panen). Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu kemampuan baru.
Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
Perspektif keuangan merupakan salah satu aspek financial yang harus diukur untuk mengetahui hasil dari tindakan ekonomi yang telah dilakukan.
Ukuran kinerja keuangan dapat dijadikan penilaian atas pencapaian target oleh suatu organisasi untuk mewujudkan visi dan misi. Perspektif keuangan disini ditujukan untuk menilai tingkat pencapaian target perusahaan.
Adapun indikator untuk pespektif keuangan adalah:
1. Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas dapat didefinisikan sebagai rasio yang menunjukan kapabilitas perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas dikenal juga sebagai rasio yang dapat digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tingkat kapabilitas perusahan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya yang akan jatuh
tempo (Hery, 2016). Berdasarkan pengertian diatas maka rasio likuiditas adalah rasio keuangan yang menunjukan kemampuan finansial perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya tepat waktu kepada kreditor.
Melalui rasio likuiditas, pemilik perusahaan dapat menilai kemampuan manajemen dalam mengelola dana yang telah dipercayakan, termasuk dana yang dipergunakan untuk membayar kewajiban jangka pendek. Investor sangat membutuhkan rasio likuiditas terutama dalam hal pembagian deviden tunai, sedangkan kreditor membutuhkannya untuk pedoman pengembalian pinjaman pokok dengan bunganya.
Kreditor maupun supplier lazimnya akan menyerahkan pinjaman/utang kepada perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas tinggi.
Berikut adalah jenis-jenis rasio likuiditas menurut (Hery, 2016) yang lumrah dipakai dalam praktek untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek:
a) Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar digunakan dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang akan jatuh tempo dengan menggunakan total asset lancar yang ada. Rasio lancar menggambarkan jumlah ketersediaan asset lancar yang dimiliki dibandingkan dengan total kewajiban lancar.
b) Rasio Sangat Lancar (Quick Ratio atau Acid Test Ratio) Skala likuiditas perusahaan yang lebih teliti terdapat pada ratio yang disebut rasio sangat lancar, dimana persediaan dan persekot biaya dikeluarkan dari total aktiva lancar, dan hanya menyisakan aktiva lancar yang likuid saja yang kemudian dibagi dengan kewajiban lancar.
c) Rasio Kas (Cash Rasio) Merupakan perbandingan dari kas yang ada diperusahaan dan di bank dengan total hutang lancar. Menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan uang kas dan surat berharga yang murah diperdangangkan, yang tersedia didalam perusahaan.
2. Rasio Solvabilitas
Menurut (Hery 2017, 295) mengatakan bahwa rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan utang. Dengan kata lain rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar beban utang yang harus ditanggung oleh perusahaan dalam rangka pemenuhan aset. Menurut (Hanafi 2016, 40) mengatakan bahwa rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
Dengan demikian, rasio solvabilitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan atau aktiva perusahaan yang didanai menggunakan utang. Artinya, seberapa besar beban perusahaan yang ditanggung oleh perusahaan dengan aktivanya.
a) Debt to Assets Ratio atau Debt Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
b) Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Mencari rasio ini dengan cara membandingkan atara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas.
c) Long Term Debt to Equity Ratio merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.
3. Rasio Aktivitas
Menurut enurut Fahmi (2013:132), rasio aktivitas adalah : Rasio yang menggambarkan sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimilikinya guna menunjang aktivitas perusahaan, dimana penggunaan aktivitas ini dilakukan secara sangat maksimal dengan maksud memperoleh hasil yang maksimal.
Hery (2015:209),”Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada”. Secara keseluruhan, rasio ini akan mengungkap beberapa rasio yaitu :
a) Perputaran Piutang ( Accounts Receivable Turn Over )
Menurut Hery (2015:211),”Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang tertanamdalam piutang usaha akan berputardalam satu periode”.
Dengan kata lain rasio ini menggambarkan seberapa cepat piutang berhasil ditagih menjadi kas
b) Perputaran Persediaan ( Inventory Turn over )
Menurut Hery (2015:214),”Perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang tertanam dalam persediaan akan berputar”. Dengan kata lain rasio ini menggambarkan seberapa cepat persediaan berputar.
c) Perputaran Modal Kerja ( Working Capital Turn Over )
Menurut Hery (2015:218).”Perputaran modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keefektifan modal kerja (aset lancar) yang dimiliki perusahaandalam melakukan penjualan
d) Perputaran Aset Tetap ( Fixed Asset Turn Over )
Menurut Hery (2015:219), Rasio ini mengukur efektifitas aset tetap yang ng dimiliki perusahaan dalam menghasilkan penjulan,dengan kata lain mengukur seberapa besar aset tetap berkontribusi menciptakan penjualan”.
4. Rasio Profitabilitas
Menurut (Kasmir 2016, 117) mengatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Menurut (Husnan 2016,) mengatakan bahwa
Profitabilitas untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan (atau mungkin sekelompok aktiva perusahaan)”. Selain itu, menurut (Hanafi 2016, 42) mengatakan bahwa rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu”.
Dengan demikian, rasio profitabilitas untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk mengukur penggunaan aktiva dalam menghasilkan keuntungan atau profitabilitas.
Rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa cara dan metode. Menurut (Kasmir 2016, 117) jenis-jenis rasio profitabilitas dikelompokkan sebagai berikut:
a) Profit Margin on Sales atau Rasio Profit Margin atau margin laba atas penjualan, merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan.
b) Return on Investment (ROI) atau Return on Total Assets atau hasil pengembalian investasi merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan.
c) Return on Equity (ROE) atau hasil pengembalian ekuitas merupakan rasio untuk mengukur laba sesudah pajak dengan modal sendiri.
d) Rasio Laba per Lembar Saham (Earning Per Share) atau disebut juga rasio nilai buku, merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. 20
e) Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya.
f) Rasio Penilaian (Valuation Ratio) merupakan rasio yang memberikan ukuran kemampuan manajemen menciptakan nilai pasar usahanya di atas biaya investasi.
b. Perspektif Pelanggan.
Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen.
Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis inin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen.
Tolak ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok inti dan kelompok penunjang.
1.) Kelompok Inti.
a.) Pangsa pasar: mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
b.) Tingkat perolehan para pelanggan baru: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru.
c.) Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangan- pelanggan lama.
d.) Tingkat kepuasan pelanggan: mengukur seberapa jauh ppelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan.
e.) Tingkat profitabilitas pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.
2.) Kelompok Penunjang.
a.) Atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu). Tolak ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi produksi.
b.) Hubungan dengan pelanggan, tolak ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramunaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.
c.) Citra dan reputasi perusahaan beserta produkproduknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal.
Menurut Kaplan dan Norton (2001), dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham.
Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi :
1.) Inovasi. Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolak ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan.
2.) Proses Operasi. Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolak ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.
3.) Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan. Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan,
penuimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 2001) :
1.) Karyawan. Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral,
inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.
2.) Kemampuan Sistem Informasi. Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolak ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.
4. Tujuan dan Sasaran Balanced Scorecard
Adapun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada setiap perspektif dalam pendekatan Balanced Scorecard adalah (Barbara Gunawan, 2000) :
a. Perspektif Keuangan. Terwujudnya tanggung jawab ekonomi melalui penerapan pengetahuan manajemen dalam pengolahan bisnis dan peningkatan produktivitas.
b. Perspektif Pelanggan. Terwujudnya tanggung jawab sosial sehingga perusahaan dikenal secara luas sebagai perusahaan yang akrab dengan lingkungan.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal. Terwujudnya pelipatgandaan kinerja seluruh personil perusahaan melalui implementasi.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Terwujudnya keunggulan jangka penjang perusahaan lingkungan bisnis global melalui pengembangan dan pemfokusan potensi sumber daya manusia
5. Kelebihan Balanced Scorecard
Mulyadi (2001) menjelaskan bahwa kelebihan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Komprehensif
Cakupan perspektif BSC dalam perencanaan strategik diperluas dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif lain yaitu: konsumen, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non keuangan menghasilkan manfaat, antara lain:
1.) Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang. Dalam hal ini, BSC memotivasi personel untuk mengarahkan usaha personel ke sasaran-sasaran strategik sehingga dihasilkan kinerja keuangan. Kinerja keuangan yang dihasilkan dari perspekstif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan tersebut merupakan kinerja keuangan yang sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata dalam bisnis, sehingga kinerja keuangan yang demikian akan berlipat ganda dan berjangka panjang.
2.) Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks, Dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategik ke dalam empat perspektif, rencana strategik perusahaan mencakup lingkup yang luas, untuk menghadapi lingkungan bisnis yang semakin kompleks.
b. Koheren
Kekoherenan berarti membangun hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategik. Kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggungjawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Kekoherenan di antara keluaran yang dihasilkan oleh setiap tahan perencanaan dalam sistem manajemen strategik menjanjikan kecepatan respon perusahaan dalam setiap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis yang semakin turbulen, yang dimasuki oleh perusahaan.
c. Terukur
Keterukuran sasaran - sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan tercapainya berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. BSC mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur.
Sasaran strategik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang sulit diukur, namun dalam BSC ketiga perspektif tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian, keterukuran sasaran strategik pada ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.