• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Negatif Metaverse

Dalam dokumen MENGENAL DUNIA DIGITAL METAVERS (Halaman 53-58)

Bab 4 Dampak Positif dan Negatif Metaverse

4.2 Dampak Negatif Metaverse

Penggunaan yang berlebihan dan tidak terkontrol dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan perilaku pengguna.

1. Gangguan kesehatan mental

Penggunaan Metaverse yang berlebihan dan tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan isolasi sosial. Selain itu, adanya tekanan sosial dalam Metaverse, seperti tuntutan untuk membangun citra diri yang ideal, dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan makan dan gangguan citra tubuh pada pengguna. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami dampak Metaverse pada kesehatan mental dan mengambil tindakan preventif untuk meminimalkan risiko gangguan kesehatan mental pada pengguna (Usmani, Sharath and Mehendale, 2022).

2. Kecanduan digital yang berbahaya

Penggunaan Metaverse yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang menjadi terlalu terikat pada teknologi dan kehilangan keseimbangan dalam hidupnya. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti kelelahan, kehilangan produktivitas, dan bahkan masalah fisik seperti sakit kepala dan gangguan tidur. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengguna Metaverse untuk memperhatikan waktu dan frekuensi penggunaannya dan memastikan bahwa penggunaannya tetap seimbang dengan kebutuhan hidup sehari-hari.

4.2.2 Dampak Sosial yang Negatif

Meskipun Metaverse dapat meningkatkan koneksi sosial dan memperluas lingkaran pergaulan, namun penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan isolasi sosial dan mengurangi interaksi sosial di dunia nyata. Selain itu, adanya perilaku negatif seperti bullying, pelecehan, dan diskriminasi di dalam Metaverse juga dapat memengaruhi kesehatan mental dan kepercayaan diri pengguna. Hal ini juga dapat berdampak pada hubungan sosial di dunia nyata dan merusak kepercayaan pada orang lain. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan dan mengelola interaksi sosial di dalam Metaverse dan mempromosikan perilaku positif dan toleransi dalam lingkungan virtual.

Dampak sosial yang negatif dari penggunaan Metaverse berkaitan dengan ketidaksetaraan dan kekerasan online. Meskipun teknologi dapat membawa banyak manfaat, namun kita juga perlu memahami dan mengatasi dampak negatifnya. Oleh karena itu, poin-poin berikut ini sebagai peringatan dan upaya untuk mempromosikan penggunaan teknologi yang bertanggung jawab.

1. Kesenjangan digital yang lebih besar

Metaverse dapat menawarkan banyak peluang, tetapi tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam pengalaman tersebut. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan digital yang sudah ada, di mana orang yang tidak mampu membeli perangkat atau memiliki akses yang buruk ke internet akan semakin tertinggal. Hal ini dapat memperparah kesenjangan sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat, dan membatasi kesempatan orang untuk terlibat dalam dunia digital yang semakin penting dalam kehidupan modern.

2. Risiko cyberbullying yang lebih tinggi

Seperti halnya dengan media sosial dan online platform lainnya, Metaverse juga dapat meningkatkan risiko cyberbullying atau pelecehan daring. Karena pengalaman di Metaverse terkadang dapat terasa seperti pengalaman nyata, hal ini dapat memperburuk dampak psikologis dari perilaku pelecehan seperti mengganggu orang secara verbal atau visual, atau memilih target tertentu untuk diserang secara sistematis (Maloney, 2021). Selain itu, karena anonimitas yang dimungkinkan oleh Metaverse, orang mungkin merasa lebih terbebaskan untuk melakukan tindakan pelecehan tanpa konsekuensi nyata. Oleh karena itu, penting bagi pengembang dan pengguna Metaverse untuk mempertimbangkan cara untuk mengurangi risiko cyberbullying dan memastikan bahwa lingkungan virtual yang dibuat aman dan inklusif bagi semua orang.

4.2.3 Potensi Masalah Keamanan

Seiring dengan pertumbuhan dan penggunaan yang semakin luas, Metaverse menjadi semakin menarik bagi para pelaku kejahatan di dunia maya. Potensi

masalah keamanan di Metaverse mencakup berbagai hal, seperti pencurian identitas, kebocoran data, dan serangan siber.

Selain itu, ada juga risiko pelanggaran privasi dan penyalahgunaan data pengguna di Metaverse.

1. Risiko pelanggaran data

Metaverse membawa kemungkinan risiko pelanggaran data yang lebih besar karena pengguna dapat membagikan data pribadi mereka dengan banyak orang di dalam Metaverse. Hal ini dapat menyebabkan data pribadi menjadi rentan terhadap kebocoran dan penyalahgunaan, termasuk pencurian identitas, penipuan keuangan, dan pelanggaran privasi. Dalam beberapa kasus, bahkan mungkin terjadi penjualan data yang tidak sah atau perdagangan data (Zhao et al., 2022).

Selain itu, ada juga risiko ketika menggunakan mata uang virtual dalam Metaverse, di mana pengguna dapat menjadi korban dari serangan keamanan yang ditujukan untuk mencuri mata uang virtual mereka atau memperoleh akses tidak sah ke akun mereka. Ini bisa sangat merugikan bagi pengguna yang memiliki banyak aset dalam Metaverse atau mata uang virtual. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang lebih besar untuk memastikan keamanan data dan keamanan finansial dalam Metaverse.

2. Risiko serangan cyber

Poin kedua dari potensi masalah keamanan dalam Metaverse adalah risiko serangan cyber. Seiring dengan semakin banyaknya informasi dan transaksi yang dilakukan dalam Metaverse, maka semakin besar pula risiko terjadinya serangan siber (Chow et al., 2022). Serangan siber dapat bervariasi mulai dari pencurian identitas hingga serangan DDoS yang dapat mengganggu layanan online. Semua ini dapat merugikan pengguna Metaverse secara finansial maupun dalam hal kerugian data. Oleh karena itu, perlu adanya sistem keamanan yang kuat untuk melindungi pengguna dari serangan siber dan menjaga privasi serta keamanan data mereka.

Bab 5

Generasi pada Dunia Digital Metaverse

5.1 Pendahuluan

Metaverse adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dunia virtual yang dapat diakses oleh pengguna melalui teknologi digital (Dionisio, III and Gilbert, 2013). Metaverse merujuk pada dunia virtual yang terhubung secara digital yang dapat diakses oleh pengguna dari mana saja di dunia. Metaverse merupakan lingkungan virtual yang dirancang dan dikembangkan oleh pengembang perangkat lunak dan perusahaan teknologi, serta pengguna yang menciptakan konten mereka sendiri di dalamnya (Nevelsteen, 2018).

Dalam Metaverse, pengguna akan dapat mengakses berbagai layanan dan aplikasi virtual, termasuk game, belanja online, sosial media, dan bahkan edukasi. Dalam lingkungan virtual ini, pengguna akan memiliki avatar atau karakter digital yang mewakili diri mereka sendiri dan dapat berinteraksi dengan lingkungan virtual dan pengguna lainnya (Hackl, Lueth and Di Bartolo, 2022). Metaverse juga memungkinkan pengguna untuk merasakan pengalaman yang sangat imersif dan mendalam dalam lingkungan virtual yang dirancang untuk meniru dunia nyata. Pengguna dapat mengontrol avatar mereka melalui gerakan tubuh mereka dan menggunakan teknologi realitas

virtual atau realitas argumentasi untuk merasakan lingkungan virtual seperti dunia nyata. Seiring dengan perkembangan teknologi, Metaverse semakin berkembang dan menawarkan potensi yang luar biasa bagi pengguna dan perusahaan teknologi di masa depan.

Generasi pada dunia digital metaverse mengacu pada kelompok orang yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan tersebut. Orang-orang yang hidup dunia digital, mengalami, serta berinteraksi dalam dunia tersebut. Kelompok orang yang hidup dalam dunia digital metaverse adalah mereka yang tumbuh di era awal game online seperti Second Life atau World of Warcraft. Mereka mengalami interaksi sosial dan ekonomi yang unik dalam lingkungan digital ini dan mungkin telah membangun komunitas yang kuat di dalamnya.

Generasi kedua mungkin adalah mereka yang terlibat dalam platform sosial dan game online saat ini seperti Fortnite atau Roblox (Sopiandi and Susanti, 2022). Mereka dapat mengambil bagian dalam aktivitas seperti pertunjukan musik virtual, pameran seni, atau konser game. Mereka mungkin juga lebih cenderung untuk memanfaatkan teknologi VR dan AR untuk meningkatkan pengalaman mereka dalam metaverse (George et al., 2021).

Generasi ini mungkin akan menjadi pengguna yang terlibat dalam metaverse yang lebih maju dan menyeluruh, di mana lingkungan digital dapat mencakup aspek-aspek kehidupan sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan berbelanja (Duan et al., 2021a). Mereka mungkin mengalami interaksi yang lebih terintegrasi dengan kecerdasan buatan dan teknologi blockchain. Secara keseluruhan, generasi pada dunia digital metaverse akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi digital. Mereka mungkin memiliki cara berpikir dan cara hidup yang berbeda dengan generasi sebelumnya dan akan memengaruhi perkembangan metaverse di masa depan.

5.2 Teori Generasi dan Dunia Metaverse

Teori generasi adalah konsep sosiologis yang menggambarkan kelompok orang dengan karakteristik umum yang sama, yang dilahirkan dalam periode waktu yang relatif sama dan mengalami peristiwa historis yang serupa. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sosiolog bernama Karl Mannheim pada tahun 1923. Dia mengembangkan teori generasi pada tahun 1928 dalam bukunya yang berjudul "Das Problem der Generationen" (Masalah Generasi).

Teori ini berfokus pada bagaimana faktor sosial dan sejarah memengaruhi cara

orang berpikir dan bertindak sebagai bagian dari suatu generasi (Zinnecker, 2009).

Menurut Mannheim, generasi terbentuk oleh dua faktor utama: pengalaman kolektif dan pengalaman umum. Pengalaman kolektif merujuk pada pengalaman yang dimiliki oleh anggota generasi karena keadaan sejarah yang terjadi pada saat mereka lahir. Contoh pengalaman kolektif adalah perang, revolusi, atau krisis ekonomi. Sedangkan pengalaman umum merujuk pada pengalaman yang dimiliki oleh semua orang, seperti pendidikan dan teknologi yang berkembang.

Mannheim membagi generasi menjadi tiga kategori berdasarkan hubungan mereka dengan pengalaman kolektif dan pengalaman umum. Kategori pertama adalah generasi tradisionalist, yang lahir sebelum peristiwa penting dalam sejarah modern dan pengalaman kolektif mereka didominasi oleh nilai-nilai dan norma-norma yang sudah mapan. Kategori kedua adalah generasi transisi, yang mengalami perubahan signifikan dalam pengalaman kolektif mereka, tetapi masih terikat dengan nilai-nilai dan norma-norma generasi sebelumnya.

Kategori ketiga adalah generasi baru, yang lahir setelah peristiwa penting dan mengalami pengalaman kolektif yang berbeda, dengan norma dan nilai yang berbeda pula(Mannheim, 1927).

Menurut Mannheim, generasi baru memiliki potensi untuk merubah masyarakat karena mereka lebih fleksibel dalam mengadaptasi nilai dan norma baru. Namun, kekuatan mereka tergantung pada kemampuan mereka untuk memahami dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh generasi sebelumnya.

Teori generasi dari Karl Mannheim telah menjadi kontribusi penting dalam pemikiran tentang bagaimana pengalaman kolektif dan umum memengaruhi cara orang berpikir dan bertindak sebagai bagian dari suatu generasi. Konsep- konsep Mannheim ini masih digunakan dalam studi tentang generasi dan bagaimana faktor-faktor sosial dan sejarah memengaruhi mereka (Dallinger, 2002).

Teori generasi menunjukkan bahwa kelompok generasi cenderung memiliki pengalaman dan pandangan yang berbeda dari generasi lainnya, karena mereka tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial yang berbeda, dengan norma, nilai, dan budaya yang berbeda pula. Setiap generasi memiliki ciri khas sendiri, termasuk gaya hidup, bahasa, pandangan politik, dan nilai sosial.

5.2.1 Perkembangan Teori Generasi

Menurut Manheim (1927), generasi adalah sebuah konsep sosial yang terdiri dari sekelompok orang yang memiliki kesamaan usia dan pengalaman sejarah yang sama (Zinnecker, 2009). Kesamaan usia tersebut berkisar 20 tahun dan terdapat dalam dimensi sosial dan sejarah yang sama. Sementara itu, (Ryder, 1965) mendefinisikan generasi sebagai kumpulan individu yang mengalami peristiwa yang sama pada rentang waktu yang sama pula. Namun, definisi generasi telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Kupperschmidt (2000) mengemukakan bahwa generasi adalah kelompok individu yang mengidentifikasi diri berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian penting dalam kehidupan mereka yang memengaruhi tahap pertumbuhan mereka.

Premis dasar tentang pengelompokan generasi adalah bahwa generasi terdiri dari sekelompok individu yang dipengaruhi oleh peristiwa historis dan fenomena budaya yang dialami selama fase kehidupan mereka (Noble and Schewe, 2003). Pengalaman ini menciptakan memori kolektif yang berdampak pada kehidupan individu, nilai, dan kepribadian (Caspi and Roberts, 2001; Caspi, Roberts and Shiner, 2005; Dencker, Joshi and Martocchio, 2008). Oleh karena itu, faktor demografi, terutama kesamaan tahun kelahiran, dan faktor sosiologis, yaitu kejadian historis dan sosial, berpengaruh pada terbentuknya perilaku individu dan nilai.

Gambar 5.1: Pengelompokan Generasi (Howe & Strauss, 2000)

Menurut para ahli, pengelompokan generasi lebih dipengaruhi oleh kejadian atau event yang bersejarah daripada tahun kelahiran. Sebagai contoh, generasi Baby Boom dimulai dari tahun 1943 hingga 1946 dan berakhir pada rentang waktu 1960-1969. Sementara itu, generasi X dimulai dari berbagai rentang waktu, yaitu 1961-1965 dan berakhir pada 1975-1981. Berikut perkembangan pengelompokkan Generasi menurut ahli (Howe and Strauss, 2000):

Ada beberapa unsur-unsur penting yang mencakup teori generasi yaitu:

1. Konteks sejarah: Setiap generasi lahir dan tumbuh dalam konteks sejarah yang unik, dengan peristiwa, teknologi, dan budaya yang berbeda-beda. Konteks ini memengaruhi cara mereka memandang dunia, mengambil keputusan, dan membentuk nilai-nilai mereka.

2. Karakteristik generasi: Setiap generasi memiliki karakteristik yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya atau sesudahnya. Ini termasuk nilai-nilai, keyakinan, gaya hidup, dan preferensi yang umum.

3. Identitas generasi: Setiap generasi memiliki identitas unik yang membedakan mereka dari generasi lainnya. Identitas ini dapat berupa label seperti "baby boomer", "generasi X", atau "millennial", atau bisa juga dalam bentuk citra mental yang terkait dengan karakteristik generasi.

4. Interaksi generasi: Generasi dapat berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain dalam masyarakat. Interaksi ini dapat mencakup persaingan, kolaborasi, atau konflik antargenerasi.

5. Perubahan sosial: Teori generasi melihat perubahan sosial sebagai hasil dari interaksi antara generasi yang berbeda, dan menganggap perubahan ini sebagai sesuatu yang terus menerus terjadi.

Unsur-unsur ini sangat membantu dalam memahami bagaimana generasi berinteraksi dalam masyarakat dan bagaimana mereka membentuk budaya dan perubahan sosial.

Tabel 5.1: Pengelompokan Generasi berdasarkan Howe & Strauss, Generasi Rentang Tahun Kelahiran

Silent Generation 1928-1945

Baby Boomers 1946-1964

Generation X 1965-1980

Millennials (Gen Y) 1981-1996 Generation Z (Gen Z) 1997-2012

Generation α 2013-2025

Teori generasi dapat membantu memprediksi bagaimana nilai-nilai dan preferensi generasi yang berbeda akan memengaruhi masyarakat di masa depan Dengan demikian, kualitas pendidikan dapat dikaitkan dengan kemampuan dalam menciptakan nilai bersama, penyediaan infrastruktur, pemahaman akan tanggung jawab terhadap masyarakat, dan koordinasi.

Teori generasi sering digunakan untuk memahami perbedaan sosial, politik, dan budaya antara kelompok generasi. Namun, perlu diingat bahwa teori ini tidak mutlak dan bahwa setiap individu dapat memiliki pengalaman dan pandangan yang berbeda meskipun dilahirkan dalam periode yang sama.

Berikut adalah beberapa teori generasi yang populer menurut Howe dan Strauss pada Tabel, antara lain:

1. Teori Generasi Silent Generation: kelompok yang lahir dai masa 1928-1945. Generasi yang hidup pada masa perang dunia pertama dan masuk dalam perang dunia kedua. Kondisi di mana dunia mengalami pergulatan besar dalam kehidupan.

2. Teori Generasi Baby Boomer: Kelompok orang yang lahir antara tahun 1946 dan 1964. Mereka tumbuh pada masa setelah Perang Dunia II dan mengalami kemakmuran ekonomi serta perubahan sosial yang signifikan.

3. Teori Generasi X: Kelompok orang yang lahir antara tahun 1965 dan 1980. Mereka tumbuh pada masa ketidakstabilan ekonomi dan sosial,

dan mengalami perubahan teknologi yang cepat seperti komputer pribadi dan Internet.

4. Teori Generasi Y atau Millennial: Kelompok orang yang lahir antara tahun 1981 dan 1996. Mereka tumbuh pada masa digital dan teknologi, dan sering diasosiasikan dengan ciri-ciri seperti ketergantungan pada media sosial dan perubahan dalam pola kerja.

5. Teori Generasi Z atau Zoomer: Kelompok orang yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Mereka tumbuh pada masa teknologi yang sangat maju dan terkoneksi, dengan perubahan dalam pola komunikasi dan interaksi sosial.

6. Teori Generasi Α adalah kelompok orang yang lahir antara tahun 2013 dan 2025, yang merupakan generasi paling baru setelah generasi Millennial (Generasi Y) dan Generasi Z (Zoomer). Mereka merupakan generasi pertama yang lahir dan tumbuh dalam era digital yang sangat maju dan terkoneksi. Generasi Α sering juga disebut sebagai generasi digital karena teknologi menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Sejak kecil, mereka tumbuh dengan gadget, internet, media sosial, dan platform digital lainnya.

Mereka terbiasa dengan teknologi dan menggunakannya sebagai sarana utama untuk belajar, bermain, dan berinteraksi dengan dunia.

5.2.2 Dunia Digital Metaverse

Dunia digital Metaverse adalah sebuah konsep yang menggambarkan sebuah dunia virtual yang dapat diakses oleh pengguna melalui teknologi digital.

Konsep ini semakin populer dan berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi digital, seperti augmented reality, virtual reality, dan teknologi game.

Metaverse merupakan sebuah dunia virtual yang diciptakan oleh komunitas online, di mana setiap pengguna dapat membuat avatar mereka sendiri dan berinteraksi dengan pengguna lain di dalam dunia tersebut. Dunia Metaverse ini memiliki lingkungan yang mirip dengan dunia nyata, di mana pengguna dapat membeli properti, barang, jasa, serta dapat melakukan kegiatan seperti bermain game, berinteraksi sosial, hingga berbisnis.

Dalam dunia digital Metaverse, terdapat beberapa platform populer seperti Second Life, The Sandbox, Roblox, VRChat, dan lain sebagainya. Masing- masing platform ini memiliki fitur dan keunikan tersendiri, seperti Second Life yang menawarkan pengalaman interaksi sosial yang mirip dengan dunia nyata, sedangkan The Sandbox menghadirkan pengalaman bermain game dan pembangunan properti virtual yang interaktif (Rospigliosi, 2022).

Dunia digital Metaverse memiliki potensi yang besar untuk membawa pengalaman baru bagi penggunanya, seperti meningkatkan keterlibatan pengguna dalam interaksi sosial dan bisnis online, serta membawa pengalaman bermain game ke level yang lebih tinggi. Selain itu, Metaverse juga memberikan kesempatan bagi para pelaku bisnis untuk mengembangkan produk dan layanan baru dalam ekosistem virtual, seperti layanan keuangan, belanja online, hingga pemasaran digital.

Namun, pengembangan Metaverse juga memunculkan beberapa masalah dan tantangan, seperti masalah privasi dan keamanan, penyalahgunaan platform, serta peningkatan risiko kecanduan game online. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari semua pihak untuk memastikan pengembangan Metaverse dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan memberikan dampak positif bagi pengguna dan masyarakat secara keseluruhan.

Metaverse dimaksudkan untuk sepenuhnya mengekspresikan pengguna, seolah-olah Anda hidup di dalamnya. Pengguna akan merasa terlibat secara menyeluruh dengan lingkungan virtual dan merasakan pengalaman yang sama dengan dunia nyata. Dalam Metaverse, pengguna akan dapat memilih avatar atau karakter virtual yang mewakili diri mereka dan berinteraksi dengan lingkungan virtual dan pengguna lain.(Payton and Claypoole, 2023)

Peserta Metaverse akan memakai headset realitas virtual, mengendalikan gerakan mereka di dalam Metaverse dengan tubuh fisik. Pengguna akan memakai perangkat realitas virtual yang akan memungkinkan mereka untuk melihat dan merasakan lingkungan virtual seperti dunia nyata. Pengguna juga dapat mengontrol avatar mereka dengan gerakan tubuh mereka melalui teknologi seperti sensor gerak atau kontroler gerak. Hal ini akan memungkinkan pengguna untuk merasakan pengalaman yang lebih imersif dan mendalam dalam Metaverse.(Payton and Claypoole, 2023)

Metaverse adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dunia virtual yang dapat diakses oleh pengguna melalui teknologi digital. Generasi pada dunia digital metaverse mengacu pada kelompok orang yang tumbuh dan

berkembang dalam lingkungan tersebut, dan memiliki pengalaman serta interaksi yang berbeda dengan dunia fisik.

5.2.3 Dunia Digital Metaverse dan Kehidupan Generasi

Dunia digital Metaverse merupakan keniscayaan di kalangan masyarakat digital dan semakin menarik minat Generasi Z & α. Di Metaverse, seseorang dapat menjalankan kehidupan virtual yang mirip dengan kehidupan nyata. Ada banyak hal yang dapat dilakukan di Metaverse, seperti mengikuti kelas, berinteraksi dengan teman-teman, dan bahkan membangun bisnis.

Generasi Z dan α sangat tertarik pada kehidupan di Metaverse karena memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi dunia baru, bertemu dengan orang- orang baru, dan belajar sesuatu yang baru (Lee, Park and Lee, 2022). Mereka juga tertarik pada kemampuan untuk membangun identitas digital yang unik dan kreatif. Identitas digital ini sangat berbeda dari identitas di dunia nyata dan dapat mencerminkan kepribadian dan minat mereka yang sebenarnya.

Dalam Metaverse, Generasi Z & α juga dapat memilih untuk hidup dalam lingkungan sosial yang berbeda-beda. Mereka dapat bergabung dengan kelompok atau komunitas yang berbagi minat dan pandangan mereka. Ini dapat membantu mereka menemukan teman sebaya dan membangun jejaring sosial yang luas. Generasi ini juga dapat memilih untuk mengambil kelas atau pelatihan yang tidak tersedia di dunia nyata. Mereka dapat mengambil kelas tentang topik yang mereka minati, seperti seni atau teknologi, dan bahkan mendapatkan sertifikasi atau gelar. Ini memberi mereka kesempatan untuk belajar dan mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk masa depan mereka (Indarta, Dwinggo Samala and Watrianthos, 2022).

Selain itu, Generasi Z & α juga dapat membangun bisnis di Metaverse.

Mereka dapat memulai bisnis online, membuat produk virtual, dan menjualnya kepada pengguna lain di Metaverse. Ini memberi mereka kesempatan untuk membangun penghasilan tambahan dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang tidak pasti (Martín, 2017). Namun, kehidupan di Metaverse juga memiliki tantangan dan risiko. Ada risiko kecanduan dan kehilangan koneksi sosial di dunia nyata (Laeeq, 2022). Generasi Z & α juga perlu belajar bagaimana mengelola uang mereka di Metaverse dan memastikan bahwa mereka tidak terlalu banyak mengeluarkan uang untuk kebutuhan virtual mereka.

Selain itu, ada juga masalah keamanan yang perlu dipertimbangkan.

Kehidupan di Metaverse membuka kemungkinan untuk penipuan, pencurian identitas, dan kejahatan online lainnya. Generasi Z & α perlu belajar bagaimana melindungi diri mereka sendiri di Metaverse dan memastikan bahwa mereka hanya berinteraksi dengan orang-orang yang dapat dipercaya.

Secara keseluruhan, kehidupan generasi pada dunia Metaverse menawarkan banyak peluang dan tantangan. α dapat mengeksplorasi dunia baru, belajar, dan membangun bisnis di lingkungan yang unik dan menarik. Namun, mereka juga perlu memahami risiko dan mengambil tindakan untuk melindungi diri mereka sendiri. Dengan pemahaman dan tindakan yang tepat, kehidupan di Metaverse dapat menjadi pengalaman yang positif

5.3 Karakteristik & Potensi Generasi Pada Dunia Digital Metaverse

Generasi di Metaverse memiliki karakteristik yang khas sehingga membuat mereka unik. Mereka sangat mengenal teknologi dan telah tumbuh di dunia di mana teknologi terintegrasi dalam setiap aspek kehidupan mereka. Mereka terbiasa dengan penggunaan perangkat digital dan cepat beradaptasi dengan teknologi baru. Mereka juga sangat kreatif dan memiliki keinginan yang kuat untuk mengekspresikan diri melalui medium digital.

Di Metaverse, generasi memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan orang- orang dari seluruh dunia. Mereka dapat menciptakan avatar mereka sendiri, yang mewakili diri mereka di dunia maya, dan menggunakannya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan pengguna lainnya. Mereka tidak terikat oleh batasan fisik dan dapat menjelajahi pengalaman dan lingkungan baru yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata.

Karakteristik lain dari generasi di Metaverse adalah kemampuan mereka untuk menciptakan dan berbagi konten mereka sendiri. Mereka memiliki akses ke berbagai alat dan perangkat lunak yang memungkinkan mereka untuk membuat seni digital, musik, dan bentuk media lainnya. Mereka juga dapat berbagi karya-karya mereka dengan orang lain, yang memungkinkan terciptanya lingkungan kolaboratif dan komunitas yang kuat.

Dalam dokumen MENGENAL DUNIA DIGITAL METAVERS (Halaman 53-58)