33
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 menyebutkan bahwa seorang terdakwa yang telah menjadi memenuhi persyaratan menjadi justice collaborator maka layak mendapat keringanan hukuman. Hal ini terdapat pada Pasal 10A Ayat (3) yang berisi “Penghargaan atas kesaksian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa:
a. Keringanan penjatuhan pidana; atau
b. Pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi saksi pelaku yang berstatus narapidana.”
1) Keputusan dalam hal peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya;
2) Keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidanakan;
3) Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa dapat dipidana.
Pemberian putusan dalam setiap perkara yang sedang dihadapkan oleh seorang hakim, maka hakim harus bersikap mandiri dan independen. Maksud dari bersikap mandiri ini adalah hakim harus jauh dan bebas dari pengaruh pihak lain.67 Independensi hakim dianggap dapat membawa tegaknya hukum yang berkeadilan.68 Hakim memerlukan adanya pembuktian agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan hakim. Pembuktian merupakan tingkatan yang paling esensial dalam pemeriksaan selama persidangan. Pembuktian memiliki tujuan untuk memperoleh kejelasan bahwa suatu tindak pidan aitu benar-benar terjadi secara nyata. Pertimbangan-pertimbangan hakim meliputi pertimbangan yuridis yang merupakan kedudukan paling penting dalam putusan hakim itu. Pertimbangan yuridis ini berpengaruh terhadap putusan hakim sebab merupakan pembuktian unsur-unsur (bestandellen) dari tindak pidana.69 Aspek teoritis dan praktik, pandangan doktrina, yurisprudensi, dan kasus posisi yang sedang ditangani harus dikuasai oleh majelis hakim.
67 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim Edisi Kedua, Jakarta: Prenadamedia Group. 2013, hlm. 74.
68 https://www.hukumonline.com/berita/a/independensi-hakim-syarat-mutlak-tegaknya-hukum- dan-keadilan-lt6295e81cbbf6c/. Diakses pada tanggal 31 Juli 2023, Pukul 22.07.
69 Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta:
PT. Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 219.
35
Hakim terlebih dahulu harus melihat mengenai fakta-fakta persidangan yang berasal dari keterangan para saksi ataupun terdakwa. Fakta-fakta persidangan itu mencakup tentang locus, tempu delicti, dan modus operandi mengapa tindak pidana itu dilakukan, latar belakang dilakukannya serta akibat dari dilakukannya tindak pidana tersebut.70
Pemberian putusan yang dilakukan oleh hakim tidak boleh memberikan putusan yang tidak berdasar seperti menjatuhkan putusan yang lebih rendah dari batas minimal yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Seorang hakim terikat dengan asas legalitas sebagaimana terdapat dalam pada Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali telah diatur dalam undang-undang”.71 Pemberian putusan pidana hakim wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kesalahan pembuat tindak pidana;
2. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana;
3. Cara melakukan tindak pidana;
4. Sikap batin pembuat tindak pidana;
5. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana;
6. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;
7. Pengaruh pidana terhadap masa depan tindak pidana;
8. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan;
9. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana.72
Oleh karena itu, untuk memberikan putusan yang berdasar maka dalam mepertimbangkan putusan tersebut, seorang hakim harus memenuhi 3 asas penting, yaitu :
1) Asas Kepastian Hukum
70 Ibid. hlm. 220.
71 Erna Dewi, “Peranan Hakim dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia”, Pranata Hukum, Vol.
5, No. 2, Juli 2010, hlm. 95.
72 Farhan Fauzie Achmad dan Taun Taun, “Peran Justice Collaborator dalam Pengungkapan Kasus Pidana di Indonesia”, Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 4, No. 5, 2022, hlm. 7955.
Asas kepastian hukum memiliki arti dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim harus menemukan produk hukum yang tepat.73 Fakta persidangan yang berkaitan secara yuridis merupakan salah satu kepastian hukum. Kepastian hukum memungkinkan hakim untuk melaksanakan hukum secara tegas dan bijaksana sehingga tidak boleh ada penyimpangan. Kepastian hukum dalam pemberian putusan merupakan kontribusi yang besar sebab dengan kepastian hukum tersebut, putusan itu telah berkekuatan hukum tetap dan dapat dijadikan acuan bagi masyarakat.
2) Asas Keadilan
Asas keadilan berarti hakim harus menegakkan keadilan dengan cara tidak memihak terhadap salah satu pihak perkara, memegang teguh persamaan hak dan kewajiban kedua belah pihak sebab hukum itu mengikat bagi setiap orang.
Asas keadilan ini harus berdasarkan pada “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
3) Asas Kemanfaatan Hukum
Asas kemanfaatan hukum itu harus dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat dari penegakan hukum itu sendiri. Asas kemanfaatan hukum ini lebih menekankan hakim untuk menilai tujuan dan kemanfaatan dari hukum itu sendiri pada kepentingan masyarakat.
Apabila dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan hakim hanya memperhatikan pada aspek kepastian hukum saja, maka aspek keadilan akan
73 https://pa-purwodadi.go.id/index.php/26-halaman-depan/artikel/358-peran-hakim-dalam- mewujudkan-asas-keadilan-kepastian-hukum-dan-kemanfaatan-putusan. Diakses pada tanggal 17 Mei 2023, Pukul 21.27.
37
terabaikan.74 Dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pada dasarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hakim diperbolehkan bercermin pada yurisprudensi ataupun pendapat- pendapat ahli hukum. Agar merumuskan putusan yang baik dan sempurna, maka putusan tersebut harus diuji dengan 4 dasar pertanyaan,75 berupa : a. Benarkah putusanku?
b. Jujurkah aku dalam mengambil putusan?
c. Adilkah bagi pihak-pihak putusan?
d. Bermanfaatkah putusan ku ini?
Hakim memiliki kebebasan untuk tidak memihak seperti yang sudah tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi,
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.” Istilah tidak membeda-bedakan orang disini berarti bahwa dalam menjatuhkan putusan, seorang hakim tidak boleh membeda-bedakan kedua belah pihak agar tidak berat sebelah dalam penilaianya. Seorang hakim memiliki kewajiban untuk menegakkan keadilan sesuai dengan asas keadilan sehingga hakim perlu mencari tahu kebenaran terlebih dahulu mengenai
74 https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/artikel-hukum/122-mewujudkan-putusan-
berkualitas-yang-mencerminkan-rasa-keadilan-prof-dr-paulus-e-lotulung-sh. Diakses pada tanggal 31 Juli 2023, Pukul 21.59.
75 Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya: Bina Ilmu, 2007, hlm. 136.
peristiwa yang ia tangani. Kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusan juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Asas Penyelenggaraan Kehakiman pada Pasal 3 Ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam “Dalam menjatuhkan tugas dan fungsinya, hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.” serta pada Pasal 3 Ayat (2) yang menyatakan,
“Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.”