• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Defenisi konsep

Perubahan ini berarti perubahan nilai atau penilaian yang diberikan oleh individu atau masyarakat baik dari segi positif ke negatif atau sebaliknya terhadap suatu objek yang dalam penelitian ini adalah perkawinan dipengaruhi oleh adanya perubahan situasi dan kondisi dan berbagai faktor yang dijadikan sebagai pertimbangan. Faktor tersebut antara lain ; pendidikan, status ekonomi uang, teknologi, kemajuan media informasi. berdasarkan adat istiadat suku tertentu, Upacara adat perkawinan suku Batak Toba berarti keseluruhan rangkaian kegiatan yang telah ditentukan dalam adat istiadat Batak Toba dalam melaksanakan suatu perkawinan.

1. Nilai sosial budaya adalah berupa aturan-aturan yang menjadi pengangan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, oleh masyarakat Batak Toba yang menyangkut hubungan antara anak dengan ayah, anak dengan ibu, saudara dengan saudara, kemenakan dengan paman, hubungan menantu dengan mertua, antara individu dengan individu, atau merupakan petunjuk

yang telah berlangsung lama dan akan mengarahkan perilaku dan memberi kepuasan dalam kehidupan sehari-hari

2. Perkawinan Batak Toba adalah merupakan suatu ikatan antara dua orang yang berlainan jenis kelamin antara seorang pria dengan seorang wanita, dimana mereka mengikatkan diri untuk bersatu dalam kehidupan bersama.

3. Masyarakat asal adalah merupakan masyarakat itu sendiri yang tinggal di daerah tersebut dan yang melakukan perkawinan.

4. Masyarakat perantauan adalah merupakan masyarakat yang pergi merantau ke daerah lain, dan disana mereka melangsungkan perkawinan dan tinggal menetap di daerah tersebut..

1.7. Defenisi Operasional

Perkawinan adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk atau menjalin suatu hubungan sehingga terbentuk suatu keluarga. Perkawinan terbagi atas dua bentuk, yaitu :

1. Perkawinan Marbagas adalah perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan.

2. Perkawinan Mangabia adalah perkawinan bagi janda atau duda sesama anggota keluarga.

Perkawinan mangabia dapat dilaksanakan dalam dua cara yaitu:

a. Cara merunjuk adalah bentuk perkawinan melalui syarat-syarat meminang dan pembayaran mas kawin.

b. Cara mangalua adalah kawin lari sepasang pemuda-pemudi tanpa membayar mas kawin.

1.8. Operasional Variabel

Merupakan unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisis dari variabel-variabel tersebut, (Singarimbun 1989 :46) devenisi operasional merupakan gambaran teliti mengenai prosedur yang diperlukan untuk memasukkan unit-unit dalam kategori tertentu dari tiap-tiap variabel. Berdasarkan pengertian devenisi operasional diatas, maka operasionalisasi variabel adalah pengukuran konsep yang abstrak teoritis menjadi kata tentang tingkah laku gejala yang dapat diamati, dapat diuji dan dapat ditentukan kebenaranya oleh orang lain.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Nilai-nilai sosial meliputi berbagai pola-pola tingkah laku yang luas. Suatu nilai yang penting adalah perkawinan itu sendiri. Pada dasarnya, sikap terhadap perkawinan, seperti suatu nilai sering merupakan faktor penentu dalam keberhasilan perkawinan. Dalam kehidupan sehari-hari, perkawinan adalah nilai tunggal mereka paling penting, dan mereka akan berbuat segalanya yang dapat mereka lakukan untuk menyesuaikan secara memuaskan. Bagi yang lain, perkawinan tidaklah penting seperti kebahagian pribadi mereka, kesenangan, atau kesuksesan pribadi mereka

Nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat batak toba dapat dilihat dan dapat dirasakan dalam bentuk salah satu sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatannya. Nilai-nilai budaya ini dapat merupakan aturan-aturan yang menjadi pegangan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari oleh kehidupan masyarakat batak toba yang menyangkut hubungan antara anak dengan ayah, anak dengan ibu, saudara dengan saudara, kemenakan dengan paman, menantu dengan mertua dan hubungan individu dengan individu. Oleh karena itu perkawinan pada masyarakat batak toba tidak melanggar sistem kemasyarakatan atau kekerabatannya.

29 September

2010 jam 18-19.30

Dalam hal ini Etnis Batak Toba menurut adat-istiadat, pada etnis Batak Toba dalam dalihan na tolu merupakan bentuk interaksi yang mengatur hubungan diantara mereka bahkan ikatan keluarga idaman yang keturunan di ambil dari garis ayah

(patrilineal) dan diturunkan kepada keturunannya, dengan adanya marga hubungan diantara satu kumpulan marga akan semakin dekat.

Etnis Batak Toba melihat garis keturunan dari pihan laki-laki atau sistem patrilineal sehingga anak laki-laki dianggap mempunyai suatu kekhususan tertentu, terutama dalam menuruskan warisan marga dan penerusan keturunan, dianggap sebagai pelindung nantinya di hari tua bagi kedua orang tua dan penolong orang tua yang tidak mampu lagi menghadapi diri sendiri.

Etnis Batak Toba khususnya laki-laki diwajibkann mengetahui silsilahnya minimal nenek monyangnya yang menurunkan marga dan teman semarganya (dongan sabutuha). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatanya (partuturanya) dalam suatu klan dan marga. Marga merupakan suatu identitas diri karena dengan mengetahui marganya maka dengan sendirinya akan mengatur dirinya sendiri, mengatur sikapnya, mengatur sifat sopan santunya, sikap perilakunya terhadap orang lain, apakah dia marhula-hula, apakah mardongan tubu atau marboru.

29 September

2010 jam 18-19.30

Perkawinan merupakan suatu saat yang terpenting pada daur hidup dari semua manusia diseluruh dunia., karena merupakan saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarganya. Perkawinan adalah penerimama status baru dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru serta pengakuan status baru oleh orang lain.

Perkawinan membentuk suatu tali hubungan sosial yang baru dan juga jumlah anggota keluarga bertambah, masuknya keluarga suami/ istri menimbulkan banyak

sekali peran kewajiban baru, dan juga penyesuaian dan ketengangan-ketengagan baru.

(Koentjaraningrat, 2002)

Oleh karena itu suatu perkawinan menimbulkan berbagai macam akibat, yang juga melibatkan banyak sanak keluarga termasuk suami/istri itu sendiri. Perkawinan adalah peritah Tuhan yang melembaga dalam masyarakat untuk membentuk rumah tangga dalam ikatan kekeluargaan, sama konsepnya dengan pasal 1 ayat (1) undang- undang perkawinan No. 1 tahun 1974 mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa. (H.R O Salman Soemadingrat 2002 ; 173).

Masyarakat Batak Toba juga menganggap bahwa perkawinan adalah suatu peristiwa yang sakral antara laki-laki dan perempuan yang telah mengikat diri dalam perkawinan akan dianggap menjadi satu. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang terikart perkawinan akan saling membantu dan melengkapi kekurangan pasangan dalam membagun sebuah keluarga. Hal ini jelas terlihat sudah banyaknya perempuan Batak Toba yang telah berumah tangga ikut serta dalam mencari nafkah membantu suaminya demi kelangsungan hidup keluarga. Masalah perkawinan adalah masalah yang pokok dalam kehidupan manusia karena perkawinan mempunyai pengaruh besar terhadap roda kehidupanya malah kadang-kadang merupakan tingkat yang menentukan dalam perjalanan hidup seseorang, oleh karena itu perkawinan diataur berdasarkan aturan-aturan yang berlaku dalam adat istiadat dan kebudayaanya.

Kebudayan Batak Toba juga mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi masyarakat Batak Toba yang akan yang akan melakukan atau melangsungkan sebuah perkawinan. Salah satu unsur penting ketika terjadinya transaksi perkawinan pada masyarakat Batak Toba adalah penentuan jumlah mas kawin (sinamot). Mas kawin menjadi syarat utama apakah sebuah perkawinan dapat dilaksanakan atau tidak. Mas kawin yang ditentukan dahulunya pada masyarakat Batak Toba selalu menjadi beban atau tanggungan dari pihak pengantin laki-laki tetapi dengan berlalunya waktu mas kawin sudah ditanggang bersama kedua belah pihak antara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan berdasarkan kesepakatan bersama kedua belah pihak agar upacara perkawinan tersebut dapat dilaksanakan.

Adat istiadat merupakan bagian dari tiga wujud dari kebudayaan.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dibiasakan dengan belajar. Ketiga wujud dari kebudayaan itu antara lain:

• Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma- norma, perantauan dan sebagainya.

• Wujud kebuyaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

• Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama disebut juga wujud ideal dari kebudayaan sifatnya abstrak, tidak dapat diraba dan difoto karena berada dalam alam pikiran masyarakat yang disebut juga sebagai adat-istiadat, yang mana biasanya berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan

perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan disebut sebagai sistem sosial yang disebut sebagai sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Wujud dari ketiga budaya disebut kebudayaan fisik karena berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto (Koentjaraningrat 2002).

Masyarakat Batak Toba menganggap perkawinan itu adalah pranata yang menghubungakan tiga kelompok klen. Bila diartikan keturunan yang disebut juga orang-orang yang saompu (satu kakek moyang bersama) yang dapat diidentifikasi dengan jelas garis keturunannya. Klen penerima perempuan ( ayah dari pengantin laki-laki) disebut boru, ayah yang memberi perempuan disebut hula-hula, sedangkan klen Kecamatanil sesama marga kesuatu kelompok kekerabatan (dihitung berdasarkan garis laki-laki) disebut dongan sabutuha. Penghubung ketiga klen inilah yang disebut dalihan na tolu yang sebenarnya merupakan hubungan besan (Ihromi, 2003:110).

Dalihan na tolu memiliki beberapa unsur yaitu elek marboru, somba marhula- hula dan manat mardongan tubu. Elek marboru maksudnya adalah agar hula-hula itu selalu dalam sikap membujuk sayang terhadap boru, karena borulah sebagian penanggung jawab kegiatan. Boru itu selalu dibujuki sayang oleh hula-hula, itu bukan berarti agar boru itu menjadi manja, perbuatan hula-hula itu harus dipandang hormat oleh boru. Somba marhula-hula maksudnya adalah agar setiap boru

hendakalah bersikap sembah atau hormat kepada hula-hula. Manat mardongan tubu maksudnya adalah agar sesama marga hendaklah bersikap prihatin dan hati-hati. Arti hubungan itu adalah dengan keadaan demikian agar sesuatu kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sempurna (Gultom, 1992: 53).

Dalihan na tolu pada masyarakat Batak Toba ada karena sebuah perkawinan.

Semua perkawinan pada masyarakat Batak Toba harus melalui pemberian mas kawin oleh pihak pengantin laki-laki. Mas kawin yang diberikan oleh pihak pengantin laki- laki biasanya berupa uang, tetapi mas kawin bukanlah sebagai harga beli untuk memperoleh istri sebagai milik. Mas kawin hanya merupakan syarat formal untuk melangsungkan perkawinan, karena sebagai sarana adat pada upacara perkawinan yang wajib dilaksanakan agar kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan saling berkenalan. Tidak dipungkiri, tiap kebudayaan yang ada, pasti mengalami perubahan cepat atau lambat. Perubahan itu tidak hanya terbatas pada bentuk lahirnya saja, tetapi tidak jarang terjadi pada masyarakat atau makna yang terkandung didalamnya.

Perubahan-perubahan terjadi pada masyarakat pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat kebagian dunia lain karena adanya komunikasi modern, sehingga penemuan-penemuan baru yang terjadi disuatu tempat dapat diketahui oleh masyarakat lain dengan cepat yang berada jauh dari tempat tersebut. Perubahan ini terjadi pada pelaksanaan tata cara adat perkawinan masyarakat batak toba. Semakin lama pelaksanaan tata cara adat perkawinan mulai berubah karena proses tata cara adat perkawinan tersebut sudah lebih praktis atau tidak bertele-tele lagi. Hal ini

di daerah perantauan. Perubahan-perubahan ini terjadi juga pada pelaksanaan tata cara adat perkawinan masyarakat Batak Toba. Semakin lama pelaksanan tata cara adat perkawinan mulai berubah karena proses tata cara adat perkawinan tersebut sudah lebih praktis atau tidak bertele-tele lagi. Hal ini terutama bagi masyarakat Batak Toba yang tinggal khususnya di daerah perkotaan atau di daerah perantauan.

Bezalel dan Lontung (2007:9) juga berpendapat sesuai dengan perjalanan waktu, dimana populasi masyarakat batak semakin meningkat, dan demikian juga pemukiman baru yang semakin meluas, serta terjadinya perubahan status dan kesejahtraan masyarakat batak adat inti atau adat sebenarnya dan adat nadiadathon atau adat yang diadatkan pun mengalami perubahan.

Perubahan tata cara perkawinan ini bukan hanya terjadi pada masyarakat batak toba saja, karena dengan berjalannya waktu upacara perkawinan adat sekarang ini juga mengalami perubahan yang mana pelaksanaannya upacara perkawinannya sudah tidak bertele-tele lagi dan tidak mengeluarkan banyak biaya lagi karena sudah lebih praktis. Perubahan ini juga karena adanya teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin canggih yang mempermudah terjadinya tukar menukar kebudayaan baik antara suku bangsa maupun dengan kebudayaan asing (Moertjipto, 2002).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan menjelaskan suatu fenomena yang terjadi objek penelitian melalui tehnik pengumpulan data, (Moleong , 2006:31). Penelitian komparatif dengan menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan menggambarkan perubahan pelaksanan tahapan-tahapan adat perkawinan pada masyarakat Batak Toba, dan juga mendeskripsikan tata cara upacara perkawinan masyarakat Batak Toba secara terperinci.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Huta Julu Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kelurahan Sidorame Kecamatan Medan Perjuangan dimana, peneliti dapat menemukan perubahan dan perbedaan nilai sosial budaya adat perkawinan yang terjadi di daerah tersebut. Peneliti memilih daerah tersebut adalah karena peneliti melihat perubahan dan pergeseran nilai sosial budaya terutama di dalam nilai budaya perkawinan masyarakat Batak Toba yang ada di daerah tersebut.

3.3. Populasi Dan Teknik Penarikan Sampel

Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti (Prasetyo, 2005:119). Populasi dalam penelitian ini adalah para keluarga yang mengadakan atau melakukan perkawinan di Desa Hutajulu Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kelurahan Sidorame Kecamatan Medan Perjuangan, yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Humbang Hasundutan.

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, yang jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili popolasi (Iqbal Hasan, 2002 : 58). Penentuan sampel penelitian menggunakan tehnik penarikan sampel acak sistematis, jumlah seluruh populasi untuk masyarakat Desa Hutajulu Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan sebanyak 450 kepala keluarga, dan jumlah seluruh populasi untuk masyarakat Kecamatan Medan Perjuangan sebanyak 17.615 orang sehingga jumlah seluruh populasi : 450 + 17.650 = 18065. Dengan demikian peneliti membatasi jumlah sampel sebanyak 200 orang dengan spesifikasi responden sebagai berikut : masyarakat batak toba yang berada di daerah Desa Hutajulu Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan sebanyak 100 orang, dan masyarakat batak toba yang berdomisili di daerah Kecamatan Medan Perjuangan yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Humbang Hasundutan sebanyak 100 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data (informasi) yang dapat menjelaskan atau menjawab

permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data dengan metode kuantitatif, sebagai berikut:

1. Kuesioner

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilaksanakan degan menyebarkan angket yang berisi pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada keluarga yang melakukan perkawinan sebagai responden.

2. Dokumenter dan studi kepustakaan

Dokumenter data adalah data yang diperoleh dari suatau dokumentasi, sedangkan studi kepustakan meliputi menelaah permasalahkan melalui sumber buku, majalah, atau surat kabar atau bentuk tulisan lainya yang di anggap relevan terhadap masalah penelitian.

3. 5. Analisis Data

Dalam analisis data penelitian akan mentabulasi data-data yang di hasilkan dari kuesioner ke dalam beberapa bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga data-data yang terkumpul dapat di deskripsikan dan dianalisis, sedangkan peryataan tambahan yang terdapat pada kuesioner, jawabanya akan di analisis atau di interpretasikan sebagai data yang akan melengkapi hasil penelitian (Burhan Bungin, 2001:187).

3. 6. Keterbatasan Penelitian

Peneliti dalam melakukan penelitian ini mengalami banyak kendala yang menjadi keterbatasan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Keterbatasan dalam penyebaran kuesioner karena penyebaran dilakukan dalam beberapa tempat yang masing-masing tidak berdekatan dan dalam daerah lokasi yang banyak.

2. Keterbatasan dalam kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah.

3. Keterbatasan dalam mendapatkan teori dan pemahaman analisis data perbandingan pemilihan teori yang cocok dengan analisis yang rumit sehingga membutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam menyelesaikan penelitian.

3.7. Jadwal Kegiatan

No Jadwal Kegiatan

Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra Observasi √

2. ACC Judul √

3. Penyusunan Proposal √ √

4. Seminar Proposal √

5. Revisi Proposal Penelitian √

6. Penelitian Kelapangan √

7. Pengumpulan Data dan Analisis Data

8. Bimbingan √ √ √ √

9. Penulisan Laporan Akhir √ √

10. Sidang Meja Hijau √

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Kota Medan Secara Umum

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota- kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain- lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang asa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2010 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 orang.

Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat

perdagangan dan keuangan regional nasional.

(http:www.pemkoMedan.go.id/perekonomian-pertumbuhan.php 29 september 2010 jam 18-19.30 wib).

Secara umum ada 3 (tiga )faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial

yang secara umum simulasi mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan disesuaikan dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas kota medan menjadi 5. 130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administtrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/227/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan memjadi 144 Kelurahan.

(http:www.pemkoMedan.go.id/perekonomian-pertumbuhan.php 29 september 2010 jam 18-19.30 wib

Perkembangan terakhir berdasrkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140. 22/2772. K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefisitan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republlik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Penbentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembagan administrasi ini, kota medan

kemudian tumbuh secara geografis, demogartis dan secara sosial-ekonomi akibat penanaman modal (investasi).

Secara administrasi, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selat dan Timur. Sepanjang wilayah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahiu merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandaliling Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini memjadikan kota medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat daerah-daerah sekitarnya. Disamping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka kota Medan memiliki posisi srategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa,, baik perdagan domestic maupun luar negeri (ekpor-impor).

Penduduk kota Medan memiliki ciri majemuk yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk kota Medan bersifat terrbuka. Secara Demografis, kota medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin

adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan sosial ekonomi lainya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan tersebut istilah transisi penduduk. Komponen kependudukan lainya umumnya mengambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, Kecamatanuali disebabkan oleh faktor migrasi atau urbanisasi

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memilki keragaman susku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakatnya yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat di yakini pula hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat memjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragam suku, tarian daerah, alat musik, nyayian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya.

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainya, merupakan sarana vital bagi masrayakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainya.

Dokumen terkait