3. MEMBANGUN KARAKTER PEMUDA MILENIAL
“memiliki kesadaran sebagai Generasi Millennial bermanfaat secara bertahap.”
Oleh: Moh. Amri Rosyadi52
Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain watak55. Pengertian tidak jauh berbeda ditemukan dalam Oxford Dictionary, yang mendefinisikan karakter sebagai:
The mental and moral qualities distinctive to an individual (kualitas mental dan moral yang khas pada seseorang); the distinctive nature of something (sifat khas sesuatu); the quality of being individual in an interesting or unusual way (kualitas individu dalam pandangan yang menarik atau tidak biasa); strength and originality in a person's nature (kekuatan dan orisinalitas dalam diri seseorang); a person's good reputation (reputasi yang baik seseorang).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Atau karakter dapat pula dinyatakan sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara56. Dengan demikian, karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’adalah orang yang mempunyai kualitas moral positif.
Menurut Doni Koesoema, karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan57. Menurut Novak, sebagaimana dikutip Lickona, karakter adalah campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang-orang yang berakal sehat yang ada dalam sejarah58. Jack Corley dan Thomas Philip, sebagaimana dikutip Muchlas Samani dan Hariyanto, mendefinisikan karakter sebagai sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dam mempermudah tindakan moral59. Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkup keluarga,
55 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 639.
56 Suyanto, “Urgensi Pendidikan Karakter”, dalam
http://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/06/- 02/urgensi-pendidikan-karakter/2-5-2011
57 Doni Kusoema, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta: Grasindo, 2010), 80
58 Thomas Lickona¸ Mendidik untuk Membentuk Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 81
59 Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 42
masyarakat, bangsa dan negara. Karakter merupakan kumpulan tata nilai menuju pada suatu sistem melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
Berdasarkan sisi psikologis dan sosiologis manusia mempunyai beberapa unsur berhubungan dengan terbentuknya karakter. Unsur tersebut menunjukkan bagaimana karakter seseorang. Unsur-unsur tersebut antara lain60:
Pertama, sikap. Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan sikap dianggap sebagai cerminan karakter orang tersebut. Sikap seseorang tentang sesuatu yang ada dihadapannya, seringkali menunjukkan bagaimana karakter orang tersebut. Semakin baik sikap seseorang, maka dapat dikatakan orang tersebut mempunyai karakter yang baik. Semakin tidak baik sikap seseorang maka dikatakan orang itu mempunyai karakter yang tidak baik. Kedua, emosi. Emosi merupakan gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia yang dibarengi dengan efek pada kesadaran, perilaku, dan ini adalah proses fisiologis.
Emosi ini sama dengan perasaan yang kuat. Ketiga, kepercayaan.
Kepercayaan yaitu komponen kognitif manusia dari faktor sosio psikologis.
Sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman dan intuisi begitu penting dalam membangun watak dan karakter manusia, sehingga kepercayaan menjadikan lebih kukuh eksistensi diri dan hubungan dengan orang lain. Keempat, kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang tetap, berlangsung dengan otomatis pada waktu yang lama, dilakukan secara spontan dan diulangi berulang kali. Kemauan merupakan kondisi yang menggambarkan karakter seseorang karena kemauan berhubungan erat dengan tindakan yang menggambarkan perilaku orang tersebut. Kelima, konsepsi diri. Konsepsi Diri (Self-Conception). Konsepsi diri yaitu proses totalitas, secara sadar ataupun tidak sadar terhadap bagaimana karakter dan diri seseorang terbentuk. Konsepsi diri adalah bagaimana kita harus membangun diri, apa yang kita inginkan dan bagaimana kita menempatkan diri dalam kehidupan.
Sedangkan jenis karakter seseorang yang sering ditemui disekitar kita adalah sebagai berikut: pendiam, penakut, pendendam, rajin, tamak, jujur, bijaksana, ceria, pengkhianat, penyayang, pembenci, pemalas, pemaaf, pemarah.
60 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), 70
Karakter yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya terbentuk melalui proses pembelajaran yang cukup panjang. Karakter manusia bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Lebih dari itu, karakter merupakan bentukan atau pun tempaan lingkungan dan juga orang – orang yang ada di sekitar lingkungan tersebut.
Karakter dibentuk melalui proses pembelajaran di beberapa tempat, seperti di rumah, sekolah, dan di lingkungan sekitar tempat tinggal. Pihak – pihak yang berperan penting dalam pembentukan karakter seseorang yaitu keluarga, guru, dan teman sebaya. Karakter seseorang biasanya akan sejalan dengan perilakunya. Bila seseorang selalu melakukan aktivitas yang baik seperti sopan dalam berbicara, suka menolong, atau pun menghargai sesama, maka kemungkinan besar karakter orang tersebut juga baik, akan tetapi jika perilaku seseorang buruk seperti suka mencela, suka berbohong, suka berkata yang tidak baik, maka kemungkinan besar karakter orang tersebut juga buruk.
2. Pengertian milenial
Milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980- an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar) tingkat kelahiran di tahun 1980-an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak sebesar dari masa ledakan populasi pasca Perang Dunia II.
Siapa yang termasuk dalam Generasi Millennial? Yang termasuk dalam Generasi Millenial adalah generasi muda yang berumur 17- 37 pada tahun ini.
Millennials sendiri dianggap spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam hal yang berkaitan dengan teknologi.
Generasi millennials memiliki ciri khas tersendiri yaitu, mereka lahir pada saat TV berwarna, handphone juga internet sudah diperkenalkan. Sehingga generasi ini sangat mahir dalam teknologi. Karakteristik Generasi Millennial lebih menunjukkan pada percaya User Generated Content daripada informasi searah. Generasi millennial tidak percaya pada informasi yang bersifat satu arah. Mereka tidak terlalu percaya pada perusahaan besar dan iklan, lebih mementingkan pengalaman pribadi ketimbang iklan atau review konvensional. Sebagai contoh
dalam hal membeli suatu produk, generasi ini melihat review dan testimoni produk sebelum membelinya.
Millennial lebih memilih ponsel dibanding TV. Internet berperan sangat penting dalam kehidupan pada generasi ini. Bagi kaum millennial, iklan pada televisi biasanya dihindari. Generasi millennial lebih suka mendapat informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau perbincangan pada forum-forum, yang diikuti generasi ini untuk selalu up-to-date dengan keadaan sekitar.
Millennial wajib punya media sosial. Komunikasi yang berjalan pada orang-orang generasi millennial sangatlah lancar. Namun, bukan berarti komunikasi itu selalu terjadi dengan tatap muka, tapi justru sebaliknya. Banyak dari kalangan millennial melakukan semua komunikasinya melalui text messaging atau juga chatting di dunia maya, dengan membuat akun yang berisikan profil dirinya, seperti Twitter, Facebook, hingga Line. Akun media sosial juga dapat dijadikan tempat untuk aktualisasi diri dan ekspresi, karena apa yang ditulis tentang dirinya di situ adalah apa yang akan semua orang baca. Jadi, hampir semua generasi millennial dipastikan memiliki akun media sosial sebagai tempat berkomunikasi dan berekspresi.
Millennial mulai banyak melakukan transaksi secara cashless. Generasi ini lebih suka tidak repot membawa uang, karena sekarang hampir semua pembelian bisa dibayar menggunakan kartu, sehingga lebih praktis, hanya perlu gesek atau tapping. Mulai dari transportasi umum seperti bis dan commuter line yang sudah menggunakan sistem e-money, hingga berbelanja baju dengan kartu kredit dan kegiatan jual beli lainnya. Millennial kurang suka membaca secara konvensional.
Populasi orang yang suka membaca buku turun drastis pada generasi millennial.
Bagi generasi ini, tulisan dinilai memusingkan dan membosankan. Generasi millennial bisa dibilang lebih menyukai melihat gambar, apalagi jika menarik dan berwarna.
Millennial lebih tahu teknologi dibanding orang tua mereka. Generasi ini melihat dunia tidak secara langsung, namun dengan cara yang berbeda, yaitu dengan berselancar di dunia maya, sehingga mereka jadi tahu segalanya. Mulai dari berkomunikasi, berbelanja, mendapatkan informasi dan kegiatan lainnya, generasi millennial adalah generasi yang sangat modern, lebih daripada orang tua mereka, sehingga tak jarang merekalah yang mengajarkan teknologi pada kalangan orang tua.
Millennial cenderung tidak loyal namun bekerja efektif. Diperkirakan pada tahun 2025 mendatang, millennial akan menduduki porsi tenaga kerja di seluruh dunia sebanyak 75 persen. Kini, tak sedikit posisi pemimpin dan manajer yang
telah diduduki oleh millennial. Seperti diungkap oleh riset Sociolab, kebanyakan dari millennial cenderung meminta gaji tinggi, meminta jam kerja fleksibel, dan meminta promosi dalam waktu setahun. Mereka juga tidak loyal terhadap suatu pekerjaan atau perusahaan, namun lebih loyal terhadap merek.