• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kegiatan

KECAMATAN PEKANBARU KOTA, PROVINSI RIAU

IV. PEMBAHASAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT

8) Perwakilan Klasis

3.2 Evaluasi Kegiatan

Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan metode pre, during dan post, termasuk pertemuan tatap muka, demonstrasi, praktek langsung, bimbingan bimbingan teknis secara langsung maupun secara online melalui korespondensi.

Evaluasi kegiatan dilakukan secara wawancara kepada pemilik usaha Telur Lukis Kayu, Bapak I Putu Suasta Yasa di Banjar Gerih, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar pada hari Minggu, 27 Mei 2018. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan masukan dari pengusaha itu sendiri dikarenakan pengusaha yang merasakan secara langsung hasil dari kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan. Wawancara dipilih sebagai cara evaluasi karena teknik ini dapat menyesuaikan pertanyaan atau melalui pendekatan dan tidak bersifat formal. Sementara, penilaian dari luaran yang ingin dicapai dapat dilihat secara teknik maupun secara umum. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha, pelatihan yang dilakukan sangat bermanfaat. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemahaman dan kemampuan pengusaha dalam menggunakan salah satu media Pasar Daring, Tokopedia, untuk memasarkan produk Telur Lukis Kayu. Foto-Foto kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 dibawah ini.

Gambar 4.5 Pemaparan mengenai kegiatan pengabdian masyarakat dan cara melakukan registrasi, memulai pemasaran di Pasar Daring.

Gambar 4.6 Tampilan Produk Awal dan Akhir dari Telur Lukis Kayu

D. KESIMPULAN

Internet dan teknologi informasi telah secara signifikan merubah perilaku manusia dan bisnis di beberapa negara sehingga telah membawa peradaban manusia kepada sebuah dunia baru yang diistilahkan sebagai “The Cyber Community”

[5]. Pemanfaatan Pasar Daring merupakan salah satu alternative sarana pemasaran produk. Dari pelaksanaan Pengadian Masyarakat pada Pengrajin Telur Lukis Kayu di Banjar Gerih, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar dapat disimpulkan:

1. Pengrajin Telur Lukis Kayu di Banjar Gerih, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar sebagai peserta pelatihan mengetahui tentang pemanfaatan Pasar Daring khususnya pemanfaatan untuk pemasaran hasil produk Telur Lukis Kayu.

2. Pemberian pelatihan pemanfaatan Pasar Daring dapat berguna untuk meningkatkan pemasaran dan penjualan hasil produk Telur Lukis Kayu.

Dan berdasarkan pengabdian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang diberikan, yaitu:

1. Pelaksanaan kegiatan pengabdian selanjutnya sebaiknya terdapat penambahan materi mengenai media lainnya yang dapat digunakan untuk melakukan pemasaran produk secara online, seperti pemanfaatan Sosial Media.

2. Pemilik Usaha Telur Lukis Kayu di di Banjar Gerih, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar sebagai peserta pelatihan merasa perlu untuk memiliki situs usaha, sebagai tambahan dari opsi pemasaran melalui pemanfaatan Pasar Daring untuk pemasaran hasil produk Telur Lukis Kayu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada STMIK STIKOM Bali atas pendanaan pada Pengabdian Internal PM 2018 Tahap I.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Himawan, W. (2014). Citra Budaya Melalui Kajian Historis dan Identitas: Perubahan Budaya Pariwisata Bali Melalui Karya Seni Lukis. Journal of Urban Society's Arts, 1(1), 74-88.

[2] Dewanti, P. (2017) Pendekatan Kultural melalui Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat untuk Memperteguh Persatuan

dan Kesatuan Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat 2017 vol. 2 no. 1

[3] Map, B. I. (2011). Map Pulau Bali. Bali Citra Satelit. Diakses tanggal 8 Februari 2018.

[4] © 2009-2018, PT Tokopedia. “Tokopedia” Cara Berjualan. Accessed May 1, 2018. https://www.tokopedia.com/panduan/jual/.

[5] Indrajit, R. E. (2002). Electronic Commerce: Strategi dan Konsep Bisnis di Dunia Maya.

Fermentasi Keju Homemade: Pelatihan bagi Ibu- Ibu Warga Gereja di Kota Yogyakarta sebagai

Upaya Pemberdayaan Ekonomi Jemaat

Charis Amarantini#1, Tri Yahya Budiarso#2, Mutiara Kusuma Wiraningtyas

#3

#Prodi Biologi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-25 Yogyakarta

1charis@staff.ukdw.ac.id

2yahya@staff.ukdw.ac.id

3mutiarakusuma96@gmail.com

Abstract — Homemade cheese fermentation training was carried out as part of the implementation of research results that examined the role of lactic acid bacteria (LAB) inoculums for curd formation in cheese production. The training was held for the women of the church in the city of Yogyakarta who have an active role in their respective churches to improve the efforts to improve the economy of their citizens through the Community Economic Empowerment group. The best BAL culture applied for homemade cheese production was able to increase lactic acid from 0.2% to 0.8% and can produce curd up to 46% (v/v). The results of the organoleptic test showed that the aroma, taste, texture and color produced from the LAB culture were highly favored by the panelists. Through this training, it is expected that mothers who are members of the church's economic development can apply the skills acquired during the training to be applied in their respective environments and are expected to improve the economy of the congregation.

Keywords— cheese, homemade, LAB, curd, church's economic empowerment group.

I. PENDAHULUAN

Memberdayakan warga jemaat gereja untuk meningkatkan ekonomi jemaat menjadi menjadi suatu keharusan untuk menghadapi paradigma disprupsi lingkungan eksternal atau suatu situasi yang mudah berubah saat ini yang menjadikan salah satu persoalan yang cukup berat dihadapi oleh warga jemaat.

Dalam Sidang Raya ke XVI Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyerukan bahwa Pemberdayaan Ekonomi Jemaat (PEJ) tidak lagi berbicara hal-hal yang bersifat rohani untuk mencari solusi permasalahan kemiskinan, melainkan diperlukan semua upaya dalam rangka mengembangkan ekonomi warga gereja (jemaat) baik secara pribadi maupun keluarga yang sifatnya dapat bergulir dan melalui inisiatif bersama sebagai bagian dari pelayanan diakonia gereja. Oleh sebab itu mengupayakan tumbuhnya usaha rumah tangga

dilakukan dalam memberdayakan warga jemaat [1].

Sebagai salah satu bentuk dukungan untuk mengupayakan tumbuhnya usaha rumah tangga dalam perspektif diakonia tersebut di atas adalah dengan melibatkan warga jemaat yang aktif dalam kegiatan PEJ mengikuti kegiatan Pelatihan Fermentasi Keju yang dapat diupayakan dalam skala rumah tangga (homemade). Keju merupakan salah satu produk makanan yang berasal dari proses fermentasi. Awal mula ditemukan keju berupa gel lembut / dadih yang terbentuk melalui pengasaman susu dari mamalia oleh flora bakteri asam laktat. Saat ini oleh Badan Internasional Pengatur Makanan mendefinisikan keju sebagai produk hasil penggumpalan sebagian atau seluruhnya protein susu, susu skim, susu skim sebagian, krim, whey krim atau buttermilk, atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut melalui aksi rennet atau lainnya yang sesuai agen koagulasi. Dengan kata lain keju merupakan produk dari teknik pengolahan yang melibatkan koagulasi protein susu dan / atau produk yang diperoleh dari susu dengan produk akhir dapat berupa Soft Cheese (kelembaban 50-80%), Hard Cheese (kelembaban maksimum 39-40%), Veryhard cheese (kelembaban maksimum 34%), Whey cheese, Spiced cheese, atau Natural cheeses, dan Process cheese [2].

Dalam skala rumah tangga, keju dapat dibuat dengan bantuan Bakteri Asam Laktat (BAL). Melalui bantuan BAL, proses fermentasi yang berperan dalam menggumpalkan protein susu akan menghasilkan kandungan nutrisi lebih lebih mudah diserap oleh tubuh dibanding susu murni.

Kandungan nutrisi yang lebih mudah diserap oleh tubuh merupakan nilai gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi dietary manusia, terutama bagi yang memiliki intoleran pada susu murni. Manusia yang memiliki intoleran laktosa dengan indikasi muntah, mual atau alergi lainnya akibat tingginya kandungan laktosa apabila mengkonsumsi sehingga perlu produk hasil pengolahan susu yang lebih mudah dicerna oleh tubuh. Kandungan nutrisi pada keju juga mampu menekan

dilandasi dari hasil penelitian yang mengkaji peran inokulum bakteri asam laktat (BAL) untuk pembentukan curd dalam produksi keju [3], maka kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan tujuan: (1). Melatih ketrampilan pembuatan keju secara fermentasi, (2). Meningkatkan pemahaman warga jemaat yang aktif dalam kegiatan PEJ terhadap keunggulan produk keju sebagai peluang usaha rumah tangga, (3).

Membangun jejaring untuk inisiasi kelompok usaha PEJ.

Manfaat kegiatan pelatihan ini meningkatkan ketrampilan dan membuka wawasan pengetahuan para warga jemaat terhadap peluang usaha produk fermentasi yang memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan gizi yang ada pada bahan bakunya dan sekaligus memiliki dampak terhadap peningkatan ekonomi jemaat.

II. METODE PELAKSANAAN

Tahapan pelaksanaan kegiatan pelatihan ini secara skematis ditunjukkan pada Gambar 1.

i. Merancang Pelatihan

Materi pelatihan perlu dirancang khusus mengingat latar belakang peserta yang sangat bervariasi. Materi dirancang dan disesuaikan dengan tempat pelaksanaan kegiatan. Untuk memudahkan peserta dalam memahami materi, maka materi yang dibagikan ke peserta disusun dalam bentuk flyer/brosur tahapan langkah kerja proses pembuatan keju, sedangkan materi yang berupa teori dirancang menggunakan bahan dengan ilustrasi terpilih, metode ceramah dan dialog secara langsung dengan peserta pada saat pelatihan. Setiap kelompok peserta juga diberi pendamping/trainer.

ii. Melaksanakan Pelatihan

Pelatihan diselenggarakan selama 2 hari dengan pengaturan sebagai berikut:

Hari pertama: Peserta diberi ketrampilan proses pembuatan keju secara fermentasi. Selain melatih ketrampilan, peserta juga diberi wawasan teori yang dilaksanakan di tengah-tengah kegiatan seraya menunggu proses fermentasi yang sedang berlangsung.

Hari kedua: Peserta melakukan pengamatan terhadap produk keju yang dihasilkan, memberikan tanggapan terhadap hasil yang diperoleh, dan upaya lanjutan yang akan direncanakan oleh peserta.

C. Evaluasi Hasil Pelatihan

Evaluasi terhadap keberhasilan dilakukan dengan mengidentifikasi tekstur curd keju, cita rasa, dan refleksi peserta terhadap kualitas produk keju yang dihasilkan.

Gambar 3.Tahapan pelaksanaan kegiatan pelatihan pembuatan keju secara proses fermentasi dalam skala rumah tangga.

III. HASIL KEGIATAN a. Hasil Rancangan Pelatihan

Hasil dari rancangan pelatihan ini dituangkan dalam bentuk flyer tahapan pembuatan keju secara fermentasi (Gambar 2).

Sebelum melaksanakan pelatihan, peserta diberikan pemahaman yang sama tentang langkah-langkah atau tahapan proses pembuatan keju secara fermentasi, diantaranya pemahaman proses pasteurisasi, ketrampilan dalam melaksanakan proses pasteurisasi agar curd keju yang dihasilkan memiliki sifat konsistensi yang kompak dan tidak terpecah-pecah (Gambar 3).

Gambar 2. Flyer yang berisi tentang Racangan pelatihan pembuatan keju secara proses fermentasi dalam skala rumah tangga.

Gambar 3. Penyampaian materi berisi tentang racangan pelatihan pembuatan keju secara proses fermentasi dalam skala rumah tangga kepada peserta.

b. Hasil Pelatihan

diberi bahan baku susu sebanyak 1 L/kelompok, kultur BAL hasil penelitian Wiraningtyas [3], dan seperangkat alat memasak. Pertama kali setiap kelompok dilatih untuk memiliki ketrampilan melakukan proses pasteurisasi dengan cara memanaskan keju dan dilakukan homogenisasi dengan cara diaduk sampai susu terlihat panas tanpa melewati proses mendidih. Jika susu tampak mulai mendidih, maka kompor dimatikan dengan tujuan agar protein kasein pada susu tidak pecah. Proses ini dikerjakan selama tiga kali agar protein susu terlarut sempurna (Gambar 4a-b). Setelah proses pasteurisasi, dilakukan proses penambahan kultur BAL dengan mencampur kultur BAL jenis 1 dan kultur BAL jenis 2 masing-masing 1:1 [3] sebanyak 15% (Gambar 4c-d). Proses fermentasi ini berlangsung selama 3 jam dalam wadah panci tertutup (Gambar 4e). Setelah tiga jam, ditambahkan rennet sebanyak ¼ tablet dan dibiarkan diperam kembali selama 2- 3 jam sampai teramati adanya curd/gumpalan protein keju yang kenyal dan dengan posisi tenggelam dalam cairan sisa/whey (Gambar 4f). Selanjutnya curd dan whey dihangatkan pada suhu 35-40ºC (hangat-hangat) (Gambar 4g). Tahapan selanjutnya setelah diperoleh curd keju adalah proses penirisan. Curd disaring dengan kain saringan tahu, dipisahkan dari cairan whey dengan cara ditiriskan (Gambar 4h-i) dan sambil dilakukan penambahan sedikit garam dan gula sehingga ketika dipadatkan tampak kesat dan padat (4j).

Gambar 4. Hasil pelaksanaan pelatihan tahapan proses pembuatan keju secara proses fermentasi dalam skala rumah tangga.

dua kategori, yaitu curd keju yang terlihat kompak dan tampak padat konsistensinya (Gambar 5a), dan curd keju dengan gumpalan yang tidak teratur (Gambar 5b).

Berdasarkan hasil tersebut, peserta diajak berdiskusi untuk mengetahui terjadinya perbedaan hasil tersebut. Faktor- utama adalah kesalahan pada saat melaksanakan pasteurisasi.

Salah satu hasil identifikasi peserta yang menyadari kesalahan tersebut memaparkan bahwa pada saat pasteurisasi, susu tidak dihomogenkan/ diaduk secara merata, tetapi cenderung didiamkan sampai mendidih. Hanya satu kelompok yang tidak berhasil mendapatkan curd keju degan konsistensi padat dan homogen, sedangkan lima kelompok lainnya berhasil memperoleh curd keju padat dan kompak.

Hasil akhir setelah proses penirisan diperoleh keju dalam bentuk padat dan kesat (Gambar 6). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta sudah trampil dalam menerapkan prinsip pasteurisasi dan preparasi susu menjadi curd keju.

Gambar 5. Curd keju hasil fermentasi, bagian (a) tampak curd keju yang kompak dan padat, bagian (b) tampak curd keju dengan gumpalan tidak teratur.

Proses koagulasi untuk pembentukan curd tersebut tergantung sifat dan karakteristik enzim proteolitik BAL sehingga kemampuan dalam pembentukan curd berbeda- beda. Karakteristik enzim protease dalam proses proteolitik ini dipengaruhi oleh nilai pH. Selain itu kualitas bahan baku susu juga sangat menentukan, dalam hal ini kandungan

protein yang terdapat dalam bahan baku susu yang sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Koagulasi protein susu, terutama kasein, oleh enzim protease terjadi pada pH yang lebih tinggi (5.8–6.6) dibandingkan dengan koagulasi oleh asam yang terjadi pada pH 4.6–5.0. Nilai pH yang rendah, dapat menghambat enzim proteolitik sehingga curd yang terbentuk sedikit [4].

Gambar 6. Curd keju hasil penirisan setelah dipadatkan dan ditambahkan garam dan gula.

d. Hasil Evaluasi Pelatihan

Produk keju yang dihasilkan dievaluasi baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dari sisi kualitas, dilakukan identifikasi terhadap tekstur curd keju dan cita rasa. Peserta juga diajak untuk melakukan refleksi terhadap kualitas dan kuantitas keju yang dihasilkan, sedangkan dari sisi kuantitas, keju padat ditimbang beratnya (Tabel 1).

TABELXI EVALUASI HASIL PELATIHAN

Kelompok Hasil Evaluasi terhadap

Tekstur Berat (gr) Cita Rasa

1 Pecah 130 Sedikit pahit

2 Padat 174 Sedikit pahit

3 Padat 156 Sedikit pahit

4 Padat 160 Sedikit pahit

5 Padat 154 Sedikit pahit

6 Padat 162 Sedikit pahit

Refleksi hasil:

- Tekstur yang pecah disebabkan pemanasan yang berlebih, susu dipanaskan sampai mendidih sehingga tekstur curd tidak padat.

- Cita rasa yang sedikit pahit disebabkan oleh penambahan rennet yang berlebih, sebaiknya jumlah rennet yang ditambahkan satu tablet untuk 15 L.

- Rerata curd yang dihasilkan 15-16% (w/v). Kualitas susu sangat mempengaruhi jumlah curd yang dihasilkan.

Proses biokimia yang terjadi dalam keju secara umum yaitu kandungan laktosa susu diurai menjadi asam laktat, kasein menjadi peptida dan asam amino bebas serta lemak menjadi asam lemak bebas dan lakton oleh bakteri asam laktat (BAL) dengan bantuan enzim proteolitik. Asam laktat, peptida dan asam amino bebas, serta asam lemak bebas dan lakton berpengaruh terhadap rasa dan aroma keju [5]. Tahap ripening untuk mendapatkan sifat organoleptik yang tepat karena sifat organoleptik curd tersebut masih dapat berubah dengan tahap ripening. Tahapan ripening akan menghasilkan curd dengan kandungan lemak lebih rendah karena pada tahap ripening akan terjadi penguraian lemak lebih lanjut oleh enzim lipase. Proses pemeraman keju akan memberikan kesempatan bagi mikrobia, dan enzim-enzim protease dalam curd untuk menghidrolisis protein. Aroma dan rasa pada curd setelah mengalami proses ripening akan menghasilkan variasi terhadap cita rasa [4].

Keju memiliki manfaat bagi kepentingan dietary manusia.

Kandungan nutrisi hasil biokimia selama proses fermentasi secara umum dalam 100 gram keju antara lain energi 392 Kkal., protein 23.7 gram, kalsium 0.87 gram, fosfat 0.61 gram, vitamin A 1740 IU, vitamin D 12 IU, vitamin B 0.0015 mg dan riboflavin 0.50 mg [6]. Kasein, β-lactoglobulin, lactoferin, serum albumin dan imunoglobulin merupakan protein utama dalam susu, berperan dalam nutrisi sebagai sumber energi manusia. Pada proses penggaraman, akan terjadi sekresi asam aspartat dan asam glutamat yang menjadikan keju kaya akan asam amino. Fosfolipid dalam bentuk Milk Fat Globule Membrane (MFGM) merupakan salah satu bagian bioaktif lemak yang berperan dalam aktivitas anti-kanker [7]. Peptida bioaktif yang terkandung pada keju memiliki manfaat mencegah perkembangan bakteri pada gigi dengan penghambatan metabolisme bakteri kariogenik seperti Streptococcus mutans [8], dan bermanfaat menurunkan tekanan darah[9].Manfaat lain dari keju adalah sebagai sumber vitamin dan probiotik. Vitamin A dan B pada susu sebagian besar disimpan pada curd bersama dengan vitamin larut lemak.Niacin dan riboflavin merupakan viamin penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Keberadaan bakteri probiotik sangat baik untuk mengurangi hiposalivasi dan kekeringan pada mulut, menekan bakteri yang tidak baik (bakteri jahat dalam saluran pencernaan), dan mengurangi resiko kanker [7].

Pemilihan bahan baku susu sangat penting untuk diperhatikan. Keberadaan mikroflora susu mentah tergantung pada proses pemerahan, laju pendinginan, suhu penyimpanan dan waktu pemerahan. Pemilihan kualitas susu dapat mempengaruhi kualitas produk fermentasi. Susu kualitas baik atau grade A (No. 1), dengan jumlah bakteri tidak lebih dari 10.000/ml dan bakteri coliform tidak lebih dari 10/ml merupakan bahan baku susu yang baik digunakan dalam produksi keju. Susu grade A adalah susu kualitas unggul dalam pembuatan keju agar tercapai rasa, aroma dan tekstur yang sesuai [10]. Belum maksimalnya jumlah curd padat

dibutuhkan bahan baku susu dalam jumlah banyak, maka petani tidak mampu menyediakan dalam jumlah banyak.

Sebagian bahan baku susu sudah disimpan dalam bentuk beku.

Berdasarkan atas pemahaman tersebut di atas, maka kegiatan pelatihan ini dipandang perlu untuk ditindaklanjuti sampai pada tahap ripening atau pemeraman serta perintisan pembentukan kelompok usaha bersama sebagai bagian dari program PEJ di gereja-gereja.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil evaluasi dan refleksi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar (>80%) peserta telah memahami prinsip pasteurisasi susu dalam skala rumah tangga untuk mempersiapkan bahan yang akan digunakan dalam proses pembuatan keju, dan memiliki tingkat pemahaman terhadap materi serta ketrampilan yang baik dalam hal pembuatan keju secara fermentasi. Peserta juga sangat antusias untuk meningkatkan jejaring kerjasama dan menindaklanjuti kegiatan ini sebagai peluang usaha untuk meningkatkan ekonomi keluarga.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih kepada Fakultas Bioteknologi UKDW Yogyakarta yang telah memberikan dana bagi kelompok studi Food Safety dan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat dalam wujud kegiatan Pelatihan Fermentasi Keju homemade.

DAFTAR PUSTAKA

[1] P. Widiadi, "Pemberdayaan Ekonomi Jemaat Tak Lagi Bicara Teori," Religi.

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/sr-xvi- pgi-pemberdayaan-ekonomi-jemaat-tak-lagi-bicara- teori, Jakarta, 2014.

[2] N. Olson, "Types of Cheese," in Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition, United States, Academic Press , 2003, pp. 1045-1051.

[3] M. K. Wiraningtyas, Uji Inokulum Bakteri Asam Laktat dari Produk Yakult dan Yogurt untuk

Pembentukan Curd dalam Produksi Keju, Yogyakarta:

Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana, 2018, pp. 1-26.

[4] D. Daulay, Monograf Fermentasi Keju, Bogor: PAU Pangan dan Gizi, 1991.

[5] J. A. G. F. M. P. M. Kongo, "icrobiological, biochemical and compositional changes during

[6] Soeparno, Prinsip Kimia dan Teknologi Susu, Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi, 1992.

[7] A. G. Y. H. Kwak H, "Nutritional Benefits in Cheese," in Cheese: Types, Nutrition and Consumption, Nova Science Publishers, Inc, Hauppauge, New York, 2012, pp. 271-283.

[8] A. S. R. S. K. W. B. Walther, "Cheese in nutrition and health," Review Dairy Sci. Technol, vol. 88, pp. 389- 405, 2008.

[9] U. M. J. S. R. W. D. Bütikofer, "Quantification of the angiotensin-converting enzyme-inhibiting tripeptides Val-Pro-Pro and Ile-Pro-Pro in hard, semi-hard and soft cheeses," Int. Dairy J., vol. 17, p. 968–975, 2007.

[10] S. Hadiwiyoto, Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya, Yogyakarta: Liberty, 1994.

Pemberdayaan UMKM Melalui Pembuatan Produk Khas Desa Tambak Lorok Semarang

Sentot Suciarto1, Devitia Putri

2

Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata Semarang

1sentot.sa@unika.ac.id

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata Semarang

2devitia@unika.ac.id

Abstract — Tambak Lorok is a village in the coastal area of Semarang which is located on the Banger River, Tanjung Mas East Semarang district. In this area, most of people make a living as fishermen. They use marine product to fulfill their daily needs. They process it for food such as salted fish, smoked fish, shrimp paste, fish chips, nugget, fishball, etc. But based on observation, they did not make sustainable development and not able to produce the typical product that can be their own plus point for their regions. The aim of the community service program is to provide assistance to the Tambak Lorok Semarang community for developing their business through the creation of a typical product of Tambak Lorok Village. Results of these activities are that they can be motivated and aware to create a typical product for their regions, and followed the socialization of simple processing of peyek kepala udang or deep- fried cracker made of shrimp head. Furthermore, it is necessary to develop a good packaging for making this typical product.

Keywords — empowerment of MSMEs, brand name, typical product, kampung wisata bahari.

I. PENDAHULUAN

Pemukiman nelayan sering dihadapkan pada tuntutan kebutuhan dalam penyediaan sarana dan prasarana lingkungan yang mendukung perkembangan lingkungan pemukiman. Contoh nyata penyediaan sarana dan prasarana tersebut adalah ketersediaan fasilitas sosial seperti tempat bermain anak dan fasilitas perekonomian seperti pasar.

Banyak pemukiman nelayan yang pada akhirnya menjadi daerah yang kumuh dan kurang terawat baik. Untuk itu perlu didorong inovasi produk sesuai potensi lokal. Adapun salah satu pemukiman nelayan yang ada di Semarang adalah Tambak Lorok di bagian utara Kecamatan Semarang Timur.

Secara administratif, Kota Semarang meliputi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan [1]. Tambak Lorok merupakan daerah di sekitar Tambak Mulyo, di daerah pantai kota Semarang yang terletak di Sungai Banger, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Timur. Pada tahun 1950, di kawasan ini muncul sebuah pemukiman yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan.

Mereka memanfaatkan hasil laut untuk memenuhi kebutuhan

menurun sehingga menjadikan pemukiman ini lebih dikenal sebagai Pemukiman Nelayan.

Walaupun memiliki prospek ke depan yang baik, tetap saja terdapat permasalahan yang timbul seperti kondisi lingkungan sekitar yang kering, panas, berdebu, serta sistem pengolahan limbah belum teratasi dengan baik. Akibatnya, masih banyak ditemui limbah yang tidak diolah disekitar pemukiman warga. Selain itu, lokasi ini cenderung tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai karena akses jalan menuju lokasi berlubang, berbatu, dan belum ada aspal yang sesuai dengan infrastuktur jalan semestinya. Saat ini pemerintah Kota Semarang berencana memperbaiki situasi ini. Namun di sisi lain, apabila dikelola dengan baik terlebih munculnya motivasi para nelayan untuk meningkatkan taraf hidup mereka dengan cara memperhatikan dan memiliki keinginan hidup di lingkungan yang lebih sehat, aman, serta nyaman ini, mampu menjadikan desa tersebut memiliki peluang untuk menjadi desa wisata dengan produk khas yang mana nantinya bias menarik wisatawan untuk singgah ke daerah mereka. Pada kenyataannya pun, mereka berupaya keras untuk mencapai harapan dan keinginan tersebut.

Adapun daerah yang terletak di pesisir laut pelabuhan Tanjung Mas ini cenderung didominasi oleh masyarakat yang pekerjaannya sebagai nelayan. Namun tak dipungkiri juga, jika beberapa dari mereka bekerja sebagai penjual ikan ataupun hasil laut lainnya, penjahit, buruh pabrik, ataupun pedagang. Bagi masyarakat yang memanfaatkan hasil laut, mereka akan mengolahnya untuk dijadikan makanan seperti ikan asin, ikan asap, terasi udang, keripik ikan, nugget, bakso dll dengan tujuan peningkatan penghasilan. Usaha mikro kecil dan menengah ini (micro, small and medium enterprises atau MSMEs) berbasis potensi lokal. Selanjutnya, penjualan atas produk-produk tersebut dilakukan dengan cara dititipkan di pedagang pasar tradisional atau berdasarkan pemesanan. Selain itu, ada beberapa produk yang dijual melalui kerjasama dengan Lembaga Pendampingan Usaha Buruh Tani dan Nelayan (LPUBTN) dengan istilah produk “oleh-oleh khas laut Semarang”.

Berdasarkan pengamatan, memang sudah ada