• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data dan informasi yang akurat, baik dari

KECAMATAN PEKANBARU KOTA, PROVINSI RIAU

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data dan informasi yang akurat, baik dari

mitra, pasar, pesaing, lingkungan internal dan eksternal, dapat dirumuskan beberapa hal:

A. Penetapan Harga Jual yang Patut dan Layak

untuk mengatasi permasalahan mitra dalam distorsi laba yang dikarenakan ketidaktepatan perhitungan dalam penetapan harga, maka disusun formulasi penetapan harga yang patut dan layak dengan menggunakan pendekatan cost- plus pricing dengan laba yang diperhitungkan sebesar 100%

sesuai dengan ekspektasi mitra:

Pembelian BB Langsung

Buah-buahan Rp. 450.000 Pemanis 3.000 Transportasi 5.000

Biaya BB digunakan Rp. 458.000 Biaya TKK (4jt/bln) 160.000 Biaya Tidak Langsung

Batu Es. Rp. 30.000 Pisau Buah (200rb) 667 Terpal (230rb) 766 Kemasan Plastik 9.000 Sarung Tangan (200rb) 667

Harga Jual = 659.100 + 659.100

Harga Jual = 1.318.200

Harga Per Potong = 1.328.100/450 Potong Harga Per Potong = Rp. 2.929

Kalkulasi diatas menunjukkan bahwa harga jual buah potong per unit yang patut dan ideal adalah sebesar Rp. 3.000.

Dikategorikan patut dan ideal karena kalkulasi tersebut telah memperhitungkan seluruh komponen biaya yang dibutuhkan dalam produksi buah potong dan mampu memberikan informasi yang akurat terkait dengan laba yang diperoleh oleh mitra sehingga distorsi ekonomi bisa dihindarkan. Hal tersebut dimungkinkan karena pendapatan biaya, dan laba ditempatkan sesuai peruntukkannya.

Harga jual buah potong Rp. 2.000 per unit, yang selama ini ditetapkan mitra, adalah hasil kalkulasi dari biaya penggunaan bahan baku utama (buah-buahan) ditambah margin yang diinginkan sebesar 100% dan dibagi jumlah potong buah. Ketiadaan biaya Tenaga Kerja Langsung dan biaya tidak langsung (overhead) dalam kalkulasi penetapan harga jual dan tidak diperhitungkannya biaya pemasaran dalam proyeksi laba/rugi memunculkan informasi yang tidak cermat sehingga berdampak jelek terhadap keputusan mitra dalam pengelolaan keuangannya. Secara ringkas, data berikut memberikan gambaran laba yang diperoleh mitra:

Perolehan laba mitra berdasarkan asumsinya

Pendapatan (2rb x 450ptng) Rp. 900.000

Biaya Bahan baku 450.000

Margin Bruto Rp. 450.000

Biaya Pemasaran 0

Laba Rp. 450.000

Laba real yang diperoleh mitra

Pendapatan Rp. 900.000

Tot. Biaya Produksi 659.100 Margin Bruto 240.900 Biaya Pemasaran

Sunlight. Rp. 1.250 Kantong 15.000 Gerobak 3.333 Maintanance 727 Payung 1.091

BBM 10.000

Sales 80.000

Tot. Biaya Pemasaran Rp. 111.401

Laba. Rp. 129.499

Mengacu pada kalkulasi diatas, dapat dilihat bahwa laba sebesar Rp. 450.000 merupakan laba yang tidak real, karena sebagian besar dari “laba” tersebut harus disisihkan untuk pembayaran beberapa komponen biaya langsung, tidak langsung dan pemasaran yang tidak diperhitungkan dalam menetapkan harga jual dan pemasaran. Kalkulasi laba real diatas, memberikan informasi yang akurat kepada mitra terkait dengan perolehan laba yang dapat difungsikan sebagai laba ditahan yang nantinya disetor sebagai modal untuk ekspansi usaha, selain sebagai deviden tentunya. Laba sebesar Rp. 129.499 diperoleh mitra bila keseluruhan buah potong terjual habis. Tidak jarang factor lingkungan eksternal

seperti cuaca menggerus keuntungan mitra sampai 50%.

Untuk itu, kami menganjurkan mitra, menetapkan harga jual buah potong per unit sebesar Rp. 3.000 sebagai bagian dari upaya memaksimumkan laba.

B. Diferensiasi melalui Diversifikasi dan Packaging Kenaikan harga jual tanpa disertai nilai tambah (value added) pada produk, dikhawatirkan menggerus jumlah permintaan (permintaan elastis/unitary). Tanpa nilai tambah, kenaikan harga jual buah potong dalam kisaran harga berapun akan dipersepsikan mahal oleh konsumen.

Gambar 1. Produk sebelum diferensiasi

Untuk menciptakan nilai tambah, TIM PKM dan Mitra secara bersama merancang diferensiasi melalui diversifikasi dan packaging buah potong. Diferensiasi diharapkan mampu menciptakan suatu persepsi dikalangan pelanggan bahwa produk yang dihasilkan mitra berkualitas. Persepsi tersebut menyebabkan mitra dapat mematok harga lebih tinggi dan mengungguli persaingan laba tanpa menurunkan biaya secara signifikan.

Diversifikasi diwujudkan dalam bentuk mix fruits dari beberapa jenis buah yang dijual mitra di tambahan dengan beberapa jenis buah premium seperti strawberry, kiwi, dan anggur merah atau hitam. Diversifikasi tersebut kemudian dibingkai dengan packaging yang menarik, aman, dan informative seperti gambar berikut:

Gambar 2. Diversifikasi Produk

Gambar 3. Label Produk

Gambar 4. Packaging Produk

membeli dan membayar produk dengan harga yang lebih mahal yaitu sebesar Rp. 10.000. Harga jual sebesar Rp.10.000 merupakan hasil dari penambahan beberapa komponen biaya dalam menghasilkan mix fruits sebagaimana tampak pada kalkulasi berikut:

Pembelian BB Langsung

Buah2an standard Rp. 120.000 Buah2an premium 250.000 Pemanis 3.000 Transportasi 5.000

Biaya BB digunakan Rp.378.000 Biaya TKL 160.000 Biaya tidak langsung

Batu es. Rp. 30.000

Pisau Buah 667 Terpal 766 Kemasan (1.250/Pcs) 187.500 Sarung tangan 667

Tot. biaya tidak langsung Rp. 219.600 Tot. biaya produksi Rp. 757.600 Harga jual = Total Biaya + laba

Harga Jual = 757.600 + (100% x 757.600) Harga jual = 757.600 + 757.600

Harga Jual = 1.515.200

Harga per box = 1.515.200/150 boxes Harga per box = Rp. 10.101

Dalam perjalanan uji coba produk, tidak sedikit konsumen yang memberikan saran terkait dengan penyempurnaan produk, salah satunya adalah permintaan untuk menyediakan saus sebagai pelengkap variasi rasa buah.

Permintaan konsumen tersebut kami implementasikan dalam bentuk mix fruits with rujak and mayonnaise sauce seperti yang tampak pada gambar berikut.

Gambar 5. Mix Fruits with mayonnaise sauce

Diversifikasi produk tersebut berdampak terhadap perubahan harga jual. Dari yang semula Rp. 10.000 menjadi

Pembelian BB Langsung

Buah2an standard Rp. 120.000 Buah2an premium 250.000 Bumbu rujak 50.000 Bumbu mayonnaise 80.000 Pemanis 3.000 Transportasi 5.000

Biaya BB digunakan Rp.508.000 Biaya TKL 160.000 Biaya tidak langsung

Batu es. Rp. 30.000

Pisau Buah 667 Terpal 766 Kemasan (1.250/Pcs) 187.500 Kemasan sauce 9.000 Sarung tangan 667

Tot. biaya tidak langsung Rp. 228.600 Tot. biaya produksi Rp. 896.600 Harga jual = Total Biaya + laba

Harga Jual = 896.600 + (100% x 896.600) Harga jual = 896.600 + 896.600

Harga Jual = 1.793.200

Harga per box = 1.793.200/150 boxes Harga per box = Rp. 11.954

Diferensiasi melalui diversifikasi dan packaging buah potong menjadi solusi cerdas bagi mitra ditengah kebimbangannya antara tetap pada harga jual lama (Rp.2000) dengan laba yang minimum atau menetapkan harga jual baru (Rp.3000) dengan konsekwensi ditinggal konsumen karena ketiadaan value added pada produk. Melalui diferensiasi, mitra bisa memperoleh peningkatan laba maksimum sebesar Rp. 691.999 dan minimum sebesar Rp. 345.999 dengan asumsi buah potong yang terserap dipasaran hanya 50% dari total 150 boxes yang disediakan mitra. Secara ringkas kalkulasi laba dapat dilihat pada uraian berikut:

Pendapatan 1 (10rb x 50boxes). Rp. 500.000 Pendapatan 2 (12rb x 100 boxes) 1.200.000 Tot. Biaya Produksi 896.600 Margin Bruto 803.400 Biaya Pemasaran

Sunlight. Rp. 1.250 Kantong 15.000 Gerobak 3.333 Maintanance 727 Payung 1.091 BBM 10.000 Sales 80.000

Tot. Biaya Pemasaran. Rp. 111.401

Laba. Rp. 691.999

KESIMPULAN

Program Kemitraan Masyarak (PKM) pada kelompok dagang buah potong di Kelurahan Tanah Datar memberikan banyak pengetahuan dan wawasan baru bagi mitra dalam tata

kelola bisnis, terutama dalam penetapan harga jual dan strategi pemasaran.

Melalui pendampingan penetapan harga jual, mitra mengetahui harga yang tepat dan ideal untuk ditawarkan kepada konsumen. Melalui kalkulasi penetapan harga jual mitra dapat mengalokasikan biaya secara tepat untuk masing- masing komponen, sehingga pada satu waktu ketika diharuskan untuk melakukan koreksi harga, mitra mampu memilah dan memilih biaya-biaya yang bisa dipangkas atau bahkan dieliminasi. Selain itu, melalui kalkulasi laba rugi, mitra mengetahui seberapa besar laba yang diperoleh dan peruntukkannya dalam pengembangan usaha sehingga tidak lagi terjadi distorsi laba yang berdampak terhadap distorsi ekonomi.

Melalui Diversifikasi produk, mitra mampu memberikan penawaran yang beragam kepada konsumen sesuai keinginan dan daya belinya. Dan melalui packaging, buah potong dipastikan lebih hygiene, menarik, terbedakan dan informative. Kondisi tersebut mampu menstimulasi konsumen untuk percaya bahwa produk yang diibelinya merupakan produk yang berkualitas sehingga layak ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi dibanding produk sejenis. Harga yang kompetitif, produk yang bervariasi dan packaging yang informative, merupakan nilai lebih yang dimiliki mitra dibanding pesaing.

UCAPAN TERIMA KASIH

Formulasi kegiatan pengabdian yang telah kami susun dalam sebuah proposal dengan skema Program Kemitraan Masyarakat (PKM) tidak akan terimplementasi dengan baik dan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah berkenan membiayai kegiatan pengabdian dalam skema PKM. Tanpa dukungan pembiayaan dari RISTEKDIKTI, besar kemungkinan kegiatan PKM tidak akan terlaksana, sehingga menghambat transfer knowledge dan capabilities pada UMKM.

DAFTAR PUSTAKA

[1]Abdullah, T., & Tantri, F. (2016). Manajemen Pemasaran.

Jakarta: Rajawali Pers.

[1]Amir, M., & Taufiq. (2011). Manajemen Strategik Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

[3]Ardi, H. A. (2016). Membangun Keunggulan Bersaing Koperasi yang Berkelanjutan Melalui Penciptaan Nilai. Indonesian Conference on Management, Politics, Accounting, and Communications (pp.

265-283). Jakarta: Universitas Bakrie.

[1]Assauri, S. (2015). Manajemen Pemasaran. Jakarta:

Rajawali Pers.

[1]Blocher, Stout, & Cokins. (2014). Manajemen Biaya Penekanan Strategis (5 ed., Vol. 1). Jakarta:

Salemba Empat.

[4]Chandra. (2008, July 5). Chandra's weblog. Retrieved Juni 18, 2017, from wordpress.com:

https://chandrax.wordpress.com/2008/07/05/action- research-penelitian-tindakan.

[1]Kartajaya, H. (2015). Menyalip di Tikungan: Ini Bukan Krisis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

[8]Kuntjjoro, A. P. (2015). Nilai Sebuah Keberlanjutan.

Jakarta: Forum Manajemen Prasetya Mulia.

[1]Porter, M. (1990). Competitive Strategy. New York: The Free Press.

[1]Udaya, J., Wennadi, L. Y., & Lembana, D. A. (2013).

Manajemen Stratejik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pemberdayaan Pengrajin Quilting Melalui Pemberian Pekerjaan (Job Order)

Melitina Tecoalu#1, Eka Desy Purnama#2, Bambang Siswanto#3, Diana Frederica*4, Fredella Colline

#5

#Program Studi Manajemen, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Tanjung Duren Raya No.4 Jakarta

1melitina@ukrida.ac.id

2ekadesy@ukrida.ac.id

3bambang.siswanto@ukrida.ac.id

5fredella.colline@ukrida.ac.id

*Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Tanjung Duren Raya No.4 Jakarta

4diana.frederica@ukrida.ac.id

Abstract — Quilt or quilting is the art of sewing that not only produces products - such as blankets or wall hangings - that are beautiful, but also traditions that reflect social relations and social history of activities that show the role of women in the social, political, and economic fields in the early days of formation United States federation state. In the early 1990s the Agape Foundation introduced and taught quilt art to a group of mothers in several villages in Ciranjang District, Cianjur Regency. From that time until now there have been groups of quilt craftsmen who can earn enough income from doing quilted work from various parties. This community service activity is carried out to assist the economic development of groups of craftsmen through business cooperation, including providing jobs for the purpose of direct purchase of goods by the institution. Similar activities have been carried out in 2016, and the implementation of activities in 2018 shows several changes, namely the development of product designs and changes in the distribution of work in a wider group.

Keywords— Quilt, quilting, empowerment, job order, craftsman.

I. PENDAHULUAN

Quilt adalah seni menggabungkan tiga lapis kain, yaitu kain katun polos di bagian bawah, dakron di bagian tengah, dan kain katun corak atau warna di bagian atas. Corak pada kain bagian atas kemudian dijahit jelulur mengikuti alur coraknya, atau diberi tempelan potongan-potongan kain perca (patchworks) kemudian dijahit jelujur. Jahit jelujur akan menyebabkan alur corak atau gambar timbul keatas dan menimbulkan efek tiga dimensi pada corak atau gambar.

Pada umumnya quilt ini dilakukan dengan jahit tangan.

Produk quilt yang banyak dihasilkan adalah selimut dan/atau bed cover.

Produk quilt atau quilting biasanya bersifat pribadi, bahkan beberapa keluarga menyimpan quilt pada sebuah kotak kayu dan kemudian mewariskan kepada anak atau cucu. Bagi sebagian orang produk quilt ini dibuat sendiri, dan bagi sebagian orang yang lain quilt dipesan dan bersifat

eksklusif. Corak atau gambar yang ditempelkan pada lapisan kain bagian atas memiliki makna tersendiri bagi pembuat dan pemesan. Corak atau gambar bisa menggambarkan peristiwa tertentu yang menunjukkan relasi pemilik dengan lingkungan sosial budaya atau lingkungan alam sekitarnya.

Selain itu juga terdapat quilt yang didisain dari foto-foto anggota keluarga.

Kajian sosiologi di Amerika Serikat menunjukkan quilt dilakukan secara berkelompok yang menunjukkan adanya relasi sosial diantara mereka [1]. Bagi orang-orang Amerika Serikat quilt adalah tradisi yang umum bahkan lebih tua dibandingkan terbentuknya negara federasi tersebut. Tradisi atau pekerjaan quilt tiba bersamaan dengan kedatangan generasi-generasi awal koloni-koloni orang Eropa yang datang ke wilayah yang kemudian hari dikenal sebagai Amerika Serikat. Paparan singkat sejarah quilting di Amerika Serikat ditunjukkan dalam [2]. Seni quilt juga banyak dikaji dari perspektif ilmu sejarah. Kajian sejarah ini pada umumnya mengkaitkan quilt dengan sejarah perkembangan sosial kaum perempuan, misalnya ditunjukkan oleh [3].

Produk quilt atau quilting tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum, ataupun mahasiswa dan dosen di Indonesia. Sebagian besar mahasiswa menjawab “tidak tahu” atau “menggelengkan kepala” pada saat ditanyakan apakah mereka tahu produk quilting? Bahkan istilah “quilt

atau “quilting” sangat asing bagi mereka. Produk quilt ini hanya diketahui oleh kalangan tertentu, terutama keluarga yang pernah bermukim di Amerika Serikat, misalnya isteri- isteri dosen yang ikut suami melanjutkan studi pascasarjana.

Pada awal tahun 1990-an Yayasan Agape dari Bandung memperkenalkan dan mengajarkan seni quilt kepada sekelompok ibu-ibu di anggota jemaat beberapa gereja di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Sejak saat itu sampai sekarang telah terbentuk kelompok-kelompok pengrajin quilt yang bisa mendapatkan penghasilan yang memadai dari mengerjakan pekerjaan borongan quilt dari berbagai pihak.

Sebagaimana dinyatakan diatas, masalah utama yang dihadapi para pengrajin adalah keberlanjutan borongan pekerjaan yang mereka terima. Dari waktu ke waktu banyaknya pekerjaan borongan yang diterima cenderung menurun. Hal ini disebabkan pekerjaan borongan adalah derived demand dari permintaan produk quilting. Produk quilting adalah kebutuhan tersier atau bahkan setelahnya, dengan demikian sangat sensintif terhadap perrubahan pendapatan. Pada situasi pertumbuhan ekonomi yang melambat sangat bisa difahami jika permintaan produk quilting juga menurun, dan selanjutnya berdampak bagi ketersediaan pekerjaan quilt bagi pengrajin.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan untuk membantu perkembangan ekonomi kelompok pengrajin melalui kerjasama usaha, termasuk didalamnya memberikan pekerjaan (job order) untuk kepentingan pembelian langsung barang oleh institusi. Kegiatan serupa telah dilakukan pada tahun 2016, dan pelaksanaan kegiatan pada tahun 2018 ini menunjukkan beberapa perubahan yaitu pengembangan disain produk dan perubahan distribusi pekerjaan pada kelompok yang lebih luas.

II. MASALAH,TUJUAN,DANKEMANFAATAN