• Tidak ada hasil yang ditemukan

Side Events

Dalam dokumen BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018 (Halaman 46-54)

IV. AGENDA DAN HASIL PERTEMUAN NON-PERSIDANGAN

4.2 Hasil Pertemuan Mandated Events and Workshops, dan Side Events

4.2.2 Side Events

driven processess into projects and programmes. Narasumber yang memberikan paparan dalam pertemuan tersebut adalah: Oliver Schmoll (Programme Manager Water Climate WHO), Wayne King (Director, Climate Change cook island, Dr Diarmid Campbell Lendrum (Team leader Climate Change and health Geneva) dan Tiffany Hodgson (Programme Officer UNFCCC Secretariat Adaptation.

bekerjasama dengan pemangku kepentingan untuk keberlanjutan dari program adaptasi.

(4) The 3rd Ecosystem Based Adaptation Knowledge Day

Delegasi Indonesia diwakili oleh Direktur Adaptasi Perubahan Iklim menghadiri workshop mengenai Ecosystem Base Adaptaion (EbA) yang diselenggarakan oleh GIZ dan menjadi salah satu panelis pada sesi dengan tema “Entry Points &

stakeholder alliances for strengthening EbA implementation and upscaling – a country / implementer perspective”. Pada kesempatan tersebut telah disampaikan pengalaman Indonesia dalam mengembangkan EbA dan memberikan masukan sebagai wakil instansi permerintah mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk upscalling pilot project. Disampaikan juga kepada peserta workshop bahwa untuk membangun ketahanan iklim Indonesia harus menjaga dan mempertahankan jasa lingkungan (environmental services), sebagaimana tercantum dalam dokumen NDC Indonesia, dengan menerapkan pendekatan berbasis lahan yang berkelanjutan dalam mengelola ekosistem darat, pesisir dan laut.

(5) Side Event The Energy and Resources Institute (TERI): ‘Scaling Up Climate Finance towards Indonesia NDC Implementation’.

Delegasi Indonesia dalam hal ini diwakili oleh perwakilan Direktorat Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, KLHK menyampaiakan presentasi tentang Scaling Up Climate Finance towards Indonesia NDC Implementation atas undangan dari TERI. Dalam kesempatan ini, wakil Indonesia menjelaskan tentang isi Nationally Determined Countibution dan pembiayaan pemerintah yang tersedia serta gap yang dibutuhkan untuk implememtasikannya. Selaian itu, DELRI juga menjelaskan tentang Badan Layanan Umum yang didalamnya juga mempersiapkan pendanaan iklim. Dalam side event ini, dilakukan beebagi pengalaman oleh Indonesia, India dan Argentina sehingga memperoleh perbandingan kesiapan pendanaan di masing-masing negara.

(6) Human Rights and Climate Change Dinner at SB48, 2 Mei 2018

Delegasi Indonesia diundang oleh UNHR OHCR sebagai salah satu peserta dinner discussion, dan diwakili oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri. Pertemuan dilaksanakan dalam bentuk working dinner dengan pembagian 9 (sembilan) kelompok secara acak. Diskusi dilakukan secara informal dengan pembahasan mengenai kaitan Human Rights and Climate Change (HRCC) mengingat isu ini hanya diangkat pada Preamble Paris Agreement, sehingga dirasakan perlu untuk membahas hal ini dari perspektif para Pihak.

Para Pihak yang diwakili oleh peserta yang hadir memandang secara umum bahwa secara prinsip upaya pemenuhan komitmen dalam Paris Agreement akan secara langsung mengamankan hak-hak asasi manusia. Selain itu para Pihak khususnya Indonesia berpandangan bahwa meskipun terdapat perbedaan pandang mengenai definisi hak asasi manusia antara para Pihak, Paris Agreement tidak menciptakan kewajiban baru (no new obligations other than the existing).

Terkait dengan ambisi, para Pihak sepakat bahwa peningkatan ambisi akan berdampak langsung pada pemenuhan hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan pembiayaan, perbedaan pengaturan hak asasi manusia pada negara tertentu seharusnya tidak menjadi barrier dalam akses mendapatkan climate

projects. Isu HRCC sebaiknya dapat menjadi co-benefit dengan isu Sustainable Development Goal sehingga climate projects dapat memiliki cakupan luas dalam pelaksanaannya.

DELRI memahami bahwa acara ini khusus diadakan untuk melakukan soft approach kepada Pihak yang hadir terhadap ide untuk menempatkan focal points on human rights pada Sekretariat UNFCCC melalui mekanisme sponsorhip (pembiayaan dari para Pihak). Indonesia perlu menyikapi berbagai pendekatan terhadap isu HRCC secara holistik karena adanya pembahasan pada tiap WG yang secara langsung menyentuh aspek HRCC, meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit.

(7) GCF: Update – 2018 Progress in supporting low emission and climate resillient development:

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor UKP-PPI. Pertemuan dikemas dalam bentuk diskusi panel dengan pembicara yaitu Howard Bamsey (Executive Director), Paul Oquist dan Lennard Bage (Co-chair of the Board), Clifford Polycarp (Deputy director), Carolina Fuentes (Secretary of the Director). Pada kesempatan tersebut GCF menginformasikan/ memaparkan mengenai perkembangan terkini terkait upaya GCF dalam mendukung upaya pengurangan emisi dan mengembangkan ketahanan iklim dunia.

Secara spesifik, GCF menginformasikan hal-hal sebagai berikut:

a. GCF memiliki 76 proyek dengan jumlah dana 3.74 milyar dollar dengan komposisi distribusi dana berdasarkan regional, jenis kegiatan, dan instrumen;

b. Terkait dengan kesiapan maka telah ditetapkan 4 area dukungan yaitu:

NDA Strengthening, strategic framework, support for direct acces entities dengan pendanaan sampai dengan 1 juta dollar per negara per tahun, serta adaptation planning processes dengan pendanaan sampai dengan 3 juta dollar per negara;

c. Sampai dengan saat ini total dukungan pendanaan sebesar 90.3 juta dollar sudah disetujui untuk 94 negara.

(8) Brighter Green, Inc., UCRP. Eating for the Climate: Solutions for Climate Action, Public Health & Accelerating Medicine Partnership; Land Use Optimization Regions Talanoa Dialogues

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Kesehatan. Pertemuan dikemas dalam bentuk diskusi panel dengan pembicara yaitu Caroline (Perwakilan Brighter Green), Marie (Perwakilan Nordic Council of Minister), Erin (Perwakilan John Hopkins director), Christina Tirado (Perwakilan LMULA). Pada kesempatan tersebut masing-masing perwakilan memaparkan berbagai hal tentang solusi yang dibutuhkan terkait dengan Kesehatan Masyarakat dan Optimalisasi penggunaan lahan dan peternakan dalam kaitannya dengan adaptasi perubahan iklim.

Brighter Green memberikan input kepada proses lanjutan Talanoa Dialogue utamanya kepada beberapa pekerjaan penting agar dapat dilakukan dengan lebih ambisius. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam public health kaitannya dengan perubahan iklim:

(i) Sistem pangan yang adil dan berkelanjutan;

(ii) Upaya mengurangi efek GRK dan penyelenggaraan keamanan pangan;

(iii) Kebijakan alternatif pola konsumsi dan produksi pangan masyarakat, terutama untuk mengurangi konsumsi produk hewani;

(iv) Peningkatan kerjasama civil society dengan pemerintah yang berbasis riset;

(v) Laporan WHO (Data tahun 2014) penyakit yang timbul akibat perubahan iklim sebagaimana berikut: penyakit yang dikarenakan pola diet dan obesitas seperti Heat, tunting, Diare, Malaria, Dengue (laporan WHO, 2014);

(vi) Anggaran adaptasi perubahan iklim dalam bidang kesehatan hanya <1.5%

anggaran untuk adaptasi (laporan WHO, 2014).

(9) Workshop The Tipping Point Negotiations, diselenggarakan oleh Purdue University, Utrecht University, Glasgow Caledonian University dan the University of Exeter

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Workshop dimaksudkan sebagai exercise negosiasi iklim yang merefleksikan logika Paris Agreement. Dalam exercise ini para peserta melakukan simulasi proses negosiasi terkait Paris Agreement (termasuk diantaranya submisi NDC), dalam rangka mencapai target global penurunan emisi dan peningkatan resiliensi iklim. Exercise yang dilakukan mencakup dua issues, yaitu: “climate tipping points”, dan “global temperature goals” (khususnya 1.5C), dimana para peserta melakukan observasi dan eksplorasi terhadap dampak-dampak di masa depan dan implikasi dari NDC yang telah disubmit, dengan proyeksi menuju abad ke-22. Simulasi dilakukan dengan menggunakan permainan berbasis komputer dengan metode yang interaktif. Metode simulasi ini dapat ditiru/dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk aware raising berbagai stakeholders terkait penanganan isu perubahan iklim di Indonesia.

(10) New Approaches to Gender Analysis to Support Gender Responsive National Climate Policy by the German Environment Agency (GEA)

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kemenko Kemaritiman. Hasil pertemuan:

a. Gender Impact Assessment (GIA) merupakan instrument untuk melacak sejauh mana peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat menghambat partisipasi perempuan dalam kegiatan di ranah publik.

b. GIA sebagai instrument untuk menjembatani (for bridging) gap antara yang seharusnya (berlaku) dan yang tidak diberlakukan.

c. Apabila hal-hal negatif yang ditemukan pada gender inequality, maka design dan rencana kebijakan akan disusun ulang yang hasilnya adalah gender equality.

d. Ekpektasi sosial yang berbeda, peran dalam masyarakat dan struktur kekuasaan (power) karena perbedaan biologis, bisa dianalisis melalui instrument GIA

e. GIA bisa diterapkan di Indonesia untuk analisis kebijakan-kebijakan program-program yang tidak pro gender.

(11) Ocean Pathways Talanoa Dialogue

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kemenko. Kemaritiman. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari inisiatif The Ocean Pathway: Towards an Ocean

Inclusive UNFCCC Process yang diluncurkan pada COP23. Pertemuan ini menghasilkan beberapa poin sebagai berikut:

a. Advokasi dan dukungan aktif dalam negosiasi UNFCCC untuk implementasi tujuan dan kegiatan Ocean Pathway,

b. Kepemimpinan untuk komitmen kelautan yang kuat dalam NDCs, kebijakan dan aksi perubahan iklim di level internasional dan domestik pada prioritas yang ada,

c. Kapasitas ilmiah dan teknis, in-kind ataupun dukungan lainnya yang diberikan untuk Ocean Pathway.

Tindak Lanjut:

a. Proses Friends of the Ocean yang informal: The Ocean Pathway Partnership (dengan platform laut dan kemitraan yang ada) untuk menyelenggarakan pertemuan rutin bagi para pihak di sela-sela Konferensi dan acara utama UNFCCC untuk pembaruan, diskusi dan untuk merencanakan aksi mendatang, yang dimulai di Bangkok September 2018,

b. Untuk memulai proses Ocean and Climate Talanoa Dialogue di tingkat regional dan di pertemuan-pertemuan Ocean and Climate Change mendatang. Ini akan dimulai dengan Juli acara Climate Action Pacific Partnership di Juli 2018 dan termasuk acara di San Francisco (California Summit), Bali (Our Ocean Conference) dan New York;

c. Untuk memberikan update rutin kepada anggota yang tertarik mengembangkan dokumen strategi dan pertemuan-pertemuan mendatang.

DOKUMENTASI PARTISIPASI INDONESIA PADA SESI NON PERSIDANGAN

\

DELRI selaku Perwakilan Asia Pasifik sebagai Anggota PCCB 2017 – 2019 pada The 2nd Meeting of PCCB

Sumber: IISD/ENB | Kiara Worth

Intervensi Deputi Kesetaraan Gender (KPPPA) pada

Pertemuan 6th Dialogue on ACE dengan Fokus Gender and Youth, 8 Mei 2018

Dr. Bess Tiesnamurti (Kementerian Pertanian) sebagai Pembicara pada Side Event FAO: Koronivia for Climate Action

Ketua DELRI pada PertemuanTechnical Expert Meeting - Adaptation

Kasubdit Sumberdaya Pendanaan (KLHK) sebagai Pembicara

Sebagian DELRI Kelompok Isu Gender pada

Pertemuan 6th Dialogue on ACE dengan Fokus Gender and Youth, 8 Mei 2018

Ketua DELRI sebagai Pembicara pada

Workshop Discussion Future of the Voluntary Carbon Markets in the Lights of PA”

Dalam dokumen BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018 (Halaman 46-54)

Dokumen terkait