• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk Sesi Perundingan Berikutnya (Bangkok dan COP24 Katowice)

Dalam dokumen BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018 (Halaman 60-64)

VI. CATATAN PENTING DAN TINDAK LANJUT

6.1 Untuk Sesi Perundingan Berikutnya (Bangkok dan COP24 Katowice)

Beberapa catatan penting lainnya dari beberapa isu/agenda antara lain:

APA1.5

i. Adaptasi:

(a) Mencermati perkembangan penyiapan pedoman Adaptation Communication sehingga profil dan upaya adaptasi yang telah dilakukan Indonesia direkognisi secara internasional, termasuk kebutuhan yang diperlukan untuk membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Prinsip country flexibility tetap diperjuangkan dalam memilih vehicle to communicate, sekaligus dengan tetap memperjuangkan elemen-elemen khusus agar dapat memenuhi kebutuhan untuk global stocktake.

(b) Mengawal keterkaitan agenda item 4 dengan 5 secara cermat.

ii. Transparancy Framework:

Dokumen Informal-Note by co-facilitator telah mengakomodir seluruh submisi dan input dari Parties selama sesi APA1.5 berlangsung, termasuk posisi Indonesia. Perlu pencermatan lebih lanjut beberapa detil khususnya tentang link dengan NDC dan Adaptasi (adaptation communication), serta support (adanya indikasi penggunaan common tabular format) dan Technical Expert Review (terkait definisi untuk format dan frekuensi).

iii. Global Stocktake:

Dokumen Informal-Note by co-facilitator telah mengakomodir seluruh submisi dan input dari Parties selama sesi APA1.5 berlangsung, termasuk posisi Indonesia. Pencermatan kembali terhadap building blocks yang telah tersedia perlu dilakukan, dengan memperhatikan perkembangan perundingan di agenda item lainnya (APA-3, APA-4 dan APA-5). Indonesia juga perlu mencermati proposal dari G77 dan China terkait dengan time frame visualisation: 2 years visualisation, 1 (one) year visualisation maupun Indonesia akan membuat time frame visualisation sendiri sesuai dengan kepentingan dan national circumtances maupun ketersedian data

iv. Committee to facilitate implementation and promote compliance:

Perlunya; (1) mencermati berbagai opsi yang terdapat pada informal note final sebagai basis untuk penentuan posisi RI pada pembahasan berikutnya, dan (2) mencermati koherensi dengan pembahasan isu-isu yang terkait (transparency framework, GST, dan lain-lain).

v. Matters relating to the Adaptation Fund:

Indonesia perlu mengkaji lebih lanjut opsi-opsi yang berada pada informal tersebut untuk pembahasan Bangkok Session dengan mempertimbangkan hal- hal prioritas yang perlu diputuskan pada COP24 UNFCCC di Katowice agar transfer AF dari Kyoto Protocol ke Paris Agreement dapat berjalan lancar. AF merupakan salah mekanisme pendanaan yang penting bagi Indonesia karena dapat diakses secara langsung untuk tujuan adaptasi.

SBI48

Dari Workstream I, antara lain:

(1) Action for Climate Empowerment (ACE):

(a) ACE merupakan upaya peningkatan kapasitas untuk pelaksanaan Paris Agreement. Indonesia perlu terus mengembangkan cara-cara baru pelaksanaan ACE (pendidikan, pelatihan, peningkatan kesadaran masyarakat, peningkatan peran masyarakat dan akses terhadap informasi).

(b) Negara-negara diminta untuk menyampaikan submisi mengenai ACE Dialogue ke-7 pada tanggal 10 Maret 2019. Untuk itu, Indonesia harus mempersiapkan submisi dengan mengambil masukan dari kebutuhan dan kesenjangan yang ada, maupun dari keberhasilan yang telah dicapai Indonesia.

(2) Common time frames for NDC

Indonesia perlu mempertahankan usulan bahwa siklus Common Time Frame (Art.4.10) harus sejalan dengan siklus lain yang diatur dalam PA misalnya terkait komunikasi NDC (Art. 4.9) dan siklus Global Stock-Take (GST).

Dari Workstream II, antara lain:

(1) REDD+:

Usulan Indonesia tentang perlunya voluntary meeting on coordination of support for REDD+ implementation telah diakomodir oleh COP Presidencies sehingga tetap berlanjut. Indonesia perlu mengoptimalkan forum tersebut untuk koordinasi implementasi REDD+.

(2) Pertanian:

Indonesia perlu menyiapkan submisi untuk serangkaian workshop (Decision 4/CP.23) yang telah disepakati dalam Road Map/Agenda on Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA) sebagai Kesimpulan hasil BCCC 2018 yaitu:

(a) Due date 22 Oktober 2018: call for submission mengenai topik yang akan diangkat dalam workshop, termasuk slot yang tersedia dalam workshop komponen 2a (Modalities for implementation of the outcomes of the five in-session workshops on issues related to agriculture and other future topics that may arise from this work) yang akan diselenggarakan pada 28 Desember 2018;

(b) Due date 6 Mei 2019: submisi mengenai topik workshop 2(b) (Methods and approaches for assessing adaptation, adaptation co-benefits and resilience) dan workshop 2(c) (Improved soil carbon, soil health and soil fertility under grassland and cropland as well as integrated systems, including water management);

(c) Due date 30 September 2019: submisi mengenai topik workshop 2(d) (Improved nutrient use and manure management towards sustainable and resilient agricultural systems);

(d) Due date 20 April 2020: submisi mengenai topik 2(e) (Improved livestock management systems, including agropastoral production systems and others) dan workshop 2(f) (Socioeconomic and food security dimensions of climate change in the agricultural sector)

(e) Due date 28 September 2020: submisi mengenai future topics yang tidak termasuk List dalam Decision 4/CP.23 dan pandangan mengenai progres KJWA untuk dilaporkan pada COP26 di tahun 2020 (Decision 4/CP.23, paragraph 4)

(3) Response Measures:

Hasil kesimpulan SBSTA48 dan SBI48 dalam conclusion (dokumen FCCC/SB/2018/L.4) adalah call for submission mengenai views on the work of the improved forum on the basis of the agreed scope of the review as contained in the annex dengan due date 21 September 2018. Untuk menindaklanjuti hasil dari BCCC ini, Indonesia perlu menyiapkan submisi mengenai pentingnya improved forum tersebut dengan memperhatikan guiding question. Diperlukan adanya pertemuan para pemangku kepentingan untuk membahas bersama isi dari submisi Indonesia.

(4) Arrangement for Intergovernmental Meeting (Enhancing the Engagement of NPS):

(a) Indonesia perlu menyiapkan submisi terkait lokasi dan frekuensi sesi dari Supreme bodies setelah SB 50, dan disubmit sebelum April 2019, sebagaimana diminta dalam Para 13.

(b) Indonesia perlu mengantisipasi dan mencermati hasil synthesis report dan information paper mengenai implikasi budget dan implikasi lain dari usulan mekanisme yang terkandung pada submisi dari Parties.

SBSTA48

Dari Agenda items yang merupakan mandat langsung dari Paris Agreement:

(1) Teknologi:

Pembahasan mengenai Technology Framework masih akan diteruskan pada sesi SBSTA selanjutnya. Indonesia perlu mencermati dan mempersiapkan masukan mengenai key themes dan linkages Technology Framework, sehingga dalam pembahasan selanjutnya dapat memberikan masukan konkrit terhadap pelaksanaan Technology Framework.

(2) Finance:

Indonesia perlu mencermati keterkaitan erat elemen modalitas dari akunting financial resources PA Article 9 dan SBSTA agenda 13 untuk diintegrasikan ke MPG transparency framework dari APA ai 5.

(3) Nairobi Work Programme (NWP):

Perlunya pengumpulan data informasi dan kebutuhan pengetahuan Indonesia terkait isu tematik yang akan menjadi fokus kerja NWP.

(4) Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP):

Indonesia perlu terus mengawal keberimbangan keterwakilan Local Communities and Indigenous People dan bahwa aktivitas Facilitative Working Group (FWG) dan LCIPP tidak mengganggu integritas territorial dan kedaulatan negara. Di tingkat nasional, perlu segera dibentuk mekanisme dialog dan keterwakilan/konstituensi Local Communities (LC).

(5) Research and Systematic Observation (RSO):

Indonesia perlu menyiapkan submisi terkait dengan Topics Dialog Research ke depan sebagaimana ada dalam informal note ke-10 dari research dialogue (RD 10) yang telah disiapkan oleh SBSTA.

Agenda di bawah SBSTA dan SBI lainnya yang tidak terkait langsung dengan Paris Agreement Rule Book atau bahan mandated event terkait

Beberapa pembahasan pada agenda item SBI48 yang tidak terkait langsung dengan Paris Agreement Rule Book atau bahan mandated event terkait yang juga dipandang memerlukan tindak lanjut yaitu:

(1) Gender and Climate Change

Rekomendasi penting yang dihasilkan dalam acara ini yaitu, komunikasi nasional sebagai salah satu dokumen dalam memastikan berjalannya kebijakan kesetaraan gender, selain itu pemberdayaan perempuan menjadi bagian konkrit dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta pelaporan. Salah satu komponen yang harus disiapkan yaitu membentuk dan melatih sebanyak mungkin pakar gender di berbagai sektor untuk mendampingi Badan Kerja UNFCCC maupun negara yang tergabung dalam alur kerja UNFCCC.

(2) Suva Expert Dialogue (Loss and Damage/LnD)

Perlunya pengembangan berbagai aspek terkait isu LnD dengan memanfaatkan dan memperkuat kelembagaan, regulasi, instrument dan implementasi yang diperlukan dalam mengatasi/mencegah loss and damage terkait dampak perubahan iklim. Secara operasional perlu terus didorong peran K/L terkait, termasuk BNPB, dalam keseluruhan proses.

(3) Technical Examination Process (TEP) on Adaptation

Terkait Technical Examination Process on Adaptation (TEP on Adaptation), perlunya menyelenggarakan forum serupa TEP on Adaptation Planning for Vulnerable Groups, Communities and Ecosystem di tingkat nasional dengan mengangkat isu prioritas untuk memperkuat upaya adaptasi perubahan iklim dan menyediakan forum pertukaran informasi bagi para pemangku kepentingan di tingkat nasiona dan daerah.

Dalam dokumen BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018 (Halaman 60-64)

Dokumen terkait