• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mandated Events and Workshops

Dalam dokumen BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018 (Halaman 40-46)

IV. AGENDA DAN HASIL PERTEMUAN NON-PERSIDANGAN

4.2 Hasil Pertemuan Mandated Events and Workshops, dan Side Events

4.2.1 Mandated Events and Workshops

(1) Facilitative Sharing of Views (FSV) under International Consultation and Analysis (ICA) process, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(c)

Perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hadir mewakili Delegasi Indonesia. FSV pada sesi SBI48 di Bonn menampilkan Chile dan Singapore untuk berbagi pengalaman dalam penyusunan Biennial Update Report (BUR). Chile memaparkan pengalamannya menyusun BUR II, kelembagaan untuk Inventory, MRV dan penyusunan BUR/NATCOM. Singapore memaparkan pengalamannya dalam menyusun BUR termasuk proses penyampaian data dan koordinasi yang dilakukan serta emisi GRK hasil inventori dtahun 2010 adalah sebesar 46,831.68 gigagram CO2e. Selain itu, Singapore juga menyampaikan pledge untuk penurunan emisi pre- 2020 sebesar 16% di bawah BAU tahun 2020 yang dilengkapi dengan coverage and measures (power generation, waste and water, household, building, transport, dan industry). Aksi mitigasi yang paling dominan adalah sub sektor transportasi.

(2) Technical Examination Process (TEP): Joint Agenda - SBI48 agenda item 2(d) dan SBSTA agenda item 2(d)

(a) Technical Examination Process on Mitigation (TEP on Mitigation) by Technical Expert Meeting (TEM)

Sesuai mandat COP23, High Level Champions telah mengidentifikasi topik TEP-Mitigasi tahun 2018, yaitu Industry – implementation of circular economies and industrial waste reuse and prevention solutions. TEM dilaksanakan di SB-48 sebagai mandated event, untuk menanggapi key questions Talanoa Dialogue “Where are we?” dan “Where do we want to be?” dengan focus pembahasan mengenai innovations and best practices on waste-to-energy for reducing emissions and achieving the SDGs.

Tanya-jawab berkisar pada potensi scale-up kegiatan-kegiatan dengan skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat, dengan pendanaan yang bergantung pada dana project dengan periode yang relatif tidak panjang.

Selain pertanyaan teknis yang mengelaborasi aspek applicability teknologi, teridentifikasi pula pentingnya aspek kebijakan baik di tataran nasional maupun sub-national.

Session II dengan tema Policy options, technological innovations and best practices on circular economy, including elements of supply chain redesign.

Saat ini telah dikembangkan konsep supply chain management (SCM) dan peran kunci yang dimainkannya sebagai sumber keunggulan kompetitif.

SCM mengintegrasikan semua kegiatan dalam cakupan suatu project untuk mencapai tujuan dan yang membawa produk dekat dengan pembeli serta menciptakan kepuasan pelanggan. SCM juga menggabungkan isu-isu dari

alur proses produksi misalnya di bidang manufaktur, transportasi, pembelian, dan pasokan fisik ke dalam suatu paket manajemen menyeluruh.

Circular Economy dirancang sebagai model yang dapat dipergunakan untuk memperoleh perspektif baru tentang hubungan antara aliran sumber daya dan masalah ekonomi yang berbeda dengan model terbuka yang ada pada alur proses produksi. Diskusi interaktif mengidentifikasi bahwa pertanyaan kunci saat ini adalah cara untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip circular economy ke dalam sistem SCM. Beberapa studi kasus berdasarkan project atau kegiatan pembangunan, misalnya pengelolaan limbah di perkotaan, yang telah yang telah dan sedang dilakukan di beberapa negara (baik tingkat nasional, sub-nasional, maupun tingkat project), dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara keberlanjutan jangka panjang dan konsep sistem antar-organisasi yang sudah ada seperti SCM untuk menyatukan manfaat ekonomi dan lingkungan.

(b) Technical Examination Process on Adaptation (TEP on Adaptation)

TEP untuk isu adaptasi diselenggarakan atas kerjasama Adaptation Committee (AC), SBI dan SBSTA, pada tanggal 9-10 Mei 2018, dengan topik “Adaptation Planning for Vulnerable Groups, Communities and Ecosystem”. Pertemuan membahas berbagai pengalaman terkait proses adaptasi di tingkat komunitas baik dari aspek sosial-ekonomi, fisik dan fungsi jasa ekosistem (seperti mangrove) serta upaya upscaling (kendala dan tantangan) kedalam perencanaan adaptasi di tingkat nasional dan daerah dalam upaya menurunkan tingkat kerentanan dan risiko serta dampak perubahan iklim sejalan dengan mandat Paris Agreement dan Sendai Framework.

Disamping itu dipaparkan juga pengalaman pemanfaatan teknologi adaptasi dari beberapa kota dengan isu perubahan iklim yang berbeda- beda. Ketua Delegasi Indonesia menyampaikan paparan dalam sesi diskusi mengenai pengalaman Kota Jakarta dalam pengembangan teknologi adaptasi terkait risiko banjir. Pelajaran penting lainnya bahwa keberhasilan perencanaan dan implementasi adaptasi sangat ditentukan oleh beberapa aspek seperti komitmen yang tinggi dari semua pihak, didukung dengan regulasi yang dirancang dengan mempertimbangkan basis ilmiah yang berkualitas, terukur dan berdimensi jangka panjang (jangka waktu ratusan tahun) dengan proses evaluasi berkala dan governance diperkuat oleh proses komunikasi dengan komunitas dan politikus serta komitmen pendanaan Pemerintah serta pelibatan investor sehingga menghasilkan program yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua pihak dari aspek pencegahan risiko dan dampak perubahan iklim dengan tetap memperhatikan aspek kesejahteraan sosial, ekonomi dan perlindungan lingkungan.

(3) Suva Expert Dialogue (Loss and Damage/LnD), sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d)

Hadir pada event ini adalah perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dialog pakar dilaksanakan dengan tujuan untuk menggali

informasi, masukan dan pandangan mengenai upaya untuk memfasilitasi mobilisasi dan terjaganya keahlian, dan peningkatan dukungan termasuk pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas untuk mencegah, meminimalkan dan menangani loss and damage terkait dampak negatif perubahan iklim, termasuk cuaca ekstrim dan slow onset events. Dialog pakar dilaksanakan pada tanggal 2-3 Mei 2018 dengan arahan SBI Chair dan Executive Committee of the Warsaw International Mechanism for Loss and Damage.

Topik yang dibahas dalam dialog mencakup Risk Assessment, Risk Transfer, Risk Reduction, dan Risk Retention. Selain itu telah dilaksanakan juga dialog dengan para pakar untuk menjawab pertanyaan terkait dengan ketersediaan instrumen, rancangan dan implementasi pendekatan dalam menangani isu LnD, kendala dan tantangan yang dihadapi, peluang untuk memperluas berbagai pendekatan dan instrumen, sumber-sumber dukungan, organisasi yang dapat mendukung implementasi, serta cross-cutting issues lainnya yang dapat memfasilitasi aksi LnD. Hasil dialog menunjukkan masih adanya pemahaman yang berbeda antara risk assessment terkait disaster dan climate change risk assessment.

(4) The 2nd Meeting of the Paris Committee on Capacity-building (PCCB), 3 – 5 Mei 2018, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d)

Dalam pertemuan ke-2 PCCB, Indonesia diwakili oleh Dr. Mahawan Karuniasa selaku anggota PCCB sebagai perwakilan Kawasan Asia PAsifik.

Berikut ringkasan hasil pertemuan:

(a) Pemilihan Co-Chairs Mei Tahun 2018-Mei 2019

Nominasi calon Co-Chair dari negara berkembang dan dari negara maju dan pemilihannya dilakukan langsung oleh anggota. Namun nominasi juga dilakukan melalui komunikasi informal dalam intersessional works sebelum pelaksanaan PCCB Meeting 2.

Co-Chair terpilih untuk bulan Mei 2018-Mei 2019 yaitu:

● Marzena Chodor untuk negara maju (Polandia)

● Rita Mishaan untuk negera berkembang (Guatemala)

Pengorganisasian Pertemuan: Menyepakati mengundang operating entities of the Mechanism and the constitutes body established under the Convention yaitu The Global Environment Facility; The Green Climate Fund; The Adaptation Committee; The Least Development Counties Expert Group; The Standing Committee on Finance; The Technology Executive Committee.

(b) Working Group of PCCB

Pada pertemuan 2nd PCCB 2, operating entities of the Mechanism and the constitutes body established under the Convention, PCCB membentuk working group untuk memperkuat kerja PCCB melalui implementasi rolling workplan sesuai dengan bidang WG yaitu: Working Group 1 on the linkages with existing bodies under the Convention; Working Group 2 on cross-

cutting issues; Working Group 3 on enhancing the web-based capacity- building portal; Working Group 4 identifying capacity gaps and needs.

(c) Keterkaitan 7th Durban Forum dengan PCCB:

Sharing pengalaman antar Parties dalam melakukan sinergi dengan badan lain dibawah Konvensi terkait kegiatan capacity-building, sesuai dengan salah satu mandate PCCB. Anggota PCCB Indonesia dan anggota Negara lain menyampaikan pengalamannya komitmen capacity building untuk implementasi NDC yang diperlukan stakeholder engegement jangka panjang dari berbagai stakeholder. Anggota Negara lain menyampaikan cross cutting issues hak asasi manusia, gender dan indigenous people.

(d) Perkembangan Implementasi Rolling Workplan 2017-2019

Tindak lanjut dari implementasi rolling workplan 2017-2019 sesuai dengan pengembangan kapasitas global: Mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun diluar konvesi untuk mendukung terlaksananya rolling workplan 2017-2019; Membuka kemitraan dengan kelompok pakar untuk mendukung kinerja Working Group lebih operasional, khususnya pelaksanaan capacity gaps and needs assessment; PCCB juga akan mengembangkan kemitraan dengan Marrakech Partnership untuk mendukung agenda PCCB; PCCB akan memberikan perhatian pada isu loss and damage; Indonesia menjadi salah satu pilot countries agenda capacity-building (voluntary basis).

(e) Focus Area atau Tema PCCB 2019

PCCB menyepakati bahwa focus area atau tema PCCB tahun 2019 adalah sama dengan tahun 2018 yaitu: Capacity-building activities for the implementation of nationally determined contributions in the context of the Paris Agreement.

(f) Annual Technical Progress Report 2018

Annual Technical Progress Report PCCB tahun 2018 akan memberikan rekomendasi untuk COP 24 yang akan dilaksanakan pada bulan Desember 2018 di Kotawice, Polandia: Mendorong para pihak baik badan dibawah maupun diluar Konvensi untuk meningkatkan dukungan sumberdayanya untuk pelaksanaan kinerja PCCB; Mendorong para pihak baik badan dibawah maupun diluar Konvensi untuk meberikan dukungannya kepada negara berkembang dalam pelaksanaan capacity gaps and needs assessment serta upaya untuk untuk meningkatkannya.

(g) Penutupan 2nd PCCB Meeting

Beberapa hal penting dalam PCCB closing Meeting yang hadiri Executive Secretary UNFCCC, Patricia Espinoza: Isu kapasitas adalah isu substansial untuk pencapaian upaya penanganan perubahan iklim global;

Sekretariat UNFCCC memastikan akan terus memberikan dukungan kepada kerja PCCB; Sumberdaya saat ini memang menjadi isu penting di UNFCCC; Kewenangan adalah isu pentiing dalam institutional arrangement atau tata kelola implementasi NDC di tingkat nasional, demikian juga political will dari para pemimpin politik.

(h) Agenda Tindak Lanjut PCCB

The 3rd PCCB Meeting Tahun 2019; Capacity Building Day Event di COP 24; Tentative collaboration agenda dengan pihak potensial, antara lain untuk tingkat region di luar COP dan PCCB Meeting.

(5) The 6th Dialogue of Action for Climate Empowerment (ACE): Public Participation, Public Awareness, Public Access to Information and International Cooperation on these matters, 8 Mei 2018, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d)

Kehadiran Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemenko. Kemaritiman, dan KLHK. Pertemuan dibuka oleh Ms. Patricia Espinosa, UNFCCC Executive Secretary, HE Mr. Frank Bainimarama, President COP 23, dan Mr. Emanuel Dlamini, Chair of the SBI. Dalam sambutannya, Ms. Espinosa menekankan pentingnya isu memberdayakan kaum perempuan di dalam krisis perubahan iklim. Mr. Bainimarama menekankan pentingnya dialog yang mempersatukan perbedaan dalam mengatasi Climate Change melalui spirit Talanoa Dialogue.

Itulah sebabnya mereka menamakan dialog itu dengan nama Talonoa Dialogue yang artinya: One world, One people. Sementara Mr. Dlamini berpendapat kesadaran setiap anggota masyarakat mengenai krisis perubahan iklim ini merupakan tanggungjawab bersama.

Dialog kali ini memfokuskan pada gender and youth, yakni memastikan bahwa solusi tentang isu Climate Change (CC) adalah gender-just karena perempuan adalah pilar utama bagi food security.

Dialog terdiri dari sesi paparan dan sesi diskusi working group.Dalam sesi paparan, salah satunya disampaikan mengenai Lessons learned on raising awareness abd communicating climate change, yang diwakili oleh Climate Outreach (CSO).

Dalam sesi working group, dibagi ke dalam 4 WG dengan masing-masing WG mendapatkan guiding question yakni: (a) Remote or Marginalized People WG:

How can we ensure that we reach even remote or marginalized people dan communities when raising awareness on climate change?, (b) Gender WG:

How can we raise awareness on the interlinkages between gender and climate change in local communities?, (c) Technology WG: How can we use technology (e.g. social media, internet, radio) to expand the reach of information on climate change and its impacts and solutions, taking into account differences in access and use by men, women, boys and girls?, (d) International Cooperation WG:

How can international cooperation raise public awareness and mobilize climate action?

(6) In-Forum Training Workshop on Economic Modelling (Response Measure), 30 April – 1 Mei 2018, Joint Agenda - SBI48 agenda item 2(d) dan SBSTA agenda item 2(d)

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pembahasan dalam workshop meliputi model ekonomi yang telah dikembangkan dan digunakan, dampak terhadap tenaga kerja, sosial dan ekonomi akibat kebijakan mitigasi perubahan iklim. Penggunaan model

ekonomi untuk membantu Pemerintah dalam pengembangan kebijakan tepat terutama dalam diversifikasi ekonomi dan penciptaan lapangan kerja hijau.

(7) In-Session Workshop on Action for Climate Empowerment (ACE) under the Paris Agreement, 1 Mei 2018, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d) Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ACE Workshop on Capacity Building, sebagai program untuk sharing pengalaman tentang Implementasi artikel 6 under the Convention dan artikel 12 under Paris Agreement: suatu program penguatan implementasi dan dukungan terhadap Paris Agreement khususnya untuk dukungan terhadap artikel 6 dan 12 under Convention dan Paris Agreement. Secara substansial merupakan pertukaran pengalaman, informasi dan pengembangan kapasitas di tingkat international, nasional dan sub nasional dan berbagai tingkat yang berbeda, dan merupakan salah satu mekanisme pengembangan edukasi masyarakat di Talanoa Dialogue (Action for Climate Empowerment Dialogue) (8) In-Session Workshop on Gender (Gender and Climate Change)

sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d)

(a) In-Session Workshop on Gender Part I, 2 Mei 2018

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA. In-session workshop ini dilaksanakan sebagai 45 mandat dari hasil persidangan SBI-47 (Decision 3/CP.23) yang bertujuan untuk menfasilitasi pertukaran informasi, pembelajaran dan praktik-praktik baik terkait penyediaan data terpilah menurut jenis kelamin dan analisis gender, anggaran yang responsive gender (ARG) dan mekanisme pelembagaannya sebagai bagian dari aktivitas E1 Rencana Aksi Gender bidang prioritas monitoring dan evaluasi.

Workshop ini adalah Bagian 1 dari workshop yang disiapkan untuk membahas bidang prioritas E1 dari rencana aksi gender yang telah disepakati dalam SBI-47.

(b) In session workshop on gender and climate change Part II, 9 Mei 2018 Delegasi Indonesia diwakili oleh KPPPA dan Kemenko Kemaritiman. Hasil Pertemuan:

● Membahas tentang perencanaan, kebijakan dan kemajuan dalam memperkuat keseimbangan gender.

● Mengetengahkan kesetaraan gender melalui kepemimpinan dan partisipasi.

● Menyuarakan kepentingan kaum perempuan di forum internasional dan di badan-badan internasional.

● Menyuarakan sejauh mana kaum perempuan bisa berperan dalam pengambilan keputusan baik pada tingkat rumah tangga hingga tingkat nasional.

(9) Climate Finance: Long-term Climate Finance Workshop, 7 – 8 Mei 2018 Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor UKP-PPI. In Session Workshop on Long term Climate Finance – in 2018, Bagian I: Pertemuan bertujuan sharing Experiences and Lesson learnt from articulating and translating needs identified in country-

driven processess into projects and programmes. Narasumber yang memberikan paparan dalam pertemuan tersebut adalah: Oliver Schmoll (Programme Manager Water Climate WHO), Wayne King (Director, Climate Change cook island, Dr Diarmid Campbell Lendrum (Team leader Climate Change and health Geneva) dan Tiffany Hodgson (Programme Officer UNFCCC Secretariat Adaptation.

Dalam dokumen BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018 (Halaman 40-46)

Dokumen terkait