BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5. Evaluasi
2.3 Konsep Dasar Nutris dan Cairan
2.3.3 Gangguan kebutuhan nutrisi dan cairan
a. Ketidakseimbangan isotonik 1) Kekurangan volume cairan
Kekurangan cairan,tetapi kadar elektrolit serum tidak berubah, terjadi melalui gastrointestinal (muntah, diare), perdarahan, pemberian obat diuretik, banyak keringat, demam, dan penurunanasupan per oral.
2) Kelebihan volume cairan
Kelebihan cairan tanpa disertai perubahan elektrolit serum, terjadi pada gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis.
3) Sindrome ruang ketiga
Sindrome terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan tubuh sehingga cairan tersebut terperangkap di dalamnya. Obstruksi usus, luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter, keluar dari ruang ekstrasel.
b. Ketidakseimbangan osmolar 1) Hiperosmolar (dehidrasi)
Kehilangan cairan tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium. Misalnya,asupan oral tidak cukup, lansia (penurunan cairan intrasel,
penurunan respons terhadap rasa haus, peningkatan proporsi lemak tubuh), penurunan sekresi ADH (diabetes insipidus), deuresis osmotik, pemberian formula/larutan hipertonik, yang meningkatkan jumlah solut dan konsentrasi darah.
2) Hipoosmolar (kelebihan cairan)Kelebihan cairan terjadi ketika asupan cairan berlebihan, sekresi ADH berlebihan, sehingga terjadi pengenceran cairan ekstrasel disertai osmosis cairan ke sel dan menyebabkan edema.
2. Ketidakseimbangan elektrolit a. Ketidakseimbangan natrium
Hiponatremia adalah konsentrasi natrium dalam darah lebih rendah, terjadi saat kehilangan natrium atau kelebihan air.
Hiponatremia menyebabkan kolaps pembuluh darah dan syok. Hipernatremia adalah konsentrasi natrium dalam darah lebih tinggi, dapat disebabkan oleh kehilangan air yang ekstrim atau kelebihan natrium.
b. Ketidakseimbangan kalium
Hipokalemia adalah kalium yang bersikulasi tidak adekuat, dapat disebabkan oleh penggunaan diuretik. Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia jantung. Hiperkalemia adalah jumlah kalium dalam darah lebih besar, disebabkan oleh gagal ginjal.
c. Ketidakseimbangan kalsium
Hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium serum. Hiperkalsemia adalah peningkatan konsentrasi kalsium serum.
d. Ketidakseimbangan magnesium
Hipomagnesemia terjadi ketika kadar konsentrasi serum turun sampai di bawah 1,5 mEq/L, menyebabkan peningkatan iritabilitas neuromuskular. Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium serum meningkat sampai di atas 2,5 mEq/L, menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel otot.
e. Ketidakseimbangan klrorid
Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai di bawah 100 mEq/L, disebabkanoleh muntah atau drainage nasogastrik/fistula, diuretik. Hiperkloremia terjadi jika kadar serum meningkat sampai di atas 106 mEq/L.
3. Ketidakseimbangan asam basa a. Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi karbon dioksida (PaCO2), kelebihan asam karbonat, dan peningkatan hidrogen (penurunan pH). Hal ini disebabkan oleh hipoventilasi akibat gagal napas atau
overdosis obat, sehingga cairan serebrospinalis dan sel otak menjadi asam, menyebabkan perubahan neurologis.
b. Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan PaCO2 dan penurunan konsentrasi hidrogen (peningkatan pH). Hal ini disebabkan oleh penghembusan karbon dioksida berlebihan pada waktu mengeluarkan napas atau oleh hiperventilasi, akibat ansietas atau asma.
c. Asidosis metabolikAsidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi hidrogen dalam cairan ekstrasel, disebabkan oleh peningkatan kadar hidrogen atau penurunan kadar bikarbonat.
d. Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik ditandai dengan kehilangan asam dari tubuh atau meningkatnya kadar bikarbonat, disebabkan oleh muntah, gangguan asam lambung, menelan natrium bikarbonat (Kemenkes, 2016).
2.3.4 Faktor Yang Memepengaruhi Nutrisi dan Cairan 1. Usia
a. Bayi
Proporsi air dalam tubuh bayi lebih besar daripada proporsi air dalam tubuh anak usia sekolah, remaja, atau dewasa.
Namun, bayi memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
kekurangan cairan atau hiperosmolar karena per kilogram berat tubuhnya akan kehilangan air yang lebih besar secara proporsional.
b. Anak-anak
Respons anak terhadap penyakit adalah demam yang dapat meningkatkan kecepatan kehilangan air.
c. Remaja
Perubahan keseimbangan cairan remaja perempuan lebih besar karena adanya perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus menstruasi.
d. Lansia
Risiko lansia untuk mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit mungkin berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urine. Selain itu jumlah total air tubuh menurun seiring dengan peningkatan usia, penggunaan diuretik atau laksatif.
2. Ukuran Tubuh
Lemak tidak mengandung air, karena itu orang gemuk memiliki proporsi air tubuh lebih sedikit. Wanita memiliki lebih banyak cadangan lemak di dalam payudara dan paha, sehingga jumlah total air tubuh wanita lebih kecil.
3. Temperatur Lingkungan
Lingkungan yang panas menyebabkan berkeringat, akibatnya tubuh kehilangancairan, sehingga kehilangan natrium danklorida.
4. Gaya Hidup a. Diit
Diit cairan, garam, kalium, kalsium, magnesium, karbohidrat, lemak, dan protein, membantu tubuh mempertahankan status cairan, elektrolit, dan asam basa. Intake nutrisi tidak adekuat menyebabkan serum albumin menurun sehingga cairan interstitiil tidak ke pembuluh darah, yang disebut udem.
b. Stres
Stres meningkatkan kadar aldosteron dan glukokortikoid, sehingga menyebabkan retensi natrium dan garam. Selain itu, peningkatan sekresi ADH akan menurunkan haluaran urine, sehingga meningkatkan volume cairan.
c. Olah raga
Olah raga menyebabkan peningkatan kehilangan air melalui keringat, dan mekanisme rasa haus membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan meningkatkan asupan cairan.
2.4 Oral Reyhdration Salt
2.4.1 Pengertian ORS
Anti-diare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme usus, menahan iritasi, absorsi racun dan sering dikombinasi dengan antimikroba. Diare yang menyerupai kolera mengakibatkan dehidrasi ringan dan sering memerlukan infuse, karena pasien dapat meninggal karena kekurangan cairan dan elektrolit. Bila disertai muntah, maka cairan garam rehidrasi (oral rehydration salt = oralit ) banyak menolong sebagai pertolonga pertama (wiffen, 2014).
Terapi oral rehydration atau yang sering disebut oralit merupakan cairan elektrolit – glukosa yang sangat esensial salam pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringan – sedang. Pada dehidrasi ringan dan sedang, bila diare profus degan pengeluaran air tinja yang hebat (>100ml/kg/hari) atau muntah hebat (severe vomitting) dimana penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violet meteorism) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral meskipun sebenarnya rehidrasi parental dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan siklus (wiffen, 2014).
2.4.2 Tujuan Pemberian ORS dan Madu
Terapi rehidrasi yaitu menggantikan kehilangan air dan elektrolit: terapi cairan rumatan yaitu menjaga kehiangan cairan
yang sedang berlangsung. Bahkan pada kondisi diare berat, air dan garam diserap terus menerus melalui absorbsi aktif natrium yang ditinggalkan oleh glukosa dalam usus halus. Larutan – aruta pengganti oral akan efektif jika mengandung natrium, kalium, glukosa dan air dalam jumlah yang seimbang, glukosa diperlukan untuk meningkatkan absorbsi elektrolit (wiffen, 2014).
Pemberian ORS dan madu dapat dijadikan salah satu alternatif dalam mengatasi diare. Kandungan dalam madu dapat menghambat 60 spesies bakteri, jaur, dan virus yang dapat digunakan pada beberapa masalah gastrointestinal seperti diare (najati, 2013).
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa oenggunaan madu membantu dalam masalah gastrointestinal. Madu memiliki kandungan dua molekul bioaktif utama yaitu flavonoid dan polifenol yang bertindak sebagai antioksidan. Madu juga terdiri dari fruktosa dan glukosa yng berfungsi sebagai agen prebiotik, terdiri dari asam amino, vitamin, mineral, dan enzim (Elnady et al, 2013).
2.4.3 Prosedur Pemberian ORS dan madu
Langkah pertama pengobatan diare akut, seperti pada gastroenteritis, ialah mencegah atau mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan, terutama pada bayi dan lansia.
Dehidrasi adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan cairan, penilaian derajat dehidrasi dibagi menjadi tiga: tidak ada dehidrasi
(terapi A), dengan dehidrasi ringan-sedang (terapi B), dehidrasi berat (terapi C).
2.4 penilaian derajat dehidrasi penderita diare (Piomnas, 2013).
Umur < 1 tahun 1-4 tahun 5-12 tahun Dewasa Tidak ada
dehidrasi
Setiap kali BAB beri larutan rehidrasi oral Terapi A
mencegah dehidrasi
100 ml 200 ml 300 ml 400 ml
(0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas) 3 jam pertama beri arutan rehidrasi oral Dengan
dehidrasi Terapi B mengatasi dehidrasi
300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml
(1,5 gelas) (3 gelas) (6 gelas) (12 gelas) Selanjutnya setiap BAB beri larutan dehidrasi oral Mengatasi
dehidrasi
100 ml 200 ml 300 ml 400 ml
(0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas) Terapi C
dehidrasi berat
perlu segera dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penggantian cairan dan elektrolit.
Dosis madu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 ml dalam 200 ml ORS. Menurut peneliti, dengan menambahkan madu sebanyak 10 ml dalam larutan ORS secara teknis lebih mudah dan memberikan rasa sedikit manis pada ORS yang diberikan sehingga lebih mudah diterima karena dengan rasa-rasa manis yang dirasakan.
Campuran ORS dan madu ini diberikan setiap kali buang air besar, dilakukan selama 3 hari (Andayani, 2020).
Madu yang dilarutkan dalam ORS akan mengalami peningkatan osmolaritas, sehingga akan lebih mampu untuk menghambat pertumbuhan patogen penyebab diare. Kandungan gula juga mengalami peningkatan saat madu dilarutkan dalam ORS yang dapat meningkatkan penyerapan natrium dan air dari usus (Andayani, 2020)
2.5 Kerangka Teori
d
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Nurarif, 2015)
Faktor infeksi Malabsorbsi Makanan
Kuman masuk &
berkembang dalam usus
Tekanan osmotik meningkat
Toksik tidak dapat diabsorbsi
Reaksi inflamasi
Peningkatan sekeresi cairan & elektrolit
Gangguan motilitas usus
Hipermotilitas
Sekresi air &
elektrolit meningkat
Nyeri akut Pergeseran cairan &
elektrolit ke rongga usus
Isi rongga usus meningkat
DIARE Hipertermi
Dehidrasi
Tubuh kehilangan cairan &
elektrolit
Turgor kulit
Defisit volume cairan elektrolit
Hipovolemi
Defekasi sering
Iritasi kulit
Gangguan integritas kulit Pengeluaran asam laktat
berlebihan
Pengeluaran substansi nutrien
bersama fases
Hipoglikemi dan gangguan zat gizi
Malnutrisi energi dan protein
Defisit nutrisi
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pemenuhan kebutuhan
nutrisi dan cairan
Oral Rehydration Solution dan madu
BAB III
METODOLOGI KASUS 3.1. Rancangan Studi Kasus
Rancangan studi kasus merupakan sebuah metode atau rancangan yang diterapkan untuk memahami individu, atau sebuah perkumpulan lebih mendalam dengan dipraktikan secara integrative dan komprehensif (Nursalam, 2016). Studi kasus yang akan di lakukan saat ini yaitu studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien diare dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan.
3.2. Subyek Studi Kasus
Subjek studi kasus merupakan objek yang ditentukan melalui suatu karakteristik tertentu yang akan dikategorikan ke datalm suatu objek tersebut kemudian dipelajari dan ditarik kesimpulan yang dipandang menjadi objek penelitian (Sugiyono, 2012). Subjek yang digunakan pada studi kasus ini adalah satu orang dewasa yang menderita diare dengan hipovolemia.
3.3. Fokus Studi
Fokus studi kasus merupakan pemusatan konsentrasi pada tujuan dari penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2013). Fokus dalam studi kasus ini adalah penanganan diare pada pasien dewasa dengan hipovollemia dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan. Pada pasien, diakukan terapi oral rehydration salt dan madu. Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah:
1. Pasien dengan usia dewasa hingga lansia, dari kedua jenis kelamin 2. Keluarga mampu berkomunikasi secara efektif
3. Pasien mengalami defekasi 3-4 kali dalam sehari, konsistensi fases lembek atau cair
4. Pasien yang mengalami dehidrasi ringan hingga sedang
5. Pasien yang tidak mengaami alergi terhadap madu karena madu terdiri dari fruktosa dan glukosa
6. Pasien dengan kemampuan kognitif normal dan bebas dari kecacataan fisik yang parah
7. Menerima untuk berpartisipasi dalam penelitian ini 3.4. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan sebuah definisi dari sebuah variabel atau objek yang akan diamati di lapangan (Rianto, 2019).
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).
1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan adalah bentuk pelayanan keprawatan yang diberikan kepada pasien diare dengan hipovolemi.
2. Diare adalah kondisi dimana pasien mengalami defekasi sehari 3-4 kali dalam sehari dengan konsistensi fases lembek bahkan cair. Diare memerlukan penanganan yang khusu karena diare dapat menyebabkan dehidrasi, syok hipovolemia dan bahkan kematian
3. Terapi oral reydration salt dan madu merupakan terapi yang bermanfaat untuk mengurangi frekuensi diare serta penambahan madu dalam larutan oral rehydration salt dapat meningkatkan imunitas tubuh
3.5. Tempat dan Waktu 3.5.1. Tempat
Studi kasus ini akan dilakukan di ruang rawat inap RSUD Simo Boyolali
3.5.2. Waktu
Studi kasus ini akan dilaksanakan pada tanggal 15 - 27 Februari 2021
3.6. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode yaitu:
3.6.1. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mencari informasi mengenai klien secara langsung. Perawat melakukan wawancara dengan keluarga klien dan kepada klien. Hasil wawancara berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga (Yusuf, 2014).
3.6.2. Obsrvasi dan pemerikaan fisik
Observasi pada klien dilakukan secara meyeluruh terhadap sistem tubuh klien dan pemeriksaan fisik dilakukan dari kepala,
leher, dada, abdomen, genetalia, rektum, dan ekstremitas klien untuk memeriksa adanya perubahan (Hidayat, 2011).
3.6.3. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data yang dilakukan pada klien diambil dari hasil pemeriksan diagnostik diantaranya yaitu hasil laboratorium.
3.7. Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu kegiatan dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Penyajian data dapat dilakukan dengan bagan, gambar, tabel maupun tekstural atau narasi. Kerahasiaan dari pasien dijamin dan dijaga dengan cara mengaburkan identitas pasien (Sugiyono, 2013). Penyajian data pada studi kasus ini disajikan secara narasi dalam bentuk teks dan disertai dengan cuplikan ugkapan verbal dari subyek studi kasus yang merupakan data pendukungnya.
3.8. Etika Studi Kasus
Etika studi kasus merupakan suatu masalah yang penting dalam melakukan sebuah peneltian, mengingat dalam penelitian kepeawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka dari segi etika penelitian harus di perhatikan masalah etika antara lain:
3.8.1. Informed Consent (Persetujuan Menjadi Pasien)
Saat pasien masuk kedalam ruang rawat inap dilkukan pemberian informed consent pada keluarga klien dan keluarga klien bersedia menandatangani informed consent.
3.8.2. Anonymity (Tanpa Nama)
Nama kliern disamarkan dengan inisial dan nomer rekam medis juga sudah diganti dengan mengganti nomimal beberapa digit terakhir dengan inisial xxxx untuk menjaga kerahasiaan klien.
3.8.3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Informasi yang diberikan oleh klien dan juga keluarga klien bersifat pribadi. Disini perawat memiliki prinsip bahwa harus merahasiakan semua informasi yang di dapat tentang klien dan tidak boleh menyebarluaskan informasi tersebut (Nursalam, 2016)
56 BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL STUDI KASUS
Studi kasus ini dipilih 1 orang sebagai subjek studi kasus dengan kriteri yang telah ditetapkan yakni pasien diare yang mempunyai masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan. Subyek studi kasus laki – laki bernama Tn.S berusia 79 tahun, beragama islam, pendidikan terakhir SD, alamat andong boyolali, pekerjaan pegawai swasta, nomer registrasi 2102xxxx dengan diagnosa medis vomitus frequent keluhan utama pasien adalah buang air besar 10 kali dalam sehari diseratai mual dan muntah. Pasien dibawa ke IGD RSUD Simo pada tanggal 21 februari 2021.
Pasien mengatakan pernah dirawat di RS Waras wiris dengan keluhan yang sama. Kemudian dari IGD pasien dipindah ke ruang Cendrawasih, pengkajian yang dilakukan diruang cendrawasih didapatkan hasil kesadaran pasien composmentis, tekanan darah 126/79 mmHg, nadi 107x/menit dengan tidak teratur dan lemah, RR 26x/menit, suhu 37oC, hasil dari balance cairan pasien pada hari selasa, 23 februari 2021 didapatkan hasil -816 cc. Rabu, 24 februari 2021 mendapatkan balance cairan +84 cc. Kamis, 25 februari 2021 mendapatkan balance cairan +534 cc. Konsep diri pada pasien: citra diri pasien, pasien mengatakan lemas dengan kondisi saat ini.
Dalam hal ini dilakukan pengkajian dengan 11 pola gordon : 1) pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pasien mengatakan bahwa sehat itu penting dan saat sakit ini pasien selalu menjaga kesehatan dengan cara
mewajibkan untuk tidak terlambat makan dan tidak makan sembarangan.
2) pola nutrisi/metabolik : sebelum sakit pasien makan 3x sehari dengan porsi 1 habis, selama sakit pasien hanya makan 1x sehari dengan 1 porsi tidak habis. pola minum frekuensi sebelum sakit sehari 4-5 gelas perhari, selama sakit hanya 1 gelas perhari. 3) pola eliminasi : sebelum sakit BAB sehari 1x dalam sehari dengan konsistensi lunak berbentuk tanpa keluhan, selama sakit sehari 10 kali dalam sehari dengan konsistensi lunak bahkan cair. 4) pola aktivitas dan latihan : sebelum sakit semuanya mandiri sedangkan selama sakit dibantu dengan orang lain. 5) pola istirahat dan tidur : sebelum sakit jumlah tidur siang tidak ada tidur malam 6 - 7 jam dan perasaan setelah tidur nyaman sedangkan selama sakit, jam tidur siang hari 1-3 jam untuk tidur malam 4 – 6 jam dengan perasaan kuang nyaman karena sering terbangun dan tidak familiar dengan lingkungan tempat tidur.
6) pola kognitif dan perseptual : sebelum sakit dan selama sakit pasien tidak mempunyai gangguan kognitif perseptual. 7) pola persepsi konsep diri : identitas diri, pasien mengatakan dapat mengenali dirinya sebagai seorang ayah dari 4 orang anak dan seorang kakek dari cucunya. Gambaran diri/citra tubuh : pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya dibantu oleh anaknya.
Ideal diri : pasien mengatakan ingin segera sembuh dan dapat pulang ke rumah. Harga diri : pasien mengatakan merasa malu dengan keadaan ini karena tidak dapat membantu kebutuhan keluarga. Peran diri : pasien mengatakan semoga lekas sembuh dan dapat beraktifitas lagi. 8) pola hubungan peran : sebelum sakit dan selama sakit tidak memiliki gangguan
hubungan peran. 9) pola seksualitas reproduksi : pasien mengatakan hubungan degan istrinya masih harmonis 10) pola manajemen dan mekanisme koping : sebelum sakit dan selama sakit tidak memiliki gangguan manajemen dan mekanisme koping. 11) pola nilai dan keyakinan : selama sakit pasien tetap menjalankan ibadah walaupun ditempat tidur.
Pemeriksaan Head to toe 1) keadaaan umum : kesadaran composmentis.
Tanda-tanda vital, tekanan darah : 126/79 mmHg, nadi frekuensi : 107x/menit, irama teratur, kekuatan lemah. Pernapasan frekuensi : 26x/menit irama : teratur, suhu : 37o C. Pengkajian nyeri: P: pasien mengatakan nyeri ringan karena timbul ketika ditekan, Q: pasien mengatakan seperti ditusuk- tusuk, R: diarea abdomen kiri, S: skala 3, T: nyerinya hilang timbul 2) kepala : bentuk kepala simetris, kulit kepala bersih tidak ada luka, muka simetris, mata simetris, konjungtiva tidak anemis, hidung simetris tidak ada cuping hidung terpasang oksigen nasal kanul 3 ltm, mukosa bibir kering, leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan Head to toe 3) dada : paru – paru inspeksi : bentuk dada simetris. Palpasi : vocal fremitus. Perkusi : terdengar suara sonor. Auskultasi : vasikuler. Jantung : inspeksi : tidak tampak ictus cordis. Palpasi : IC teraba di ICS 5. Perkusi : suara pekak.
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni.
Pemeriksaan Head to toe 4) abdomen : inspeksi : abdomen datar tidak ada luka. Auskultasi: bising usus meningkat 30x/menit. Perkusi : timpani. Palpasi:
terdapat nyeri tekan. 5) pemeriksaan genetalia: terpasang kateter. 6) pemeriksaan rektum: sedikit ada luka karena terlalu serinngnya defekasi 7)
pemeriksaan kulit: kulit tampak kering, tidak elastis, turgor kulit menurun lebih dari 2 detik. 8) Pemeriksaan ekstremitas atas : kekuatan otot 5/5 ROM ka/ki aktif dan normal, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat, piting edema tidak ada. Ekstremitas bawah kekuatan otot 5/5, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat dan tidak terdapat piting edema. 9) Pemeriksaan penunjang laboratorium darah mendapatkan hasil abnormal : hemoglobin 11.8 g/dl, eritrosit 3.85 106/uL, hematokrit 51.5 %, monosit 11.9 %, SGOT 11.2 u/L, SGPT 62.6 u/L, creatinin 1.48 mg/dl.
4.2 GAMBARAN LOKASI PENGAMBILAN DATA
Studi kasus ini telah dilakukan di RSUD Simo Boyolali yang terletak yang terletak di jalan kebon ijo Ds.Simo Kec.Simo Boyolali Jawa Tengah. Fasilitas yang tersedia di RSUD Simo Boyolali adalah rumah sakit tipe D, yang memiliki fasilitas rawat inap, rawat jalan, instalasi gawat darurat, ruang rehabilitasi medik, kamar oprasi, ruang HCU, sanitasi lingkungan, laboratorium, laboratorium gizi, dan radiologi.
Pengelolaan kasus ini penulis mengambil data di ruang cendrawasih RSUD Simo Boyolali selama 2 minggu terhitung dari tanggal 15 februari – 27 februari 2021. Ruang cendrawasih diperuntukan untuk bangsal penyakit dalam yang mana terdapat kasus diare.
4.3 PEMAPARAN FOKUS STUDI 4.3.1 PENGKAJIAN
Setelah dilakukan pengkajian pada pasien diare, penulis telah melakukan pengkajian dan didapatkan hasil data subyektif yaitu
pasien mengatakan pasien mengalami BAB 10x/hari, mual dan muntah ketika makan, pasien mengatakan lemas, terdapat nyeri tekan pada area abdomen kiri, keluarga mengatakan pasien minumnya sedikit dan tidak mau makan. Kemudian dari data obyektifnya pasien nadi 107x/menit, tekanan darah 126/79 mmHg, turgor kulit lebih dari 2 detik, membran mukosa kering, volume urine 500 ml/24 jam, hematokrit meningkat, pasien tampak gelisah, pasien tampak sulit tidur tampak lemas dan lesu.
4.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarakan pengkajian yang dilakukan pada pasien diare, penulis melakukan analisa data dan penegakan diagnosa. Didapatkan hasil data subyektif : pasien mengatakan muntah ketika makan dan minum, pasien mengatakan lemas. Data obyektif : nadi 107x/ menit, nadi teraba lemah, tekanan darah 126/79 mmHg, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urine menurun 500ml/ 24 jam, hematokrit meningkat 51.5 %. Berdasarkan hasil analisa data dapat ditegakkan diagnosa hivopolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat (D.0023). Adapun diagnosa lainnya antara alain nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi dan gangguan pola tidur berhubungan dengan tidak familiar dengan peralatan tidur.
4.3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Setelah dilakukan tindakan keperrawatan selama 3x24 jam pasien dengan keseimbangan cairan dapat meningkat dengan kriteria hasil:
keseimbangan cairan (L.05020) yaitu dehidrasi menurun, tekanan darah membaik 120/80 mmHg, membran mukosa membaik, mata cekung membaik, turgor kulit membaik. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) meliputi terapi manajemen hipovolemi (I.03116) seperti:
a. Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemi 2) Monitor intake output cairan
b. Terapeutik
1) Hitung kebutuan cairan
2) Berikan asupan cairan oral (ORS dan madu) c. Edukasi
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis 2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis 4.3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Setelah menyusun intervensi keperawatan mengenai diagnosa hipovolemi, dilakukan implementasi hari pertama pada tanggal 23 februari 2021 mulai pukul 10.00 WIB yaitu memeriksa tanda dan