• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS KONSEP HERMENEUTIKA MA’NA<-CUM-MAGZA<

A. Penafsiran QS. Al-Nisa’ [4]: 1 dalam Literatur Kitab Tafsir

1. Mufasir Klasik Terhadap QS. An-Nisa>’ [4]: 1

Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Nisa’ [4]: 1, sebagaimana berikut.

َا م هْن مَث ب وَا ه ج ْو زَا هْن مَ قل خ وَ ة د حا وََ سْ

ف نَ ْن مَْمكقل خَ ْي ذلاَ مك ب رَا ْوق تاَ سا نلاَا هُّيآٰي

َق تا وَ ًَءۤا س ن وَا ًرْي ثكَاً لا ج ر اًبْي ق رَْمك ْيل عَناكَ ٰ

للّاَن اَ َ ما ح ْراْ

لا وَ ه بَن ْول ءۤا ستَ ْي ذلاَ ٰ للّاَاو

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.143) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”. (Al-Nisā' [4]:1)

Ibn Jarir Al-T}{abari di dalam kitab tafsirnya mengatakan, bahwasanya Allah swt. menciptakan seluruh umat manusia dari sosok yang satu, yakni Adam. Kemudian dari sosok itulah Allah ciptakan zauj-nya yang diartikan sebagai sosok kedua dari jiwa yang satu tersebut. Menurut pendapat ahli takwil, kata az-zauj disini diartikan sebagai istrinya, yaitu Hawa. Lalu dari kedua insan itulah Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan. Kemudian, pada kalimat berikutnya terjadi perbedaan qira’at dalam membaca kata َن ْول ءۤا ست. Mayoritas penduduk Madinah dan Basroh membaca

lafaz tersebut dengan tasydid pada huruf sin, sedangkan sebagian lain membacanya dengan bacaan sebagaimana orang-orang Kufah, yakni tidak memakai taysdid pada huruf sin-nya. Akan tetapi, menurut Abu Ja’far Al-T{abari hal demikian tentu tidak berpengaruh pada maknanya, sebab pengertian dari kedua bacaan tersebut tetap sama, yakni “Dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain”.1

Disisi lain, Ibn Kas|i>r menjelaskan bahwa Allah swt. berfirman memerintahkan makhluk-Nya untuk bertakwa kepada-Nya. Yaitu dengan beribadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi- Nya. Serta menyadarkan mereka tentang kekuasaan-Nya yang telah menciptakan mereka dari jiwa yang satu, yaitu Adam a.s. dan kata

ا ه ج ْو زَا هْن مَ قل خ و“Dan darinya Allah menciptakan istrinya”. Yaitu

Hawa a.s. yang diciptakan dari tulang rusuk Adam bagian kiri dari belakang.2 Pendapat beliau tentang penafsiran lafaz nafs wahidah merujuk pada salah satu hadits shahih yang menyatakan sebagaimana berikut:

َ ه م وق تَ تْب ه ذَْ

ن إفَ, هال ْعأَ عل ضلاَي فَ ئ ْي شَ ج و ْعأَن إ وَ, عل ضَ ْن مَ ْت ق ل خَ ةأ ْر مْ لاَن إ

َ ج و عَا هي ف وَا ه بَ ت ْع تْم ت ْساَا ه بَ ت ْع تْم ت ْساَ ن إ وَ, ه ت ْر سك

"Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian yang paling atas.

Jika engkau memaksakan untuk meluruskannya, maka engkau akan

1 Muhammad bin Jari>r Al-Tabari>, Ja>mi’ al-Bayan fi>Ta’wi>l Al-Qur’a>n, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), h. 565-570.

2 Ismāīl bin ‘Umar bin Katsīr, Tafsīr Al-Qur’ān Al-‘Aẓīm, (Al-Qahirah: Dār al-Hadīs, 774), h. 229-231.

mematahkannya. Tetapi jika engkau bersenang-senang dengannya, maka bersenang-senanglah dengannya, sedangkan padanya terdapat kebengkokan."

Kemudian, Al-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya Al-Kasyaf, menjelaskan ayat ini bahwasanya yang dimaksud kata “Ya> ayyuha al- Na>s” dalam ayat ini diartikan sebagai Bani Adam. Dan kamu berasal

dari satu cabang, yakni Adam ayahmu. Kemudian kalimat َا هْن مَ قل خ و

ا ه ج ْو ز disini memiliki dua sisi makna, salah satu artinya ada yang

terhapus, seolah-olah dikatakan: Dia menciptakan kamu dari satu jiwa atau memprakarsainya, dan menciptakan darinya pasangannya.

Sedangkan arti sebenarnya yang terhapus yaitu, “Umatmu berasal dari satu jiwa, ciri-cirinya yaitu, Dia menciptakannya dari tanah, dan pasangannya (Hawa) diciptakan dari salah satu tulang rusuknya.

Kemudian, Dia menciptakan kamu dari jiwa Adam, hal ini karena mereka merupakan bagian dari keturunan yang berjenis kelamin darinya (Adam), dan Dia juga menciptakan ibumu (Hawa) dari Adam. Dengan demikian, lahirlah dari mereka seorang laki-laki dan perempuan yang banyak, selain kamu dari bangsa-bangsa yang tak terhitung banyaknya.3

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwasanya penanfsiran-penafsiran dari muafsir klasik mengenai surah Al-Nisa>’

ayat 1 ini pendapatnya tidak jauh berbeda. Ketiganya sepakat bahwa manusia diciptakan dari satu diri/jiwa, yaitu Adam a.s. yang

3 Mahmud bin ‘Umar bin Muhammad Al-Zamakhsyari>, Tafsi>r Al-Kasysyaaf, (Beirut:

Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006), h. 451-452.

kemudian diciptakannya Hawa sebagai pasangannya dari tulang rusuknya tersebut.

2. Penafsiran Mufasir Kontemporer Terhadap QS. Al-Nisa>’ [4]: 1 Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab tafsirnya menerangkan, bahwasanya dalam QS. Al-Nisa>’ [4]: 1 ini Allah memerintahkan kepada orang-orang yang berakal untuk senantiasa bertakwa kepada- Nya, dengan menjalakan perintah dan menjauhi larangannya.

Sebagai dzat yang maha kuasa, Dia mengingatkan kepada mereka atas kekuasan-Nya yang telah menciptakan mereka semua dari keturunan yang satu (Adam, yang diciptakan dari tanah). Dan daripadanya lah Allah ciptakan pasangannya (istrinya, yaitu Hawa yang diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam sebelah kiri).

Kemudian, lahirlah umat manusia yang banyak, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian kata َ ما ح ْراْ

لا disini artinya adalah ikatan keluarga yang terbentuk dari ikatan silaturahim serta kekerabatan yang menjadikan mereka untuk saling mengasihi dan saling tolong menolong.4

Berbeda dengan pendapat Al-Zuhaili, Ahmad Mustafa Al- Maragi di dalam kitab tafsirnya, menerangkan makna nafs wa>hidah dalam ayat ini dengan menyebutkan bahwasanya Jumhur ulama telah sepakat bahwas lafaz nafs wa>hidah yang terdapat dalam surah An- Nisa’ ayat 1 ini diartikan sebagai Adam. Akan tetapi, Al-Maraghi membantah pendapat tersebut. Menurutnya, mereka yang menafsirkan nafs wahidah sebagai Adam itu tidak memahami nash

4 Wahbah Al-Zuh}aili>, Al-Tafsi>r Al-Muni>r, (Damaskus: Da>r al-Fikr, 2005), h. 554- 560.

ayat ini secara benar, hanya menafsirkan secara umum saja.

Kemudian Al-Qaffal mengartikan lafaz nafs wa>hidah adalah satu jiwa. Al-Maraghi memahami ayat ini ditujukan kepada kaum Quraisy yang hidup pada masa Nabi saw. Mereka adalah keluarga Qushay.

Dan yang dimaksud pada lafaz tersebut adalah Qushay sendiri.5 Sedangkan, Quraish Shihab yang merupakan ulama tafsir era kontemporer asal Indonesia. Ia memahami lafaz nafs wa>hidah dalam surah dan ayat ini diartikan sebagai Adam atau jenis yang sama.

Maksud jenis yang sama disini adalah bahwasanya tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara seorang manusia dan yang lain.6

"Dia telah menjadikan kamu dari satu diri." Maksud dari kalimat tersebut yang dipahami oleh Buya Hamka yang juga merupakan mufasir kontemporer asal Indonesia. Menurutnya, Allah telah menciptakan seluruh manusia, baik itu laki-laki maupun perempuan yang tinggal disegala penjuru dunia, dengan bermacam- macam etnis, suku serta warna kulitnya, namun mereka semua itu diciptakan dari diri yang satu. Maksudnya adalah meskipun berbeda- beda, namun mereka tetap dari jenis yang satu, yakni sama-sama berakal, sama-sama menyukai keindahan dan dan tidak menyukai yang buruk. Kemudian dari diri yang satu itu dipecah, sehingga dari jenisnyalah diciptakan pasangannya (istrinya). Hal ini diibaratkan pada hari kejadian Alam semesta yang awalannya hanya satu, kemudian dibagi dua menjadi positif dan negatif. Demikian juga

5 Aḥmad Muṣṭafā Al-Maragī, Tafsīr Al-Maragī, (Beirut: Dār al-Fikr, 2006), h. 100- 102.

6 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat: Lentera Hati, 2009), h.

397.

dengan manusia yang tercipta atas pembagian antara laki-laki dan perempuan yang merupakan bentuk perubahan kecil yang membuktikan akan kuasa-Nya dalam "teknik" Ilahi.7

Setelah diuraikan satu persatu terlihat adanya beberapa persamaan dan perbedaan pendapat antara mufassir klasik dengan mufasir kontemporer. Persamaannya adalah dari ketujuh penafsiran di atas sepakat bahwa manusia diciptakan dari diri yang satu/dari jiwa yang satu, yaitu Adam. Akan tetapi, dari ketujuh mufasir tersebut hanya Mustafa Al-Maragi yang lain pendapat. Hal ini dijelaskan pula di dalam kitab tafsirnya, ia membantah pendapat jumhur ulama yang mengartikan nafs wa>hidah sebagai Adam. Menurutnya, yang mengartikan demikian tidaklah memahami nash ayat ini secara benar, melainkan hanya secara umum saja. Disamping itu, ia berpendapat bahwa nafs wa>hidah di dalam surah Al-Nisa>’ayat 1 ini ditujukan untuk kaum Quraisy yang hidup semasa Nabi saw. yakni kaum Qushay. Dan yang dimaksud nafs wahidah disini adalah Qushay sendiri.

Sedangkan, yang menjadi perbedaannya adalah para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan hakikat ruh atau jiwa itu sendiri. Ada yang berpendapat bahwa ruh atau jiwa adalah suatu keadaan yang diletakkan di dalam jasad selama jasad tersebut hidup.

Akan tetapi, ada pendapat yang lebih masyhur mengatakan bahwa ruh atau jiwa adalah sebuah bentuk yang bersifat cahaya yang luhur, ringan, lembut, bergerak dan hidup di dalam pusat anggota tubuh,

7 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Depok: Gema Insani, 2015), h. 169-170.

terpisah dari jasad namun tetap terikat dengan jasad ketika jasad tersebut masih hidup.8

B. Implementasi Hermeneutika Ma’na>-Cum-Magza> terhadap QS. Al- Nisa>’ [4]: 1

1. Makna dan Pesan Utama Historis QS. Al-Nisa>’ [4]: 1 a. Analisa bahasa (Kosa kata/struktur bahasa)

Menurut Imam As}-S{uyut}i bahwasanya teks-teks Al-Qur’an memiliki kehebatan yang menjadikannya sebagai ladang-ladang yang subur, seumpama kebun teks. Di dalamnya terdapat rangkaian- rangkaian kata disertai kesimpulan yang saling berkesinambungan satu sama lain, sejak dulu hingga saat ini.9 Dengan demikian, langkah pertama yang harus dilakukan sebelum mencari signifikansi atau pesan utama dalam surah Al-Nisa>’ ayat 1 ini yaitu dengan menganalisis bahasa Al-Qur’an serta mencari kosa kata atau struktur tata bahasanya, sebagaimana yang telah disuguhkan oleh Sahiron Syamsuddin dalam teori pendekatan ma’na>-cum-magza>.

Adapun kosa kata atau kalimat yang akan dianalisis dalam QS.

Al-Nisa>’ [4]: 1 ini hanya fokus pada kosa kata atau kalimat yang awamnya kerap menjadi perdebatan di antara kalangan mufasirin, serta ungkapan-ungkapan yang nantinya akan dijadikan sebagai pesan utama ayat ini, seperti frasa “Ya> ayyuha al-Na>su, nafs wa>hidah, zaujaha>,wa bas|s|a minhuma> serta kata raqi>ba>.

1) Makna Kata “Ya> ayyuha> al-Na>s ittaqu> rabbakum

Huruf Ya dalam kamus Lisan al-‘Arab adalah harfu nida, yakni kata panggilan yang digunakan dalam isim s}ahih dan al-ya>

8 Wahbah Al-Zuh}aili>, Tafsi>r Al-Muni>r, h. 558-559.

9 Sulaiman Al-Tarawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur’ān, terj. Agus Faisal Karīm dan Anis Maftukhin, (Jakarta, Qisthi Press, 2004), h. ix.

disini juga di tempatkan sebagai kata kerja yang khusus bukan sebagai huruf, maka dari itu huruf dapat mewakili kata kerja sebagai ha>l dari istifham.10

Sementara, kata al-Na>s merupakan derivasi dari huruf

- ن و

-

س

. Dalam Lisan al-‘Arab, kata “al-Na>s” asal katanya adalah

سانأ

yang artinya bisa jadi bermula dari manusia dan jin, serta asal usulnya adalah manusia. Kemudian, jika di dalamnya menggunakan alif dan lam, maka hamzah dalam kata ini dihapus.11

2) Kata “Nafs wa>hidah

Secara etimologi, lafa Nafs Wa>hidah berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua suku kata, yakni kata Nafsun dan

Wa>hidah. Di dalam kamus Al-Munawir, kata Nafs merupakan

jamak dari anfus dan nufus yang berarti ruh atau jiwa.12 Ditemukan juga dalam kamus bahasa Arab, yakni Al-Mu’jam Al- Wasīṭ, bahwasanya kata Nafs diartikan sebagai “ruh”.13 Dan dalam kamus mufradat Al-Qur’an, kata nafs disini juga di artikan sebagai “ruh”.14 Sedangkan dalam Ensiklopedia Al-Qur’an disebutkan bahwa kata Nafs juga jamak dari anfus dan nufus

10 Ibn Manẓur Muhammad Ibn Mukarram Al-Anṣarī, Lisān Al-‘Arab, (Al-Qahirah:

Dar al-Hadis, 2003), h. 475.

11 Ibn Manẓur Muhammad Ibn Mukarram Al-Anṣarī, Lisān Al-‘Arab, h. 739.

12 Aḥmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya, Pustaka Progressif, 1997), h. 1446.

13 Syauqī Ḍaif, Al-Mu’jam Al-Wasīṭ, (Al-Qāhirah: Maktabah al-Syurūq al-Dauliyah, 2004), h. 940.

14 Al-Rāgib al-Aṣfānī, Mu’jam Mufradāt Al-Lafāẓ Al-Qur’ān, (Beirut: Dār al-Fikr), h. 522.

yang dapat diartikan sebagai jiwa, pribadi, diri, hidup, hati, atau pikiran.15

Menurut Ibn Manz}ur dalam kitab Lisa>n Al-‘Arab, mengatakan bahwa pengertian kata Nafs dalam bahasa Arab digunakan dalam dua pengertian, yakni Nafs dalam pengertian nyawa, artinya Nafs yang mengandung makna keseluruhan dari sesuatu yang hakikatnya menunjuk kepada diri pribadi. Setiap manusia memiliki dua Nafs, yaitu Nafs akal dan Nafs ruh.

Hilangnya Nafs akal akan menyebabkan manusia tidak dapat berfikir namun ia tetap hidup, ini terlihat ketika tidur. Sedangkan hilangnya Nafs ruh, menyebabkan hilangnya kehidupan.16 Dan secara umum, istilah nafs kerap ditemukan di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan diterjemahkan sebagai “jiwa” yang sebenarnya berarti “pribadi” atau “keakuan”.17

Sedangkan pengertian kata wa>hidah dalam kamus Al- Ma’ani berarti satu, satu kali, seorang, yang satu. Kata nafs terambil dari Isim Mufrad sedangkan Wa>hidah dari Isim ‘Adat (sifat).

Kemudian bila digabungkan antara kata nafs dengan wahidah berarti “jiwa yang satu”. Dan mengenai makna lafaz nafs wa>hidah yang bermakna sesuai redaksinya terdapat dalam surah An-Nisa’ ayat 1 yang mempunyai makna “jiwa yang satu”.

Hal ini justru kerap diperbincangkan oleh para ulama, bahkan sampai saat ini. Karena dari beberapa penafsiran masing-

15 M. Dawam Rahardjo, “Tafsir sosial berdasarkan konsep-konsep kunci” dalam Ensiklopedia, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 250.

16 Ibn Manẓur Muhammad Ibn Mukarram Al-Anṣarī, Lisān Al-‘Arab. Juz III, (Kairo:

Dar al- Misriyah li Al-Ta’lif wa Al-Tarjamah, 1968), h. 119-120.

17 Fazlu Ar-Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, terj: Anas Mahyuddin, (Bandung:

Pustaka, 1983), h. 26.

masing memiliki perbedaan pendapat tentang makna tersebut yang menimbulkan banyak pertanyaan, seperti “Apakah Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam? Lalu jika Hawa/perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, bagaimana dengan ayat yang berbicara bahwa manusia diciptakan dari air mani?”. Dan dengan adanya perkembangan zaman dapat memungkinkan lahirnya pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan makna tersebut, atau bisa saja pertanyaan-pertanyaan yang muncul jauh lebih ekstrim daripada pertanyaan yang sudah ada.

Sebagaimana yang kita ketahui dan kita temukan dalam literatur sejarah penciptaan manusia, baik dalam buku-buku sejarah dan sebagian kitab tafsir, salah satunya tafsir Ibnu Katsir yang lahir pada era klasik. Di dalam kitabnya ia memahami kata nafs wahidah dalam surat An-Nisa’ : 1 yang dimaksud dalam lafazh tersebut adalah Adam, dan zaujaha adalah istrinya (Hawa) yang tercipta dari tulang rusuk Adam yang bengkok.18

Ibnu Katsir memahami demikan bukan tanpa rujukan, mengingat metode penafsiran yang beliau pakai adalah metode bi al-ma’tsur yang merujuk pada salah satu riwayat hadits yang menyatakan bahwa wanita tercipta dari tulang rusuk.

3) Kata “Zaujaha>

Kata

جو ز

ialah kebalikan dari individu/seseorang. Ibnu Sayidah mengatakan, bahwa maksud

درفلا جوزلا

di dalam Lisan

‘Arab adalah seorang suami yang memiliki permaisuri/pasangan.

18 Bobi Suhendra, “Penciptaan Hawa dalam Al-Qur’ān Q.S. An-Nisā’ ayat 1: Studi Komparatif Terhadap Tafsir Klasik dan Kontemporer, (Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negri Raden Fatah, Palembang, 2019), h. 65.

Artinya, kata

جوزلا

diartikan sebagai pasangan yang berarti laki- laki dan perempuan.19

4) Kata “Wa bas|s|a minhuma>

Kata bas|s|a berasal dari suku kata ث-ث-ب , kalimat aslinya ثب yang merupakan sigah dari fi’il madi artinya bertebaran.

Secara umum kata tersebut diartikan dengan ‘menyebar, menghamburkan, menyerakkan, menyiarkan. Sementara arti kata ثبو yang terkandung di dalam Al-Qur’an berarti “Dan Dia kembangbiakkan/mengembangbiakkan”. 20 Sedangkan kata

bass||a yang terkandung di dalam QS. Al-Nisa’ [4]: 1 menurut

kamus Lisan Al-‘Arab memiliki arti ‘sebarkan dan perbanyak’.21 5) Kata Raqi>ba>

Kata raqi>ba> merupakan darivasi dari huruf ب-ق-ر yang berarti nama Allah swt. dan kata Al-Raqib berarti ‘Dia adalah pemelihara dari hal-hal yang tersembunyi’.22 Sedangkan dalam kamus Al-Munawir, kata al-raqib jamak dari ruquba yang artinya al-haris (penjaga).23

b. Intratekstualitas kata

Intratekstualitas kata adalah membandingkan serta menganalisa kata yang ditafsirkan dengan penggunaannya di ayat-ayat lain. Untuk dapat membandingkan kata yang ditafsirkan, maka perlu dicarikan derivasi atau struktur bahasanya terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan

19 Ibn Manẓur Muhammad Ibn Mukarram Al-Anṣarī, Lisān Al-‘Arab, (Al-Qa>hirah:

Da>r al-Hadi>s, 2003), h. 429.

20Al-Ma’a>ni>. https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/

21 Ibn Manz{ur Muhammad Ibn Mukarram Al-Ans{ari>, Lisa>n Al-‘Arab, h. 322.

22 Ibn Manzur, Lisa>n al-‘Arab, h. 208.

23 Al-Munawir, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 274.

sistematika pencarian kosa kata bahasa Al-Qur’an yang terdapat dalam kamus Mu’jam Al-Mufahros. Adapun kosa kata yang akan dianalisis dalam QS. An-Nisa’[4]: 1 selaras dengan poin sebelumnya, yakni:

1) Kata “Ya> ayyuha al-na>su”

Di dalam kitab Mu’jam al-Mufahras ungkapan “Ya> ayyuha al-na>sdisebutkan sebanyak 20 kali pada 9 surah di dalam Al- Qur’an, yakni surah Al-Baqarah, Al-Nisa>’, Al-A’ra>f, Yu>nus, Al- Hajj, Al-Naml, Luqma>n, Fa>t}ir, dan Al-Hujura>t. Berikut rician yang tercantum dalam tabel.

Tabel 4. 1 Frasa “Ya ayyuha al-Nas” di dalam Al-Qur’an No. Nama Surah dan Ayat Tempat

Turunnya 1. QS. Al-Baqarah [2]: 21, 168. Madaniyah 2. QS. Al-Nisa>’ [4]: 1, 170 dan

174.

Madaniyah 3. QS. Al-A’ra>f [7]: 158. Makkiyah

4. QS. Yu>nus [10]: 23, 57, 104,

dan 108.

Makkiyah 5. QS. Al-Hajj [22]: 1, 5, 49, dan

73.

Makkiyah 6. QS. Al-Naml [27]: 16. Makkiyah 7. QS. Luqma>n [31]: 33. Makkiyah 8. QS. Fa>t}ir [35]: 3, 5, dan 15. Makkiyah 9. QS. Al-Hujura>t [49]: 13. Madaniyah

Sedangkan penggunaan kata “al-nas” saja disebutkan kurang lebih sebanyak 241 kali, pada 53 surah di dalam Al- Qur’an. Rinciannya sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 4. 2 Derivasi kata سانلا / Manusia No. Nama Surah Jumlah Ayat 1. QS. Al-Baqarah [2] 39 Ayat 2. QS. A<li ‘Imra>n [3] 19 Ayat 3. QS. Al-Nisa>’ [4] 17 Ayat 4. QS. Al-Ma>idah [5] 9 Ayat 5. QS. Al-An’a>m [6] 3 Ayat 6. QS. Al-A’ra>f [7] 5 Ayat 7. QS. Al-Anfa>l [8] 3 Ayat 8. QS. Al-Taubah [9] 2 Ayat 9. QS. Yu>nus [10] 15 Ayat 10. QS. Hu>d [11] 5 Ayat 11. QS. Yu>suf [12] 8 Ayat 12. QS. Al-Ra’d [13] 4 Ayat 13. QS. Ibra>him [14] 6 Ayat 14. QS. Al-Nahl [16] 4 Ayat 15. QS. Al-Isra>’ [17] 6 Ayat 16. QS. Al-Kahf [18] 2 Ayat

17. QS. Maryam [19] 2 Ayat

18. QS. T{a>ha> [20] 1 Ayat 19. QS. Al-Anbiya> [21] 2 Ayat 20. QS. Al-Hajj [22] 15 Ayat

21. QS. Al-Nu>r [24] 1 Ayat 22. QS. Al-Furqa>n [25] 2 Ayat 23. QS. Al-Syu’ara> [26] 2 Ayat 24. QS. Al-Naml [27] 3 Ayat 25. QS. Al-Qas{as{ [28] 2 Ayat 26. QS. Al-‘Ankabu>t [29] 5 Ayat 27. QS. Al-Ru>m [30] 9 Ayat 28. QS. Luqma>n [31] 4 Ayat 29. QS. Al-Sajdah [32] 1 Ayat 30. QS. Al-Ahza>b [33] 2 Ayat

31. QS. Saba [34] 3 Ayat

32. QS. Fa>t}ir [35] 6 Ayat 33. QS. Sa>d [38] 1 Ayat 34. QS. Al-Zumar [39] 2 Ayat

35. QS. Gafir [40] 5 Ayat

36. QS. Al-Syu>ra> [42] 1 Ayat 37. QS. Al-Zukhruf [43] 1 Ayat 38. QS. Al-Dukhan [44] 1 Ayat 39. QS. Al-Ja>siyah [45] 2 Ayat 40. QS. Al-Ahqa>f [46] 1 Ayat 41. QS. Muhammad [47] 1 Ayat 42. QS. Al-Fath [48] 1 Ayat 43. QS. Al-Hujura>t [49] 1 Ayat 44. QS. Al-Qamar [54] 1 Ayat 45. QS. Al-Hadid [57] 3 Ayat 46. QS. Al-Hasyr [59] 1 Ayat 47. QS. Al-Jumu’ah [62] 1 Ayat

48. QS. Al-Tahrim [66] 1 Ayat 49. QS. Al-Mut}afifin [83] 2 Ayat 50. QS. Al-Zalzalah [99] 1 Ayat 51. QS. Al-Qari’ah [101] 1 Ayat 52. QS. Al-Nasr [110] 1 Ayat 53. QS. Al-Na>s [114] 5 Ayat

2) Kata “Nafs wahidah”

Ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang lafaz nafs, dalam setiap surahnya disebutkan dengan berbagai macam suku kata, baik dalam bentuk mufrod, jamak, ḍomir, maupun

mas}darnya. Setiap ayat yang menyebutkan derivasi kata س-ف-ن

masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan konteks ayatnya. Selain kata َ س ْف نَ/ س ْف ن, ada juga kata lain yang terbentuk dari isim mufrod, jamak, maupun dengan ditambahkannya ḍomir/kata ganti, seperti َ, سفا ن ت يْ

لفَ , سف ن ت

َ,ي سْ

ف نَ,ا ه سف نَ/َا ه سْ ْ

ف نَ, ه سف نَ/َ ه سْ ْ

ف نَ, ك سف نَ/َ ك سْ ف نَ,ا ًسْ ف نَ,ْ نو س فا نت ملْ ا

َ/َ ْمك سفْنأَ,ْمك سوف نَ, سفْنألاَ, سوفُّنلا

َ/َ ْم ه سفْنأَ,ا ن سفْنأَ/َا ن سفْنأَ,ْمك سفْنأ

َ ن ه سفْنأَ,ْم ه سفْنأ.24 Pada penelitian ini penulis tidak mencantumkan semua ayat dari derivasi-derivasi kata nafs sebagaimana yang

24 Muhammad Fu’ad ‘Abd Al-Baqi’, Mu’jam Al-Mufahraṣ li Lafẓi Al-Qur’ān Al- Karīm, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1994), h. 710-714.

telah disebutkan di atas. Akan tetapi, penulis hanya akan memetakannya ke dalam tabel yang terdiri dari lafaz, jumlah surah, serta jumlah ayatnya saja.

Tabel 4. 3 Derivasi kata س-ف-ن

No. Lafazh Jumlah Surah Jumlah Ayat

1. َ سف نَ/ سْ ف ن ْ 34 Surah 56 Ayat

2. َ سف ن ت 1 Surah 1 Ayat

3. َ سفا ن ت يَْف

ل 1 Surah 1 Ayat

4. َنو س فا نت ملْ

ا 1 Surah 1 Ayat

5. ا ًسْ

ف ن 11 Surah 14 Ayat

6. َ ك سْ

ف نَ/َ ك سْ

ف ن 7 Surah 10 Ayat

7. َ ه سف نَ/َ ه سْ ف ن ْ 26 Surah 39 Ayat

8. ا ه سف نَ/َا ه سْ ف ن ْ 2 Surah 2 Ayat

9. َى َ سف نْ 8 Surah 12 Ayat

10. َ سوف َُّنلا 1 Surah 1 Ayat