• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Kajian Pustaka

Rasionalitas asal mula penciptaan manusia terutama penciptaan Adam dan Hawa merupakan isu yang sangat menarik serta menaruh perhatian para peneliti. Secara umum, Adam dan Hawa merupakan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah swt. hanya saja fokus kajian mereka hampir semuanya terkait konsep penciptaan manusia secara historis saja dan hanya berlandasan pada pendapat para mufassir. Padahal mengkaji kebahasaan di dalam Al-Qur’an pun tidak kalah menarik dengan kajian historis, khususnya kajian tafsir, baik tafsir klasik maupun kontemporer. Dalam kajian ini peneliti akan menelik dari aspek makna historis dan magza al-a>yah. Yakni dengan menggunakan pendekatan Hermeneutika Ma’nā-Cum-Magzā Sahiron Syamsuddin. Dengan menggunakan pendekatan ini, kita tidak hanya mengetahui makna secara leksikal saja, justru kita dapat mengetahui makna utama yang terdapat dalam suatu ayat yang didapatkan secara signifikan dan relevan sesuai dengan zamannya. Maka dari itu, penelitian ini sesungguhnya hendak mengisi kekosongan penelitian dalam bidang hermeneutika Al-Qur’an.

Adapun di antara kajian-kajian tentang konseptualisasi penciptaan manusia yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu adalah: Pertama, Asal Usul Penciptaan Perempuan Menurut Muhammad Abduh karya

Muhammad Khalil.11 Ada dua tema besar yang dibahas dalam skripsi ini:

pertama, tentang asal usul penciptaan perempuan dalam Al-Qur’an.

kedua, penafsiran Muhammad Abduh tentang asal-usul penciptaan perempuan dalam Al-Qur’an. Khalil berhasil menyuguhkan hasil penelitiannya dengan menggunakan metode maud{u’i, yaitu dengan cara menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep penciptaan perempuan. Setelah itu, dikaji secara mendalam dan tuntas dari semua aspek yang berkaitan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas mufasir menyatakan penciptaan perempuan, khususnya Hawa, ialah dari Adam, dengan menafsirkan kata nafs wa>hidah sebagai bagian dari Adam as. Akan tetapi, Muhammad Abduh dalam kitab tafsirnya menolak dengan tegas penafsiran kata Nafs wa>hidah dengan Adam, alasan yang dikemukakan Muhammad Abduh adalah sebagai berikut: QS.

Al-Nisa>’ ayat 1 diawali kalimat “wahai sekalian manusia” (Ya> ayyuha al- na>s), berarti ditujukan kepada seluruh manusia tanpa membedakan agama, suku, bangsa, warna kulit, dan jenis kelamin. Menurutnya, bagaimana mungkin dikatakan Adam, sementara Adam sendiri tidak populer dan tidak diakui keberadaannya oleh semua umat manusia sebagai manusia pertama. Dengan demikian, yang dapat diakui secara universal oleh seluruh umat manusia, tidak hanya umat-umat tertentu saja.

Persamaan dari penilitian pertama ini adalah dari segi objek penelitiannya, yaitu meneliti tentang makna QS. Al-Nisa>’ ayat 1.

Disamping itu, terdapat beberapa perbedaan juga antara penelitian Muhammad Khalil dengan penelitian yang akan penulis kaji, yakni; 1) Perbedaan dari aspek judul penelitian. 2) Perbedaan pendekatan penelitian. Dalam kajiannya, Muhammad Khalil menggunakan

11 Muhammad Khalil, “Asal Usul Penciptaan Perempuan Menurut Muhammad Abduh”, (Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2018)

pendekatan studi analisis tafsir Muhammad Abduh serta menggunakan metode maud{u’i. Sedangakna dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji QS. Al-Nisa>’ [4]: 1 dengan menggunakan pendekatan hermeneutika ma’na>-cum-magza> Sahiron Syamsuddin.

Kedua, Diskursus Penafsiran Ayat Penciptaan Perempuan dalam Jurnal Ilmiah di Indonesia karya Faizin.12 Ada tiga tema besar yang dibahas dalam jurnal ini, yakni; pertama, seputar perkembangan diskursus penafsiran ayat penciptaan perempuan dari klasik hingga kontemporer. Kedua, tentang tatanan diskursus gender dalam penafsiran ayat penciptaan perempuan diproduksi dalam jurnal ilmiah di Indonesia dan relasi kuasa dalam tatanan diskursus tersebut membentuk kebenaran pengetahuan. Ketiga, tentang diskursus penafsiran ayat penciptaan dapat memberi efek bagi cara berfikir dan bertindak dalam kehidupan sosial praktis. Faizin berhasil menganalisis terhadap beberapa jurnal ilmiah di Indonesia yang membahas tentang penafsiran penciptaan perempuan dalam surat Al- Nisa>’ayat 1, dengan memperlihatkan adanya relasi kuasa dan pengetahuan dalam menghasilkan kebenaran. Ini dapat dilihat dari beberapa aspek simpulan dari penggunaan teori eksklusi Michel Foucault, yakni: pertama: secara eksternal, diskursus yang dibangun telah mampu menopang fungsi kekuatan wacana gender dalam menghasilkan kuasa pengetahuan. Dari sisi prosedur division and rejection, struktur wacana penafsiran berupaya merekonstruksi pengetahuan baru dengan memisahkan pendapat-pendapat yang bias gender dan menempatkan pendapat yang egaliter sebagai suatu kebenaran pengetahuan. Pada prosedur kedua oppotition between true and false juga memproduksi wacana baru, yakni upaya meninggalkan wacana lama yang dipandang

12 Faizin, “Diskursus Penafsiran Ayat Penciptaan Perempuan dalam Jurnal Ilmiah di Indonesia,” Ulunnuha 7, no.1, (2018)

bias (false) dan memperkuat argumentasi pada wacana yang dipandang benar (true). Ia berupaya untuk membuat kategori-kategori tertentu dan memisahkan katagori tersebut. Kedua, Prosedur internal yang berfungsi mengontrol dan membatasi wacana juga bekerja dengan baik. Pada prosedur commentary, penulis berupaya menghadirkan dominasi wacana melalui proposisi-proposisi yang secara tidak langsung mengajak pembaca untuk membenarkan adanya implikasi atas penafsiran yang bias dengan penafsiran yang berkeadilan gender sehingga pembaca digiring ke arah perspektif kebenaran pengetahuan yang tengah didiskusikan.

Sementara pada prosedur author, ia berusaha memperlihatkan keberpihakan pada penafsiran yang dipandangnya bermuatan positif untuk proyek kesetaraan gender. Terakhir, prosedur disiplin yang memungkinkan lahirnya rumusan baru yang kemudian dapat dijadikan prinsip kebenaran dan instrumen bagi pembaca untuk menerapkan kebenaran itu dalam kehidupan praktis. Refleksi atas dua kesimpulan di atas menguatkan argumentasi bahwa wacana penafsiran nafs wa>hidah sebagai bagian tubuh laki-laki adalah wacana yang terpinggirkan.

Sementara penafsiran yang berkeadilan gender merupakan wacana dominan yang dapat mempengaruhi cara berfikir dan bersikap dan memberi dampak tersendiri bagi sosial kognisi. Sosial kognisi inilah yang kemudian diharapkan mampu menghilangkan budaya patriarki dan menggantinya dengan budaya egaliter melalui internalisasi nilai-nilai keadilan dalam sosial praktis.

Pada penelitian yang kedua ini memiliki kesamaan dalam objek penelitian, yakni mengkaji makna surah Al-Nisa>’ayat 1. Selain objek penelitian, kesamaan lainnya yaitu yang terdapat pada term pertama, yakni membahas seputar penafsiran ayat penciptaan perempuan dari berbagai literatur kitab tafsir, baik tafsir klasik maupun tafsir

kontemporer. Serta tujuan akhir penelitian ini juga hampir sama yaitu mengulik wacana penafsiran nafs wa>hidah yang konon dipahami sebagai bagian tubuh laki-laki. Akan tetapi, dari segi pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan wacana penelitian yang akan penulis bahas. Faizin menukil makna nafs wahidah dengan menggunakan teori eksklusi Michel Foucault dengan mengusung diskursus gender dalam penciptaan perempuan. Dengan teorinya ini berupaya meninggalkan wacana lama yang dipandang bias (false) dan memperkuat argumentasi pada wacana yang dipandang benar (true).

Berbeda dengan penelitian yang akan penulis kaji, penulis akan mengkaji makna QS. Al-Nisa>’ ayat 1 dengan menggunakan pendekatan hermeneutika ma’na>-cum-magza>. Yang dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat menjawab dan mendapatkan hasil analitik makna secara signifikan.

Ketiga, Bias Awal Penciptaan Perempuan dalam Tafsir Alquran (Perspektif Pendekatan Tekstual dan Kontekstual) karya Agus Imam Kharomen.13 Terdapat dua tema besar yang dibahas dalam jurnal ini:

pertama, tentang sejauh mana sang mufassir hanya mengacu pada aspek kebahasaan dalam upaya memahami teks. Kedua, meneliti konteks diturunkannya Al-Qur’an serta konteks pada masa kontemporer sekarang ini. Dalam penelitiannya ini Agus berhasil menyajikan hasil penelitiannya dengan membuktikan bahwa bentuk penafsiran tekstual dan kontekstual bukanlah disebabkan periode/waktu (klasik, modern, kontemporer), melainkan disebabkan oleh metode dan pendekatan yang digunakan mufasir. Selain itu juga, ia membantah pendapat banyak pihak terutama

13 Agus Imam Kharomen, “Bias Awal Penciptaan Perempuan Dalam Tafsir Alquran:

Perspektif Pendekatan Tekstual dan Kontekstual,” Al-Quds Jurnal Studi Alquran dan Hadis 2, no. 2, (2018): h.

orientalis yang selalu menilai mufassir masa klasik menghasilkan penafsiran yang tekstual. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa menurutnya perbedaan penafsiran tersebut bukan disebabkan karena kurun waktu masa hidup sang mufasir, tetapi disebabkan metode dan pendekatan yang mereka gunakan.

Pada penelitian yang ketiga ini cukup berbeda dengan penelitian yang akan penulis kaji. Term-term yang diusut dalam kajian Agus ini mengacu pada kemampuan para mufassir dari segi kebahasaannya dalam upaya memahami teks. Serta meneliti konteks diturunkannya Al-Qur’an dan konteks pada masa kontemporer. Ia berhasil menyajikan hasil penelitiannya dengan membuktikan bahwa bentuk penafsiran tekstual dan kontekstual bukanlah disebabkan periode/waktu (klasik, modern, kontemporer), melainkan disebabkan oleh metode dan pendekatan yang digunakan mufasir. Akan tetapi, dalam penelitiannya ini justru masih terdapat beberapa permasalahan yang tidak cukup hanya dengan melihat makna secara tekstual dan kontekstual saja. Oleh karena itu, penelitian ini akan menyajikan pembahasan dengna menggunakan pendekatan hermeneutika ma’na>-cum-magza>, yang di dalamnya tidak hanya mengkaji persoalan tekstual dan kontekstual makna saja, tetapi menyuguhkan beberapa pendapat para mufassir, baik klasik sampai dengan kontemporer. Serta mengkaji seputar historis ayat. Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui makna utama dari ayat tersebut.

Keempat, Asal Penciptaan Perempuan dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Pemikiran Nasaruddin Umar) karya Nur Mahmudah.14 Ada dua tema besar yang dibahas dalam skripsi ini: pertama menyajikan

14 Nur Mahmudah, “Asal Penciptaan Perempuan dalam Al-Qur’an: Studi Analisis Pemikiran Nasaruddin Umar”, (Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN, Ponorogo, 2018), h.

penafsiran ulama tentang ayat penciptaan perempuan. Kedua mengupas penafsiran Nasaruddin Umar tentang ayat penciptaan perempuan.

Mahmudah berhasil menganalisis pemikiran Nasaruddin Umar yang berbeda pandangan dengan mayoritas mufassir terhadap konsep penciptaan perempuan. Menurutnya, perempuan pertama (Hawa) tidak tercipta dari (bagian) Adam atau tulang rusuknya, tetapi dari sejenis Adam. Adapun hadis yang menuturkan bahwa perempuan (Hawa) tercipta dari tulang rusuk Adam, beliau pahami secara metaphor, dalam arti perempuan itu seperti tulang rusuk yang cenderung bengkok. Hal yang melatar belakangi pemikira Nasaruddin Umar adalah dilihat dari kesetaraan gender. Artinya beliau tidak rela perempuan tidak sama asal muasal penciptaannya dengan laki-laki. Mungkin perempuan merasa terhina lantaran ia (berasal) dari bagian laki-laki. Padahal, mulia tidaknya seseorang bukan dari asal muasal ciptaannya, melainkan ketaqwaannya.

Persamaan yang terdapat dalam penelitian ini adalah objek penelitiannya yakni ayat yang berbicara tentang awal mula penciptaan manusia (nafs wa>hidah). Sedangkan perbedaannya adalah dalam segi pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Tema pertama yang dibahas dalam poin ini sama dengan tema yang akan peneliti bahas dalam penelitian ini, yaitu menyajikan penafsiran ulama tentang ayat penciptaan manusia. Bedanya Nur Mahmudah meneliti ayat ini hanya mengulik pada bias awal penciptaan perempuan saja dengan menggunakan teori Nasaruddin Umar.

Kelima, Penciptaan Hawa Dalam QS An-Nisa’: 1 (Studi Komparatif Terhadap Tafsir Klasik dan Kontemporer) karya Boby Suhendra.15

15 Bobi Suhendra, “Penciptaan Hawa Dalam Al-Qur’an Q.S. An-Nisa’ ayat 1: Studi Komparatif Terhadap Tafsir Klasik dan Kontemporer”, (Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negri Raden Fatah, Palembang, 2019), h.

Terdapat dua tema besar yang dibahas dalam skripsi ini; pertama, penyuguhan seputar penafsiran ulama klasik terhadap penciptaan Hawa.

Kedua, penyuguhan seputar penafsiran ulama kontemporer terhadap penciptaan Hawa. Bobi Suhendra berhasil mengeksplorisasi konseptual penciptaan Hawa dengan menggunakan metode muqaran, yakni membandingkan penafsiran ulama klasik dengan ulama kontemporer.

Penelitian terhadap interpretasi mufassir klasik dan kontemporer, menunjukan bahwa terdapat perbedaan penafsiran antara mufassir klasik dan mufassir kontemporer. Dari kalangan mufassir klasik salah satunya Ibnu Katsir, ia memaknai kata nafs wahidah dalam surat Al-Nisa>’ : 1 yang dimaksud adalah Adam, dan zaujaha> adalah istrinya (Hawa) yang tercipta dari tulang rusuk Adam yang bengkok, terkait dengan penafsirannya menggunakan tafsir bi al-ma’tsur karena terdapat suatu riwayat hadits yang menyatakan wanita tercipta dari tulang rusuk. Sementara perwakilan dari kalangan mufassir kontemporer, yaitu Quraish Shihab, menurutnya kata nafs wa>hidah ialah Adam namun terkait zaujaha> yang merupakan Hawa tercipta dari jenis yang sama seperti Adam as yaitu sama-sama berasal dari Tanah.

Pada penelitian yang terakhir ini, persamaannya sama dengan penelitian-penelitian yang telah diuraikan di atas, yakni meneliti makna QS. Al-Nisa>’ ayat 1. Sedangkan perbedaannya terdapat pada pendekatannya. Boby Suhendra, meneliti dengan membandingkan dua kitab tafsir, yakni tafsir klasik dan tafsir kontemporer. Sedangkan peneliti akan mengkaji lafaz tersebut dengan menggunakan pendekatan hermeneutika ma’na>-cum-magza>.

Dari penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa persamaan dari kelima penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang konsepsi

penciptaan manusia yang terdapat dalam QS. Al-Nisa>’ayat 1. Adapun perbedaan dari kelima peneliti sebelumnya, di antara mereka belum ada satupun yang meneliti dengan menggunakan pendekatan hermeneutika ma’na>-cum-magza> yang diusung oleh Sahiron Syamsuddin.

F. Metodologi Penelitian