• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Kebijakan Publik

Dalam dokumen Dr, Budi Rianto, Drs. M.Si | i (Halaman 50-84)

BAB II STUDI PUSTAKA

2.7. Implementasi Program Kebijakan Publik

program, termasuk di dalamnya: pemerintah, konsultan, fasilitator, dan kelompok masyarakat.

Evaluasi program tentunya terus diperlukan agar pola implementasi PNPM Mandiri, benar-benar memberikan kesempatan pada masyarakat pada komunitas tertentu menjadi lebih berdaya, dalam perspektif mereka sendiri. Dan bukannya dalam perspektif para pengambil kebijakan masyarakat yang berada di lingkungan perkotaan, hal ini penting karena hubungan antar komunitas baik antar masyarakat perdesaan itu sendiri maupun dengan komunitas masyarakat perkotaan harus sejajar, begitu pula antar hubungannya dalam kontek lokal-global, masyarakat perdesaan harus pula berkembang secara sejajar dengan masyarakat komunitas global yang berinteraksi dengannya.

c. Aktor – aktor perorangan di luar badan-badan pemerintahan kepada siapa program itu ditujukan yakni kelompok sasaran ( target group ).

Bahwa dalam implementasi kebijakan tersebut dapat juga dibuat program kebijakan ke depan dan berlaku sepanjang waktu, baik berupa undang-undang ataupun peraturan pemerintah, sehingga dalam implementasi kebijakan sudah terstruktur dan mempunyai landasan kuat. Hal tersebut disampaikan menurut Mazmanian dan Sabatier (1986), telah merumuskan proses implementasi kebijakan publik dengan lebih rinci yaitu :

“Implementation is the carrying out of a basic policy decision usually incorporated in statute but which can also take the form of important execcotive orders or court decisions. Ideally that decisions identifies the problem (s) to be addressed, stipulates the objective (s) to be pursued, and in variety of way, stuctures the implementation process. The process normally runs through a number of stages beginning with passage of the basic statute, followed by the policy outputs ( decision) of implemating agencies, the complience of target groups with those dicisions, the actual impacts both intended and unitended of those outputs the perceived impacts of agency decision, and finally important revisions (or attempted revisions) in basic statute.”

Dari uraian diatas menjelaskan bahwa sebelum mengimplementasikan kebijakan dilakukan beberapa tahapan,

sehingga implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksanaan kebijakan dalam melaksanakan keputusan pemerintah atau legilasi yang telah dirancang/dibuat sebelumnya, pada akhirnya akan mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri. Berikut berbagai teori tentang Implementasi Kebijakan Publik, menurut beberapa ahli:

a. Van Metter dan Van Horn.

Pemahaman mengenai implementasi dikemukakan oleh Van Horn dan Van Meter yang merumuskan implementasi sebagai: “Those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (http://pramascita.wordpress.com, 2013).

Sedangkan definisi implementasi secara eksplisit mencakup tindakan oleh individu atau kelompok privat (swasta) dan publik yang langsung pada pencapaian serangkaian tujuan terus menerus dalam keputusan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya van Metter dan Van Horn memberikan pengertian implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok

pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan- tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

(Ekowati, 2013)

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Metter dan Van Horn disebut dengan A model of the policy Implementation, dimana proses ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejawantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam

hubungan berbagai variabel.

(http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010). Van Metter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijaksanaan dengan implementasi dan suatu model konseptualyang mempertalikan kebijaksanaan dengan prestasi kerja (performance). Kedua ahli ini menegaskan kembali pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-

prosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini ialah hambatan hambatan apakah yang dikaji dalam mengenalkan perubahan dalam organisasi?, seberapa jatuhkah tingkat efektifitas mekanisme-mekanisme kontrol pada setiap jenjang struktur?

(masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang paling rendah tingkatannya dalam organisasi yang bersangkutan). Seberapa pentingkah rasa keterikatan orang-orang dalam organisasi? (hal menyangkut kepatuhan).

Gambar 2.2 Model Proses Implementasi Kebijaksanaan (Van Metter & Van Horn)

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan, Van Meter dan Van Horn menjelaskan bahwa ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu :

1) Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik di antara para agen implementasi.

2) Sumber daya. Kebijakan perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

3) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas.

Dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan yang diinginkan.

4) Karateristik agen pelaksana. Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan. Termasuk didalamnya karateristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

5) Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.

6) Disposisi implementor

Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu:

a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk

melaksanakan kebijakan;

b. kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;

c. Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Variabel-variabel kebijaksanaan bersangkut-paut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber- sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal;

sedangkan komunikasi antar organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan didalam lingkungan sistem politik dan dengan kelompok-kelompok sasaran. Akhirnya, pusat perhatian sikap para pelaksana mengantarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program dilapangan.

b. Mazmanian dan Sabatier.

Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka :

“Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives orders or court decision.

Ideally, that decision identifies the problem(s) to be pursued, and, in a vaiety of ways, ‘structures’ the implementation process”. (http://wahyubraveadministrator.blogspot.com, 2011)

Menurut Mazmanian & Sabatier (1986) Implementasi kebijaksanaan adalah:

“... Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa- peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi sesudah proses pengesahan kebijaksanaan negara, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa.” (Dalam Subianto, 2013)

Implementasi kebijakan adalah merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang- undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lainnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin dibatasi menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasi.

Pengertian implementasi menurut Mazmanian tersebut dapat diartikan bahwa implementasi merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan dasar yang biasanya dilakukan dalam bentuk undang-undang atau perintah-perintah maupun

keputusan-keputusan eksekutif maupun badan peradilan.

Biasanya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, tujuan yang ingin dicapai, dan struktur dari proses implemenatsi. Proses ini normalnya melewati berbagai tahapan yaitu mengeluarkan peraturan dasarnya selanjutnya diikuti keputusan kebijakan dari agen pelaksana, dampak aktual, dan terakhir revisi terhadap aturan dasarnya.

Gambar 2.3 Variabel-variabel Proses Implementasi (Teori Mazmanian & Sabatier)

A. Mudah/tidaknya Masalah dikendalikan.

-Kesukaran-kesukaran teknis

-Keragaman perilaku kelompok sasaran -Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk

-Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

B. Variabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implemntasi -Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi -Dukungan Politik

-Sikap dan Sumber-sumber yang dimiliki kelompok-kelompok

-Dukungan dari pejabat atasan -Komitmen dan kemampuan -Kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana

C. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstruktur proses implementasi -Kejelasan dan konsistensi tujuan -Digunakan teori kausal yang memadai -Ketepatan alokasi sumber dana -Keterpaduan hierarkidalam dan di lembaga pelaksana

-Rekruitmen pejabat pelaksana -Akses formal pihak luar

D. Tahap-tahap dalam proses implementasi (variabel tergantung) Kesediaan

Kelompok sasaran mematuhi output kebijaksana an

Output kebijaksa naan badan- badan pelaksan a

Dampak nyata output kebijaks anaan

Dampak output kebijaksa naan sebagai diperseps i

Revisi utama perundan g-

undangan

Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke dalam tiga variable, yaitu:

1) Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

2) Variabel intervening : yaitu variable kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indicator kejelasan dan konsistensi tujuan.

3) Varaibel dependen : yaitu variable-variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indicator kondisi social ekonomi dan teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

(http://wahyubraveadministrator.blogspot.com, 2011)

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983: 5), terdapat dua perspektif dalam analisis implementasi, yaitu perspektif administrasi publik dan perspektif ilmu politik. Menurut perspektif administrasi publik, implementasi pada awalnya

dilihat sebagai pelaksanaan kebijakan secara tepat dan efisien. Namun, pada akhir Perang Dunia II berbagai penelitian administrasi negara menunjukkan bahwa ternyata agen administrasi publik tidak hanya dipengaruhi oleh mandat resmi, tetapi juga oleh tekanan dari kelompok kepentingan, anggota lembaga legislatif dan berbagai faktor dalam lingkungan politis.

Perspektif ilmu politik mendapat dukungan dari pendekatan sistem terhadap kehidupan politik. Pendekatan ini seolah-olah mematahkan perspektif organisasi dalam administrasi publik dan mulai memberikan perhatian terhadap pentingnya input dari luar arena administrasi, seperti ketentuan administratif, perubahan preferensi publik, teknologi baru dan preferensi masyarakat. Perspektif ini terfokus pada pertanyaan dalam analisis implementasi, yaitu seberapa jauh konsistensi antara output kebijakan dengan tujuannya. Menurutnya, peran penting analisis implementasi kebijakan negara ialah mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.

Variabel yang dimaksud oleh Mazmanian dan Sabatier

diklasifikasikan ke dalam tiga kategori umum, yaitu: (1) mudah atau sulitnya dikendalikan masalah yang digarap; (2) kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi proses implementasinya; dan (3) pengaruh langsung variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam kebijakan. Ketiga variabel ini disebut variabel bebas yang dibedakan dengan tahap implementasi yang harus dilalui sebagai variabel terikat.

c. Merille S. Grindle.

Merille S. Grindle (1980) dalam Ekowanti (2013), mengemukakan bahwa:

“Implementasi kebijakan negara sesungguhnya bukanlah sekedar berangkat dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin buat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan”.

Oleh sebab itu tidak terlalu salah jika dikatakan bahwa Implementasi kebijaksanaan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan, Grindle menegaskan bahwa proses Implementasi baru mulai apabila tujuan-tujuan

dan sasaran-sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun, dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.

Pada umumnya tugas implementasi adalah mengkaitkan realisasi tujuan kebijakan publik dengan hasil kegiatan pemerintah. Tugas implementasi meliputi kreasi tentang sistem pengiriman kebijakan, didesain dengan cara khusus dan diupayakan dengan harapan mencapai tujuan khusus tersebut. Jadi kebijakan publik merupakan suatu pernyataan yang luas meliputi cita-cita (goals), tujuan (objectives) dan cara yang diwujudkan dalam program aksi yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan.

Tampaknya, bermacam-macam program dikembangkan dalam merespon tujuan kebijakan yang sama. Program aksi dikelola ke dalam proyek-proyek yang lebih khusus. Adapun maksud diadakannya program aksi dan proyek-proyek individual disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan kebijakan yaitu suatu perubahan dari hasil program.

Dari pengertian “implementation” oleh Merille S.

Grindle menyusun model konseptual dan kerangka pemikiran mengenai implementasi sebagai proses politik dan proses administrasi. Kerangka pemikiran tersebut disusun atas jawaban dua pertanyaan pokok, khususnya di negara berkembang pada umumnya. Pertanyaan pertama mengenai

Content” (isi) dari program itu sendiri. Pengaruh atau akibat yang dapat terjadi karena isi program itu sendiri, terhadap proses implementasi. Mungkin ada program yang pada dasarnya lebih sulit daaripada program lain dalam proses implementasi. Pertanyaan kedua mengenai “Context” (yaitu kondisi lingkungan) yang mempunyai kaitan pengaruh atau hubungan terhadap implementasi.

Adapun variabel Content meliputi enam unsur yaitu antara lain:

1) Interest affected yaitu pihak-pihak yang kepentingannya dipengaruhi; bahwakebijaksanaan yang dibuat membawa dampak terhadap bermacam kegiatan politik yang di “stimuli” oleh proses pembuatan kebijaksanaan.

2) Type of Benefits yaitu jenis manfaat yang diperoleh; Program untuk menyediakan manfaat kolektif lebih mungkin untuk diimplementasikan program yang memberi manfaat dapat dibagi habis dan bersifat partikulastik/khusus-mempertajam konflik.

3) Exstent of Change Envisioned yaitu jangkauan yang diharapkan; Program jangka panjang, menuntut perubahan pelaku-cenderung mengalami kesulitan implementasinya.

4) Site of Decision Making yaitu letak pengambilan keputusan; semakin terseba implementor (secara geografis, organisasi) maka semakin sulit implementasi program.

5) Program implementor yaitu pelaksana program;

kualitas pelaksana mempengaruhi keberhasilan.

6) Resources Committed yaitu sumber-sumberyang dapat disediakan; tersedianya sumber daya yang memadahi untuk mendukung program.

Gambar 2.4 Variabel-variabel Proses Implementasi Merrile S. Grindle

Selanjutnya Variabel Context, meliputi tiga unsur antara lain:

1) Power, Interest and strategies of actor involved yaitu kekuasaan, kepentingan dan strategi dari para aktor yang terlibat. Keterlibatan pihak-pihak tersebut ditentukan oleh isi dan bentuk program yang diadministrasikan.

Implementing Activities Influenced by:

a. Content of Policy

Intersts affected

Type of benefits

Extent of change envisioned

Site of decision making

Program implementors

Resources committed

b. Context Implementation

Power, interests, and strategies of actors involved

Institution and regime characteristics

Compliance and responsiveness

Outcomes:

a. Impact on society, individuals, and groups b. Change and its

acceptance Policy Goals

Goals achieved?

Action Programs and Individual Projects

Designed and Funded

Programs Delivered as

designed?

MEASURING SUCCESS

2) Institution and regime characteristics yaitu ciri- ciri kelembagaan/rezim. Kemampuan atau kekuasaandari pihak yang terlibat dalam serta ciri rezim dimana terinteraksi akan memudahkan penilaian terhadap peluang-peluang untuk mencapai kebijaksanaan atau tujuan program.

3) Complience and responsivenes yaitu responsi dan daya tanggap. Pejabat harus memusatkan perhatian pada:bagaimana mencapai konsistensi tujuan dalam kebijaksanaan. Mereka harus mampu merubah sikap- sikap menentang dari yang dirugikan oleh program menjadi menerima.

Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa “contens of policy pada dasarnya mempunyai pengaruh terhadap kemungkinan berhasilnya suatu proses implementasi.

Kepentingan siapa yang akan terpengaruh, manfaat apa yang menentukan sikap dan reaksi masyarakat terhadap suatu program. Begitu pula sampai berapa jauh suatu program akan membawa perubahan, jenjang dan jumlah pengambil keputusan, peranan para pelaksana di lapangan yaitu “street

levelbureucrats” amat menentukan hasil pelaksanaan suatu kebijaksanaan dan reaksi masyarakat terhadapnya.

Tentu saja tersedia sumberdaya untuk suatu program juga amat menentukan. Ditinjau dari segi “context” suatu kebijaksanaan maka pertama-tama harus diperhitungkan

“power structur”, serta kelompok kepentingan yang merupakan “stake holder” dalam suatu kebijaksanaan, baik dalam arti dukungan maupun dalam arti penolakan terhadap suatu kebijaksanaan. Dukungan elite politik atau penolakan birokrasi tingkat nasional, regional atau lokal mempunyai pengaruh terhadap kemungkinan terhadap berhasilnya suatu program. Penilaian mengenai “power capabilittes” dari para actor yang terlibat dalam proses implementasi, serta sifat dan hakekat kepekaan suatu organisasi dan lembaga pemerintahan turut menentukan kemungkinan berhasilnya suatu kebijaksanaan. Kekuatan politik maupun kekuatan elite ekonomi, sering mempengaaruhi kerumitan proses implementasi kebijaksanaan secara obyektif, karena kecenderungan umum di dunia ketiga dimanakekuatan politik dan kekuatan sosial ekonomi tertentu lebih suka menunggu

pada sebelumnya, seperti yang dikemukakan oleh James Scott bahwa “a large proportion of individual demand, and even group demands, in developing nations reach the political system not before laws are passed, but rather at the enforcement stage”.(Seperti dikutip Subianto, 2013)

d. George C. Edward III.

Menurut pemikiran Edward dalam buku, Implementing Public Policy (1980), seperti dikutip dalam Ekowanti (2012), Edwards mula-mula menguraikan tentang beberapa pendekatan terhadap studi implementasi dari beberapa ahli, yakni studi kasus (Case Study Approach) seperti yang disajikan dalam Merille S. Grindle, pendekatan berdasarkan analisis, keputusan oleh Graham Allison dalam bukunya Donald Van Carl Van Horn serta yang paling akhir ialah menurut Paul Sabatier dan Mazmanian.

Berdasarkan latar belakang pendapat para ahli tersebut, Edward III tiba pada pendekatan yang dipilihnya, dengan terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok yaitu (1) hal apa saja yang merupakan prasyarat bagi suatu

implementasi yang berhasil? Apa saja yang merupakan penghambat utama terhadap keberhasilan implementasi program? Berdasarkan kedua pertanyaan ini dirumuskan empat faktor atau variabel yang merupakan syarat terpenting guna berhasilnya proses implementasi. Keempat faktor itu ialah faktor komunikasi, sumberdaya (resources), sikap birokrasi dan pelaksana serta struktur organisasi dan tata aliran kerja birokrasi dan pelaksana.

Karena keempat faktor dilaksanakan secara simultan dan antar hubungan antara satu dengan lainnya, pendekatan ideal akan mencerminkan kekompleksannyamelalui diskusi secara menyeluruh. Dalam banyak kasus faktor yang mempengaruhiimplemntasi dipertimbangkan dalam bermacam-macam keadaan. Pendekatan ini kita harapkan mengumpulkan pengertian semakin mendalam dari keragaman hubungan yang terkait dalam implementasi kebijakan publik.

Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Edward dalam Widodo, 2011:96- 110).

1) Komunikasi (Communication). Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses

Gambar 2.5

penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors).

Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait.

Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang

jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.

2) Sumber Daya (Resources). Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward dalam Ekowati (2012) juga mengemukakan bahwa:

“bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan- ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif”.

Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut :

a) Sumber Daya Manusia (Staff).

Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran.

Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.

b) Anggaran (Budgetary). Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan

dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.

c) Fasilitas (facility). fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan.

Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.

d) Informasi dan Kewenangan (Information and Authority). Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan

Dalam dokumen Dr, Budi Rianto, Drs. M.Si | i (Halaman 50-84)