5.1. Metode Interpretasi
5.1.4. Metode Interpretasi Hukum dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam metode. 109
5.1.4.3. Interpretasi Historis
pasal itu harus diartikan; bahwa dalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh undang-undang, pemecahannya harus dicari yang sesuai dengan sistem perundang-undangan dan sesuai pula dengan peristiwa-peristiwa yang diatur oleh undang-undang. (Nederlandse Jurisprudentie 1959, 548). KUHPerdata Pasal 1233. Setiap perikatan dilahirkan, baik oleh perjanjian maupun oleh undang-undang. Akan tetapi di samping perjanjian dan undang-undang, dikenal juga putusan pengadilan dan moral yang juga merupakan sumber perikatan.
Civil Perancis diteruskan ke dalam KUHPerdata Belanda tahun 1838 yang kemudian berdasarkan asas konkordansi diteruskan ke dalam KUHPerdata di Indonesia tahun 1848 (lihat Bab XIII KUHPerdata yang telah menunjuk kepada hakim bahwa pembuat peraturan perundang-undangan itu mengambil asas-asas peraturan –yaitu ketika peraturan itu ditetapkan- dari suatu sistem hukum yang dulu pernah berlaku, maka dicarinya “arti dan tujuan” asas-asas itu dalam sistem hukum lain (Perancis) tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa hakim terlebih dulu mulai melakukan “interpretasi menurut sejarah peraturan perundang-undangan”
dan selanjutnya -yaitu setelah interpretasi menurut sejarah perundang-undangan itu menunjuk bahwa pembuat peraturan yang bersangkutan mengambil asas- asasnya dari suatu sistem hukum lain (Perancis)- diselidikinya “arti dan tujuan”
asas-asas itu dalam sistem hukum lain tersebut.
Dengan perkataan lain; “setelah hakim melakukan interpretasi menurut sejarah peraturan perundang-undangan barulah melakukan interpretasi menurut sejarah hukum”. Hakim menyelidiki sejarah peraturan, menyelidiki sejarah asas- asasnya, pada waktu sebelum penetapannya dalam undang-undang yang sekarang sedang berlaku. Dalam hal demikian hakim mempelajari sejarah hukum.125
Apabila hakim hendak mengetahui arti beberapa pasal KUHPerdata tertentu sedalam-dalamnya, maka ditelitilah sejarah lahirnya Burgerlijk Wetboek, Code Civil tahun 1804 atau mundur lebih jauh mempelajari Hukum Romawi, mempelajari hukum Perancis kuno dan hukum Belanda kuno yang berlaku di wilayah kedua negeri tersebut pada waktu sebelum Code Civil Perancis dibuat,
125Utrecht,Ibid,hlm. 210.
yaitu di Perancis tanggal 21 Maret 1804 atau 2 abad silam maka inilah yang disebut interpretasi menurut sejarah hukum. Bukankah hukum itu sering tak ada putusnya, melainkan hukum bersifat kontinu. Juga kodifikasi hukum tidak dapat mengubah hukum seluruhnya. Mengenai sebagian besar hukum terkodifikasi dapat dikatakan bahwa perbuatan mengkodifikasi hanya memberi bentuk baru kepada hukum yang bersangkutan.
Menurut pendapat Paul Scholten yang terpenting bagi hakim adalah interpretasi menurut sejarah peraturan perundang-undangan saja. Dikatakannya bahwa untuk menentukan apakah maksud pembuat undang-undang, maka penyelidikan hukum yang berlaku pada waktu sebelum peraturan yang bersangkutan dibuat oleh badan legislatif, tidak penting. Walaupun pembuat suatu peraturan meneruskan dalam peraturan itu suatu rumus atau formule yang dulu diciptakan oleh seorang sarjana pada waktu silam, masih juga hal itu tidak berarti bahwa sudah pasti rumus itu diartikannya sama dengan arti yang diberikan kepada rumus tersebut oleh sarjana pada waktu silam. Bagi hakim maka artinya interpretasi historis itu berdasarkan kepentingan praktek, dan interpretasi menurut sejarah peraturan perundang-undangan ada artinya karena suatu peninjauan tentang pekerjaan pembuat peraturan dari sudut yang lain, yaitu dari sudut historis belaka. Pada umumnya yang menjadi penting bagi hakim ialah mengetahui maksud pembuat undang-undang pada waktu peraturan yang bersangkutan ditetapkan.126
Undang-undang selalu merupakan reaksi terhadap kepentingan atau kebutuhaan sosial untuk mengatur kegiatan kehidupan manusia yang dapat
126 Utrecht,Ibid,hlm. 211.
dijelaskan secara historis. Setiap pengaturan dapat dilihat sebagai suatu langkah dalam perkembangan masyarakat, yang maknanya dapat dijelaskan dengan cara meneliti langkah-langkah sebelumnya. Di sini meliputi seluruh lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan undang-undang. Metode interpretasi yang hendak memahami undang-undang dalam konteks seluruh sejarah hukum disebut interpretasi menurut sejarah hukum.
Interpretasi sejarah hukum atau rechtshistorische interpretatie adalah metode interpretasi yang ingin memahami undang-undang dalam konteks seluruh sejarah hukum. Misalnya jika ingin mengetahui betul makna yang terkandung dalam suatu peraturan perundang-undangan, maka tidak hanya sekedar meneliti sejarah hingga terbentuknya undang-undang itu saja, malainkan juga masih terus diteliti lebih panjang proses sejarah yang mendahuluinya.127
Contoh: Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan hanya dapat dimengerti dengan meneliti sejarah tentang emansipasi wanita. Undang-Undang Kecelakaan hanya dapat dimengerti dengan adanya gambaran sejarah mengenai revolusi industri dan gerakan emansipasi buruh. Undang-Undang Pokok Agraria dapat lebih dipahami dengan mempelajari sejarah tentang landreform. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya dapat dimengerti jika dipahami sejarah pemberantasan korupsi. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dimengerti dengan meneliti sejarah tentang pencucian uang yang berasal dari dana-dana illegal dan haram sebagai hasil dari kejahatan yang kemudian disimpan dan dibersihkan dalam lembaga
127Ahmad Ali,Op. cit.hlm. 179.
keuangan resmi seperti perbankan kemudian diinvestasikan pada suatu kegiatan bisnis legal sehingga seolah-olah dana itu adalah dana yang didapatkan dari usaha bisnis legal dan halal. Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia dapat dipahami dengan baik apabila memahami sejarah penindasan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meredakan gerakan-gerakan pro demokrasi di Indonesia dan isu-isu tentang kesetaraan gender.128
Apabila interpretasi perundang-undangan tertentu didasarkan pada maksud atau tujuan pembentuk perundang-undangan tersebut, maka dengan cara meneliti hasil pembicaraan dan dokumen akademik di Dewan Perwakilan Rakyat yang mendahului terciptanya perundang-undangan tertentu tersebut, maka disebut interpretasi historis menurut undang-undang. Maksud pembenuk perundang-undangan itu tampak dari hasil pembicaraan di Dewan Perwakilan Rakyat. Di sini yang dicari adalah maksud suatu peraturan seperti yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang. Kehendak pembentuk undang- undanglah yang bersifat menentukan. Interpretasi ini juga disebut interpretasi subyektif, karena dipengaruhi oleh pandangan subyektif dari pembentuk undang- undang. Semakin tua undang-undang, maka semakin berkuranglah kegunaan interpretasi historis dan semakin beralasan untuk menggunakan interpretasi sosiologis.129