5.1. Metode Interpretasi
5.1.4. Metode Interpretasi Hukum dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam metode. 109
5.1.4.2. Interpretasi Sistematis atau Logis
Contoh yurisprudensi di Negeri Belanda. Menurut Burgerlijk Wetboek Pasal 1140, penyewa rumah yang tidak membayar uang sewa, maka pemilik rumah mempunyai “hak pendahuluan” atau voorrechtuntuk menjual barang yang ada di rumah itu tanpa mempedulikan siapa pemiliknya agar rumah itu dapat didiami, yang hasil penjualannya untuk melunasi uang sewa rumah tersebut.119
Metode interpretasi ini disebut juga metode interpretasi obyektif, biasanya interpretasi gramatikal dilakukan oleh hakim bersamaan dengan interpretasi logis, yaitu memaknai berbagai aturan hukum yang ada, melalui logika/penalaran hukum untuk diterapkan terhadap teks yang kabur atau kurang jelas.120
bersama-sama merupakan satu lapangan hukum besar yang bersifat tertentu dan yang disebut hukum adat Indonesia. Antara lapangan hukum adat Indonesia dengan lapangan hukum yang lain -misalnya lapangan hukum tata negara- ada perbedaan besar, yaitu perbedaan sifat yang mendalam, meskipun juga ada persamaannya.121
Lembaga hukum berdasarkan asas hukum atau rechtsbeginselen. Asas hukum inilah yang mengkualifikasi beberapa aturan hukum untuk bersama-sama merupakan suatu lembaga hukum. Misalnya lembaga hukum perkawinan berasaskan monogami. Asas hukum itu seperti halnya norma hukum, asas hukum juga merupakan petunjuk hidup. Namun ada perbedaan yang mendasar antara norma hukum dengan asas hukum. Norma hukum adalah petunjuk hidup yang bersanksi atas pelanggarannya, sedangkan asas hukum adalah petunjuk hidup yang tanpa sanksi atas pelanggarannya. Norma hukum adalah perumusan atau formuleringasas hukum, yaitu perumusan yang diberi sanksi. Namun justru karena itulah norma hukum menjadi suatu perumusan asas hukum yang menjadi dasar norma hukum itu, maka norma hukum tersebut sering lebih sempit atau lebih kaku daripada asas hukum yang menjadi dasarnya itu.
Asas-asas hukum merupakan sistem material dari hukum (het materiele systeem atau stelsel van het recht). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan, atau keseluruhan, yang unsur-unsurnya saling berhubungan dan saling bergantung, suatu samenhangende eenheid, atau dengan perkataan lain; dalam kesatuan itu tidak ada unsur-unsur yang bertentangan. Kadang kala asas-asas hukum itu disebut secara jelas dalam
121Utrecht,Op.cit.hlm. 212.
suatu undang-undang. Dalam hal demikian norma hukum menjadi identik dengan asas hukum. Perumusan asas hukum yang ada dalam norma hukum meliputi asas hukum seluruhnya, atau hampir meliputi seluruhnya. Misalnya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menganut asas monogami. Asas monogami disebutkan secara jelas, namun dapat juga asas hukum tersebut tidak disebut secara jelas dalam undang-undang. Dalam hal demikian identitas asas hukum maupun norma hukum menjadi tidak nampak.
Akibat dari para pembuat undang-undang yang sering tidak secara jelas menyebutkan asas-asas hukum itulah norma hukum dan asas hukum tidak dapat diidentifikasi. Sering identifikasi asas hukum dalam norma hukum itu tidak mungkin, karena identifikasi suatu asas hukum mungkin dapat menimbulkan pertentangan dengan identifikasi suatu asas hukum yang lain. Seperti adanya inkongruensi/incongruentie (ketidaksamaan) dalam inti berbagai tindakan manusia, adanya juga inkongruensi antara masing-masing asas-asas hukum.
Paul Scholten mengatakan bahwa sistem hukum formal merupakan kesatuan, di dalam sistem hukum tidak ada peraturan yang bertentangan dengan peraturan-peraturan lain dalam sistem itu. Bukankah setiap sistem merupakan samenhangende eenheid? Ditinjau dari positieve samenhang (saling berhubungan positif), yang dianggap ada! Maka dapat dikatakan bahwa hukum positif itu merupakan suatu sistem formal atau het formele system van het recht bagi interpretasi sistematis (menurut sistem).122
Apabila sistem material hukum tidak dinyatakan dengan jelas dalam undang-undang, maka hakim harus mencari sistem hukum itu. Hakim harus
122Utrecht,Ibid,hlm. 214.
mencari sistem hukum yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang. Sistem hukum itu dapat diketahui hakim berdasarkan perbandingan antara beberapa ketentuan perundang-undangan yang diduga mengandung persamaan dan berdasarkan interpretasi menurut sejarah penetapan undang-undang.123
Suatu aturan hukum atau perundang-undangan merupakan bagian dari keseluruhan sistem hukum. Arti pentingnya suatu aturan hukum terletak dalam sistem hukum. Di luar sistem hukum, lepas dari hubungannya dengan aturan- aturan hukum yang lain, suatu aturan hukum tidak mempunyai arti. Interpretasi peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan aturan hukum atau peraturan perundang-undangan lain atau dengan keseluruhan sistem hukum disebut interpretasi sistematis. Interpretasi undang-undang tidak boleh menyimpang atau keluar dari sistem perundang-undangan atau sistem hukum.
Dalam interpretasi sistematis, hukum dipandang oleh hakim sebagai satu kesatuan, sebagai sistem peraturan. Suatu peraturan tidak dipandang sebagai peraturan yang berdiri sendiri, namun sebagai bagian dari satu sistem. Jadi apabila rumusan atau interpretasi suatu peraturan didasarkan pada letak peraturan itu di dalam keseluruhan sistem peraturan, maka hakim tersebut melakukan interpretasi sistematis. Tidak hanya suatu peraturan dalam satu himpunan peraturan dapat membenarkan interpretasi tertentu dari peraturan itu, namun juga pada beberapa peraturan bisa mempunyai dasar tujuan atau asas yang sama. Hubungan antara keseluruhan peraturan tidak semata-mata ditentukan oleh tempat peraturan itu terhadap satu sama lain, namun oleh tujuan
123Utrecht,Ibid.
bersama atau asas-asas yang bersamaan yang mendasarkan pada peraturan- peraturan itu.124
Contoh: Apabila hendak mengetahui tentang sifat pengakuan anak yang dilahirkan di luar perkawinan oleh orang tuanya, tidak cukup hanya mencari di dalam ketentuan-ketentuan dalam lapangan hukum perdata (Kitab Undang- Undang Hukum Perdata) saja namun harus dihubungkan dengan kitab Undang- Undang Hukum Pidana Pasal 278 yang menyatakan: Barang siapa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengakui seorang anak sebagai anaknya sendiri, sedangkan diketahuinya bahwa ia bukan ayahnya anak itu, dihukum karena palsu mengakui anak, dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga tahun. Contoh lain: Apakah mayat manusia itu obyek kepemilikan? Menurut KUH Perdata Pasal 499, benda adalah setiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik, yang berarti dapat menjadi obyek kepemilikan. Indonesia tidak mengenal sistem perbudakan, sehingga manusia -termasuk mayat- dalam hukum perdata tidak merupakan obyek pemilikan. Akan tetapi dalam hukum pidana, mayat adalah milik ahli warisnya dalam batas-batas tertentu, karena ahli warisnya yang menentukan baik waktu maupun tempat pemakamannya, juga menetukan boleh tidaknya mayat itu diutopsi, dicabut gigi emasnya, pembongkaran makamnya dan sebagainya. Hubungkan dengan Hoge Raad tanggal 25 Juni 1946(Nederlandse Jurisprudentie 1946, 503).
Dapat dikemukakan pendapat Hoge Raad tanggal 30 Januari 1959 yang menyatakan bahwa KUHPerdata Pasal 1233 hanya mengenal perikatan berdasarkan perjanjian dan undangg-undang. Namun kata-kata (kalimat) dalam
124Sudikno Mertokusumo 1,Op.cit,hlm. 59.
pasal itu harus diartikan; bahwa dalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh undang-undang, pemecahannya harus dicari yang sesuai dengan sistem perundang-undangan dan sesuai pula dengan peristiwa-peristiwa yang diatur oleh undang-undang. (Nederlandse Jurisprudentie 1959, 548). KUHPerdata Pasal 1233. Setiap perikatan dilahirkan, baik oleh perjanjian maupun oleh undang-undang. Akan tetapi di samping perjanjian dan undang-undang, dikenal juga putusan pengadilan dan moral yang juga merupakan sumber perikatan.