• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Rencana penelitian yang berjudul “Harimau-Harimau dan Jalan tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis” merupakan penelitian pustaka (library research) dengan pemaparan data secara deskriptif kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Semi (1989: 23-24) bahwa penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak menggunakan data berupa angka-angka, tetapi menggunakan data yang diperoleh dari kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskripsi yang dianalisis dengan cara pandang hermeneutika.

Dalam penelitian kualitatif, data dikaji berdasarkan landasan teori, yang erat hubungannya dengan pemerian fenomena yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari suatu eksperimen penelitian sebelumya, yang dilakukan peneliti lain.

B. Definisi Istilah

Perbedaan interpretasi dan penafsiran makna istilah dihindari dengan pendefisinian istilah-istilah yang digunakan dalam rencana penelitian ini. Adapun istilah-istilah yang perlu dibatasi, sebagai berikut.

1. Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, sehingga orang tersebut bertingkah laku yang baik kepada diri sendiri dan orang lain.

2. Nilai karakter religius adalah sikap atau prilaku manusia yang senantiasa menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan Sang Pencipta, sehingga manusia itu dapat berinteraksi sebagai makhluk sosial secara kondusif.

3. Nilai karakter budaya adalah segala sesuatu yang berupa tindakan atau prilaku yang hidup dan berakar dalam suatu masyarakat secara turun-temurun, seperti adat-istiadat, bahasa, agama, sifat kegotong- royongan dan sebagainya yang dianggap suatu karakteristik komunitas masyarakat tertentu.

4. Nilai karakter bangsa adalah sikap atau cara berpikir, bertindak yang menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

5. Hermeneutika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hermeneutika dari Jurgen Habermas yang mengaplikasikan kerangka pemikiran konseptual pada penulisan yang berupa interpretasi teks sehingga dibutuhkan pemahaman dan penafsiran dari pembaca.

C. Desain Penelitian

Menurut jenisnya, rencana penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif sehingga dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan prinsip metode penelitian deskriptif kualitatif yang

mengumpulkan, mengolah, mereduksi, menganalisis, dan menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan fakta. Untuk itu, novel Harimau- Harimau dan Jalan tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis akan diteliti dengan teknik analisis tokoh agar dapat ditemukan nilai-nilai pendidikan karakter dari tokoh melalui cara pandang hermeneutika. Untuk mencapai solusi atau kesimpulan dilakukan dengan jalan melihat premis-premis yang bersifat spesifik untuk ditentukan premis generalnya. Teknik yang digunakan adalah studi pustaka dan analisis tokoh. Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan data kemudian diklasifikasikan berdasarkan keperluan pembahasan.

D. Data dan Sumber Data 1. Data

Data dalam penelitian ini berupa kata-kata atau kalimat-kalimat penggalan novel Harimau-Harimau dan Jalan tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis yang berisi penggambaran karakter religius yang meliputi:

(a) jujur, (b) peduli sesama, (c) bersahabat. Karakter budaya yang meliputi: (a) disiplin, (b) kerja keras, (c) menghargai orang lain, (d) tanggung jawab, dan karakter kebangsaan yang meliputi: (a) semangat kebangsaan, (b) cinta tanah air, dan (c) cinta damai .

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Harimau-Harimau dan Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis yang diterbitkan oleh Dunia Pustaka Jaya yang berjumlah 167 dan 214 halaman.

Dipilihnya novel Harimau-Harimau dan Jalan tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis dengan pertimbangan bahwa Novel tersebut ditulis oleh seorang legendaries atau novelis terkenal yang banyak menyajikan karya- karya yang memiliki relevansi kuat bagi kepentingan sosial kemasyarakan serta memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai karakter yang terbangun di masyarakat.

Harimau-Harimau dan Jalan tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis merupakan karya sastra yang menjadi betseller selama dua tahun terhitung tahun 1977-1978 dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta diterjemahkan ke dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan Mandarin. Berdasarkan penghargaan tersebut calon peneliti berpandangan bahwa karya ini menarik untuk dikaji khususnya yang relevan dengan nilai pendidikan karakter. Selanjutnya peneliti tertarik menggunakan hermeneutika sebagai sebuah pendekatan dalam kajian ini, karena hermeneutika dipandang sebagai sebuah pendekatan yang memiliki relevansi dengan tujuan penelitian ini.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang berperan sebagai pengumpul data, pengklasifikasi data, pengolah data, dan penafsir data karena penelitian ini berorientasi pada teks. Pencarian informasi untuk penyelesaian masalah penelitian dilakukan secara aktif oleh peneliti dengan berfokus pada bentuk kata, makna kata, dan konteks pada penggambaran karakter religius, budaya, dan karakter kebangsaan tokoh dalam teks novel.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Teknik Baca

Langkah awal pengumpulan data yang dilakukan adalah kegiatan membaca secara saksama keseluruhan novel yang berjudul Harimau- Harimau dan Jalan tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis untuk selanjutnya dilakukan pengidentifikasian data yang dibutuhkan berdasarkan fokus penelitian.

2. Teknik Catat

Kata-kata dan kalimat-kalimat yang telah dibaca pada novel yang mendukung penggambaran karakter tokoh dalam novel dicatat sekaligus diseleksi untuk menemukan data yang akan dianalisis.

G. Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini dilakukan melalui uji kredibilitas data versi Sugiyono (2014: 368) yaitu dengan: (1) peningkatan ketekunan dengan pengamatan secara cermat dan berkesinambungan, yang dilakukan dengan membaca berbagai referensi yang memuat teori novel, teori nilai-nilai pendidikan karakter, dan teori hermeneutika untuk menafsirkan isi teks novel; (2) diskusi dengan sejawat yang dilakukan dengan memberikan draf tesis kepada teman yang dianggap memiliki wawasan teori novel, teori nilai-nilai pendidikan karakter, dan teori hermeneutika; dan (3) triangulasi sumber dan ahli melalui diskusi atau konsultasi, baik secara formal maupun informal dengan pakar yang berkompeten serupa dengan kegiatan yang dilakukan saat berdiskusi dengan teman.

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, semua data yang terkumpul akan dideskripsikan sesuai ciri-ciri asli data yang dilakukan selama proses pengumpulan data dan setelah pengumpulan data selesai. Analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini mengikuti tahap analisis Huberman & Miles (2009: 591-592) yang terdiri atas tiga tahap, yaitu:

1. Reduksi data

Tahap ini merupakan kegiatan untuk pengidentifikasian data, penyeleksian data, dan pengklasifikasian data sesuai dengan fokus penelitian untuk menentukan data yang dibutuhkan dan data yang tidak dibutuhkan yang terdiri dari perangkuman data, pengodean data, pengelompokan data. Data pada rencana penelitian ini berupa penggalan novel yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter dari tokoh dalam novel Harimau-Harimau dan Jalan tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis.

2. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dengan cara mengorganisasikan semua data yang telah direduksi melalui kegiatan pendeskripsian (penginterpretasian) data sesuai dengan fokus penelitian. Pada tahap ini, semua data yang telah dianalisis dibahas.

3. Penyimpulan dan verifikasi hasil penelitian

Tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi data mencakup kegiatan perumusan generalisasi awal dari data-data yang memiliki keteraturan dan mencari data-data tambahan untuk menguji generalisasi tersebut. Penyimpulan dilakukan berdasarkan hasil interpretasi dan analisis data terhadap tiga fokus penelitian kemudian diverifikasi ulang untuk divaliditasi.

48

A. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Harimau-Harimau dan Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar lubis

Untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi nilai pendidikana karakter dalam novel Harimau-Harimau dan Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis, maka langkah yang ditempuh peneliti adalah dengan mengidentifikasi tokoh-tokoh yang digambarkan oleh pengarang sebagai cermin yang mewakili pesan pengarang. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel karya Mochtar Lubis yang selaras dengan fokus penelitian ini dimulai dengan Nilai pendidikan karakter religius, nilai pendidikan karakter budaya, dan nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kajian berikut ini.

1. Nilai Pendidikan Karakter Religius

Nilai pendidikan karakter religius adalah nilai yang berkaitan dengan pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.

Berdasarkan hasil pembacaan novel Harimaui-Harimau dan Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis secara hermeneutis penulis mengidentifikasi karakter religius, terdiri atas (1) jujur, (2) peduli sesama, dan (3) bersahabat. Deskripsi nilai karakter religius dapat dilihat uraian berikut ini.

a. Jujur

Jujur adalah prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Perilaku jujur tergambar pada tokoh Pak Balam berikut ini.

Data 5

“Pak Balam juga dihormati orang di kampung, yang menganggapnya sebagai seorang pahlawan, yang telah berani ikut mengangkat senjata melawan Belanda. Orang kampung tahu bahwa Balam bukan seorang komunis. Dia seorang yang saleh beragama dan pasti bukan orang komunis. Karena orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan, dan tidak percaya pada agama. Pak Balam dan kawan-kawannya dahulu bangkit melawan Belanda, karena Belanda terlalu menekan rakyat, memaksa rakyat membayar macam-macam pajak baru, dan rakyat tidak lagi merasa hidup bebas dan merdeka.” (HH: 5).

Data 46.

“Selama pemberontakan banyaklah hal-hal lain yang aku biarkan Wak Katok melakukannya, dan aku pun harus ikut memikul dosa-dosanya.

Seperti ketika Wak Katok memperkosa istri Demang, kemudian membunuh Demang, istri, dan ketiga anaknya, dan merampas emas dan perak di rumah Demang. Aku ada bersama Wak Katok, dan aku tak berusaha untuk melarang Wak Katok berbuat dosa demikian.” (HH: 102).

Semangat perjuangan bangsa Indonesia merupakan kekuatan spiritual yang melahirkan kekuatan luar biasa pada masa perjuangan mengangkat senjata. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajah dilanjutkan dengan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda. Semangat kebangsaan perjuangan yang senantiasa tumbuh dan berkembang yang dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan yang kesemuanya tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses kekuatan mewujudkan bangsa yang merdeka. Nilai

perjuangan diperoleh berkat sikap religius dari tokoh Pak Balam yang tercermin pada data (5) dan (46).

Pada data (5) Pak Balam adalah seseorang yang religius dan jujur mengakui adanya Tuhan, sehingga taat menjalankan ibadah. Seperti pada kutipan, “Dia seorang yang saleh, dan mengakui adanya Tuhan”.

Kejujuran lain dari tokoh tersebut adalah keberanian mengakui keterlibatannya dalam berbagai peristiwa kejahatan meski hal tersebut merusak citra yang dibangunnya bertahun-tahun. Keberanian untuk jujur mengakui kesalahan-kesalahan masa lalu hadir menjelang ajal menjemputnya, semua karena takdir Yang Kuasa. Pak Balam menyaksikan perbuatan atau tindakan tokoh Wak Katok. Seperti kita lihat pada kutipan, “Aku ada bersama Wak katok dan aku berusaha untuk melarang Wak Katok bebuat dosa”. Kejujuran merupakan perbuatan terpuji yang semakin jarang dilakukan oleh umat manusia, jujur memang susah untuk dijalankan tetapi kita hanya perlu melawan kesusahan itu dengan keberanian berbuat benar dan tidak berbohong saat melakukan apa pun. Pada kenyataan sekarang, begitu banyak orang yang paham tentang kejujuran namun terkadang mengabaikan. Data 8 berikut ini mengambarkan sikap Wak Katok yang mengakui kelebihan orang lain, seperti dalam kutipan di bawah ini.

Data 8

“.... Wak Katok sendiri pernah memujinya, ketika dalam berburu babi beramai-ramai dengan orang kampung, pelurunya menembus mata kiri seekor babi yang datang menyerang. Wak Katok dalam kemarahan hatinya ketika itu mengatakan, bahwa dia sendiri pun tak dapat memperbaiki tembakan Buyung. .... Pujian dari Wak Katok sebagai pemburu yang termahir dan penembak yang terpandai di seluruh

kampung merupakan semacam pengangkatan resmi juga untuk Buyung.”

(HH: 8).

Mengakui kelebihan orang lain ternyata tidak semudah mengucapkannya. Karena mengakui kelebihan orang lain berarti benar- benar menekan ego, untuk menghargai suatu hal yang orang lain miliki.

Tantangan terbesarnya adalah karena setiap kali manusia tidak mengakui kehebatan orang lain, setiap kali itu juga tidak bisa belajar dari orang lain.. Pada data (8) tokoh Wak Katok jujur mengakui kehebatan tokoh Buyung meskipun di saat yang bersamaan meski dalam hati ia harus mengakui bahwa Buyung lebih hebat dari dirinya. Seperti dalam kutiupan,

Wak Katok memuji kehebatan Buyung dalam menembak”. Pengakuan ini kontras dengan keseharian Wak Katok yang selalu merasa diri terhebat walau sebenarnya ia lakukan untuk menutup segala kelemahannya.

Jujur adalah sikap atau sifat manusia yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun tidak dikurangi. Sifat jujur harus dimiliki setiap manusia, karena sifat dan sikap ini merupakan prinsip dasar cerminan akhlak seseorang. Jujur juga dapat menjadi cerminan kepribadian seseorang bahkan kepribadian bangsa, oleh karena itu kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia.

Data 52

Dia telah mengatakan, bahwa harimau itu adalah harimau biasa. Timbul sedikit rasa menyesal dalam dirinya, mengapa dia tidak mengatakan, bahwa harimau itu adalah harimau siluman. Jadi sesuatu yang gaib yang mungkin tak terlawan oleh daya manusia biasa, betapapun tinggi ilmunya seperti Wak Katok. Karena siapa yang dapat melawan kehendak Allah Yang Maha Kuasa?” (HH: 149).

Nilai kejujuran lain yang dapat dipetik dari tokoh Wak Katok adalah kejujuran mengakui kekuasaan Tuhan dengan kalimat “Karena siapa yang dapat melawan kehendak Allah Yang Maha Kuasa?” Kalimat tersebut menyiratkan bahwa Wak Katok jujur mengakui keberadaan Tuhan sebagai kepercayaannya yang di sisi lain dapat ditemukan melalui keragu-raguan Wak Katok menentukan harimau yang menyerang mereka adalah harimau biasa atau harimau jadi-jadian meskipun tokoh Wak Katok dengan penuh kemantapan mengatakan hanya harimau biasa di depan teman seperjalanannya. Pernyataan mantap Wak Katok di depan teman- temannya meninggalkan nilai kejujuran yang dapat dipetik pembaca tetapi tidak dapat dicontoh.

Nilai kejujuran dari sikap Wak Katok terhadap teman-temannya diperoleh dengan mengambil hikmah. Jujur memang sikap yang mudah bagi pemilik keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan tetapi sangat sulit bagi mereka sehari-hari sering berbohong. Kebohongan hanya akan membawa malapetaka bagi kehidupan manusia di dunia. Sekali berbohong lalu ketahuan, maka jangan heran jika kepercayaan orang akan luntur bahkan hilang tanpa jejak.

Data 53

Alangkah senangnya jika dia dapat mencari alasan untuk memberikan senapan kepada Buyung. Biarlah Buyung yang menembak. Jika meleset, maka Buyunglah yang salah. Akan dikatakanlah, bahwa tangannya sakit, atau kaku, semutan ...? Akan tetapi hatinya amat enggan melepaskan senapan dari tangannya. Sejak bahaya mengancam, tak pernah dia melepaskan senapan dari tangannya lagi, jika tak amat perlu sekali. ....

Tanpa senapannya dia tak punya arti. Wak Katok, meskipun seluruh tampangnya dan mukanya menunjukkan kekukuhan, kekerasan, dan ketegangan, sebenarnya jauh dalam lubuk hatinya, adalah seorang yang

rusuh hatinya, kacau perasaannya, ragu-ragu pikirannya, penuh dilanda kebimbangan, keraguan, dan kekhawatiran.” (HH: 152-153).

Berperilaku jujur yang ditunjukkan oleh Wak Katok pada data (53) merupakan kejujuran terhadap dirinya sendiri yang jujur mengakui segala ketakutannya. Kejujuran seharusnya membawa banyak manfaat terutama bagi diri sendiri karena dapat menimbulkan kepercayaan dari orang lain yang berdampak disenangi orang lain. Kejujuran tidak hanya dapat dilakukan terhadap orang lain tetapi juga dapat dilakukan terhadap diri sendiri. Tokoh Wak Katok jujur terhadap yang dirasakannya bahwa ia suka memberi tanggung jawab kepada orang yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya yang terbukti dari kalimat “Jika meleset, maka Buyunglah yang salah.”

Karakter jujur juga teridentifikasi dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis seperti pada tokoh Guru Isa berikut ini.

Data 14

“.... Buku tulis mahal di luar. Dan di rumah uang telah habis. Jika diambilnya sebungkus, tidak ada orang yang akan tahu, pikirnya. Dan dengan uang itu dia akan dapat membeli beras. Rasa malu menjalar ke dalam hatinya ketika pikiran itu melintas ke kepalanya. “Sampai bisa niat mencuri masuk ke dalam kepalaku,” pikirnya malu pada dirinya sendiri.”

(JTAU: 23).

Sesuatu yang paling inti dalam kehidupan seseorang adalah nilai kejujuran diri. Seseorang bisa terbuka kepada orang lain tetapi belum tentu kebenaran yang diungkapkan atau dilakukannya. Kejujuran adalah hal yang paling berharga pada diri manusia. Data (14), niat yang terlintas di pikiran Guru Isa bisa saja jadi racun, hanya saja ia cepat menyadari bahwa jujur dan bohong itu merupakan mekanisme pertahanan diri agar

kita nyaman. Ada orang nyaman ketika jujur, namun tak jarang juga ada yang merasa lebih nyaman ketika dia tidak jujur. Kedua pilihan itu memiliki konsekuensi berbeda, dan salah satu ukuran yang dipakai untuk menimbang adalah hati nurani dan Guru Isa memilih jujur pada dirinya bahwa ia bersalah jika berani mencuri, seperti pada kata kutipan, “Rasa malu menjalar ke dalam hatinya, ketika ada niat mencuri”.

Data 30.

“ .... Tiba-tiba dia merasa amat malu pada dirinya, bahwa pikirannya sendiri menyuruh dia mencuri. “Aku juga telah jatuh begini rendah, mencuri dari sekolahku sendiri,” pikir Guru Isa amat pahit, dan amat malu.

Dia merasa seakan-akan banyak orang dapat melihat padanya sekarang, menembus kepalanya, membaca pikirannya yang hendak mencuri itu .“(JTAU: 69).

Seseorang yang melakukan tindakan pencurian disebut pencuri dan tindakannya disebut mencuri. Itulah yang sempat terlintas setelah sikap tokoh Isa digambarkan tokoh dalam data (30). Namun, sejatinya tokoh Isa adalah orang yang jujur terhadap dirinya sendiri. Jujur atau kejujuran mengacu pada aspek karakter, moral, dan berkonotasi atributif positif dan berbudi leluhur seperti integritas, kejujuran, dan keterusterangan, termasuk keterusterangan terhadap diri sendiri. Tokoh Guru Isa telah berlaku jujur pada dirinya bahwa ia adalah seorang pencuri meski belum berani jujur pada orang lain terkait perbuatannya menyelundupkan buku-buku tulis untuk kepentingan pribadinya. Seperti pada kutipan, “Tiba-tiba ia sangat malu kepada dirinya”.

Data 49

“Setelah ini saya hanya mau hidup, katanya pada dirinya, hanya mau hidup saja, tidak mau campur sama republik, tidak mau campur dengan Belanda. Jadi guru dan hidup saja. Cukup begitu” (JTAU: 137).

Kehidupan yang tokoh inginkan tergambar dari ungkapannya bahwa sesungguhnya dalam dirinya ia telah menginginkan kehidupan yang bebas dan mandiri, tanpa mau tahu tentang bangsanya yang masih dijajah oleh Belanda. Inilah bentuk kejujuran dirinya yang sebenarnya. Ia pun ingin hidup apa adanya, tidak munafik dan penuh kepura-puraan sehingga tokoh (Guru Isa) termasuk berkarakter jujur. Ia melalui penggambaran karakter penulis yang tertanam pada dirinya tak ingin terlibat dalam perjuangan untuk kemerdekaan bangsanya.

Data 54

“ .... Dan dengan perasaan kasihan yang timbul dalam hatinya, timbul rasa kebenciannya pada kekuatan gelap yang bisa menghancurkan seorang manusia seperti Hazil itu. Dan timbul rasa harga dirinya sendiri.” (JTAU:

162).

Kejujuran adalah salah satu nilai karakter yang muncul dalam penggalan data (54). Jujur terhadap dirinya tentang perasaan yang ia alami. “Dan dengan perasaan kasihan yang timbul dalam hatinya, timbul rasa kebenciannya”. Sikap jujur dalam diri manusia bukanlah suatu yang mudah. Namun, yang Guru Isa ungkapkan itulah yang ia rasakan.

Data 11

“Ya,” sahut ibu Buyung, “dia rajin bekerja di rumah. Dia pandai pula menjahit, dan rajin sembahyang dan mengaji. Dia pun sudah sekolah.”

(HH: 12).

Sosok Zaitun pada kutipan di atas adalah sosok perempuan idaman karena selain rajin dan pandai ia juga taat beribadah serta berpendidikan. Dapat dilihat pada kutipan, “Dia rajin bekerja di rumah”.

Perempuan seperti Zaitun adalah perempuan yang paham akan kodratnya sebagai perempuan. Kelebihan Zaitun sebagai perempuan disampaikan melalui tokoh Ibu Buyung yang memujinya. Nilai kejujuran yang dapat dipetik dari tokoh Zaitun pada data (11) nampak dari ketaatannya beribadah yang menyiratkan bahwa tokoh Zaitun jujur dalam mengakui dan menjalankan perintah agama (Islam), ia sosok yang takut akan Tuhan. Hal ini dipertegas pada data (13) berikut.

Data 13

“Pinggangnya amat ramping, dan kakinya cantik sekali. Pergelangan kakinya ramping. Kulitnya kuning langsat, dan giginya amat putih dan teratur. Bibirnya merah, meskipun dia tak makan sirih. .... Waktu mengaji pun suaranyalah yang paling lembut dan merayu. Ayat-ayat Kitab Suci, jika Zaitun yang membacanya terdengar seratus kali lebih menarik dari jika dibacakan oleh Pak Lebai.” (HH: 14-15).

Kecantikan sebagai fitrah ilahiah yang diciptakan atau diberikan Tuhan kepada manusia termasuk pada sosok Zaitun sesuatu yang sudah seharusnya disyukuri dan tokoh Zaitun telah melakukan hal demikian dengan ketaatannya pada perintah agama terutama membaca ayat suci.

Ketekunan membaca ayat suci memberi dampak pada pemahaman yang baik dari tokoh Zaitun pada bacaan yang berefek keindahan cara membaca. Hal tersebut menyiratkan bahwa tokoh Zaitun rajin membaca ayat suci, (“dan rajin sembahyang dan mengaji”), kerajinan tersebut bisa hadir karena tokoh Zaitun percaya pada Tuhan dan mengakui keberadaan Tuhan. Kepercayaan dan pengakuan terhadap kehadiran dan keberadaan Tuhan merupakan imbas dari sikap kejujuran sebagai salah satu sikap religius. Hal tersebut dipahami sebagai penyempurna kecantikan perempuan yaitu kepatuhan pada segala perintah-Nya. Pengakuan atas

Dokumen terkait