BAB III ANALISIS TAFSIR QS AL-QAS}AS}/28: 73 .......................... 34-63
B. Kajian Ayat
2. Kajian Mufradat
Huruf َو pada kata ۦِهِت َمۡح َّر ن ِم َو merupakan wau al-ibtida>’ atau wau permulaan.
Kemudian kata ن ِم merupakan huruf jarr yang menjadikan kata setelahnya ( ِهِت َمۡح َّر) berbaris kasrah, dan berfungsi sebagai kata keterangan yang menjelaskan bahwa dengan rahmat Allah dijadikan malam dan siang.
7Muh}ammad ‘Ali> al-S}a>bu>ni>, Qabas min Nu>ri al-Qur’a>n, terj. Munirul Abidin, Cahaya Al- Qur’an: Tafsir Tematik Surat al-Nu>r-Fa>t}ir, h. 230.
8Sayyid Qut}b, Tafsir Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n, terj. As’ad Yasin, dkk., Juz XX, Jilid IX, h. 25.
9Kementerian Agama RI, Ar-Rahman: Al-Qur’an Terjemah Per Kata Latin dan Kode Tajwid Latin, (Jakarta: Maktabah al-Fatih, 2018), h. 394.
Kata rah}mah atau rah}mat berasal dari akar kata rah}ima – yarh}amu – rah}mah
( ة َمْح َر - ُم َح ْرَي - َم ِح َر). Di dalam berbagai bentuknya, kata ini terulang sebanyak 338 kali
di dalam al-Qur’an, yaitu dalam bentuk fi’l ma>d}i> sebanyak 8 kali, fi’l mud}a>ri’ 15 kali, dan fi’l amr 5 kali. Selebihnya disebut di dalam bentu ism dengan berbagai bentuknya. Kata rah}mah sendiri disebut sebanyak 145 kali. Kata yang terdiri dari huruf ra, h}a, dan mim, merujuk pada arti ‘kelembutan hati’, ‘belas kasih’ dan
‘kehalusan’. Dari akar kata ini muncul kata rah}ima ( َم ِح َر) yang berarti ikatan darah, persaudaraan atau hubungan kerabat. Penamaan rahim pada peranakan perempuan karena darinya terlahir anak yang akan menerima limpahan kasih sayang dan kelembutan hati.10
Kata al-rah}mah ( ُة َم ْح َّرلا) artinya kelembutan yang dapat berarti kebaikan kepada orang yang dikasihinya. Selain itu dapat digunakan untuk mengartikan kelembutannya semata, dan dapat juga digunakan untuk mengartikan kebaikannya saja. Jika kata al-rah}mah ( ُة َمْح َّرلا) disandingkan atau dijadikan sifat Allah, maka tidak lain bermakna kebaikan semata, bukan kelembutan. Hal ini telah diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa al-rah}mah ( ُة َمْح َّرلا) atau kebaikan dari Allah merupakan sebuah kenikmatan dan karunia, sedangkan kata al-rah}mah ( ُة َمْح َّرلا) yang berasal dari manusia maka bermakna kelembutan.11 Sehingga rah}mah yang datangnya dari Allah adalah in’a>m (ما َعْنِا) yang berarti karunia atau anugerah dan ifd}a>l (لا َضف ِا) yang berarti kelebihan. Sedangkan yang datangnya dari manusia adalah riqqah (ة َّقِر) yang berarti belas kasih.12
10M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid III (Cet. I; Jakarta:
Lentera Hati, 2007), h. 810.
11Al-Ra>g}i>b al-As}faha>ni>, Al-Mufradat fi> G}ari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al- Qur’an, Jilid II (Cet. I; Depok: Pustaka Khazanah Fawaid, 2017), h. 44.
12M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid III, h. 811.
Allah swt. adalah al-rah}man (ن َمْح َّرلا) yaitu pengasih di dunia, dan al-rah}i>m ( ُمْي ِح َرْ
لا) yaitu penyayang di akhirat kelak. Hal ini karena kebaikan Allah di dunia bersifat umum, artinya berlaku bagi kaum muslim dan kaum kafir, sedangkan di akhirat kebaikan-Nya berlaku khusus hanya bagi orang-orang yang beriman saja.13
kata rah}mah yang digunakan di dalam al-Qur’an hampir semuanya merujuk kepada Allah swt. sebagai subjek utama pemberi rah}mah. Dengan kata lain, rah}mah di dalam al-Qur’an berbicara tentang aspek yang berkaitan dengan kasih sayang, kebaikan, dan anugerah rezeki Allah kepada makhluk-Nya. Allah swt. mensifati diri- Nya dengan kasih dan sayang yang maha luas (rah}man), mewajibkan bagi diri-Nya sifat rah}mah seperti yang disebutkan dalam QS al-An’a>m/6: 12. Rah}mah-Nya meliputi segala sesuatu sebagaimana dalam QS G}a>fir/40: 7, dan diberikan kepada semua makhluk dan tidak ada satu makhluk pun yang tidak menerima rah}mah-Nya walau sekejap. Di dalam hadits juga diriwayatkan bahwa Allah lebih pengasih kepada hamba-Nya daripada seorang ibu kepada anaknya, juga rah}mah-Nya mendahului murka-Nya. Bahkan musibah ataupun kesusahan yang menimpa seorang hamba pada dasarnya adalah perwujudan dari rah}mah-Nya juga. Sebagai contoh orang tua yang menghukum anaknya yang berbuat kesalahan merupakan bukti kasih sayang orang tua tersebut kepada anaknya. Maka dari itu, rah}mah-Nya adalah anugerah dan nikmat ilahi di dalam seluruh aspek kehidupan manusia.14
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rah}mah Allah kepada hamba-Nya terbagi menjadi dua, yakni rah}mah umum dan rah}mah khusus. Rah}mah umum diberikan kepada hamba-Nya tanpa terkecuali, sebagaimana dijadikannya malam dan
13Al-Ra>g}i>b al-As}faha>ni>, Al-Mufradat fi> G}ari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al- Qur’an, Jilid II, h. 45.
14M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid III, h. 811.
siang serta ketentuan penggunaannya yang dapat dirasakan seluruh makhluk-Nya tanpa terkecuali. Sedangkan rah}mah khusus hanya diberikan kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa kepada-Nya di akhirat kelak.15
b. َ ل َع َج
Kata َ
ل َع َج berlaku secara umum pada seluruh fi’il (kata kerja), sehingga lebih
umum dari kata ( َ ل َعَ
ف=menciptakan), ( َعَن َص =berbuat) dan kata-kata lain yang menjadi saudaranya.16
Al-Qur’an menggunakan kata ja’ala di dalam beberapa bentuk.17 1. Ja’ala yang mempunyai satu objek, yaitu khalaqa ( َقَ
ل َخ= menciptakan) dan ikhtara>’a ( َعاَرَت ْخِا= membuat atau menjadikan), yakni menjadikan, menciptakan, dan membuat sesuatu dari ketiadaan dan belum ada. Seperti dalam QS al- An’a>m/6: 1, wa ja’ala al-z}uluma>ti wa al-nu>r ( َ
ل َع َج َو ِت ََٰمُ ٱ
ل ُّظل َو
َروُّنلٱ = dan Allah
telah menciptakan gelap dan terang). Hal ini berarti keduanya dijadikan dari ketiadaan dan belum ada sebelumnya.
2. Ja’ala yang berarti menjadikan atau mengadakan sesuatu dari materi atau bahan yang sudah ada sebelumnya. Seperti yang dijelaskan Allah swt. dalam firman- Nya pada QS al-Nah}l/16: 72 dan QS al-Syu>ra>/42: 11, walla>hu ja’ala lakum min anfusikum azwa>ja> (ا ج ََٰوۡزَ ُللَّّٱ َو
أ ۡمُ ك ِسُفنَ
أ ۡن ِ م مُ كَ
ل َ
ل َع َج = dan Allah menjadikan bagi
kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri). Azwa>j (pasangan) dijadikan Allah dari semua jenis manusia yang sudah ada sebelumnya. Sehingga penggunaan kata ja’ala dimaksudkan bahwa proses penciptaan pasangan bagi manusia berasal
15M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid III, h. 812.
16Al-Ra>g}i>b al-As}faha>ni>, Al-Mufradat fi> G}ari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al- Qur’an, Jilid I, h. 397.
17M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid I, h. 368-369.
dari materi yang sudah ada sebelumnya dan hendaknya hal tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
3. Ja’ala yang berarti menuduh dengan dusta. Sebagaimana yang terkandung di dalam QS al-Hijr/15: 91, “yaitu orang-orang yang telah menjadikan al-Qur’an itu terbagi-bagi.” Ayat ini menunjukkan kedustaan perkataan kaum kafir terhadap kitab suci al-Qur’an yang menuduh bahwa al-Qur’an itu adalah sihir, dongeng dan buatan Rasulullah saw.
4. Ja’ala yang berarti menunjukkan sesuatu dengan mengubahnya dari suatu bentuk atau keadaan kepada bentuk yang lain. Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam QS al-Baqarah/2: 22, al-laz\i> ja’ala lakumu al-ard}a fira>sya>
( ي ِذَّٱ
ل
َ ل َع َج ُمُ
كَ ل َضۡرَ ٱ
أۡل ََٰرِف
ا ش = Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan).
Sehingga ayat ini mempunyai dua objek, yaitu bumi dan hamparan. Karena bumi diciptakan dengan sedemikian rupa, maka dapat dijadikan hamparan, tempat tinggal dan lain sebagainya oleh manusia.
5. Ja’ala yang berarti menetapkan atau memutuskan sesuatu untuk dijadikan suatu yang lain, baik benar maupun salah. Contoh keputusan yang bersifat benar sebagaimana yang disebutkan dalam QS al-Qas}as}/28: 7, sedangkan contoh keputusan yang salah adalah di dalam QS al-An’a>m/6: 136.
c. َ ٱ لۡيَّ
ل
Kata lail ( لْيَ
ل ) yang terdiri dari huruf al-la>m, al-ya>’ dan al-la>m diartikan sebagai ‘malam’ yang merupakan kebalikan dari siang khila>fu al-naha>ri ( ُفا َ
ل ِخ
ِرا َهَّنلا).18 Kata ini disebut sebanyak 74 kali di dalam al-Qur’an.19 Secara etimologis kata lail ( لْيَ
ل ) berasal dari al-ala, yang pada mulanya berarti ‘gelap atau hitam pekat’.
Kemudian penggunaan kata tersebut berkembang sehingga artinya pun menjadi beraneka ragam. Misalnya sesuatu yang panjang dan hitam disebut al-yal ( لَيْ
لَ ا ) dan mulayyal ( لَّيَ
ل ُملا
), serta minuman keras yang berwarna hitam dinamakan ummu al- lail ( ِلْيَّ
لا ُّمُ
ا ) sedangkan minuman keras pada tahap-tahap pemabukannya disebut laila>
( ىَ لْيَ
ل ). Disebut demikian karena menghitamkan atau menggelapkan pandangan dan pemikiran peminumnya. Maka kemungkinan dari asal pengertian inilah penamaan waktu matahari terbenam sampai terbitnya fajar sebagai lail (لْيَ
ل
) karena kegelapan dan hitam pekatnya situasi ketika itu. 20
Al-Qur’an menggunakan kata lail ( لْيَ ل
) di dalam berbagai konteks, di antaranya adalah sebagai berikut.21
1) Di dalam konteks ibadah, seperti pada QS al-Baqarah/2: 187 yang menjelaskan mengenai batas waktu berpuasa.
2) Di dalam konteks perjalanan di malam hari, seperti yang terdapat pada QS al- Isra>’/17: 1 di mana Allah memberikan informasi perjalanan Nabi Muhammad di malam hari dari Masjid Haram ke Masjid Aqsa.
18Abu> al-H}usai>n Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi>, Mu’jam Maqa>yis al- Lug}ah, Juz V (Beirut: Da>r al-Fikr, 1979), h. 225.
19Muh}ammad Fu’a>d ‘Abdu al-Ba>qi>, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), h. 656-657.
20M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid II, h. 505.
21M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid II, h. 506.
3) Di dalam konteks pengajaran terhadap orang-orang yang berakal, misalnya pada QS al-Nu>r/24: 44 yang menyatakan bahwa pergantian malam dan siang itu merupakan pelajaran bagi yang mempunyai penglihatan.
4) Di dalam konteks siksaan terhadap orang kafir yang tidak membedakan di antara siang dan malam, seperti yang terdapat pada QS al-H}a>qqah/69: 7.
5) Di dalam konteks penerimaan wahyu pada malam hari, seperti yang disebutkan di dalam QS al-Baqarah/2: 51 yang menerangkan bahwa Nabi Musa berada di bukit Thur Sina selama 40 malam untuk menerima wahyu dari Allah.
6) Di dalam konteks anjuran berdakwah di malam hari, sebagaimana perkataan Nabi Nuh di dalam QS Nu>h}/71: 5.
Dengan memperhatikan ayat-ayat yang memuat kata lail (لْيَ ل
) dan kata yang seasal dengan itu, dapat diketahui bahwa menurut terminologi al-Qur’an, kata tersebut digunakan untuk arti ‘malam hari’ yang merupakan istilah bagi waktu mulai terbenamnya matahari sampai terbit fajar. Dengan pendapat lain, mulai hilangnya mega merah (setelah matahari terbenam) sampai terbitnya fajar karena keberadaan mega merah belum menjadikan situasi hitam gelap.
d. َرا َهَّنلٱ
Kata ini terdiri dari huruf al-nu>n, al-ha>’, al-ra>’, yang makna dasarnya menunjukkan arti pembuka sesuatu atau membuka. Disebutkan anhartu al-dam ( ُةر َهْنَ
ا
م َّدلا = aku mengalirkan darah), yang berarti membukanya kemudian
mengirimkannya.22 Kata ini berasal dari akar kata nahara – yanhuru – nahran ( - ُر ُهْنَي ا ر ْهَن
-
َر َهَن ) yang diartikan dengan ‘al-dam’ (م َّدلا ) yang bermakna ‘darah’, ‘mengalir’,
22Abu> al-H}usai>n Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi>, Mu’jam Maqa>yis al- Lug}ah, Juz V, h. 362.
‘menyembur’, ‘memancar’. Semua yang mengalir banyak dapat dikatakan nahara ( َر َهَن) atau istanhara ( َر َهْنَت ْسِا ).23 Sementara kata al-nahru ( ُر ْهَّنلا) artinya adalah sungai, yaitu tempat untuk mengalirkan air yang melimpah, dan jamak kata tersebut adalah anha>run ( را َهْنَ
ا ).24
Di dalam bentuk isim maka>n, kata nahar adalah al-manhar ( ر َهْن َمْ لَ
ا
) yang berarti ‘satu tempat di sungai yang digali atau dilubangi oleh air’. Jadi al-manhar ( ْر َهْن َمْ
لَ ا
) di sini berarti ‘lubang yang tembus di dalam benteng yang airnya mengalir’.
Nahar dari segi bahasa memiliki banyak makna, seperti dalam bentuk al-naha>r (را َهَّنلَ ا) bermakna ‘al-sa’ah’ ( ة َع َّسلَ
ا
) atau keluasan karena serupa dengan luasnya air.
Sementara di dalam bentuk mas}dar, nahrun ( ر ْهَن) yang sama dengan al-naha>r (را َهَّنلَ ا) mempunyai arti ‘siang, yaitu waktu tersebarnya cahaya’,25 di mana menurut pemahaman syariat Islam berarti dimulai dari terbitnya fajar sampai waktu terbenamnya matahari. Namun asal makna waktu siang adalah di antara terbit dan terbenamnya matahari.26 Adapun di dalam bentuk naha>r ( را َهَن ) diartikan dengan
‘siang yang amat terang’ dan juga dapat berarti ‘t}ulu>’u al-fajri’ ( ِر ْجَفْلا ُعْوُل ُط) atau fajar menyingsing.27
Kalimat rajulun nahirun (
ر ِهَن ل ُجَر ) artinya pemilik waktu siang yang berarti selalu ada pada waktu siang. Kata al-naha>ru ( ُرا َهَّنلا) juga bermakna anak burung yang berbadan besar. Sedangkan kata al-manharatu ( ُة َر َهْن َمْ
لا
) artinya tempat terbuka di
23M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid II, h. 695.
24Al-Ra>g}i>b al-As}faha>ni>, Al-Mufradat fi> G}ari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al- Qur’an, Jilid III, h. 690.
25M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid II, h. 695.
26Al-Ra>g}i>b al-As}faha>ni>, Al-Mufradat fi> G}ari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al- Qur’an, Jilid III, h. 691.
27M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid II, h. 695.
antara rumah-rumah dan ini seperti tempat yang biasa digunakan untuk membuang sisa-sisa menyapu. Kata al-nahru ( ُر ْهَّنلا ) dan kata al-intiha>ru ( ُرا َهِتْن ِاْ
لا ) artinya hardikan. Disebutkan naharahu ( ُه َر َهَن ) artinya ia menghardiknya atau menggunakan intaharahu ( ُه َر َهَتْنِا).28
Di dalam al-Qur’an, kata nahar dengan berbagai bentuknya terulang 113 kali dengan penggunaan terbanyak adalah dalam arti ‘sungai’ dan ‘siang hari’. Adapun contoh penggunaannya di dalam al-Qur’an antara lain adalah sebagai berikut.
1) Nahar dalam arti ‘siang’ yang di antaranya terdapat di dalam QS al- Muzzammil/73: 7. Ayat ini memberikan informasi kepada Nabi Muhammad saw. agar dapat membedakan antara suasana melakukan ibadah pada siang hari dan malam hari, saat ketenangan jiwa bermunajat kepada Tuhan, menghendaki kebebasan pikiran, sedangkan kesibukan yang terdapat pada siang hari membuat perhatian Nabi Muhammad tidak dapat berfokus menjalankan risalah Tuhannya.
Masih di surah yang sama, yakni pada ayat 20 di mana Allah memberi keringanan kepada hamba-Nya dengan tidak mewajibkan shalat tahajud di sepanjang 2/3 malam atau 1/2 atau 1/3-nya. Sehingga menunjukkan bahwa pada hakikatnya hanya Allah sendiri Yang Maha Mengetahui secara pasti terkait dengan pembagian waktu antara malam dan siang. Demikian juga yang disebutkan di dalam QS al-Furqa>n/25: 47, di mana Allah menyebutkan kekuasaannya yang menjadikan siang untuk berusaha dan malam untuk beristirahat sebagai perumpamaan bagi manusia setelah melaksanakan masa hidupnya di dunia ini akan dibangkitkan kembali setelah matinya untuk diadili tentang segala apa yang mereka kerjakan selama hidupnya di dunia.
28Al-Ra>g}i>b al-As}faha>ni>, Al-Mufradat fi> G}ari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al- Qur’an, Jilid III, h. 692.
2) Nahar dalam makna ‘mencegah’ atau ‘menghardik’ yang dapat dilihat pada QS al-Isra>’/17: 23 yang berbicara tentang perlakuan kepada kedua orang tua yang tidak boleh walaupun hanya mengatakan “ah” sebagai pencegahan agar tidak berbuat kasar terhadap mereka. Demikian pula kata nahar di dalam QS al- D}uh}a>/93: 10 yang menjelaskan tentang larangan menghardik orang yang meminta belas kasihan seperti orang yang menghadapi permasalahan yang tidak mampu dipecahkannya sendiri.
3) Nahr dalam makna ‘sungai’ seperti yang disebutkan di dalam QS al-Baqarah/2:
249. Nahar di sini berarti sungai yang terletak di antara Palestina dan Yordania, sebuah sungai yang digunakan untuk menguji pasukan T}a>lut dengan tentaranya yang sedang menuju medan perang dengan melintasi gurun sahara yang sangat panas untuk melawan orang-orang Amalek. Ujian Tuhan dengan kehausan yang dihadapkan dengan sungai mengalir yang sedang melintasinya bertujuan untuk melihat siapa di antara pasukan yang paling bertahan.
4) Nahar dalam arti ‘jenis’, ‘macam’, ‘ragam’, atau ‘luas’. Menurut T}aba>t}aba>i>
berarti ‘wus’ah’ (ة َع ْس ُو ) atau ‘al-sa>’ah’ ( ة َعا َّسلا ).
Dengan memperhatikan makna kosakata dan makna penggunaannya terkait kata nahar di dalam al-Qur’an, maka dapat dipahami bahwa dalam berbagai bentuknya yang sesuai dengan konteks ayatnya, lebih banyak menggunakan makna siang hari yang merupakan pasangan dari malam hari, serta siang hari yang digunakan untuk berusaha mencari penghidupan. Selanjutnya arti ‘sungai yang mengalir’ merupakan gambaran yang diberikan oleh Allah swt. berupa nikmat untuk hamba-Nya yang baik
di dunia maupun akhirat, terutama bagi hamba yang dapat memanfaatkan waktu siang dan malam sebaik-baiknya. 29
Jika merujuk pada arti dasar nahar yang berarti membuka atau pembuka sesuatu, dan dikatakan anhartu al-dam ( ُة ْر َهْنَ
ا
ْم َّدلا = aku mengalirkan darah), maka sama
halnya seseorang yang melakukan kurban, yang berarti membuka pembuluh darah dengan menyembelihnya sehingga darah tersebut keluar dan menyembur atau mengalir. Adapun nahar dimaknai sungai karena merupakan saluran terbuka untuk air mengalir yang terbentuk secara alami di permukaan bumi. Sedangkan diartikan siang karena membuka kegelapan malam dengan memancarkan cahaya matahari.
Selain itu terdapat juga makna nahar di dalam al-Qur’an seperti: “pelarangan menghardik atau menolak secara kasar terutama kepada kedua orang tua dan sesama hamba yang mengharapkan pertolongan”.
e. ْ اوُنُ
كسَتِل
Kata ini berasal dari akar kata نكس(sakana), dalam Mu‘jam Maqa>yis al-Lug}ah disebutkan bahwa kata ini tersusun dari huruf si>n, ka>f, dan nu>n (ن ,ك ,س) yang memiliki arti penduduk yang mendiami suatu tempat.30 Kata ini disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak 67 kali dan tersebar di dalam berbagai surah,31 di antaranya adalah pada QS al-Taubah/9: 13 dan QS al-An’a>m/6: 103 dan 96.
Kata al-suku>nu ( ُن ْوُ ك ُّسْ
لا ) artinya adalah menetap atau berdiamnya sesuatu setelah sebelumnya bergerak, sehingga kata tersebut banyak digunakan dalam hal
29M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid II, h. 695-696.
30Abu> al-H}usai>n Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya> al-Qazwi>ni> al-Ra>zi>, Mu’jam Maqa>yis al- Lug}ah, Juz III, h. 88.
31Muh}ammad Fu’a>d ‘Abdu al-Ba>qi>, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m, h.
353-354.
tempat tinggal, sementara tempat tinggal disebut dengan maskanun ( نَ ك ْس َم
) yang jamaknya adalah masa>kinu ( ُن ِكا َس َم ).32 Selanjutnya kata sukka>n ( ناك ُسَّ ) juga bisa digunakan bagi ‘penghuni rumah atau kampung’ karena mereka telah bermukim dan menetap secara mantap di tempat tersebut tanpa berpindah-pindah. Dari kata tersebut timbul kata sikki>n (نْي ِك ِس ) yang berarti ‘pisau’. Hal ini sesuai dengan keadaan pisau yang didiamkan setelah digunakan untuk menyembelih, atau karena hewan yang telah dipotong dengan menggunakan pisau itu akan tetap tenang atau tetap, tidak bergerak lagi. Dari kata sakana juga timbul kata saki>nah ( ةَنْي ِك َس ) yang berarti ‘ketenteraman dan ketenangan jiwa’. Masa remaja seringkali membawa pada kegelisahan dan kekhawatiran menghadapi masa depan, sehingga dengan perkawinan, ketenteraman dan ketenangan jiwa serta penyaluran biologis akan terpenuhi sehingga mencapai saki>nah ( ةَنْي ِك َس ). Selain itu terbentuk juga kata miski>n ( نْي ِك ْس ِم ) yang berarti
‘seseorang yang serba kekurangan di dalam kehidupannya’, sehingga kurang bebas untuk bergerak karena berbagai keterbatasan yang ada padanya.33
Dengan demikian, adapun makna penggunaan kata ْ اوُنُ
كسَتِل yang berasal dari
akar kata sakana pada konteks malam hari agar beristirahat sebagaimana ayat yang menjadi fokus kajian peneliti, bahwasanya setelah banyaknya aktivitas pada siang hari yang dapat menguras tenaga serta pikiran, maka waktu malam merupakan saatnya berdiam diri dalam artian mengistirahatkan badan dengan tidur serta menenangkan jiwa dengan melaksanakan shalat sunnah tahajud di sepertiga malam terakhir. Sebab di waktu itu dapat membangun kedekatan dengan Allah swt. sehingga mampu memberikan ketenteraman dan ketenangan jiwa.
32Al-Ra>g}i>b al-As}faha>ni>, Al-Mufradat fi> G}ari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al- Qur’an, Jilid II, h. 254.
33M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid III, h. 864.