• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kajian Teori

No Nama dan Judul

Perbedaan Persamaan sedangkan peneliti

pada kelas XI dengan sub materi sistem pernapasan manusia.

tetap tersampaikan kepada peserta didik dengan baik. Sedangkan peserta didik berperan aktif dalam sebuah proses pembelajaran sesuai dengan tujuan dari kurikulum 2013 yang mengedepankan keaktifan peserta didik disetiap proses pembelajaran. Model pembelajaran menjadi solusi untuk peserta didik dapat melatih diri dan memperoleh hasil belajar yang tinggi (Irwan dan Sani, 2015 : 43). Model pembelajaran untuk memberikan kemudahan bagi para peserta didik untuk memahami dan menguasi suatu pengetahuan atau pelajaran tertentu, sehingga banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan. Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan, salah satunya adalah model Children Learning In Science (CLIS). Menurut Septatiningtiyas (2021 : 20) model pembelajaran CLIS adalah kerangka berfikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan pengamatan dan percobaan. Model pembelajran CLIS dikembangkan oleh kelompok CLIS di Inggris dipimpin oleh Prof.

Rosalind H. Driver, model pembelajaran CLIS merupakan model pembelajaran yang berusaha mengembangkan suatu ide gagasan terhadap suatu masalah yang diberikan kepada peserta didik dan mengkontruksikan ide atau gagasan kedalam pembelajaran berdasarkan pengamatan atau percobaan (Ismail, 2017 : 13). Model pembelajaran CLIS mengarahkan peserta didik pada berbagai

aktifitas seperti mengamati, meramalkan, menafsirkan, menerapkan kosep, merencanakan, eksperimen, dan mengkomunikasikan. Hal ini sesuai dengan tahap pembelajaran sains.

b. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)

Menurut Driver (1988 dalam Septantiningtiyas, dkk. 2021 : 20) model pembelajaran CLIS terdiri dari 5 tahapan antara lain : 1) Orientasi

Orientasi merupakan tahap guru untuk memusatkan perhatian peserta didik. Tahap ini bisa dilakukan dengan cara menunjukkan atau mencotohkan suatu fenomena yang terjadi atau yang pernah dialami di lingkungan sekitar peserta didik.

Misalnya dengan menyebutkan fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Selanjutnya dihubungkan dengan topik yang dibahas.

2) Tahap Pemunculan Gagasan Awal

Pada tahap ini guru mengungkapkan konsep awal untuk memunculkan ide dengan mengahadapkan peserta didik terhadap sebuah permasalahan mengenai topik yang akan

dibahas dalam pembelajaran. Bagi guru, tahap ini merupakan eksplorasi pengetahuan awal peserta didik.

3) Tahap Penyusun Ulang Gagasan

Pada tahap ini guru memperjelas gagasan awal mengenai topik yang akan dipelajari. Selanjutnya dibentuk kelompok kecil, peserta didik diberikan Lembar Kerja Peserta didik untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dalam memecahkan sebuah permaslahan.

4) Tahap Penerapan Gagasan

Pada tahap ini peserta didik dibimbing untuk menerapkan gagasan baru yang dikembagkan melalui sebuah observasi atau percobaan. Gagasan baru dalam praktiknya digunakan untuk menganalisis isu-isu yang terjadi ada dilingkungan sekitar.

5) Tahap Pemantapan Gagasan

Pada tahap pemantapan gagasan perlu adanya umpan balik gagasa baru atau pemahaman yang diperoleh peserta didik guna memperkuat konsep ilmiah.

c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)

Pada umumnya setiap model pembelajaran tidak ada yang benar-benar sempurna ketika diaplikasikan. Begitupula dengan model pembelajaran CLIS yang memilki keunggulan dan kelemahannya sendiri dibanding dengan model pembelajaran yang lain (S amatowa, 2011 : 77).

1) Kelebihan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)

a) Model pembelajaran ini dapat menciptakan proses pembelajaran yang terbuka dan memberikan kebebasan pada peserta didik untuk mengungkapkan ide dan gagasannya

b) Terciptanya kerja sama yang baik antar peserta didik serta peserta didik dapat terlibat langsung ketika percobaan dan observasi

c) Menciptakan suatu kreativitas peserta didik dalam belajar sehingga tercipta suatu pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif

d) Menghasilkan suasana belajar yang lebih bermakna karena timbulnya rasa bangga pada peserta didik dalam menemukan konsep ilmiah

e) Dengan terciptanya suasana pembelajaran yang menyenangkan, guru menjadi lebih efektif dalam mengajar.

2) Kekurangan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)

a) Kejelasan dari tahap dalam model pembelajaran ini tidak mudah dalam setiap tahapannya untuk direalisasikan.

b) Kesulitan yang sering terjadi yaitu berpindah dari satu fase ke fase selanjutnya.

2. Pembelajaran Biologi

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir peserta didik serta dapat mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan materi pelajaran. Peserta didik sebeagai pelaku utama dalam pembelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator belajar peserta didik, oleh karena itu diharapkan peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran (Jayawardana, 2017 : 12).

Biologi merupakan cabang ilmu dari sains. Biologi sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari seperti makanan, kese hatan, lingkungan, interaksi makhluk hidup, dan lain sebagainya.

Biologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari manusia (Jayawardana, 2017 :

13). Menurut Sari,dkk (2017) pembelajaran biologi bertujuan untuk memperoleh konsep dan teori terkait makhluk hidup dan lingkungan sekitar, oleh karena itu peserta didik didalam proses pembelajaran dilatih untuk mengamati, mengelompokkan, meneliti, dan kemudian mengkomunikasikannya.

Menurut Permendiknas No.21 tahun 2016 dalam pembelajaran biologi terdapat kompetensi yang harus dicapai peserta didik yaitu menerapkan proses kerja ilmiah dan keselamatan kerja di laboratorium dalam pengamatan dan percobaan untuk memahami masalah dalam biologi melalui berbagai objek. Menurut Cairn dan Sun (1990 dalam Suryaningsih, 2017 : 50) pembelajaran biologi idealnya dikembangkan sesuai dengan hakikat pembelajaran biologi yaitu scientific processes, scientific products, scientific attitudes. Pemebelajaran dengan menerapkan hakikat keterampilan sains dapat mengembangkan keterampilan dasar sains, berpikir kritis, dan sikap ilmiah peserta didik.

Dalam pembelajarn biologi sangat dibutuhkan adanya kegiatan pembelajaran praktikum. Pada kegiatan praktikum pserta didik dalam mengembangkan keterampilan sains dan sikap ilmiah serta dapat memecahkan masalah sesuai dengan kajian ilmiah, berpikir secara logis dan krtis.

3. Kemampuan Berpikir Kritis

a. Pengertian Kemampuan Berfikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis adalah menguatkan keterampilan atau strategi kognitif dalam mencapai tujuan. Tujuan berpirkir kritis untuk mencapai pertimbangan yang kritis terhadap apa yanng akan didapat dalam membuat keputusan dengan alasan yang kritis dan logis (Nurjaman, 2020 : 42). Setiap peserta didik sangat penting untuk memiliki kemampuan ini. Dengan berpikir kritis maka peserta didik dapat membentuk sistem konseptual melalui kegiatan mental untuk memecahkan suatu permasalahan yang terarah, lugas, dan jelas (Sumaryanta , 2018 : 50). Berpikir kritis merupakan bentuk pemikiran yang perlu dikembangkan dalam memecahkan sebuah masalah, merumuskan kesimpulan, menyususn berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan yang logis dan terstruktuk sehingga dapat mencari informasi terpercaya untuk dipakai sebagai bukti. Proses menumbuhkan kemampuan berpikir kritis membutuhkan bantuan dari pendidik, karena kemampuan ini dapat dipelajari dan diajarkan.

Keyakinan dan bentuk pengetahuan tersebut dikaji dengan menemukan bukti-bukti yang mendukung sebuah alasan dalam membentuk suatu keismpulan. Jika dikonotasikan negatif manusia yang berpikir kritis tidak dapat menerima secara mudah informasi dan pengetahuan yang diterimanya, melainkan masih menyaringnnya (Sihotang, 2019 : 33). Menurut pemikiran Facione

(2015 : 28) mengatakan bahwa berpikir kirtis merupakan kemampuan menalar, menarik kesimpulan, melakukan klarifikasi, penjelasan, dan pengaturan diri ketika memecahkan sebuah masalah.

Servien dan Paul (dalam Syahbana, 2013: 51) mendefinisikan berpikir kritis sebagai disiplin ilmu yang secara aktif dan terampil menganalisis, mengkonsep, menarapkan, dan mengevaluasi informasi ataupun ilmu yang diperoleh dari suatu pengalaman tertentu yang nantinya sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan kemudian. Menurut R. Stobaugh (2013 : 3 dalam Nurjaman, 2020 : 42) berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang tidak mengacu pada hafalan. Sebab berpikir kritis adalah pemikiran secara naluriah dan reaktif, bukan pemikiran yang sesederhana mengingat infromasi atau pengetahuan yang telah didapat serta bukan pula pemikiran yang tidak logis dan tidak rasional. Definisi tersebut mengatakan bahwa berpikir kritis sebagai suatu sikap berpikir secara mendalam tentang masalah, metode dan penalaran secara logis sehingga mampu untuk menerapkan metode- metode tersebut. Berpikir secara kritis juga upaya yang menekankan untuk memeriksa setiap informasi, keyakinan, dan pengetahuan yang bersifat asumtif berdasarkan bukti pendukung dan kesimpulan yang timbul diakibatkannya (Kowiyah, 2012 : 177).

Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis mampu untuk memutuskan suatu masalah yang harus dipercaya dan memulai untuk memecahkannya. Dalam proses pembelajaran kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk memahami berbagai informasi dan pengetahuan yang kompleks dan mendalam.

Maka dapat disimpulkan bahwa semakin sering peserta didik menggunakan keterampilan berpikir kritis semakin terasah pula kemampuan mentalnya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Rachmatullah (2015 : 289) kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari proses mental dalam menganalisis serta mengevaluasi informasi dan pengetahuan yang didapat oleh peserta didik.

Jika menghadapi suatu permasalahan, maka peserta didik harus menganalisis hal-hal yang perlu dilakukan untuk memecahakan suatu permasalah tersebut. Begitupula dalam kegiatan pembelajaran, apabila peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis diberikan suatu infromasi mengenai ilmu tertentu akan menanyakan segala hal yang berkaitan dengan informasi atau pengetahuan yang diberikan dalam arti yang positif bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang kompleks mengenai suatu persoalan (Samura, 2019 : 21). Berdasarkan pendapat dari berbagai ahli mengenai definis berpikir kritis, maka dapat disimpulkan berpikir kritis adalah proses disiplin intelektual untuk membuat keputusan yang sensibel dalam memecahkan suatu permasalahan dengan

mempertimbangkan pemikiran yang absolut serta melibatkan bukti pendukungnya dan kesimpulan yang diakibatkannya. Kemampuan beripikir kritis peserta didik bisa tidak berkembang diakibatkan oleh dua faktor (Ahmatika, 2017 : 396) :

1) Kurikulum yang umumnya dirancang dengan target ketuntasan materi, sehingga guru hanya berfokus pada ketntasan materi yang begitu luas. Dalam artian penyelesaian materi lebih diperioritaskan daripada pengembangan kemapuan berpikir peserta didik

2) Penyampaian pembelajarn dikelas dilakukan lebih diutamakan dalam penyampaian informasi atau materi pelajaran, dengan lebih mengaktifkan guru sedangkan siswa lebh pasif hanya mendengarkan dan mneyalin.

b. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis sangat perlu dikembangkan disekolah, hal ini bertujuan agar peserta didik dapat mengembangkan pemikiran serta menerapkan pengetahuan yang didapat dengan pengatahuan sebelumnya (Prihatiningsih, dkk.

2016 : 1053). Berpikir kritis yang ideal adalah yang fokus pada beberapa hal yaitu pertanyaan, argumen, kejelasan bukti atau sumber yang didapat, observasi, hipotesis, penilaian, dan kesimpulan (Ennis, 2011).

Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis maka dapat diketahui melalui indikator-indikator berpikir kritis. Terdapat banyak pendapat para ahli mengenai indikator dari berpikir kritis.

Pierce dan associates (dalam Desmita, 2014 : 154) menyebutkan beberapa karakteristik dari berpikir kritis : 1) kemampun menarik kesimpulan dari pengamatan; 2) kemampuan untuk mengidentifikasi hipotesis; 3) kemampuan berpikir deduktif; 4) kemampuan membuat pemahaman yang logis; 5) kemampuan mengidentifikasi pendapat.. Selain itu Budi (2015 : 18) merinci indikator berpikir kritis menjadi 1) menyelesaikan permasalahan dengan tujuan yang jelas; 2) menganalisis dan mengornanisasikan ide berdasarkan fakta dan data; 3) menarik kesimpulan dalam penyelesaian permasalahan dengan pendapat yang benar.

Berdasarkan indikator-indikator yang telah dikemukakan diatas maka indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah indikator pendapat dari Norris dan Ennis (1994) dalam Lilis (2019 : 11) : 1) Melalukan klarifikasi dasar terhadap masalah, 2) Mengumpulkan informasi dasar, 3) Membuat inferensi, 4) Melakukan klarifikasi lanjut, dan 5) Membuat dan mengkomunikasikan kesimpulan yang terbaik.

Berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis diatas, jika indikator tersebut bisa tercapai makan dapat dipastikan peserta kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat meningkat.

c. Manfaat Berpikir Kritis

Bahwa di era globalisasi seperti saat ini segala aspek kehidupan dipenuhi dengan tantangan, sebagai manusia untuk memenuhi tantangan tersebut membutuhkan kemampuan berpikir kritis yang andal dimana seperti yang diungkapkan oleh Gregory Basham (dalam Sihotang, 2019 : 41) berpikir kritis berguna dalam berbagai bidang kehidupan. Terdapat beberapa manfaat jika memiliki kemampuan berpikir kritis dalam berbagai bidang (Sihotang, 2019 : 43) :

1) Bidang akademis, bagi peserta didik berpikir kritis merupakan bagian utama dalam menerima sebuah informasi yang diterima dan menjadi gagasan utama dalam melakukan evaluasi terhadap argumen dan keyakinan dalam mengambil keputusan 2) Dalam dunia kerja, survei terbaru dalam dunia kerja saat ini

tidak selalu mengandalkan nilai akademis melaiknkan juga dalam hal berpikir dan keterampilan lainnya, yakni kemampuan mengatasi sebuah masalah dan berpikir kreatif.

3) Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali manfaat dalam kehidupan sehari-hari ketika mampu dalam berpikir kritis.

Berpikir kritis membantu dalam mengambil suatu keputusan dan mempertimbangkannya.

Menurut Wahidin (dalam Mahanal, 2008) terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dalam pembelajaran yang menekankan pada kemmapuan berpikir kritis :

1) Belajar ekonomis, bahwa pembelajarn yang diterima dan pengajarannya dapat tahan lama di pikiran peserta didik

2) Cenderung menimbulkan rasa semangat belajar baik bagi peserta didik maupun guru.

3) Peserta didik diharapkan dapat memiliki sikap ilmiah serta memiliki kemapuan memcahkan masalah baik dalam proses pembelajaran maupun menghadapi permasalahan nyata ynag dialami

4) Memiiliki kemampuan berpikir kritis dapat berpikir demokratis dan rasional

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Kritis Terdapat faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis setiap individu. Menurut Ribenfeld dan Scheffer (dalam Maryam, dkk. 2008) faktornya yaitu :

1) Kondisi Fisik

Kondisi fisik mempengaruhi kemampuan dan kecepatan seseorang dalam berpikir. Seseorang dengan kondisi fisik yang sehat dapat berkonsentrasi penuh saat berpikir.

2) Keyakinan Diri

Kuatnya keyakinan diri terhadap sesuatu yang ingin dituju, maka dapat dipastikan sesorang tersebut memiliki motivasi yang tinggi.

3) Kecemasan

Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Kecemasan juga dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis, yang diakibatkan oleh sulitnya berkosentrasi ketika mengalami kecemasan.

4) Kebiasaan dan Rutinitas

Faktor yang menyebabkan menurunnya kemmapuan berpikir kritis adalah rutinitas yang padat, sehingga sulit untuk mengutarakan atau mendapatkan ide baru. Hal ini dapat diatasi dengan belajar dengan teratur serta belajar hingga paham dan tuntas.

5) Perkembangan Intelektual

Kecerdasan intelektual berhubungan dengan kecerdasan seseorang untuk merespon suatu persoalan.

4. Sikap Ilmiah

a. Pengertian Sikap Ilmiah

Pendidikan memegang peranan dalam sebuah kehidupan, karena didalam suatu pendidikan terdapat proses perubahan sikap dan tingkah laku individu (Karyanti dan Komarudin, 2017 dalam Guswita,dkk. 2018 : 250). Dalam pendidikan Indonesia tingkatan

Sekolah Menengah Atas merupakan tingkatan dimana peserta didik sudah mampu mengendalikan dirinya untuk berpikir secara kritis dan ilimiah (Putra, dkk. 2019 : 92). Pembelajaran biologi merupakan salah satu cabang ilmu sians, pembelajaran sains setidaknya mengandung empat hal yaitu produk, proses atau metode, sikap, dan teknologi (Rustaman,dkk. 2005 : dalam Guswita,dkk. 2018 : 250). Penilaian hasil belajar sains mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor.

Menurut Astalini dan Sari (2019 dalam Putra, 2019 : 92) sikap merupakan suatu pikiran dan perasaan seseorang untuk mengenal dan memahami aspek-aspek tertentu dilingkungan sekitar yang sulit diubah. Sikap juga dapat diartikan sebagai pandangan, wawasan, atau perasaan yang disertai rasa ingin tahu untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap merupakan perpaduan dari suatu persepsi, informasi dan emosi yang dihasilkan di dalam suatu kesukaan untuk menanggapi gagasan dari kelompok, orang, peristiwa atau objek tertentu secara menyenangkan ataupun tidak (Ulfa, 2016).

Sikap ilmiah merupakan bagian dari pembelajaran sains.

Sikap ilmiah bercondong kepada sikap dimana peserta didik suka atau tidak terhadap pembelajaran sians. Menurut Baharudin Salam (dalam Dewi,dkk. 2019 : 252) mengemukakan bahwa sikap ilmiah merupakan suatu pandangan seseorang terhadap cara berpikir yang

sesuai dengan metode keilmuan, sehingga timbullah pendekatan dengan sebuah pemikiran untuk dapat memecahkan masalah, menilai sebuah gagasan, dan membuat keputusan. Sikap ilmiah memiliki peranan penitng untuk menciptakan dan mengembangkan kecakapan ilmiah. Menurut Sukardi (2013) beberpa sikap yang masuk kedalam sikap ilmiah diantaranya sikap skeptis, kritis, sensitif, jujur, terbuka, dan dapat bekerja sama. Sedangkan menurut Sumiati (2012) sikap ilmiah termasuk dalam kecakapan dibidang akademik. Menurut Gega dalam Anwar (2009) mengemukakan bahwa terdapat empat sikap pokok yang harus dikembangkan didalam pembelajaran sains yaitu sikap ingin tahu (curiosity), penemuan sesuatu yang baru (inventeness), berpikir kritis (critical thinking), dan meneguhkan pendirian (persistence).

Setiap individu yang memiliki sikap ilmiah mempunyai kecenderungan peduli terhadap lingkungan sekitar. Peserta didik yang memilki sikap ilmiah yang tinggi akan memiliki keingginan yang tinggi pula untuk menemukan dan menciptakan hal baru, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan (Anisa, dkk. 2013 dalam Putra, 2019 : 94). Kebiasaan peserta didik akan hal-hal baru akan menimbulkan suatu rasa keingin tahuan dan berpikir kritis untuk memecahkannya dalam mencari tahu sebuah kebenaran (Rosdianto, 2017 : 108.)

Karakteristik sikap ilmiah yaitu mengembangkan rasa keingintahuan terhadap sebuah informasi yang diterima, serta memiliki pemikiran atau berpandangan terbuka, dan percaya bahwa setiap peristiwa yang terjadi ada sebabnya (Putra, 2019 : 93). Adanya sikap ilmiah didorong dengan pemikiran – pemikiran tertentu seperti berpikir kritis, menghargai pendapat orang lain, mempertahankan kejujuran, ketelitian, kecermatan, dan kedisiplinan. Salah satu tujuan dari pembelajaran biologi adalah tercapainya sikap ilmiah. Sikap ilmiah juga termasuk dalam kaidah-kaidah keilmuan dalam melaksanakan otonom keilmuan.

Sikap ilmiah perlu dikembangkan untuk menciptakan peserta didik yang jujur, teiliti, objektif, bertanggung jawab, serta dapat bekerja sama dengan orang lain (Guswita, dkk. 2018 : 251).

b. Indikator Sikap Ilmiah

Menurut Muslich (2008) sikap ilmiah adalah sikap yang harus ada pada peserta didik untuk menghadapi suatu masalah atau persoalan-persoalan ilmiah. Indikator sikap ilmiah menurut muslich dalam Suci (2011 : 31) terdapat 7 indikator yaitu sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap terbuka, sikap objektif, sikap rela menghargai karya orang lain, sikap berani mempertahankan kebenaran, dan sikap menjangkau kedepan. Sedangkan menurut Winney Harlen (dalam Putra, 2019 : 92) terdapat sembilan indikator sikap ilmiah dianataranya : sikap ingin tahu, sikap ingin

mendapatkan sesuatu yang baru, sikap kerja sama, sikap tidak berputus asa, sikap tidak berperasangka buruk, sikap mawas diri, sikap bertanggung jawab, sikap berpikir bebas, dan sikap kedisiplinan diri.

Berdasarkan indikator yang telah disebutkan dari kedua para ahli tersebut maka indikator sikap ilmiah dalam penelitian ini adalah indikator yang diadaptasi dari Harlen, (dalam Anwar, 2009 : 108). Adapun indikator tersebut : 1) sikap rasa ingin tahu, 2) sikap respek terhadap data dan fakta, 3) sikap berpikir kritis, 4) sikap penemuan dan kreativitas, 5) sikap berpikir terbuka, dan 6) sikap ketekunan.

Dari uraian indikator diatas dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah merupakan sikap kecenderungan setiap individu dalam bertindak dan berperilaku untuk memberikan tanggapan atau pendapat terhadap hal-hal tertentu sesuai dengan pemikiran ynag logis dan ilmiah.

c. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sikap Ilmiah

Terdapat bebrapa faktor yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan sikap ilmiah karena sikap ilmiah sendiri tidak dapat terbentuk dnegan begitu saja, faktor tersebut diantaranya (Yafie dan Sutama, 2019 : 35) :

1) Diskusi

Diskusi merupakan percakapan ilmiah berisikan pertukaran pendapat yang di dalamnya bermunculan ide-ide baru yang dilakukan oleh beberapa orang. Dengan terbiasanya peserta didik berdiskusi maka terbiasa untuk memunculkan ide-ide baru.

2) Percobaan

Percobaan mengembangkan keterampilan dasar bereksperimen.

Dengan adanya kegiatan percobaan dapat meningkatkan sikap ilmiah peserta didik.

3) Simulasi atau Kegiatan di Lapangan

Pembelajaran biologi sangat berkaitan dengan lingkungan sekitar. Dengan dilakukan kegiatan lapangan maka dapat meningkatkan sikap ilmiah peserta didik.

5. Karakteristik Materi Sistem Pernapasan

Biologi merupakan pelajaran yang mengkaji tentang makhluk hidup dan komponen kehidupan yang menyusunnya (Sari, dkk. 2017).

Sistem pernapasan merupakan materi pelajaran biologi kelas XI SMA yang terdapat pada pembelajaran awal semester genap. Materi sistem pernapasan merupakan materi yang sedikit rumit dan mendalam sehingga diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan pada peserta didik. Selain itu sistem pernapasan juga berhubungan erat dengan situasi saat ini yaitu keadaan pandemi covid-

19. Sistem pernapasan merupakan materi yang dekat dengan kehidupan manusia sehingga dalam penjelasannya lebih mudah jika mencontohkan permasahalan dari lingkungan sekitar agar pemahaman peserta didik mudah tercapai. Materi pembelajaran sistem pernapasan disampaikan di SMA meliputi struktur dan fungsi organ pernapasan pada manusia, mekanisme pernapasan pada manusia, pengaruh merokok serta kondisi udara tidak bersih, dan kelainan dan penyakit terkait sistem pernapasan.

Tabel 2.2 Kompetensi Inti

Kompetensi Inti

KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung

jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam

berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

KI 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,konseptual,prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggu-nakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Dokumen terkait