• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kategori Nilai Tambah

Dalam dokumen SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA 2016 (Halaman 62-154)

BAB III. ANALISIS SNSE INDONESIA

3.3. Kategori Nilai Tambah

Sumber gambar: https://market.bisnis.com

PERTANIAN ATAU

INDUSTRI………

Tabel 3.2

Distribusi Nilai Tambah Menurut Lapangan Usaha, 2016 (miliar rupiah)

Data pada Tabel 3.2 menunjukkan total penerimaan dari faktor produksi berupa faktor produksi tenaga kerja dan penerimaan bukan tenaga kerja (surplus usaha ditambah pendapatan campuran). Penerimaan faktor produksi berupa faktor produksi tenaga kerja sebesar Rp 6.259.552 miliar terdiri dari penerimaaan faktor produksi tenaga kerja dibayar sebesar Rp 4.930.685 miliar dan tenaga kerja tidak dibayar sebesar Rp 1.328.866 miliar, sementara penerimaan bukan tenaga kerja (surplus usaha ditambah pendapatan campuran) sebesar Rp 5.911.816 miliar.

Penerimaan faktor produksi berupa faktor produksi tenaga kerja 100 persen diterima oleh rumah tangga, sebagai kompensasi atas pemilikan faktor produksi tenaga

https://www.bps.go.id

kerja. Penerimaan faktor produksi bukan tenaga kerja (surplus usaha) terbesar diterima oleh perusahaan sebesar Rp.4.317.533 miliar. Defisit pembayaran faktor produksi tenaga kerja ke luar negeri yang sebesar Rp. 23.435 miliar menunjukkan bahwa pembayaran keluar lebih besar dari pada penerimaan domestik.

3.3.1 Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja

Distribusi pendapatan tenaga kerja yang digambarkan SNSE Indonesia 2016 adalah mengenai pendapatan/balas jasa yang diterima oleh berbagai golongan tenaga kerja dibayar (paid workers) atau tidak dibayar (unpaid workers). Faktor produksi tenaga kerja mendapat balas jasa berupa kompensasi pekerja karena partisipasinya dalam kegiatan produksi. Dengan berpartisipasi, tenaga kerja meningkatkan nilai tambah sektor produksi tempat dia bekerja, yang sekaligus meningkatkan PDB Indonesia.

Gambaran umum mengenai distribusi tenaga kerja dibayar, tenaga kerja tidak dibayar, dan rata-rata jam kerja yang dirinci menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 3.3. Kompensasi pekerja dan rata-rata kompensasi pekerja per tenaga kerja ada pada Tabel 3.4, sedangkan rincian mengenai ekivalen tenaga kerja (ETK), rata-rata kompensasi pekerja per ETK dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Pada Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja Indonesia pada tahun 2016 adalah 118.412 ribu orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 49,23 persennya (58.293 ribu orang) adalah tenaga kerja dibayar dan sisanya sebanyak 60.119 ribu orang adalah tenaga kerja tidak dibayar. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai sektor yang padat karya menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 37.774 ribu orang (31,90 % dari total tenaga kerja).

https://www.bps.go.id

Tabel 3.3

Jumlah Tenaga Kerja dan Rata-rata Jam Kerja Per Minggu Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha SNSE Indonesia, 2016

Dari tabel ini juga terlihat secara total, rata-rata jam kerja tenaga kerja per minggu di Indonesia tahun 2016 sebesar 40 jam kerja. Rata-rata jam kerja untuk tenaga kerja dibayar sebesar 43 jam kerja sedangkan tenaga kerja tidak dibayar sebesar 37 jam kerja untuk setiap minggunya. Sektor dengan jam kerja terbanyak dibanding sektor lainnya adalah sektor informasi dan komunikasi.

Merujuk pada Tabel 3.4, jumlah kompensasi pekerja yang diterima pada tahun 2016 adalah sebesar Rp.6.259.552 miliar. Dari jumlah tersebut Rp.4.930.685 miliar diterima tenaga kerja dibayar dan sisanya Rp.1.328.866 miliar untuk tenaga kerja tidak dibayar.

Sektor-sektor yang secara nominal menerima kompensasi pekerja terbesar adalah sektor perdagangan besar dan eceran (Rp.1.206.916 miliar), dan sektor Industri Pengolahan (Rp.

https://www.bps.go.id

Tabel 3.4

Balas Jasa Tenaga Kerja (kompensasi pekerja) dan Rata-rata Kompensasi Pekerja per Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha SNSE Indonesia, 2016

Selanjutnya, rata-rata kompensasi pekerja per tenaga kerja selama tahun 2016 adalah sebesar Rp.52.862 ribu. Rata-rata kompensasi pekerja terendah ada pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (Rp.25.666 ribu per TK) sedangkan yang tertinggi pada sektor informasi dan komunikasi (Rp.209.571 ribu per TK). Ini berarti bahwa kompensasi pekerja tertinggi hampir 8,27 kali rata-rata kompensasi pekerja terendah.

Rata-rata kompensasi pekerja per tenaga kerja untuk tenaga kerja dibayar pada tahun 2016 sebesar Rp.84.584 ribu. Rata-rata kompensasi pekerja per tenaga kerja tertinggi diterima oleh tenaga kerja pada sektor informasi dan komunikasi (Rp.280.339 ribu) diikuti sektor pertambangan dan penggalian (Rp.193.209 ribu), kemudian sektor real estate (Rp.185.968 ribu). Selanjutnya, rata-rata kompensasi pekerja per tenaga kerja

https://www.bps.go.id

untuk tenaga kerja tidak dibayar adalah sebesar Rp.22.104 ribu dengan rata-rata tertinggi pada sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar Rp.124.353 ribu sedangkan yang terendah pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar Rp.12.002 ribu.

Pada tahun 2016 ekivalen tenaga kerja berjumlah 118.193 ribu ETK terdiri atas 62.781 ribu ETK tenaga kerja dibayar dan 55.391 ribu ETK tenaga kerja tidak dibayar.

Jumlah ETK terbesar pada tahun 2016 juga berada di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 29.019 ribu ETK dan yang terkecil pada sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang berjumlah 242 ribu ETK.

Tabel 3.5

Jumlah ETK dan Rata-rata Kompensasi pekerja Per ETK Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha SNSE Indonesia, 2016

https://www.bps.go.id

Rata-rata kompensasi pekerja tenaga kerja per ETK tahun 2016 adalah sebesar Rp.52.961 ribu per tahun, untuk tenaga kerja dibayar sebesar Rp.78.538 ribu per ETK dan tenaga kerja tidak dibayar sebesar Rp.23.991 ribu per ETK. Apabila dilihat dari total masing-masing sektor, maka sektor yang memberikan rata-rata kompensasi pekerja per ETK tertinggi ada pada sektor informasi dan komunikasi sebesar Rp.171.075 ribu per ETK diikuti sektor real estate sebesar 149.055 ribu per ETK. Untuk rata-rata kompensasi pekerja per ETK tenaga kerja dibayar di masing-masing sektor, maka sektor informasi dan komunikasi juga menempati nilai tertinggi (Rp.240.428 ribu per ETK) sedangkan yang terendah pada sektor jasa lainnya (Rp.36.380 ribu per ETK). Untuk tenaga kerja tidak dibayar sektor real estate mendapat rata-rata kompensasi pekerja per ETK tertinggi yaitu sebesar Rp.146.753 ribu per ETK diikuti sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar Rp.98.700 ribu per ETK, sedangkan yang mendapatkan rata-rata terkecil adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar Rp.16.889 ribu per ETK.

https://www.bps.go.id

Ilustrasi penduduk /Net

Sumber gambar: https://realitarakyat.com

SIAPA YANG MENIKMATI PERTUMBUHAN EKONOMI ……?

3.4 Sektor Institusi

Setiap unit institusi dapat dikelompokkan ke dalam sektor institusi berdasarkan fungsi utama, perilaku dan tujuan pembentukannya. Klasifikasi sektor institusi yang digunakan BPS sejalan dengan rekomendasi SNA 2008, dan digunakan dalam menyusun Sistem Neraca Nasional Indonesia (SNNI). Klasifikasi sektor institusi (rumah tangga, pemerintah umum, korporasi (non finansial dan finansial), lembaga non profit dan luar negeri) dapat dilihat pada (SNA 2008 paragraf 2.16).

Indikator ekonomi makro Indonesia seperti PDB per institusi, surplus usaha per institusi, pendapatan kepemilikan per institusi, pendapatan nasional bruto per institusi, transfer per institusi, pendapatan disposabel bruto per institusi, tabungan dan investasi per institusi dapat diperoleh dari kerangka SNSE Indonesia.

https://www.bps.go.id

https://www.bps.go.id

3.4.1. Institusi Rumah Tangga

Dalam SNSE, institusi rumah tangga selain berfungsi sebagai pemilik faktor produksi utama, juga merupakan pelaku produksi (produsen) dan konsumen (konsumen akhir), sebagai konsumen akhir rumah tangga mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam sistem ekonomi nasional yang dapat ditunjukkan melalui besaran proporsi perilakunya baik dalam PDB maupun tabel I-O. Rumah tangga mempunyai penerimaan dari berbagai aktivitas yang dilakukannya tersebut baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Pada akhirnya penerimaan rumah tangga yang berasal dari imbalan atau balas jasa faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja ditambah dengan pendapatan kepemilikan dan transfer yang berasal dari pihak lain, menjadi sumber penghasilan rumah tangga untuk membiayai seluruh pengeluarannya.

Dari kerangka SNSE dapat diturunkan neraca pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Sisi pendapatan dari neraca pendapatan dan pengeluaran tersebut diketahui bahwa rumah tangga menerima pendapatan dari tiga sumber, yaitu:

pendapatan tenaga kerja berupa kompensasi pekerja yang merupakan balas jasa bagi tenaga kerja (termasuk imputasi tenaga kerja yang tidak dibayar; pekerja keluarga, berusaha sendiri dan lain-lain), surplus usaha dan pendapatan campuran (mixed income), yang merupakan balas jasa yang diterima oleh rumah tangga; penerimaan pendapatan kepemilikan (seperti deviden, bunga) dan penerimaan transfer (seperti penerimaan rumah tangga berupa hibah/ pemberian), baik yang berasal dari rumah tangga lain, perusahaan, pemerintah maupun dari luar negeri.

Selanjutnya, pada sisi pengeluaran, rumah tangga menggunakan pendapatan tersebut untuk keperluan-keperluan: konsumsi akhir barang dan jasa; pembayaran pajak langsung; pembayaran pendapatan kepemilikan seperti deviden, bunga, pembayaran transfer; tabungan dan investasi.

Dalam kerangka SNSE Indonesia, institusi rumah tangga dibagi menjadi 8 (delapan) golongan rumah tangga yang dibedakan berdasarkan klasifikasi sosial dan ekonomi rumah tangga (lihat lampiran mengenai konsep dan definisi rumah tangga).

https://www.bps.go.id

Penggolongan rumah tangga menjadi 8 golongan rumah tangga dimaksudkan, antara lain untuk melihat pola pendapatan dan pola pengeluaran antar- golongan rumah tangga (distribusi pendapatan, pola konsumsi antar- golongan rumah tangga).

SNSE Indonesia 2016 ukuran 97 x 97 (lihat Lampiran Tabel 4 mengenai klasifikasi SNSE Indonesia 2016 ukuran 97x97) merinci rumah tangga di Indonesia menjadi 8 golongan:

a. rumah tangga buruh pertanian;

b. rumah tangga pengusaha pertanian;

c. rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di desa;

d. rumah tangga bukan angkatan kerja di desa;

e. rumah tangga bukan pertanian golongan atas di desa;

f. rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di kota;

g. rumah tangga bukan angkatan kerja di kota;

h. rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota.

3.4.1.1 Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Institusi Rumah Tangga 3.4.1.1.1 Pendapatan Institusi Rumah Tangga

Neraca pendapatan dan pengeluaran rumah tangga Indonesia disajikan pada Tabel 3.6. Neraca pendapatan dan pengeluaran rumah tangga Indonesia 2016 juga disajikan menurut golongan rumah tangga. Neraca pendapatan dan pengeluaran rumah tangga menurut golongan rumah tangga Indonesia 2016 dapat dilihat pada Tabel 3.7. Neraca pendapatan dan pengeluaran per kapita menurut golongan rumah tangga terdapat pada Tabel 3.8 sedangkan neraca pendapatan dan pengeluaran dalam bentuk persentase terhadap total pendapatan pada masing-masing golongan rumah tangga disajikan pada Tabel 3.9.

Dari data pada tabel-tabel tersebut menunjukkan bahwa penerimaan terbesar rumah tangga Indonesia pada tahun 2016 berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja sebesar Rp.6.239.016 miliar. Penerimaan dari pendapatan kepemilikan (property income) sebesar Rp.470.251 miliar, berasal dari

https://www.bps.go.id

Penerimaan dalam bentuk transfer, sebesar Rp.203.792 miliar berasal dari perusahaan, Rp.119.855 miliar dari pemerintah, dari lnprt sebesar Rp.21.904 miliar dan Rp.233.407 merupakan transaksi transfer antar-rumah-tangga. Selain itu rumah tangga Indonesia juga menerima transfer dari luar negeri sebesar Rp.115.860 miliar.

Dari Tabel 3.8 dapat diperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan per kapita pada tahun 2016 sebesar Rp.260.171 ribu. Golongan rumah tangga dengan pendapatan per kapita terendah adalah golongan rumah tangga bukan angkatan kerja di bukan pertanian pedesaan (Rp.13.654 ribu), sedangkan pendapatan per kapita tertinggi adalah golongan rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota (Rp.95.416 ribu). Dari hasil ini dapat diperlihatkan bahwa yang termasuk sebagai rumah tangga termiskin dalam ukuran relatif pada tahun 2016 adalah golongan rumah tangga bukan angkatan kerja di desa.

Dapat dilihat bahwa 71,56 persen dari pendapatan rumah tangga diperoleh dari kompensasi pekerja, 15,07 persen diperoleh dari mixed income dan surplus usaha, 5,39 persen diperoleh dari property income (pendapatan kepemilikan) dan 7,97 persen berupa transfer, sedangkan dari total pendapatan tersebut, 81,67 persen digunakan untuk membiayai konsumsi akhir, 2,50 persen digunakan untuk property income, 7,97 persen digunakan untuk transfer, dan 7,27 persen digunakan untuk investasi non finansial (pmtb dan inventori).

https://www.bps.go.id

Tabel 3.6

Neraca Institusi Rumah Tangga, 2016

https://www.bps.go.id

Tabel 3.7

Total Pendapatan dan Pengeluaran menurut Golongan Rumah Tangga, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

Tabel 3.8

Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Per Kapita menurut Golongan Rumah Tangga, 2016 (ribu rupiah)

https://www.bps.go.id

Persentase Pendapatan dan PengeluaranTerhadap Total Pendapatan menurut Golongan Rumah Tangga, 2016 (Persen)

https://www.bps.go.id

3.4.1.1.2 Distribusi Pendapatan Institusi Rumah Tangga

Distribusi pendapatan menurut golongan rumah tangga pada tahun 2016 disajikan oleh Tabel 3.10. Tabel 3.11 menunjukkan bahwa pendapatan terbesar rumah tangga adalah berasal dari kompensasi pekerja atau balas jasa tenaga kerja. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai pendapatan dari kompensasi pekerja yang diterima oleh rumah tangga tersebut maka Tabel 3.12 merinci sumber pendapatan dari balas jasa tenaga kerja yang diterima oleh masing-masing golongan rumah tangga. Tabel 3.13 menjelaskan mengenai distribusi pendapatan kepemilikan antar rumah tangga, dan tabel 3.14 menjelaskan mengenai distribusi transfer antar rumah tangga.

Distribusi pendapatan disajikan dalam bentuk rata-rata pendapatan disposable/pendapatan yang siap dibelanjakan per kapita. Rumah tangga bukan angkatan kerja di desa, mempunyai pendapatan yang siap dibelanjakan per kapita terendah dibandingkan dengan golongan rumah tangga lainnya (tabel 3.10). Pada tabel 3.11, 3.12, 3.13 dan 3.14, rumah tangga bukan angkatan kerja di desa memperoleh pendapatan sebesar Rp.72.911 miliar dari kompensasi pekerja, dan Rp.24.573 miliar pendapatan kompensasi pekerja berasal dari kompensasi pekerja tenaga kerja pertanian. Pendapatan dari mixed income (pendapatan campuran) dan surplus usaha sebesar Rp.3.732 miliar. Property income /pendapatan kepemilikan sebesar Rp.28.247 miliar (pendapatan kepemilikan dari institusi rumah tangga /antar rumah tangga sebesar Rp 3.538 miliar, dimana Rp 1.156 miliar atau 32,68 persen diperoleh dari rumah tangga golongan rendah dipedesaan). Penerimaan transfer sebesar Rp.74.627 miliar (pendapatan transfer dari institusi rumah tangga /antar rumah tangga sebesar Rp 22.421 miliar, dimana Rp 7.228 miliar atau 32,24 persen diperoleh dari rumah tangga golongan rendah diperkotaan). Total pendapatan rumah tangga bukan angkatan kerja di desa sebesar Rp.179.518 miliar.

https://www.bps.go.id

Tabel 3.10

Distribusi Pendapatan Disposable per Kapita

Dirinci Menurut Golongan Rumah Tangga di Indonesia, 2016

Golongan rumah tangga atas di kota, sebagai penerima pendapatan yang siap dibelanjakan per kapita tertinggi, memperoleh pendapatan sebesar Rp.2.630.813 miliar dari kompensasi pekerja dan Rp.1.162.364 miliar pendapatan kompensasi pekerja berasal dari kompensasi pekerja dari tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi. Sementara itu pendapatan mix income (pendapatan campuran) dan surplus usaha sebesar Rp.777.150 miliar. Pendapatan kompensasi pekerja rumah tangga golongan atas di kota relatif besar bila dibandingkan dengan pendapatan kompensasi pekerja rumah tangga bukan angkatan kerja di desa. Pendapatan rumah tangga dari pendapatan kepemilikan dan transfer merupakan sumber pendapatan yang relatif kecil bila dibandingkan dengan sumber yang diperoleh pendapatan lainnya (lihat tabel 3.10, tabel 3.11, tabel3.12, tabel 3.13 dan tabel 3.14).

https://www.bps.go.id

Tabel 3.11

Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Menurut Sumber Pendapatan, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

Tabel 3.12

Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

Tabel 3.13

Distribusi Pendapatan Kepemilikan Antar Rumah Tangga, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

Tabel 3.14

Distribusi Transfer Antar Rumah Tangga, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

3.4.1.2 Distribusi Pendapatan (Pengeluaran) Institusi Rumah Tangga

Pengeluaran rumah tangga berupa konsumsi akhir barang dan jasa merupakan komponen terbesar dalam struktur pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran konsumsi menurut golongan rumah tangga, dalam bentuk total pengeluaran konsumsi dan konsumsi per kapita disajikan pada tabel 3.15. Dari total konsumsi akhir rumah tangga Indonesia 2016 sebesar Rp.7.119.909 miliar, pengeluaran konsumsi terbesar adalah pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga golongan atas di kota yaitu sebesar Rp.3.034.789 miliar. Pengeluaran konsumsi akhir terkecil dilakukan oleh golongan rumah tangga bukan angkatan kerja di desa (Rp.141.594 miliar).

Dari tabel 3.15 juga dapat diperoleh pengeluaran konsumsi per kapita tahun 2016. Dari data tersebut terlihat bahwa konsumsi per kapita terbesar dilakukan oleh golongan rumah tangga atas di kota (Rp.79.720 ribu per kapita) dan yang terkecil adalah golongan rumah tangga bukan angkatan kerja di desa (Rp.10.769 ribu per kapita).

Di sisi lain penggunaan pendapatan rumah tangga yang terbesar merupakan pengeluaran untuk konsumsi akhir yaitu sebesar Rp.7.119.909 miliar, atau 81,97 persen dari total penerimaannya. Pengeluaran lainnya adalah pengeluaran property income (pendapatan kepemilikan) sebesar Rp.217.871 miliar, terdiri dari pengeluaran antar rumah tangga sebesar Rp.24.626 miliar, pengeluaran property income (pendapatan kepemilikan) untuk perusahaan sebesar Rp.193.245 miliar. Pengeluaran transfer ke perusahaan sebesar Rp.132.410 miliar, pengeluaran transfer ke pemerintah (pembayaran pajak rumah tangga) sebesar Rp.164 miliar, kemudian transfer ke rumah tangga lainnya sebesar Rp.233.407 miliar, lnprt sebesar Rp.81.946 miliar termasuk transfer ke luar negeri sebesar Rp.61.580 miliar (Tabel 3.16).

https://www.bps.go.id

Tabel 3.15

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Dirinci Menurut Golongan Rumah Tangga di Indonesia, 2016

https://www.bps.go.id

Tabel 3.16

Pola Pengeluaran Rumah Tangga, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

3.4.2. Institusi Perusahaan

Neraca pokok berikutnya dalam SNSE adalah neraca konsolidasi perusahaan- perusahaan (perusahaan non finansial bumn dan swasta juga perusahaan finansial) di Indonesia dalam kurun waktu yang sama. Perusahaan atau produsen yang berfungsi sebagai pengguna berbagai faktor produksi juga merupakan pemilik faktor produksi, khususnya yang bukan tenaga kerja. Oleh karena itu penerimaan perusahaan terbesar berasal dari kompensasi faktor produksi tersebut sebagaimana dijelaskan dalam neraca pada Tabel 3.17.

Penerimaan terbesar perusahaan-perusahaan adalah dalam bentuk balas jasa faktor produksi bukan tenaga kerja (surplus usaha) sebesar Rp.4.317.533 miliar rupiah atau sekitar 77,79 persen dari total penerimaannya. Sumber penerimaan lainnya dalam bentuk pendapatan pemilikan/property income (bunga, deviden dll) dari perusahaan lain di wilayah domestik, rumah tangga, pemerintah maupun dari luar negeri sebesar Rp.949.815 miliar, penerimaan pendapatan kepemilikan terbesar diberikan oleh perusahaan/antar perusahaan. Transfer baik dari perusahaan lain di wilayah domestik, rumah tangga, pemerintah maupun dari luar negeri sebesar Rp.283.000 miliar. Data pada Tabel 3.17 juga menunjukkan bahwa penerimaan transfer perusahaan dari luar negeri jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pembayaran transaksi yang sama ke luar negeri.

Dilihat dari sisi penggunaan pendapatannya, Tabel 3.17 menunjukkan bahwa property income (pendapatan pemilikan, berupa bunga, deviden dll) sebesar Rp.1.531.009 miliar dimana pengeluaran pendapatan kepemilikan antar perusahaan merupakan pengeluaran terbesar sebesar Rp.623.499 miliar. Pengeluaran lain perusahaan adalah transfer sebesar Rp.1.029.613 miliar, dimana pembayaran transfer ke pemerintah (pajak) merupakan pengeluaran transfer terbesar perusahaan sebesar Rp.611.418. Tabungan perusahaan sebesar Rp.2.989.725 miliar dan digunakan untuk imvestasi non finansial (pmtb dan inventori) sebesar Rp.3.100.523 miliar.

https://www.bps.go.id

Tabel 3.17

Neraca Perusahaan, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

3.4.3. Institusi Pemerintah

Neraca pokok berikutnya adalah neraca pemerintahan (umum). Neraca ini menggambarkan berbagai transaksi pemerintah (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) dengan pihak lain termasuk luar negeri. Pada dasarnya penerimaan utama pemerintah berasal dari pajak, baik langsung maupun tidak langsung yang sebagian besar dibayarkan oleh perusahaan maupun rumah tangga.

Data pada Tabel 3.18 menunjukkan bahwa penerimaan utama pemerintah sebesar Rp.1.428.029 miliar berasal dari penerimaan transfer (pajak) perusahaan dan rumah tangga, atau sekitar 62,09 persen dari total penerimaannya, dan penerimaan yang berasal dari pajak atas produk dikurangi subsidi sebesar Rp.474.450 miliar.

Dilihat dari sisi sebaliknya, pengeluaran untuk konsumsi, merupakan pengeluaran terbesar sebesar Rp.1.094.181 miliar. Pengeluaran lain adalah pengeluaran pendapatan kepemilikan sebesar Rp.182.493 miliar, pembayaran pendapatan kepemilikan (bunga) keluar negeri sebesar Rp.128.401 miliar atau sekitar 4,12 persen dari total pengeluaran. Pengeluaran transfer sebesar Rp.792.490 miliar transfer antar pemerintah yang sebesar Rp.604.279 miliar. Dan transfer kepada rumah tangga sebesar Rp.119.855 miliar. Disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan) sebesar Rp.1.325.004 miliar digunakan untuk konsumsi sebesar Rp.1.094.181 miliar sehingga menciptakan tabungan sebesar Rp.230.823 miliar, dan tabungan tersebut digunakan untuk investasi non finansial (pmtb) sebesar Rp.421.598 miliar dan inventori sebesar Rp.15.700.

https://www.bps.go.id

Tabel 3.18

Neraca Pemerintah, 2016 (miliar rupiah)

https://www.bps.go.id

3.4.4. Institusi LNPRT

Neraca pokok berikutnya adalah neraca LNPRT. Neraca ini menggambarkan berbagai transaksi lnprt dengan pihak lain termasuk luar negeri. Pada dasarnya penerimaan utama lnprt berasal dari transfer, Data pada Tabel 3.19 menunjukkan bahwa penerimaan transfer sebesar Rp. 190.122 miliar.

Tabel 3.19

Neraca LNPRT, 2016 (miliar rupiah)

Nilai Neraca Alokasi Pendapatan Primer Nilai

Pengunaan Transaksi Sumber

Operating surplus, gross 11.089

3.416 Pendapatan kepemilikan 11.008

a. rumah tangga

3.416 b. perusahaan 11.008

c. pemerintah d. lnprt e luar negeri

18.681 Pendapatan nasional bruto (PNB)

Nilai Neraca Distribusi Pendapatan Sekunder Nilai

Pengunaan Transaksi Sumber

Pendapatan nasional bruto (PNB) 18.681

26.039 Transfer /Current transfers 190.122

21.904 a. rumah tangga 81.946

b. perusahaan 92.052

73 c. pemerintah 12.062

4.062 d. lnprt 4.062

e. luar negeri

182.764 Disposable income, gross

Nilai Neraca Penggunaan Pendapatan Disposable Nilai

Pengunaan Transaksi Sumber

Pendapatan disposabel bruto 182.764

144 945 Pengeluaran Konsumsi Akhir

37.819 Tabungan,gross

Nilai Neraca Kapital Nilai

Pengunaan Transaksi Sumber

Tabungan, gross 37.819

50.136 Pembentukan Modal Tetap Perubahan Inventori

Transfer Modal, diterima -4.569

Transfer Modal, dibayar 22.197

5.311 Net lending (+) / net borrowing (–)

https://www.bps.go.id

Dalam dokumen SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA 2016 (Halaman 62-154)

Dokumen terkait